Kelemahan Hadits : Manfaatkanlah Lima (Keadaan) Sebelum (Datangnya) Lima (Keadaan yang Lain)


Barusan saya membaca sebuah artikel di http://ahlelhadith.com/vb/showthread.php?t=7344 yang isi kesimpulannya mendla’ifkan hadits tersebut (dengan penghukuman mursal). Sejenak saya teringat dengan bahasan yang (kebetulan) pernah saya bacakan[1] di kampus UGM beberapa waktu lalu. Setahu saya, hadits itu shahih. Tapi kok kenapa disimpulkan dla’iif ya ?. Berikut kira-kira analisis yang disampaikan di situs tersebut yang saya olah dengan bahasa versi saya (dengan sedikit tambahan/koreksi) :

أَخْبَرَنِي الْحَسَنُ بْنُ حَكِيمٍ الْمَرْوَزِيُّ، أَنْبَأَ أَبُو الْمُوَجَّهِ، أَنْبَأَ عَبْدَانُ، أَنْبَأَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي هِنْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآَلِهِ وَسَلَّمَ، لِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُهُ: " اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ ".
Telah mengkhabarkan kepadaku Al-Hasan bin Hakiim Al-Marwaziy : Telah memberitakan kepada kami Abul-Muwajjah : Telah memberitakan ‘Abdaan : Telah memberitakan ‘Abdullah bin Abi Hind, dari ayahnya, dari Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang laki-laki dalam rangka menasihatinya : “Manfaatkanlah lima (keadaan) sebelum (datangnya) lima (keadaan yang lain) : masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum waktu sempitmu, dan hidupmu sebelum matimu” [Diriwayatkan oleh Al-Haakim 3/204, dan ia berkata : “Ini adalah hadits shahih sesuai syarat Al-Bukhaariy dan Muslim, namun mereka berdua tidak mengeluarkannya”].
Sanad hadits ini ghariib, karena ‘Abdaan[2] tidak diketahui penyimakan riwayatnya dari ‘Abdullah bin Abi Hind, dan bukan pula termasuk di antara jajaran gurunya. Bahkan ia tidak pernah bertemu dengannya, karena ‘Abdaan lahir tahun 145 H dan wafat tahun 221 H; sedangkan ‘Abdullah bin Abi Hind wafat tahun 147 H (menurut Ibnu Sa’d). Oleh karena itu, tashriih penyimakan riwayat ‘Abdaan dari ‘Abdullah bin Abi Hind adalah kekeliruan yang sangat fatal. Kekeliruan ini besar kemungkinan berasal dari Abul-Muwajjah. Namanya adalah Muhammad bin ‘Amru Al-Fazaariy, seorang yang majhuul.
Ada jalan riwayat yang lain :
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، فِي كِتَابِ قِصَرِ الأَمَلِ لابْنِ أَبِي الدُّنْيَا، أَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الصَّفَّارُ الأَصْبَهَانِيُّ، نَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي الدُّنْيَا، نَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، أَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، أَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِنْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآَلِهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُهُ: " اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغُلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh dalam kitab Qisharul-Amal karangan Ibnu Abid-Dunyaa : Telah memberitakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah Ash-Shaffaar Al-Ashbahaaniy : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr bin Abid-Dunyaa : Telah mengkhabarkan kepada kami Ishaaq bin Ibraahiim : Telah memberitakan kepada kami ‘Abdullah bin Al-Mubaarak : Telah memberitakan kepada kami ‘Abdullah bin Sa’iid bin Abi Hind, dari ayahnya, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang laki-laki dalam rangka menasihatinya : “Manfaatkanlah lima (keadaan) sebelum (datangnya) lima (keadaan yang lain) : masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum waktu sempitmu, dan hidupmu sebelum matimu” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 9767].
Dhahir hadits ini shahih, perawi tsiqaat, dan sanadnya bersambung. Akan tetapi Al-Baihaqiy rahimahullah men-ta’lil-nya dengan berkata :
هَكَذَا وَجَدْتُهُ فِي كِتَابِ قِصَرِ الأَمَلِ، وَكَذَلِكَ رَوَاهُ غَيْرُهُ، عَنِ ابْنِ أَبِي الدُّنْيَا وَهُوَ غَلَطٌ، وَإِنَّمَا الْمَعْرُوفُ بِهَذَا الإِسْنَادِ مَا أَخْبَرَنَا أَبُو طَاهِرٍ الْفَقِيهُ، أَنَا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ الْقَطَّانُ، نَا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ الدَّارَابَجِرِدِيُّ، نَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ، أَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ، أَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِنْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآَلِهِ وَسَلَّمَ: " نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ، وَالْفَرَاغُ "، رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ فِي الصَّحِيحِ، عَنْ مَكِّيِّ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعِيدٍ
“Demikianlah yang aku dapatkan dalam kitab Qisharul-Amal. Begitu juga yang diriwayatkan oleh selainnya dari Ibnu Abid-Dun-yaa; dan riwayat itu keliru. Riwayat yang ma’ruuf dengan sanad ini hanyalah apa yang telah dikhabarkan kepada kami oleh Abu Thaahir Al-Faqiih : Telah memberitakan kepada kami Abu Bakr Muhammad bin Al-Husain Al-Qaththaan : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Aliy bin Al-Hasan Ad-Daraabajiridiy : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Utsmaan : Telah memberitakan kepada kami Ibnul-Mubaarak : Telah memberitakan kepada kami ‘Abdullah bin Sa’iid bin Abi Hind, dari ayahnya, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Ada dua nikmat dimana banyak orang yang rugi (atas kedua nikmat itu), yaitu nikmat sehat dan waktu luang’. Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Ash-Shahiih, dari Makkiy bin Ibraahiim, dari ‘Abdullah bin Sa’iid” [idem, 12/476-477; shahih].
Bahkan telah diketahui bahwasannya Ibnul-Mubaarak meriwayatkan hadits tersebut secara mursal :
أَخْبَرَنَا جَعْفَرُ بْنُ الْبُرْقَانِ، عَنْ زِيَادِ بْنِ الْجَرَّاحِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ الأَوْدِيِّ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآَلِهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُهُ: " اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Ja’far bin Al-Burqaan, dari Ziyaad bin Al-Jarraah, dari ‘Amru bin Maimuun Al-Audiy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang laki-laki dalam rangka menasihatinya : “Manfaatkanlah lima (keadaan) sebelum (datangnya) lima (keadaan yang lain) : masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum waktu sempitmu, dan hidupmu sebelum matimu” [Diriwayatkan oleh Ibnul-Mubaarak dalam Az-Zuhd no. 2].
Sanadnya shahih hingga ‘Amru bin Maimuun, hanya saja mursal, karena ia seorang tabi’iy.
Diriwayatkan juga An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa no. 11832, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 4/148, Al-Qadla’iy dalam Musnad Asy-Syihaab no. 729, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah no. 4021, Wakii’ dalam Az-Zuhd no. 7, dan yang lainnya; dari jalan Ja’far bin Burqaan.
Walhasil, hadits di atas yang benar adalah mursal.[3]
Wallaahu a’lam.
Semoga yang singkat ini ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor. Baca juga artikel : Manfaatkanlah Lima Hal Sebelum Datangnya Lima Hal].


[1]      Saya hanya meringkas dan membacakan saja – bukan mensyarah – apa yang telah dijelaskan oleh Asy-Syaikh ‘Abdul-‘Adhiim Al-Badawiy hafidhahullah atas hadits tersebut.
[2]      Nama aslinya adalah : ‘Abdullah bin ‘Utsmaan Al-‘Atakiy; seorang yang tsiqah.
[3]      Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah menshahihkannya dalam Shahiihul-Jaami’ no. 1088.

Comments

Anonim mengatakan...

jadi, kesimpulannya hadits ini mursal shahih, gitu ya ustadz?

Anonim mengatakan...

Kemudian untuk kesimpulan hadits di atas apakah bisa kita amalkan ustadz? Dan bila kita menyampaikan hadits tersebut kepada orang lain harus dengan menyatakan bahwa hadits tersebut dhoif?

Terima kasih.

Herry Setiawan - Bogor

Anonim mengatakan...

Assalamu`alaikum
By: Abu Ahmad Al Jawi
Izin mengambil dan mempelajari,serta izin membantah artikelnya bila suatu saat nanti setelah ana pelajari ada sebuah kekeliruan.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

@Pak Anonim 29 Februari 2012 10:06,...

Iya

#####

@Pak Heri Setiawan,.. sebagaimana telah dijelaskan oleh sebagian ulama dan ustadz kita, salah satu kaedah menyampaikan hadits dla'if adalah menjelaskan derajatnya. Tentang pengamalannya, maka makna hadits ini adalah benar. Wallaahu a'lam.

#####

@Pak Abu Ahmad Al-Jawi,.... wa'alaikumus-salaam. Silakan, dengan senang hati.

Anonim mengatakan...

Menurut yang mas jabarkan sesuai di situs yang mas sebutkan.Penulis mendhaifkan hadist ini dengan alasan alasan :
1.tidak mungkinnya abdan mendengar dari abdullah bin abi said
2. ta'lil dan tarjihnya imam albaihaqi bahwasanya yang ma'ruf adalah hadist yang di beliau jabarkan dari apa yang telah dikhabarkan kepada dia oleh Abu Thaahir
Al-Faqiih dari Abu Bakr Muhammad bin Al- Husain Al-Qaththaan dari ‘Aliy bin Al-Hasan Ad- Daraabajiridiy dari ‘Abdullah bin ‘Utsmaan dari Ibnul-Mubaarak
3. Tarjihnya penulis tehadap riwayat abdullah bin mubarak bahwa sanad yang benar adalah dari amer bin maimun dan itu mursal,
dan mursal adalah dhaif.
Tapi :
1-bukankah tidak menutup kemungkinan kalau hadist ini memang ada jalan lain meskipun di situ imam baihaqi mengingkarinya ,seperti juga dengan yang beliau sebutkan dari ibnu abi dunya beserta sanad yang ia sebutkan,dan bahwasanya ada rawi yang lain yang meriwayatkan dari beliau.
2. Adapun sanad yang disebutkan imam hakim memang terputus,tapi paling tidak ini menunjukkan makna hadist ini ada asalnya,ini dengan mempertimbangkan kemungkinan pada poin no 1 tadi .Dan lebih lagi ini diperkuat lagi dengan;
3. Mursalnya amer bin maimun. Dia adalah dari kubaarut tabiin tabaqat pertama (bahkan ada sebagian dari ulama hadist mengatakan dia adalah sahabat).Dan bahkan dalam kutub tarajum dia sudah ada sebelum masa kenabian, dan Hidup pada masa jahiliyah. Dan irsalnya tabiin semisal dia besar kemungkinan muttasil, kerena sedikit kemungkinan meriwayatkan dari selain sahabat.Lain halnya tabaqat para tabiin yang dibawahnya
4.Bahkan Ada di sana sebagian dari kalangan ahlul hadist yang berhujjah dengan hadist mursal secara dzatnya,tapi ada juga yang berhujjah dari mereka dengan melihat pertimbangan pertimbangan salah satunya yang mereka pertimbangkan adalah ada pada poin no3 tadi.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Jawaban atas 'tapi' antum adalah sebagai berikut :

1. Sependek pengetahuan saya, jalan hadits itu hanyalah sebagaimana yang telah dituliskan di atas. Kalau dikatakan bahwa ada jalan sanad yang lain yang itu disimpulkan dari perkataan Al-Baihaqiy,.... ya tetap saja itu satu sanadnya, yaitu melalui jalan Ibnu Abid-Dun-yaa, dan seterusnya sebagaimana di atas.

2. Secara umum sama dengan nomor 1.

3 & 4. 'Amr bin Maimuun adalah tabi'iy, bukan shahabat. Ada pembicaraan yang agak panjang mengenai hukum berhujjah dengan hadits mursal. Namun saya lebih memilih pendapat bahwa hadits mursal (selain mursal shahaabiy) itu dla'iif. 'Amru ini tidak hanya meriwayatkan dari para shahabat, tapi juga dari tabi'iy lainnya. Misal : Abu 'Abdillah Al-Jadaliy, 'Abdullah bin Rabii'ah, 'Abdurrahmaan bin Abi Lailaa, seorang wanita (mubham - sebagaimana riwayat Ahmad), dan yang lainnya. Ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan 'Amru bin Maimuun meriwayat dari selain shahabat dan juga perawi dla'iif.

Kira-kira itu jawaban ringkasnya.

Wallaahu a'lam.

Anonim mengatakan...

Tapi mas
1.Tidak menutup memungkinan juga bahwa abdullah bin mubarak memang menyampaikan hadist ini dari dua jalan,dan jika hal ini memang benar adanya maka dua jalan(yaitu jalan dari ja'far sampai amer bin maimun dam abdullah bin said sampai ke ibnu abbas‎ رضي الله عنهما‎ tadi bisa saling menguatkan (ini jika mempertimbangkan betapa terasa beratnya berpaling dari hadist yang diriwayatkan dari ibnu abi dunya yang secara dzahir sahih dan sanadnya bersambung (afwan mas ana tulis " secara dzahir sahih dan sanadnya bersambung"sebagaimana tambahan penjelasan mas dari situs yang mas isyaratkan) dan juga dengan mempertimbangkan siapa kita jika dibandingkan dengan imam baihaqi,dan sungguh sangat diharapkan sekali penjelasan yang lebih dari sekedar perkataan "“Demikianlah yang aku dapatkan dalam kitab Qisharul-Amal. Begitu juga yang diriwayatkan oleh selainnya dari Ibnu Abid-Dun- yaa; dan riwayat itu keliru. Riwayat yang ma’ruuf dengan sanad ini hanyalah...... " dari beliau,dan jika itu ada, kalam beliau lebih pantas untuk di ikuti dalam hal ini.
2.Dan dengan sanad yang disebutkan dari ibnu abi dunya mungkin bisa dikatakan ini mengungkap siapa sebenarnya yang mengkhabarkan hadist Nabi صلى الله عليه و سلم‎ ‎ini kepada amer bin maimun,yaitu ibnu abbas رضي الله عنهما‎ ‎,dan memang ada riwayat 2 yang menunjukkan bahwa amer meriwayatkan dari beliau.
3.Adapun komentar ana sebelumnya tentang irsalnya tabiin saya sependapat dengan mas. Tapi dalam hal bisa tidaknya irsalnya tabiin dijadikan sebagai penguat atau tidak, ana cenderung pada pendapatnya syaikh al Albani sebagaimana sebagian sedikit penjelasanya beliau sebutkan di raddul mufh^im hal 98,99,100.
4.Status suhbah atau bukan amer bim maimun itu bukannya itu berporos pada pengertian sahabat itu sendiri.?
Maaf mas sebelumnya ku hanya mungkin2 saja dalam menulis ini. Karena gak punya buku2nya sehingga tidak bisa ikut merasakan betapa nikmatnya mempelajari ilmu ini.
Wallahu a'lam

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Jawaban ringkas atas 'tapi' antum :

1. Sebagaimana yang telah maklum dalam ilmu 'Ilal, dhahir sanad yang shahih belum tentu menghasilkan penghukuman akhir riwayat tersebut shahih. Sanadnya Ibnul-Mubaarak yang muttashil (dari hadits ightanim khamsan...dst) adalah ghariib, tidak diriwayatkan kecuali dari Ibnu Abid-Dun-yaa, dari Ishaaq bin Ibraahiim (Rahawaih), dari Ibnul-Mubaarak. Keghairiban sendiri sebenarnya bukan merupakan 'ilat secara mutlak. Untuk menjadi 'illat, ia perlu qarinah. Dan qarinah itu ada. Pertama : Ibnul-Mubaarak dan Ishaaq bin Rahawaih adalah dua imam yang punya banyak murid. Lantas kemana mereka semua sehingga tidak ada yang meriwayatkan dari Ibnul-Mubaarak kecuali Ishaaq, dan tidak ada yang meriwayatkan dari Ishaaq kecuali Ibnu Abid-Dunyaa ?. Kedua : Ada ta'lil sharih dari Al-Baihaqiy yang notabene sebagai pembawa riwayat. Ketiga : Ibnu Abid-Dun-yaa (thabaqah 12) yang membawakan sanad gharib ini hanya berstatus shaduuq. Dari tiga qarinah ini, maka ta'lil Al-Baihaqiy ini tidak bisa dibuang begitu saja, karena yang masyhur riwayat 'Abdullah bin Sa'iid, dari ayahnya, dari Ibnu 'Abbaas secara marfuu' adalah dengan lafadh : "Ni'mataani maghbuunun...dst".

Yang lebih membuktikan lagi adalah : Ishaaq dalam periwayatan dari Ibnul-Mubaarak dengan lafadh ightanim khamsan ini telah menyelisihi : Suwaid bin Nashr (tsiqah), 'Abdullah bin 'Utsmaan Al-'Atakiy (tsiqah lagi haafidh), Ishaaq bin Israaiil (tsiqah), Syaddaan bin Hakiim (tsiqah/shaduuq), Yahyaa bin 'Abdil-Hamiid (dla'iif), Khalaf bin Al-Waliid (tsiqah), Al-Husain bin Hasan Al-Marwaziy (tsiqah), dan Sa'iid bin Sulaimaan (tsiqah lagi haafidh) yang kesemuanya meriwayatkan dari 'Abdullah bin Al-Mubaarak, dari 'Abdullah bin Sa'iid, dari ayahnya, dari Ibnu 'Abbaas secara marfuu' dengan lafadh : ni'mataani maghbuunun...dst. Belum lagi mutaba'aat Ibnul-Mubaarak.

Jadi,... bagaimana ta'lil ini dikesampingkan ?.

Oleh karena itu, riwayat Al-Haakim 3/204 dan Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 9767 adalah riwayat yang keliru (khaththa'). Ini adalah kelemahan yang berat sehingga - tentu saja - tidak bisa dijadikan sebagai penguat.

Dan yang mahfuudh dari riwayat ightanim khamsan...dst adalah mursal. Ini diriwayatkan dari banyak perawi tsiqah dari Ibnul-Mubaarak dari Ja'far bin Burqaan. Dan Ibnul-Mubaarak juga mempunyai mutaba'ah dari Wakii (tsiqah, imam, lagi haafidh) dan 'Abdullah bin Daawud (tsiqah).

2. Tidak bisa riwayat yang antum maksudkan untuk menguatkan riwayat mursal 'Amr bin Maimuun. Alasannya sudah saya sebutkan di atas.

3. Silakan antum mengikuti pendapatnya Syaikh Al-Albaaniy. Antum telah mengikuti orang yang tepat untuk diikuti, karena beliau adalah ulama besar. Adapun saya, tidak ada penambahan selain yang telah saya tuliskan di atas.

4. Jika antum sudah mentarjih bahwasannya 'Amru bin Maimuun adalah tabi'iy, saya kira tidak relevan menyinggung 'Amru adalah shahabat. Apapun pembahasan yang diturunkan tentang definisi shahabat, maka antum telah menjustifikasi ia adalah tabi'iy, dan inilah yang benar.

Wallaahu a'lam.