‘Aliy bin Ja’d rahimahullah berkata :
وَسَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ
يَمَانٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ سُفْيَانَ، يَقُولُ: " الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى
إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ، الْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا، وَالْبِدْعَةُ لا
يُتَابُ مِنْهَا "
Dan aku telah mendengar Yahyaa bin Yamaan berkata
: Aku mendengar Sufyaan (Ats-Tsauriy) berkata : “Bid’ah lebih disenangi Ibliis
daripada maksiat. Maksiat dapat diharapkan bertaubat darinya, sedangkan bid’ah
susah untuk diharapkan bertaubat darinya” [Al-Musnad hal. 748 no. 1885].
Diriwayatkan juga oleh Abu Nu’aim[1]
dalam Hilyatul-Auliyaa’ 7/26, Al-Baihaqiy[2]
dalam Syu’abul-Iimaan no. 9009, Al-Laalikaa’iy[3]
dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 238, Ibnu Basyraan[4]
dalam Al-Amaaliy no. 720, Ibnu ‘Asaakir[5]
dalam Jam’ul-Juyuusy no. 35, dan ‘Abdullah Al-Anshaariy[6]
dalam Dzammul-Kalaam wa Ahlih 5/120-121 no. 914; semuanya dari jalan
Yahyaa bin Yamaan, dari Sufyaan Atsa-Tsauriy rahimahullaah.
Kelemahan atsar di atas terletak pada
Yahyaa bin Yamaan.
Yahyaa bin Yamaan Al-‘Ijliy, Abu Zakariyyaa Al-Kuufiy (يحيى بن يمان
العجلي ، أبو زكريا الكوفي); seorang yang shaduuq, namun banyak melakukan kekeliruan dan berubah hapalannya di
akhir usianya. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 189 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu
Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1070 no.
7729].
Meskipun lemah, namun makna atsar ini
benar, dan sesuai dengan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam
riwayat di bawah :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ الْفَرْغَانِيُّ، قَالَ: نا هَارُونُ بْنُ مُوسَى الْفَرْوِيُّ،
قَالَ: نا أَبُو ضَمْرَةَ أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ، عَنْ حُمَيْدٍ الطَّوِيلِ، عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
" إِنَّ اللَّهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillah
Al-Farghaaniy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Haaruun bin Muusaa
Al-Farwiy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Dlamrah Anas bin
‘Iyaadl, dari Humaid Ath-Thawiil, dari Anas bin Maalik, ia berkata : Telah
bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya
Allah menghalangi taubat semua pelaku bid’ah” [Diriwayatkan oleh
Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 4202].
Sanad riwayat ini hasan.
Keterangan perawinya sebagai berikut :
1.
‘Aliy bin ‘Abdillah bin ‘Abdil-Barr, Abul-Hasan Al-Warraaq
Al-Farghaaniy At-Turkiy (علي بن عبد الله بن عبد البر أبو الحسن الوراق
الفرغاني التركي); seorang yang tsiqah sebagaimana dikatakan oleh Abu
Ya’laa Al-Warraaq dan Adz-Dzahabiy. Wafat tahun 322 H [lihat : Irsyaadul-Qaadliy
wad-Daaniy, hal. 436-437 no. 686].
2.
Haaruun bin Muusaa bin Abi ‘Alqamah Al-Farwiy, Abu Muusaa Al-Madaniy (هارون بن موسى بن
أبي علقمة : عبد الله بن محمد بن عبد الله بن أبي فروة الفروي ، أبو موسى المدني); seorang yang dihukumi Ibnu
Hajar dengan : laa ba’sa bih (bahkan lebih dekat ke tsiqah).[7]
Termasuk thabaqah ke-10 dan wafat tahun 253 H. Dipakai oleh At-Tirmidziy
dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1015 no. 7294].
3.
Anas bin ‘Iyaadl bin Dlamrah Al-Laitsiy, Abu Dlamrah Al-Madaniy (أنس بن عياض بن
ضمرة ، و يقال أنس بن عياض بن جعدبة ، و يقال أنس بن عياض بن عبد الرحمن الليثي ،
أبو ضمرة المدني); seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-8,
lahir tahun 104 H, dan wafat tahun 200 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim,
Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 154
no. 569].
4.
Humaid
bin Abi Humaid Ath-Thawiil Al-Bashriy, Abu ‘Ubaidah Al-Khuzaa’iy (حميد بن أبى حميد
الطويل البصري ، أبو عبيدة الخزاعي و يقال السلمي و يقال الدارمي); seorang yang tsiqah,
namun sering melakukan tadliis.
Termasuk thabaqah ke-5,
lahir tahun 68 H, dan wafat tahun 142/143 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim,
Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 274 no. 1553].
5.
Anas
bin Maalik; salah seorang shahabat masyhuur [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 154 no. 570].
Catatan : Meskipun Humaid seorang mudallis,
namun ‘an’anah-nya dari Anas dihukumi muttashil karena telah
diketahui riwayatnya dari Anas melalui perantaraan Tsaabit Al-Bunaaniy,
sebagaimana dikatakan Hammaad bin Salamah, Ibnu ‘Adiy, Ibnu Hibbaan, dan Ibnu
Khiraasy [lihat : Riwaayatul-Mudallisiin fii Shahiih Al-Bukhaariy oleh
Dr. ‘Awwaad Al-Khalaf, hal. 288-289].
Diriwayatkan juga oleh Adl-Dliyaa’ dalam Al-Mukhtarah
no. 1862-1863, Adz-Dzahabiy dalam Mu’jamusy-Syuyuukh 1/218, Ibnu
‘Asaakir dalam Jam’ul-Juyuusy no. 120, Ibnu Fiil dalam Juuz-nya
no. 2, Abu Bakr Al-‘Anbariy dalam Majlisaan no. 27, Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan
no. 9011, ‘Abdullah Al-Anshaariy dalam Dzammul-Kalaam no. 946,
Abusy-Syaikh dalam Thabaqaatul-Muhadditsiin no. 988, Ar-Raafi’iy dalam At-Tadwiin
fii Akhbaar Qazwiin 4/190; semuanya dari jalan Haaruun bin Muusaa, yang selanjutnya seperti
sanad hadits di atas.
Ada mutaabi’ dari Anas bin ‘Iyaadl, yaitu
Muhammad bin ‘Abdirrahmaan, namun ia matruuk.
Penjelasan singkat :
Pelaku maksiat lebih mungkin untuk bertaubat
kepada Allah ta’ala dari perbuatannya, karena ia tahu bahwa yang
diperbuatnya tersebut keliru dan dosa. Berbeda halnya dengan pelaku bid’ah yang
menganggap baik perbuatannya dan berkeyakinan Allah ta’ala mencintai
perbuatannya. Padahal setan lah yang menghiasi perbuatan bid’ah tersebut hingga
nampak indah di matanya. Allah ta’ala berfirman :
أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ
سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي
مَنْ يَشَاءُ
“Maka apakah orang yang dijadikan (setan)
menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik,
(sama dengan orang yang tidak ditipu oleh setan)? maka sesungguhnya Allah
menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya” [QS. Faathir : 8].
Ia tidak menyadari bahwa perbuatan bid’ah yang
dilakukannya justru menyebabkan semakin jauh dari agama Allah ta’ala.
نا أَسَدٌ، نا مَهْدِيُّ
بْنُ مَيْمُونٍ، عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ: " صَاحِبُ الْبِدْعَةِ لا يَزْدَادُ
اجْتِهَادًا، صِيَامًا وَصَلاةً، إِلا ازْدَادَ مِنَ اللَّهِ بُعْدًا "
Telah mengkhabarkan kepada kami Asad : Telah
mengkhabarkan kepada kami Mahdiy bin Maimuun, dari Al-Hasan (Al-Bashriy) :
“Tidaklah bertambah kesungguhan pelaku bid’ah (ahlul-bid’ah) dalam
perkara puasa dan shalat, kecuali akan bertambah jauh dari Allah” [Diriwayatkan
oleh Ibnu Wadldlah dalam Al-Bida’ no. 70; shahih].
نا أَسَدٌ، نا رُدَيْحُ
بْنُ عَطِيَّةَ، عَنْ يَحْيَى، بْن أَبِي عَمْرٍو الشَّيْبَانِيِّ قَالَ: كَانَ
يُقَالُ: " يَأْبَى اللَّهُ لِصَاحِبِ بِدْعَةٍ تَوْبَةً، وَمَا انْتَقَلَ
صَاحِبُ بِدْعَةٍ إِلا إِلَى شَرٍّ مِنْهَا "
Telah mengkhabarkan kepada kami Asad : Telah
mengkhabarkan kepada kami Rudaih bin ‘Athiyyah, dari Yahyaa bin Abi ‘Amru
Asy-Syaibaaniy, ia berkata : “Dulu dikatakan bahwa Allah menolak taubat bagi
pelaku bid’ah. Tidaklah pelaku bid’ah berpindah (dari bid’ahnya) kecuali menuju
sesuatu yang lebih jelek dari bid’ahnya yang semula” [Diriwayatkan oleh Ibnu
Wadldlah dalam Al-Bida’ no. 145; shahih].
Oleh karena itu, pelaku bid’ah lebih sulit untuk
diharapkan bertaubat dari bid’ahnya, kecuali orang yang dirahmati Allah ta’ala.
Inilah makna sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa Allah ta’ala
menghalangi taubat para pelaku bid’ah. Dikarenakan bahayanya bid’ah ini,
salaf memperingatkan keras agar tidak duduk dan berkawan dengan mereka.
حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ
إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ، حَدَّثَنَا أَبُو بُرْدَةَ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا بُرْدَةَ بْنَ أَبِي مُوسَى، عَنْ أَبِيهِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ، وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ،
كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ، لَا يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ
الْمِسْكِ، إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ
بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ، أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً "
Telah menceritakan kepadaku Muusaa bin Ismaa’iil :
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Waahid : Telah menceritakan kepada kami
Abu Burdah bin ‘Abdillah, ia berkata : Aku mendengar Abu Burdah bin Abi Muusaa,
dari ayahnya radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Perumpamaan teman duduk yang
shaalih dengan teman duduk yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan
tukang pandai besi. Pasti ada sesuatu yang engkau dapatkan dari penjual minyak
wangi, apakah engkau membeli minyak wanginya atau sekedar mendapatkan bau wanginya.
Adapun pandai besi, bisa jadi ia membakar badanmu atau pakaianmu; atau minimal
engkau mendapatkan bau yang tidak enak darinya” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 2101].
أَخْبَرَنَا
الْفِرْيَابِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو تَقِيٍّ هِشَامُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ
الْحِمْصِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ
سُلَيْمَانَ بْنِ سُلَيْمٍ، عَنْ أَبِي حُصَيْنٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ، قَالَ: " لا تُجَالِسْ أَهْلَ الأَهْوَاءِ، فَإِنَّ
مُجَالَسَتَهُمْ مَمْرَضَةٌ لِلْقُلُوبِ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Firyaabiy, ia
berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Taqiy Hisyaam bin ‘Abdil-Malik
Al-Himshiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Harb, dari
Abu Salamah Sulaimaan bin Sulaim, dari Abu Hushain, dari Abu Shaalih, dari Ibnu
‘Abbaas, ia berkata : “Janganlah kalian bermajelis dengan para pengekor hawa
nafsu (ahlul-ahwaa’), karena bermajelis dengan mereka itu menjadi sebab
sakitnya hati" [Diriwayatkan oleh Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah 1/196
atsar no. 56; shahih].
Karena dengan berkawan, dapat menumbuhkan cinta
kepada mereka, sedangkan mencintai mereka adalah terlarang.
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ
بْنُ أَحْمَدَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ النَّضْرِ الأَزْدِيُّ، ثنا عَبْدُ الصَّمَدِ
بْنُ يَزِيدَ، قَالَ: سَمِعْتُ الْفُضَيْلَ، يَقُولُ: " مَنْ أَحَبَّ صَاحِبَ
بِدْعَةٍ أَحْبَطَ اللَّهُ عَمَلُهُ، وَأَخْرَجَ نُورَ الإِسْلامِ مِنْ قَلْبِهِ
"
Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Ahmad
: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin An-Nadlr Al-Azdiy : Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdush-Shamad bin Yaziid, ia berkata : Aku mendengar
Al-Fudlail (bin ‘Iyaadl) berkata : “Barangsiapa mencintai pelaku bid’ah (ahlul-bid’ah),
niscaya Allah akan menghapuskan amalnya dan mengeluarkan cahaya Islam dari
hatinya” [Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliyaa’, 8/102;
shahih].
Semoga yang sedikit ini ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – ciper – 12022012].
[1] Riwayat
:
حَدَّثَنَا الْقَاضِي أَبُو أَحْمَدَ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ، ثنا
أَحْمَدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْجَارُودِ، ثنا أَبُو سَعِيدٍ، ثنا ابْنُ
يَمَانٍ، قَالَ: سَمِعْتُ سُفْيَانَ، يَقُولُ: " الْبِدْعَةُ
أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ، الْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا،
وَالْبِدْعَةُ لا يُتَابُ مِنْهَا "
[2] Riwayat
:
أَخْبَرَنَا أَبُو الْحُسَيْنِ بْنُ بِشْرَانَ، قَالَ: أنا أَبُو عَمْرِو
ابْنُ السَّمَّاكِ، نا الْحَسَنُ بْنُ عَمْرٍو، سَمِعْتُ بَشَرًا، يَقُولُ:
سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ يَمَانٍ، يَقُولُ: قَالَ سُفْيَانُ: " الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ
"
[3] Riwayat
:
أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ عَلِيٍّ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
مُحَمَّدٍ الْبَغَوِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الأَشَجُّ،
قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ الْيَمَانِ، قَالَ: سَمِعْتُ سُفْيَانَ
الثَّوْرِيَّ، يَقُولُ: " الْبِدْعَةُ أَحَبُّ
إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ، وَالْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا،
وَالْبِدْعَةُ لا يُتَابُ مِنْهَا "
[4] Riwayat
:
أَخْبَرَنَا أَبُو الْحَسَنِ أَحْمَدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ مِنْجَابٍ، ثنا
أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَعِيدٍ الْمَرْوَزِيُّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ رِزْقِ
اللَّهُ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ، ثنا يَحْيَى بْنُ يَمَانٍ،
قَالَ: سَمِعْتُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيَّ، يَقُولُ: "
الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ، لأَنَّ الْمَعْصِيَةَ
يُتَابُ مِنْهَا، وَإِنَّ الْبِدْعَةَ لا يُتَابُ مِنْهَا "
[5] Riwayat
:
وَبِهِ إِلَى الأَنْصَارِيِّ، أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ
مَحْمُودٍ، ثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ الدَّغُولِيَّ، يَقُولُ: سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ الْمُهَلَّبِ، ثَنَا
أَبُو سَعِيدٍ الأَشَجُّ، سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ يَمَانٍ، يَقُولُ: قَالَ
سُفْيَانُ: الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ
الْمَعْصِيَةِ.زَادَ الأَشَجُّ: لأَنَّ
الْمَعْصِيَةَ يُتَابُ مِنْهَا، وَالْبِدْعَةَ لا يُتَابُ مِنْهَا
[6] Riwayat
:
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَحْمُودٍ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ
بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدَّغُولِيَّ،
يَقُولُ: سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ الْمُهَلِّبِ، يَقُولُ: حَدَّثَنَا أَبُو
سَعِيدٍ الْأَشَجُّ. ح وَأَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، وَالْحَسَنُ بْنُ
يَحْيَى، قَالَا: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا ابْنُ
مَنِيعٍ، حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، قَالَ: سَمِعْتُ يَحْيَى
ابْنَ يَمَانٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ. ح وَأَخْبَرَنَاهُ الْقَاسِمُ، أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ عُمَرَ الْمُؤَمَّلِيُّ بِبَغْدَادَ، حَدَّثَنَا
عُثْمَانُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الدَّقَّاقُ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَمْرٍو،
سَمِعْتُ بِشْرَ بْنَ الْحَارِثِ، يَقُولُ: سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ
الْيَمَانِ، يَقُولُ: قَالَ سُفْيَانُ: " الْبِدْعَةُ
أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسِ مِنَ الَمْعَصِيَّةِ، زَادَ الْأَشَجُّ: لَأَنَّ
الْمَعْصِيَّةَ يُتَابُ مِنْهَا، وَالْبِدْعَةَ لَا يُتَابُ مِنْهَا "
[7] Abu
Haatim berkata : “Syaikh”. An-Nasaa’iy berkata : “Tidak mengapa
dengannya”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat.
Ad-Daaruquthniy dan Maslamah bin Al-Qaasim berkata : “Tsiqah”.
Comments
Jazakallahu khairan ustadz, artikel yg sarat faidah. Semoga Allah memberkahi ilmu antum. Ana izin copas...
dikatakan lemah, tp sy kurang menangkap di tulisan ini mengenai kelemahannya? apakah krn disebabkn banyak melakukan kekeliruan dan berubah hapalannya di akhir usianya saja? dan mengapa/ bilamana al bukhori memakai beliau?
Mohon pencerahan?
Atsar tersebut sering dibawakan para da'i dalam menjelaskan bahanya bid'ah , dan baru sekarang ada penjelasan derajatnya.
Semoga ada ikhwah yang mempunyai ilmu tentangnya dapat menorehkan tulisannya dalam tema ini , tentunya yang mengganggap atsar tersebut patut untuk dijadikan sandaran dalam berhujjah.
alhamdulillah, bisa membantah syubhat yang dihembuskan oleh ahli bid'ah didalam web ini
http://ummatipress.com/2012/02/09/hadits-dhoif-andalan-wahabi-bidah-itu-lebih-disukai-iblis-daripada-maksiat/
afwan ust klo OOT..,
betulkah pernyataan dibawah ini ust...,
boleh memakai kawat gigi untuk bergaya asalkan selama tdk merubah ciptaan Allah, cz inti dr larangan adalah 'Merubah Ciptaan Allah'...
mohon ditanggapi ust..,
jazakalahu...
Kawat gigi digunakan jika digunakan membantu dalam merapikan gigi. Jika dipakai untuk gaya, maka (perbuatan tersebut) ditinggalkan. Wallaahu a'lam.
Yg dho'if boleh kalau sesuai dgn pemahaman ya ustadz hehehe...
Meskipun lemah, namun makna atsar ini benar, dan sesuai dengan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat di bawah :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْفَرْغَانِيُّ، قَالَ: نا هَارُونُ بْنُ مُوسَى الْفَرْوِيُّ، قَالَ: نا أَبُو ضَمْرَةَ أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ، عَنْ حُمَيْدٍ الطَّوِيلِ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ اللَّهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillah Al-Farghaaniy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Haaruun bin Muusaa Al-Farwiy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Dlamrah Anas bin ‘Iyaadl, dari Humaid Ath-Thawiil, dari Anas bin Maalik, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Allah menghalangi taubat semua pelaku bid’ah” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 4202].
Sanad riwayat ini hasan.
baca yang lengkap ya....buat yg comment negatif ...
afwan 'Tadz mungkin judul yang lebih tepat (menurut ana) adalah Lemahkah Atsar...dst
karena ada teman yang baca judul di atas langsung berkesimpulan bahwa atsar itu lemah
Atsar itu memang lemah, sesuai dengan judul dan isi artikel.
Assalamualaikum ustaz. Saya dari Malaysia dan ini kali pertama saya mengomentar di blog ustaz.
Soalan saya bagaimana atsar ini dinilai lemah? Adakah ia diucapkan ketika Yahya bin Yamaan telah pun tua dan telah kurang kecergasan hapalannya?
Saya tidak menjumpai rujukan tarikh atsar ini diucapkan di tahun-tahun akhir sebelum kewafatan Yahya bin Yamaan.
Mohon penjelasan dari ustaz.
Semoga Allah memberikan kebaikan yang banyak buat ustaz.
Wa'alaikumus-salaam. Ibnush-Shalaah berkata :
والحكم فيهم أنه يقبل حديث من أخذ عنهم قبل الاختلاط ولا يقبل حديث من أخذ عنهم بعد الاختلاط أو أشكل أمره فلم يدر هل أخذ عنه قبل الاختلاط أو بعده.
“Hukum tentang mereka (orang-orang yang tercampur hafalannya) adalah bahwa hadits yang diriwayatkan dari mereka sebelum tercampur hafalannya, maka dapat diterima. Tetapi tidak dapat diterima hadits yang diriwayatkan dari mereka setelah tercampur hafalannya; atau persoalannya menjadi musykil (sulit), lalu tidak diketahui apakah diriwayatkan sebelum ataukah setelah tercampurnya hafalan mereka itu” [‘Ulumul-Hadiits, hal. 352. Baca juga penjelasan semisal dalam kitab At-Taqyiid wal-Iidlaah oleh Zainuddiin Al-‘Iraaqiy, hal. 442 dan ‘Ilmu ‘Ilalil-Hadiits oleh Washiyullah ‘Abbaas, hal. 36].
Ustadz, tolong dunk status hadits ini :
Rasulullah saw. bersabda:
لا يقبل الله لصاحب بدعة صوما ولا صلاة ولا حجا ولا عمرة ولا جهادا ولا عدلا, يخرج من الإسلام كما يخرج الشعرة من العجين (رواه ابن ماجة)
Artinya:
“Allah tidak menerima amal ibadah ahli bid’ah, baik puasa, salat, sedekah, haji, umrah, jihad, tobat, dan tebusannya. Ia keluar dari agama Islam sebagaimana keluarnya sehelai bulu dari tepung.” (H.R. Ibnu Majah)
Syukron.
Posting Komentar