Tanya : Apakah kelompok Murji’ah sudah ada di jaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ?.
Jawab : Ya, sudah ada di jaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bahkan sudah ada sejak jaman nab-nabi sebelumnya. Dasarnya adalah hadits :
حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ بْنُ مَسْعَدَةَ الأَصْبَهَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحُسَيْنِ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ الْحَلَبِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا شِهَابُ بْنُ خِرَاشٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا قَبْلِي قَطُّ فَاجْتَمَعَتْ لَهُ أُمَّتُهُ إِلا كَانَ فِيهِمْ مُرْجِئَةٌ وَقَدَرِيَّةٌ يُشَوِّشُونَ عَلَيْهِ أَمْرَ أُمَّتِهِ مِنْ بَعْدِهِ، أَلا وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَعَنَ الْمُرْجِئَةَ وَالْقَدَرِيَّةَ عَلَى لِسَانِ سَبْعِينَ نَبِيًّا أَنَا آخِرُهُمْ "
Telah menceritakan kepada kami Abul-‘Abbaas bin Mas’adah Al-Ashbahaaniy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Al-Husain, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Taubah Al-Halabiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syihaab bin Khiraasy, dari Muhammad bin Ziyaad, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihii wa sallam, beliau bersabda : “Allah tidak mengutus seorang nabi pun sebelumku lalu umatnya berkumpul untuknya, kecuali ada pada mereka kelompok Murji’ah dan Qadariyyah yang mengacaukan perkara umatnya sepeninggalnya. Ketahuilah, sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla melaknat Murji’ah dan Qadariyyah melalui lisan tujuh puluh orang nabi dan aku yang terakhir dari mereka” [Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibaanah no. 1219 (Al-Iimaan) & no. 1530 (Al-Qadar) – ini lafadh no. 1530].
Keterangan perawi :
a. Abul-‘Abbaas bin Mas’adah Al-Ashbahaaniy namanya adalah Ahmad bin Muhammad bin Yuusuf bin Mas’adah bin Janaab bin Sa’iid bin Suwaid bin ‘Abdirrahmaan bin Mu’aawiyyah bin Hassaan bin Nashr bin Hudzaifah bin Badr, Abul-‘Abbaas Al-Fazaariy Al-Ashbahaaniy; seorang yang tsiqah. Wafat pada bulan Dzulqa’dah tahun 329 H [Taariikh Baghdaad, 6/318-319 no. 2812].
b. Ibraahiim bin Al-Husain bin ‘Aliy Al-Hamdzaaniy Al-Kasaaniy, terkenal dengan julukan Ibnu Diiziil; seorang tsiqah lagi haafidh. [lihat : Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 13/184-192 no. 107].
c. Abut-Taubah Al-Halabiy; namanya adalah Ar-Rabii’ bin Naafi’; seorang yang tsiqah,hujjah, lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-10 dan wafat tahun 241 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 321 no. 1912].
d. Syihaab bin Khiraasy bin Hausyab bin Yaziid bin Al-Haarits Asy-Syaibaaniy Al-Hausyibiy, Abush-Shalt Al-Waasithiy; seorang yang dikatakan Ibnu Hajar : shaduuq, tapi banyak salahnya. Termasuk thabaqah ke-7. Dipakai oleh Abu Daawud [Taqriibut-Tahdziib, hal. 440 no. 2841].
Namun penghukuman Ibnu Hajar perlu diteliti kembali. ‘Abdullah bin Al-Mubaarak, Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Ammaar Al-Maushiliy, Abul-Hasan ‘Aliy bin Muhammad Al-Madaainiy, Al-‘Ijliy berkata : “Tsiqah”. Ahmad bin Hanbal, Ibnu Ma’iin, dan An-Nasaa’iy berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Ibnu Ma’in dalam riwayat lain berkata : “Tsiqah”. Abu Zur’ah berkata : “Tsiqah, shaahibus-sunnah”. Abu Zur’ah dalam riwayat lain berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Abu Haatim berkata : “Shaduuq, tidak mengapa dengannya”. Ibnu ‘Adiy berkata : “Ia mempunyai hadits yang jumlahnya tidak banyak. Dan dalam sebagian haditsnya ada yang diingkari”. ‘Abdurrahmaan bin Mahdiy berkata : “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih baik sifatnya daripada Syihaab bin Khiraasy”. Ibnu Hibbaan berkata : “Banyak kelirunya, sehingga ia tidak bisa dijadikan hujjah”.
Dari perkataan para imam di atas nampak bahwa Syihaab memang sedikit mempunyai kelemahan di sektor hapalannya sehingga ada beberapa riwayatnya yang diingkari sebagaimana dikatakan Ibnu ‘Adiy. Penghukuman Ibnu Hibbaan bahwa ia banyak melakukan salah/kekeliruan, maka ini penghukuman yang berlebihan darinya – sebagaimana ia memang dikenal sebagai ulama yang mutasyaddid dalam memberikan jarh kepada perawi. Oleh karena itu, penghukuman yang tepat baginya adalah shaduuq, hasanul-hadits. Wallaahu a’lam.
e. Muhammad bin Ziyaad Al-Jumahiy, Abul-Haarits Al-Madaniy; seorang yang tsiqah lagi tsabat, namun kadang meng-irsal-kan riwayat. Termasuk thabaqah ke-3. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 845 no. 5925].
f. Abu Hurairah Ad-Dausiy Al-Yamaaniy; salah seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Termasuk thabaqah ke-1, dan wafat tahun 57 H/58 H/59 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1218 no. 8493].
Sanad hadits di atas adalah hasan.
Abut-Taubah Al-Halabiy mempunyai mutaba’ah dari Suwaid bin Sa’iid Al-Harawiy; sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Aajurriy[1] dalam Asy-Syarii’ah no. 158 & 232, Al-Hasan bin Sufyaan An-Nasawiy[2] dalam Al-Arba’uun no. 10, Al-Baihaqiy[3] dalam Al-Qadlaa’ wal-Qadar hal. 695-696 no. 346, dan ‘Abdullah Al-Anshaariy[4] dalam Dzammul-Kalaam wa Ahlihi no. 55.
Suwaid bin Sa’iid bin Sahl Al-Harawiy Al-Hadatsaaniy – atau Al-Anbaariy - , Abu Muhammad; seorang yang shaduuq bagi dirinya, namun ketika ia mengalami kebutaan, ia ditalqinkan yang bukan haditsnya. Termasuk thabaqah ke-10, lahir tahun 140 H, dan wafat tahun 240 H. Dipakai oleh Muslim dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 423 no. 2705].
Abu Hurairah mempunyai syaahid dari Mu’aadz bin Jabal, namun sanadnya lemah karena kelemahan Yaziid bin Hushain dan Nu’aim bin Hammaad, serta ‘an’anah Baqiyyah bin Al-Waliid.
[catatan : Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah melemahkan hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu di atas dalam Dhilaalul-Jannaah 1/143 dengan sebab Syihaab bin Khiraasy (dengan alasan lemah hapalannya). Namun ini tidak tepat dengan keterangan yang telah dituliskan di atas. Selain itu, beliau rahimahullah dalam beberapa tempat dalam kitabnya mengisyaratkan penghasanan hadits Syihaab, misalnya : Ash-Shahiihah 5/280 dan Al-Irwaa’ 3/78].
Ada hadits lain yang marfuu’ yang menjelaskan kesesatan kelompok Murji’ah :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْفَرْغَانِيُّ.قَالَ: نا هَارُونُ بْنُ مُوسَى الْفَرْوِيُّ، قَالَ: نا أَبُو ضَمْرَةَ أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي لا يَرِدَانِ عَلَيَّ الْحَوْضَ، وَلا يَدْخُلانِ الْجَنَّةَ: الْقَدَرِيَّةُ، وَالْمُرْجِئَةُ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillah Al-Farghaaniy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Haaruun bin Muusaa Al-Farwiy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Dlamrah Anas bin ‘Iyaadl, dari Humaid, dari Anas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Ada dua golongan dari umatku yang tidak akan menemuiku di Haudl dan tidak pula masuk surga : Al-Qadariyyah dan Al-Murji’ah” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Mu’jamul-Ausath, 4/281 no. 4204].
Keterangan perawi :
a. ‘Aliy bin ‘Abdillah bin ‘Abdil-Barr, Abul-Hasan Al-Warraaq Al-Farghaaniy At-Turkiy; seorang yang tsiqah sebagaimana dikatakan oleh Abu Ya’laa Al-Warraaq dan Adz-Dzahabiy. Wafat tahun 322 H [lihat : Irsyaadul-Qaadliy wad-Daaniy, hal. 436-437 no. 686].
b. Haaruun bin Muusaa bin Abi ‘Alqamah Al-Farwiy, Abu Muusaa Al-Madaniy; seorang yang dihukumi Ibnu Hajar dengan : laa ba’sa bih (bahkan lebih dekat ke tsiqah).[5] Termasuk thabaqah ke-10 dan wafat tahun 253 H. Dipakai oleh At-Tirmidziy dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1015 no. 7294].
c. Anas bin ‘Iyaadl bin Dlamrah Al-Laitsiy, Abu Dlamrah Al-Madaniy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-8, lahir tahun 104 H, dan wafat tahun 200 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 154 no. 569].
d. Humaid bin Abi Humaid Ath-Thawiil Al-Bashriy, Abu ‘Ubaidah Al-Khuzaa’iy; seorang yang tsiqah, namun sering melakukan tadliis. Termasuk thabaqah ke-5, lahir tahun 68 H, dan wafat tahun 142/143 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 274 no. 1553].
e. Anas bin Maalik bin An-Nadlr bin Dlamdlam bin Zaid bin Haraam bin Jundab bin ‘Aamir bin Ghunm bin ‘Adiy bin An-Najjaar Al-Anshaariy An-Najjaariy, Abu Hamzah Al-Madaniy; salah seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Termasuk thabaqah ke-1 dan wafat tahun 92 H/93 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 154 no. 570].
‘An’anah Humaid Ath-Thawiil dari Anas tidaklah memudlaratkan riwayatnya, sebab telah diketahui tadlis-nya Humaid dari Anas melalui perantaraan Tsaabit. Dan Tsaabit adalah seorang yang tsiqah [lihat : Riwaayatul-Mudallisiin fii Shahiih Al-Bukhaariy, hal. 288].
Sanad hadits tersebut hasan atau shahih.
Humaid dalam periwayatan dari Anas mempunyai mutaba’aat dari :
a. Qataadah.
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim[6] dalam Al-Hilyah no. 14285 dengan sanad lemah karena kelemahan Sa’iid bin Basyiir dan ‘Abdul-Hakam bin Maisarah.
b. Al-Hasan Al-Bashriy.
Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy[7] dalam Tahdziibul-Aatsaar no. 975 dengan sanad lemah karena Hammaad Ash-Shaaigh Muhammad bin Ja’far Al-Jarmiy, keduanya majhuul.
c. Abu Ja’far Al-Khathmiy.
Diriwayatkan oleh Al-Khathiib[8] dalam Al-Jaami’ no. 1557 dengan sanad lemah karena keterputusan antara Abu Ja’far dan Anas radliyallaahu ‘anhu, dan ‘an’anah Husyaim sedangkan ia seorang mudallis.
d. Abu ‘Imraan Al-Maushiliy.
Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah[9] dalam Al-Ibaanah no. 1220 (Al-Iimaan) & 1523 (Al-Qadr) dan Al-Khathiib[10] dalam Talkhiish Al-Mutasyaabih fir-Rasm 2/691 dengan sanad lemah karena kelemahan Ismaa’iil bin Daawud Al-Jazariy, majhuul.
Anas mempunyai syawaahid dari Ibnu ‘Abbaas, Hudzaifah, ‘Abdurrahmaan bin Ka’b, Jaabir bin ‘Abdillah, Abu Bakr Ash-Shiddiiq, dan yang lainnya dengan sanad lemah.
[Catatan : Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah melemahkan hadits Anas di atas dalam Adl-Dla’iifah 2/115-116 no. 662. Akan tetapi, yang benar hadits tersebut adalah hasan/shahih sebagaimana telah dituliskan, wallaahu a’lam].
Murji’ah adalah firqah sesat dalam Islam. Para ulama menjelaskan bahwa ada tiga hal pokok yang membedakan antara Murji’ah dan Ahlus-Sunnah, yaitu :
1. Murji’ah tidak memasukkan amal sebagai bagian dari iman, sedangkan Ahlus-Sunnah mengatakan iman terdiri dari perkataan dan perbuatan.
أَخْبَرَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ الثَّقَفِيُّ، قَالَ: سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ سَهْلِ بْنِ عَسْكَرٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، قَالَ: سَمِعْتُ مَالِكًا، وَالأَوْزَاعِيَّ، وَابْنَ جُرَيْجٍ، وَالثَّوْرِيَّ، وَمَعْمَرًا يَقُولُونَ: " الإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، يَزِيدُ وَيَنْقُصُ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ishaaq Ats-Tsaqafiy, ia berkata : Aku mendengar Muhammad bin Sahl bin ‘Askar : Telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaaq, ia berkata : Aku mendengar Maalik, Al-Auza’iy, Ibnu Juraij, Ats-Tsauriy, dan Ma’mar berkata : “Iman adalah perkataan dan perbuatan, dapat bertambah dan berkurang” [Diriwayatkan oleh Abu Ahmad Al-Haakim dalam Syi’aar Ashhaabil-Hadiits no. 7; shahih].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي السَّرِيِّ الْعَسْقَلانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَبِي الزَّرْقَاءِ، عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، قَالَ: " خِلَافُ مَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْمُرْجِئَةِ ثَلَاثٌ: نَقُولُ: الإِيمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، وَهُمْ يَقُولُونَ: الْإِيمَانُ قَوْلٌ وَلَا عَمَلَ. وَنَقُولُ: الْإِيمَانُ يَزِيدُ وَيَنْقُصُ، وَهُمْ يَقُولُونَ: لَا يَزِيدُ وَلَا يَنْقُصُ. وَنَحْنُ نَقُولُ: النِّفَاقُ، وَهُمْ يَقُولُونَ: لَا نِفَاقَ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abis-Sariy Al-‘Asqalaaniy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Abiz-Zarqaa’, dari Sufyaan Ats-Tsauriy, ia berkata : “Khilaf yang terjadi antara kami (Ahlus-Sunnah) dengan Murji’ah ada tiga. (1) Kami berkata : iman itu perkataan dan perbuatan; sedangkan mereka berkata : iman itu perkataan saja, tanpa perbuatan. (2) Kami berkata : iman dapat bertambah dan berkurang; sedangkan mereka berkata : iman itu tidak bisa bertambah dan berkurang. (3) Kami berkata : (Dapat terjadi) kemunafikan; sedangkan mereka berkata : tidak ada kemunafikan” [Diriwayatkan oleh Al-Firyaabiy dalam Shifatun-Nifaaq wa Dzammul-Munaafiqiin, no. 99; hasan].
Ini adalah inti ‘aqidah Murji’ah yang disepakati oleh seluruh pecahan-pecahannya. Oleh karena itu Al-Barbahaariy rahimahullah berkata :
ومن قال : (الإيمان قول وعمل، يزيد وينقص)، فقد خرج من الإرجاء كلِّه، أوَّله وآخره.
“Barangsiapa yang mengatakan : ‘iman itu adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah maupun berkurang’ ; sungguh ia telah keluar dari (bid’ah) irjaa’ secara keseluruhan, dari awal hingga akhirnya” [Syarhus-Sunnah, hal. 123, 161].
2. Murji’ah berpendapat bahwa setiap muslim yang telah merealisasikan pokok keimanan (ashlul-iimaan)-nya, maka telah sempurna keimanannya. Adapun Ahlus-Sunnah tidak dapat memastikan bahwa seorang muslim telah sempurna keimanannya tanpa menafikkan adanya pokok keimanan dalam dirinya.
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ سَهْلِ بْنِ أَيُّوبَ، ثنا عَلِيُّ بْنُ بَحْرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ الْمُؤَمَّلَ بْنَ إِسْمَاعِيلَ، يَقُولُ: قَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ: " خَالَفَتْنَا الْمُرْجِئَةُ فِي ثَلاثٍ: ....... وَنَحْنُ نَقُولُ: نَحْنُ مُؤْمِنُونَ بِالإِقْرَارِ، وَهُمْ يَقُولُونَ: نَحْنُ مُؤْمِنُونَ عِنْدَ اللَّهِ "
Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Ahmad : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Sahl bin Ayyuub : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Bahr, ia berkata : Aku mendengar Sufyaan Ats-Tsauriy berkata : “Murji’ah menyelisihi kita dalam tiga hal : ….. kami (Ahlus-Sunnah) berkata : ‘Kami termasuk orang yang beriman dengan pengakuan (iqraar) kita’, dan mereka berkata : ‘Kami termasuk orang-orang yang beriman di sisi Allah’” [Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliyaa’, 7/29].
Yaitu, mereka berkata bahwa mereka termasuk orang yang sempurna keimanan mereka di sisi Allah, wallaahu a’lam.
Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
فقالت المرجئة - جهميتهم وغير جهميتهم - هو مؤمن كامل الإيمان. وأهل السنه والجماعة على أنه مؤمن ناقص الإيمان
“Telah berkata Murji’ah – baik golongan Jahmiyyahnya atau yang bukan golongan Jahmiyyahnya – bahwa ia (orang yang melakukan maksiat) adalah mukmin yang sempurna keimanannya. Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah mengatakan ia adalah mukmin yang kurang keimanannya (akibat maksiat yang dilakukannya)” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/354].
3. Murji’ah melarang pengucapan istitsnaa’ dalam keimanan, karena mereka menganggap hal itu sebagai keraguan dalam iman. Adapun Ahlus-Sunnah membolehkan istitsnaa’ dalam (penafikan) kesempurnaan iman, dan di sisi lain melarang istitsnaa’ dalam ashlul-imaan.
Telah berkata Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah :
وأما مذهب السلف أصحاب الحديث كابن مسعود وأصحابه والثوري وابن عيينة وأكثر علماء الكوفة.... وأحمد وغيره من أئمة السنة : فكانوا يستثنون في الأيمان، وهذا متواتر عنهم.
“Adapun madzhab salaf ashaabul-hadiits seperti Ibnu Mas’uud dan shahabat-shahabatnya, Ats-Tsauriy, Ibnu ‘Uyainah, serta kebanyakan ulama Kuffah,….. Ahmad, dan yang lainnya dari kalangan imam-imam sunnah, kesemuanya ber-istitsnaa’ dalam iman. Telah mutawatir khabar ini dari mereka” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/438].
فالذين يُحَرِّمونه هم المرجئة والجهمية ونحوهم.
“Mereka yang mengharamkan istitsnaa’ adalah kelompok Muji’ah, Jahmiyyah, dan yang lainnya” [idem, 7/429].
Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – 12 Januari 2012, wonokarto, wonogiri].
[1] Hadits :
No. 158 :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الْحُلْوَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا شِهَابُ بْنُ خِرَاشٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا قَبْلِي، فَاسْتَجْمَعَتْ لَهُ أُمَّتُهُ، إِلا كَانَ فِيهِمْ مُرْجِئَةٌ وَقَدَرِيَّةٌ يُشَوِّشُونَ أَمْرَ أُمَّتِهِ مِنْ بَعْدِهِ، أَلا وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَعَنَ الْمُرْجِئَةَ وَالْقَدَرِيَّةَ عَلَى لِسَانِ سَبْعِينَ نَبِيًّا أَنَا آخِرُهُمُ، أَوْ أَحَدُهُمْ "
No. 232 :
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الْحُلْوَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا شِهَابُ بْنُ خِرَاشٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَا بَعَثَ اللَّهُ تَعَالَى نَبِيًّا قَبْلِي، فَاسْتَجْمَعَتْ لَهُ أُمَّتُهُ، إِلا كَانَ فِيهِمْ مُرْجِئَةٌ وَقَدَرِيَّةٌ، وَيُشَوِّشُونَ أَمْرَ أُمَّتِهِ مِنْ بَعْدِهِ، أَلا وَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَعَنَ الْمُرْجِئَةَ وَالْقَدَرِيَّةَ عَلَى لِسَانِ سَبْعِينَ نَبِيًّا، وَأَنَا آخِرُهُمْ "
[2] Hadits :
ثنا سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ أَبُو مُحَمَّدٍ، ثنا شِهَابُ بْنُ خِرَاشٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا قَبْلِي فَاسْتَجْمَعَ لَهُ أَمْرَ أُمَّتِهِ إِلا كَانَ فِيهِمُ الْمُرْجِئَةُ وَالْقَدَرِيَّةُ يُشَوِّشُونَ عَلَيْهِ أَمْرَ أُمَّتِهِ، أَلا وَإِنَّ اللَّهَ لَعَنَ الْمُرْجِئَةَ وَالْقَدَرِيَّةَ عَلَى لِسَانِ سَبْعِينَ نَبِيًّا "
[3] Hadits :
وَأَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ عَبْدَانَ، أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُبَيْدٍ الصَّفَّارُ، نا مُحَمَّدُ بْنُ رَاشِدٍ، وَعُمَرُ بْنُ حَفْصٍ السَّدُوسِيُّ، قَالا: نا سُوَيْدٌ هُوَ ابْنُ سَعِيدٍ، نا شِهَابُ بْنُ خِرَاشٍ، نا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَا كَانَ نَبِيٌّ إِلا ك لم يكن نبي إلا كان في فِي أُمَّتِهِ قَدَرِيَّةٌ وَمُرْجِئَةٌ يُشَوِّشُونَ عَلَى النَّاسِ أَمْرَ دِينِهِمْ، وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَعَنَ الْقَدَرِيَّةَ وَالْمُرْجِئَةَ عَلَى لِسَانِ سَبْعِينَ نَبِيًّا أَنَا آخِرُهُمْ "
[4] Hadits :
أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ شَارِكٍ.ح وَأَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ سَعْدَوَيْهِ النَّسَوِيُّ، وَمُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ الْمُؤَدِّبُ بِطُوسٍ، وَمُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ الْجُرْجَانِيُّ، قَالُوا: أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَمْدَانَ.ح وَأَخْبَرَنَا أَبُو يَعْقُوبَ الْحَافِظُ، وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ الْفَارِسِيُّ، وَالْحُسَيْنِ بْنِ مُحَمَّدٍ الْفَرْضِيُّ، وَأَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ فَوْرَجَهِ الزَّاهِدُ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَحْبُورٍ، قَالُوا: أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ عِيسَى، قَالُوا: أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ، حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا شِهَابُ بْنُ خِرَاشٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا فَاسْتَجْمَعَ لَهُ أَمْرَ أُمَّتِهِ، إِلَّا كَانَ فِيهِمُ الْمُرْجِئَةُ وَالْقَدَرِيَّةُ، يُشَوِّشُونَ عَلَيْهِ أَمْرَ أُمَّتِهِ، أَلَّا وَإِنَّ اللَّهَ لَعَنَ الْمُرْجِئَةَ وَالْقَدَرِيَّةَ عَلَى لِسَانِ سَبْعِينَ نَبِيًّا، أَنَا آخِرُهُمْ "
[5] Abu Haatim berkata : “Syaikh”. An-Nasaa’iy berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat. Ad-Daaruquthniy dan Maslamah bin Al-Qaasim berkata : “Tsiqah”.
[6] Hadits :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ، حدَّثَنَا مُحَمَّدٌ، حدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَسْلَمَ، حدَّثَنَا عَبْدُ الْحَكَمِ بْنُ مَيْسَرَةَ، حدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ بَشِيرٍ، صَاحِبُ قَتَادَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي لا تَنَالُهُمْ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُرْجِئَةُ وَالْقَدَرِيَّةُ "
[7] Hadits :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَرْزُوقٍ الْبَصْرِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ الْجَرْمِيُّ أَبُو مُحَمَّدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ الصَّانِعُ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ حُذَيْفَةَ، وَأَنَسٍ، قَالا: سَمِعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي لا تَنَالُهُمْ شَفَاعَتِي، الْمُرْجِئَةُ وَالْقَدَرِيَّةُ "
[8] Hadits :
أَنَا أَبُو مَنْصُورٍ مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ الْبَزَازُ بِهَمَذَانَ، نَا أَبُو الْفَضْلِ صَالِحُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدٍ التَّمِيمِيُّ الْحَافِظُ، نَا أَبُو مُحَمَّدٍ جَعْفَرُ بْنُ أَحْمَدَ، إِمْلاءً قَالَ: سُئِلَ أَبُو حَاتِمٍ الرَّازِيُّ عَنْ حَدِيثِ هُشَيْمٍ، عَنْ سَيَّارٍ أَبِي الْحَكَمِ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ الْخَمْطِيِّ، عَنْ أَنَسٍ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي لا تَنَالُهُمْ شَفَاعَتِي: الْمُرْجِئَةُ وَالْقَدَرِيَّةُ "
[9] Hadits :
No. 1220 :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَبَّاسِ بْنِ مَهْدِيٍّ الصَّائِغُ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ بَحْرٍ، قَالَ: حَدَّثَتَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ دَاوُدَ، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي لا تَنَالُهُمْ شَفَاعَتِي، أَوْ لا يَدْخُلُونَ فِي شَفَاعَتِي: الْمُرْجِئَةُ وَالْقَدَرِيَّةُ "
No. 1523 :
حَدَّثَنَا أَبُو الْحَسَنِ مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ الآدَمِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ بَحْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ دَاوُدَ، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي لا تَنَالُهُمْ شَفَاعَتِي، أَوْ لا يَدْخُلُونَ فِي شَفَاعَتِي: الْمُرْجِئَةُ وَالْقَدَرِيَّةُ ".قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنِ الْقَدَرِيَّةُ؟ قَالَ: " الَّذِينَ يَقُولُونَ: الْمَشِيئَةُ إِلَيْنَا "
[10] Hadits :
حَدَّثَنَا الشَّيْخُ الصَّالِحُ أَبُو الْفَرَجِ مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ الْخَرْجُوشِيُّ، لَفْظًا، أَنَا الْحَسَنُ بْنُ سَعِيدٍ الْمُطَّوِعِيُّ، بِشِيرَازَ، نا عَبْدَانُ الْعَسْكَرِيُّ، نا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ بَحْرٍ، نا إِسْمَاعِيلُ بْنُ دَاوُدَ الْجَزَرِيُّ، نا أَبُو عِمْرَانَ الْمَوْصِلِيُّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي لا تَنَالُهُمَا شَفَاعَتِي: الْقَدَرِيَّةُ وَالْمُرْجِئَةُ "، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الْمُرْجِئَةُ ؟، قَالَ: " قَوْمٌ يَزْعُمُونَ أَنَّ الإِيمَانَ قَوْلٌ بِلا عَمَلٍ "، قَالَ: قُلْتُ: مَا الْقَدَرِيَّةُ؟، قَالَ: " الَّذِينَ يَقُولُونَ: الْمَشِيئَةُ إِلَيْنَا "
Comments
Semoga tidak ada yg mengajak jidal dengan ustadz Abul Jauzaa' karena artikelnya mengetengahkan tentang murji'ah. Sebuah bahasan yg kadang membuat panas telinga beberapa saudara kita.
Bagaimana dengan ibnul baththoh yang banyak ditolak haditsnya oleh para ulama?
Kata siapa banyak ditolak ulama ?.
Kata Ahmad Syahid
O, dari dia. Ya informasi saja, dia itu berbicara tanpa pegang referensi. Asal copi paste tanpa mau merujuk kitab asli. Pendek kata, informasi yang ia sampaikan itu gak valid.
Tentang Ibnu Baththah, maka Ibnu Hajar berkata dalam Lisaanul-Miizaan :
الفقيه إمام لكنه ذو أوهام
"Ibnu Baththah seorang faqih lagi imam, namun mempunyai beberapa keraguan (wahm)".
Kemudian Ibnu Hajar melanjutkan :
ومع قلة إتقان ابن بطة في الرواية كان إماما في السنة إماما في الفقه صاحب أحوال
"Bersamaan dengan sedikitnya keitqanan Ibnu Baththah dalam riwayat, namun ia seorang imam dalam sunnah, fiqh, orang yang mengetahui keadaan manusia....".
وقفت لابن بطة على أمر استعظمته واقشعر جلدي منه
"Aku memikirkan Ibnu Baththah atas sebuah perkara yang aku anggap besar yang membuat kulitku merinding darinya" [selesai].
Perkataan Ibnu Hajar sampai di sini saja. Sedangkan Ahmad Syahid menambahkan terjemahan berikut :
"Kemudian aku tetapkan bahwa dia adalah seorang pemalsu hadist (wadho’), dan dia mempunyai kebiasaan mencungkil nama-nama para imam ahli hadist" [selesai].
Ini bukan perkataannya Ibnu Hajar. Saya tidak tahu, dari mana ia nemu kalimat ini ?. Mungkin Ahmad Syahid memang tidak membuka kitab Lisaanul-Miizaan nya Ibnu Hajar.
Ada bahasan mengenai Ibnu Baththah ini, beserta bantahan orang yang menuduh beliau sebagai pemalsu :
O, dari dia. Ya informasi saja, dia itu berbicara tanpa pegang referensi. Asal copi paste tanpa mau merujuk kitab asli. Pendek kata, informasi yang ia sampaikan itu gak valid.
Tentang Ibnu Baththah, maka Ibnu Hajar berkata dalam Lisaanul-Miizaan :
الفقيه إمام لكنه ذو أوهام
"Ibnu Baththah seorang faqih lagi imam, namun mempunyai beberapa keraguan (wahm)".
Kemudian Ibnu Hajar melanjutkan :
ومع قلة إتقان ابن بطة في الرواية كان إماما في السنة إماما في الفقه صاحب أحوال
"Bersamaan dengan sedikitnya keitqanan Ibnu Baththah dalam riwayat, namun ia seorang imam dalam sunnah, fiqh, orang yang mengetahui keadaan manusia....".
وقفت لابن بطة على أمر استعظمته واقشعر جلدي منه
"Aku memikirkan Ibnu Baththah atas sebuah perkara yang aku anggap besar yang membuat kulitku merinding darinya" [selesai].
Perkataan Ibnu Hajar sampai di sini saja. Sedangkan Ahmad Syahid menambahkan terjemahan berikut :
"Kemudian aku tetapkan bahwa dia adalah seorang pemalsu hadist (wadho’), dan dia mempunyai kebiasaan mencungkil nama-nama para imam ahli hadist" [selesai].
Ini bukan perkataannya Ibnu Hajar. Saya tidak tahu, dari mana ia nemu kalimat ini ?. Mungkin Ahmad Syahid memang tidak membuka kitab Lisaanul-Miizaan nya Ibnu Hajar.
Ada bahasan mengenai Ibnu Baththah ini, beserta bantahan orang yang menuduh beliau sebagai pemalsu :
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=214043.
Semoga yang sedikit ini dapat mencerahkan Anda.....
Semoga yang sedikit ini dapat mencerahkan Anda....
Jazaakumullah atas jawabannya. Sekarang saya jadi tahu kebenarannya
perkenalkan,saya ibnu ma'mun, skrg sedang menempuh kulliyyat thibbiyah di jami'ah hukumiya di sby,skrg mau sem 4. an boleh request, an butuh skali ulasan tentang ibnu sina yg org kdang bilang sebagai bapak kedokteran islam??benarkah. dan ulasan ttg aqidahnya. soalnya an pernah dnger dan baca, ad yang menyimpng dengannya. sumber2 yg an peroleh, kurang memuaskan. an lihat fulan dalam blog ini ilmiah dalam memberikan keterangan, jadi hal demikian sgt baik. insha Allah an cantumkan sumbernya. syukron.
Ahmad Syahid semakin ngawur dan serampangan ya ustadz, bahkan dia nampaknya mati-matian mencoba mengkafirkan ustadz firanda, mohon dibantah secara ilmiah agar jelas kebenaran dari kebatilan, syukran. Ini linknya ustadz : http://ummatipress.com/2012/07/26/ustadz-firanda-bisa-musyrik-akibat-pemahamannya-sendiri/
Sudah tahu ngawur ya jangan dibaca.
Posting Komentar