Beberapa Faedah tentang Ayam


Anda tentu kenal dengan ayam. Bahkan mungkin memeliharanya. Ayam adalah hewan unggas yang telah terdomestikasi hidup bersama manusia. Ayam peliharaan merupakan keturunan langsung dari salah satu subspesies ayam hutan yang dikenal sebagai ayam hutan merah (Gallus gallus) atau ayam bangkiwa (bankiva fowl). Kawin silang antarras ayam telah menghasilkan ratusan galur unggul atau galur murni dengan bermacam-macam fungsi; yang paling umum adalah ayam potong (untuk dipotong) dan ayam petelur (untuk diambil telurnya). Ayam biasa dapat pula dikawin silang dengan kerabat dekatnya, ayam hutan hijau, yang menghasilkan hibrida mandul yang jantannya dikenal sebagai ayam bekisar. Dengan populasi lebih dari 24 miliar pada tahun 2003, Firefly's Bird Encyclopaedia menyatakan ada lebih banyak ayam di dunia ini daripada burung lainnya. Ayam memasok dua sumber protein dalam pangan: daging ayam dan telur.[1] 

Berikut akan disajikan sedikit faedah tentang ayam bagi saudara-saudaraku kaum muslimin, terutama sekali tertuju bagi Anda : penggemar ayam, pemelihara ayam, peternak ayam, penggemar daging ayam, penggemar mie ayam, dan penggemar telor ayam. Sebagaimana kata pepatah : tak kenal, maka tak sayang….
1.      Daging ayam adalah halal.
Hal itu dikarenakan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah memakannya.
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ، حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ زَهْدَمٍ، عَنْ أَبِي مُوسَى، قَالَ: " رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْكُلُ لَحْمَ دَجَاجٍ "،
قَالَ: وَفِي الْحَدِيثِ كَلَامٌ أَكْثَرُ مِنْ هَذَا، وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رَوَى أَيُّوبُ السَّخْتِيَانِيُّ هَذَا الْحَدِيثَ أَيْضًا عَنْ الْقَاسِمِ التَّمِيمِيِّ، وَعَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ زَهْدَمٍ
Telah menceritakan kepada kami Hannaad : Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari Sufyaan, dari Ayyuub, dari Abu Qilaabah, dari Zahdam, dari Abu Muusaa, ia berkata : “Aku pernah melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memakan daging ayam”.
At-Tirmidziy berkata : “Di dalam hadits ini terdapat perkataan yang lebih banyak dari ini. Hadits ini hasan shahih. Ayyuub As-Sukhtiyaaniy juga meriwayatkan hadits ini dari Al-Qaasim At-Tamiimiy, dari Abu Qilaabah, dari Zahdam” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 1827; shahih].
Diriwayatkan juga oleh Al-Bukhaariy no. 5518 & 6649 & 6721 & 7555, Muslim no. 1649, An-Nasaa’iy no. 4347 dan dalam Al-Kubraa no. 4840, At-Tirmidziy no. 1826, Al-Huamidiy no. 783, Ad-Daarimiy no. 2055-2056, Ahmad 4/394 & 397 & 401 & 406, Ibnu Hibbaan no. 5255, Abu ‘Awaanah no. 5926-5935, Ibnul-Jaaruud dalam Al-Muntaqaa no. 864, dan yang lainnya; dari beberapa jalan, dari Zahdam, dari Abu Muusaa radliyallaahu ’anhu.
Para ulama tidak berbeda pendapat tentang kehalalan daging ayam.
Adapun larangan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memakan burung yang mempunyai cakar[2], maka maksudnya adalah burung yang memburu mangsanya dengan menggunakan cakarnya [Al-Hayawaanaat, hal. 23].
2.      Ayam yang sering makan kotoran, jika ia hendak disembelih dan dimakan, maka dikurung dulu selama tiga hari.
حدثنا أبو بكر قال : حدثنا وكيع عن سفيان عن عمرو بن ميمون عن نافع عن ابن عمر : أنه كان يحبس الدجاجة الجلالة ثلاثا
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr : Telah menceritakan kepada kami Wakii’[3], dari Sufyaan[4], dari ‘Amru bin Maimuun[5], dari Naafi’[6], dari Ibnu ‘Umar : Bahwasannya ia mengurung ayam yang sering memakan kotoran selama tiga hari (sebelum disembelih)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 8/334; shahih].
yaitu, setelah diberi makanan yang baik (selain kotoran), sehingga keluar kotoran yang ada di dalam perutnya.
Karena, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan hewan yang sering memakan kotoran (jalaalah).[7]
3.      Dilarang mencela ayam.
حَدَّثَنَا يَزِيدُ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ كَيْسَانَ. وَأَبُو النَّضْرِ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَانَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ، عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا تَسُبُّوا الدِّيكَ فَإِنَّهُ يَدْعُو إِلَى الصَّلَاةِ "، قَالَ أَبُو النَّضْرِ: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ سَبِّ الدِّيكِ، وَقَالَ: " إِنَّهُ يُؤَذِّنُ بِالصَّلَاةِ "
Telah menceritakan kepada kami Yaziid[8], dari ‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Abdillah bin Abi Salamah[9] : Telah menceritakan kepada kami Shaalih bin Kaisaan[10]. Dan Abun-Nadlr[11], ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Abdillah bin Abi Salamah, dari Shaalih bin Kaisaan, dari ‘Ubaidullah bin ‘Abdillah bin ‘Utbah[12], dari Zaid bin Khaalid Al-Juhhaniy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Janganlah kalian mencela/mencaci ayam jantan, karena ia menyeru kepada shalat”. Abun-Nadlr berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang mencela/mencaci ayam jantan, karena ia menyeru kalian segera melaksanakan shalat” [Diriwayatkan oleh Ahmad 5/192-193; shahih].
Diriwayatkan juga oleh Abu Daawud no. 5101, Al-Humaidiy no. 833, Ibnu Hibbaan no. 5731, An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa no. 10711, Ath-Thayaalisiy no. 999, ‘Abd bin Humaid no. 278, dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud 3/253.
Faedah tambahan :
Seandainya ayam saja dilarang untuk dicela/dicaci, lantas bagaimana dengan manusia dimana ada sebagian orang yang lisannya mudah sekali untuk mencela dan mencaci orang lain ?. Sementara itu Allah ta’ala telah berfirman tentang kemuliaan manusia :
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” [QS. Al-Israa’ : 70].
4.      Kokok ayam jantan adalah suara yang membangunkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk shalat malam.
حَدَّثَنَا أَسْوَدُ، قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَشْعَثَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ مَسْرُوقٍ، قَالَ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ عَنْ صَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاللَّيْلِ؟ فَقَالَتْ: " كَانَ إِذَا سَمِعَ الصَّارِخَ قَامَ، فَصَلَّى "
Telah menceritakan kepada kami Aswad[13], ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah[14], dari Asy’ats[15], dari ayahnya[16], dari Masruuq[17], ia berkata : Aku pernah bertanya kepada ‘Aaisyah tentang shalat shalat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di waktu malam. Lalu ia menjawab : “Apabila mendengar kokok ayam jantan, beliau bangun, lalu shalat” [Diriwayatkan oleh Ahmad, 6/110; shahih].300
Diriwayatkan juga oleh Al-Bukhaariy no. 1132 & 6461-6462, Muslim no. 741, Abu Daawud no. 1317, Ahmad 9/94, Ath-Thayaalisiy no. 1510, Al-Baihaqiy 3/3-4, An-Nasaa’iy no. 1616, dan yang lainnya.
Kokok ayam jantan biasa terdengar pada sepertiga malam terakhir, waktu ketika Allah ta’ala turun ke langit dunia. Waktu itulah yang paling utama (afdlal) untuk shalat malam dan berdoa. Tidak ada seorang hamba pun berdoa pada waktu itu kecuali akan dikabulkan oleh-Nya.[18]
5.      Apabila mendengar kokok ayam, dianjurkan untuk berdoa.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ رَبِيعَةَ، عَنْ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِذَا سَمِعْتُمْ صِيَاحَ الدِّيَكَةِ فَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ فَإِنَّهَا رَأَتْ مَلَكًا، وَإِذَا سَمِعْتُمْ نَهِيقَ الْحِمَارِ فَتَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِنَّهُ رَأَى شَيْطَانًا "
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami Al-Laits, dari Ja’far bin Rabii’ah, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila kalian mendengar kokok ayam jantan, maka memohonlah kemurahan kepada Allah, karena ia melihat malaikat. Namun jika kalian mendengar ringkikan keledai, mohonlah perlindungan kepada Allah dari gangguan setan, karena ia telah melihat setan” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3303].
Ini adalah salah satu sunnah yang sering dilupakan kaum muslimin. Semoga Allah ta’ala memberikan kemudahan bagi Penulis untuk mengamalkannya.
6.      Suara setan yang membisiki para dukun seperti suara dengkur ayam.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ، أَخْبَرَنَا مَخْلَدُ بْنُ يَزِيدَ، أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، قَالَ ابْنُ شِهَابٍ:، أَخْبَرَنِي يَحْيَى بْنُ عُرْوَةَ، أَنَّهُ سَمِعَ عُرْوَةَ، يَقُولُ: قَالَتْ عَائِشَةُ: سَأَلَ أُنَاسٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكُهَّانِ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَيْسُوا بِشَيْءٍ "، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَإِنَّهُمْ يُحَدِّثُونَ أَحْيَانًا بِالشَّيْءِ يَكُونُ حَقًّا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " تِلْكَ الْكَلِمَةُ مِنَ الْحَقِّ يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ، فَيَقُرُّهَا فِي أُذُنِ وَلِيِّهِ قَرَّ الدَّجَاجَةِ، فَيَخْلِطُونَ فِيهَا أَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ كَذْبَةٍ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salaam : Telah mengkhabarkan kepada kami Makhlad bin Yaziid : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Juraij : Telah berkata Ibnu Syihaab : Telah mengkhabarkan kepadaku Yahyaa bin ‘Urwah, bahwasannya ia mendengar ‘Urwah berkata : Telah berkata ‘Aaisyah : Orang-orang pernah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang para dukun. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada mereka : “Tidak ada apa-apanya”. Mereka berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka menceritakan sesuatu yang terkadang sesuai kenyataan”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Kalimat yang benar tersebut dicuri oleh jin, lalu mereka (jin) memberitahukan ke telinga para walinya (dukun) seperti dengkuran ayam jantan. Lalu mereka mencampurkan padanya lebih dari 100 kedustaan” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6213].
7.      Dilarang melempari dan menyiksa ayam.
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ هِشَامِ بْنِ زَيْدٍ، قَالَ: دَخَلْتُ مَعَ أَنَسٍ عَلَى الْحَكَمِ بْنِ أَيُّوبَ، فَرَأَى غِلْمَانًا أَوْ فِتْيَانًا نَصَبُوا دَجَاجَةً يَرْمُونَهَا، فَقَالَ أَنَسٌ: " نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُصْبَرَ الْبَهَائِمُ "
Telah menceritakan kepada kami Abul-Waliid : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Hisyaam bin Zaid, ia berkata : Aku bersama Anas pernah masuk menemui Al-Hakam bin Ayyuub. Lalu ia (Anas) melihat beberapa orang anak atau pemuda yang mengikat seekor ayam lalu melemparinya. Anas berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang menyiksa binatang” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5513].
8.      Di antara orang yang mendatangi shalat Jum’at, ada yang diberi pahala seperti berkurban seekor ayam.
وحَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ، وَحَرْمَلَةُ، وَعَمْرُو بْنُ سَوَّادٍ الْعَامِرِيُّ، قَالَ أَبُو الطَّاهِرِ: حَدَّثَنَا، وقَالَ الْآخَرَانِ: أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي يُونُسُ، عَنْ ابْنِ شِهَابٍ، أَخْبَرَنِي أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْأَغَرُّ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ مَلَائِكَةٌ، يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ، فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ، وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ، وَمَثَلُ الْمُهَجِّرِ كَمَثَلِ الَّذِي يُهْدِي الْبَدَنَةَ، ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي بَقَرَةً، ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي الْكَبْشَ، ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي الدَّجَاجَةَ، ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي الْبَيْضَةَ "
Dan telah menceritakan kepadaku Abuth-Thaahir, Harmalah, dan ‘Amru bin sawwaad Al-‘Aamiriy – Abuth-Thaahir berkata : ‘Telah menceritakan kepada kami’, dan yang lain berkata : ‘Telah mengkhabarkan kepada kami’ – Ibnu Wahb : Telah mengkhabarkan kepadaku Yuunus, dari Ibnu Syihaab : Telah mengkhabarkan kepadaku Abu ‘Abdillah Al-Agharr : Bahwasannya ia mendengar Abu Hurairah berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila hari Jum’at tiba, semua pintu masjid terdapat malaikat yang akan mencatat siapa yang datang pertama kali dan seterusnya. Apabila imam telah duduk, mereka menutup lembaran catatan untuk bersegera mendengarkan khutbah. Perumpamaan orang yang pertama kali datang seperti berkurban seekor onta. Kemudian orang setelahnya seperti berkurban seekor sapi. Kemudian setelahnya seperti berkurban seekor domba. Kemudian setelahnya seperti orang yang berkurban seekor ayam. Kemudian setelahnya seperti orang yang berkurban sebutir telur” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 850].
9.      Firasat ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu tentang saat dekatnya kematiannya adalah seperti patukan ayam.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ مَعْدَانَ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ، أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ، خَطَبَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَذَكَرَ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَكَرَ أَبَا بَكْرٍ، قَالَ: إِنِّي رَأَيْتُ كَأَنَّ دِيكًا نَقَرَنِي ثَلَاثَ نَقَرَاتٍ، وَإِنِّي لَا أُرَاهُ إِلَّا حُضُورَ أَجَلِي، ......
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami Hisyaam : Telah menceritakan kepada kami Qataadah, dari Saalim bin Abil-Ja’d, dari Ma’daan bin Abi Thalhah : Bahwasannya ‘Umar bin Al-Khaththaab pernah berkhutbah di hari Jum’at. Kemudian ia menyebutkan tentang perihal Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan juga Abu Bakr. Kemudian ia berkata : “Sesungguhnya aku bermimpi seakan-akan ayam jantan telah mematukku tiga kali. Dan sesungguhnya aku tidak berfirasat akan hal itu, kecuali (segera) datangnya masa ajalku…” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 567].
10.   Yang keluar dari bangkai ayam.
أَخْبَرَنِي يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي صَخْرٍ، عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ الْبَجَلِيِّ، عَنْ أَبِي الصَّهْبَاءِ الْبَكْرِيِّ، قَالَ: قَامَ ابْنُ الْكَوَّاءِ إِلَى عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَقَالَ: " إِنِّي وَطِئتُ عَلَى دَجَاجَةٍ مَيِّتَةٍ، فَخَرَجَتْ مِنْهَا بَيْضَةٌ، آكُلُهَا؟ قَالَ عَلِيٌّ: " لَا "، قَالَ: فَإِنِّي أَشْخَصْتُهَا تَحْتَ دَجَاجَةٍ، فَخَرَجَ مِنْهَا فَرْخٌ، آكُلُهُ؟ قَالَ عَلِيٌّ: " نَعَمْ "، قَالَ: كَيْفَ؟ قَالَ: " لأَنَّهُ حَيُّ خَرَجَ مِنْ مَيِّتٍ "
Telah mengkhabarkan kepadaku Yahyaa bin Ayyuub[19], dari Abu Sakhr[20], dari Abu Mu’aawiyyah Al-Bajaliy[21], dari Abush-Shahbaa’ Al-Bakriy[22], ia berkata : Ibnul-Kawwaa’ berdiri menghadap ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu yang saat itu ia berada di atas mimbar. Ia (Ibnul-Kawwaa’) bertanya : “Sesungguhnya aku pernah menginjak ayam yang sudah mati, lalu keluar darinya sebutir telur. Bolehkah aku memakannya ?”. ‘Aliy menjawab : “Tidak”. Ia bertanya lagi : “Sesungguhnya aku telah menaruh telur itu untuk dierami ayam lain, lalu keluar darinya anak ayam. Bolehkah aku memakannya ?”. ‘Aliy menjawab : “Ya”. Ia bertanya : “Bagaimana bisa begitu ?”. ‘Aliy menjawab : “Karena ia hidup yang keluar dari yang mati” [Diriwayatkan oleh Ibnu Wahb dalam Al-Muwaththa’ no. 1; sanadnya hasan].
Al-Baihaqiy 10/7 dan Ibnu Ja’d no. 2688 juga meriwayatkan atsar semisal di atas dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa dengan sanad dla’iif.[23]
11.   Najiskah kotoran ayam ?
Kotoran ayam tidaklah najis, karena ia adalah binatang yang halal dagingnya. Inilah pendapat yang raajih yang dipilih oleh Maalik dan Ahmad. Dalilnya adalah :
حدثنا سليمان بن حرب قال: حدثنا شعبة، عن أبي التياح، عن أنس قال: كان النبي صلى الله عليه وسلم يصلي في مرابض الغنم، ثم سمعته بعد يقول: كان يصلي في مرابض الغنم، قبل أن يبنى المسجد.
Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Harb, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dario Abut-Tayyaah, dari Anas, ia berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di kandang kambing”. Kemudian aku (Abut-Tayyaah) mendengarnya (Anas) berkata setelah itu : “Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di kandang kambing sebelum masjid (Nabawiy) dibangun” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 429].
Sisi pendalilannya : Shalatnya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam di kandang kambing menunjukkan bahwa tempat itu suci. Padahal, kambing biasanya tidak lepas dari kotoran dan kencing kambing.
حدثنا سليمان بن حرب قال: حدثنا حماد بن زيد، عن أيوب، عن أبي قلابة، عن أنس قال: قدم أناس من عكل أو عرينة، فاجتووا المدينة، فأمرهم النبي صلى الله عليه وسلم بلقاح، وأن يشربوا من أبوالها وألبانها، فانطلقوا،...
Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Harb, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, dari Ayyuub, dari Abu Qilaabah, dari Anas, ia berkata : “Orang-orang dari suku ‘Ukl atau ‘Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim di sana sehingga sakit. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mendatangi onta lalu meminum air kencing dan susunya. Lalu mereka pun pergi ke sana....” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 233].
Sisi pendalilannya adalah : Seandainya air kencing onta itu najis, niscaya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak akan memerintahkan untuk meminumnya.
Itu sedikit faedah tentang ayam yang bisa dituliskan. Semoga dapat memberikan manfaat.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – wonokarto, wonogiri – 57612].


[2]      Sebagaimana riwayat :
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ الْحَكَمِ، عَنْ مَيْمُونِ بْنِ مِهْرَانَ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: " نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin Mu’aadz Al-‘Anbariy : Telah menceritakan kepada kami ayahku : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Al-Hakam, dari Maimuun bin Mihraan, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan semua jenis hewan buas yang memiliki taring dan burung yang mempunyai cakar” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1934].
[3]      Wakii’ bin Al-Jarraah bin Maliih Ar-Ruaasiy, Abu Sufyaan Al-Makkiy; seorang yang tsiqah, hafidh, lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 196/197 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1037 no. 7464].
[4]      Sufyaan bin Sa’iid bin Masruuq Ats-Tsauriy; seoorang tsiqah, haafidh, faqiih, ‘aabid, imam, lagi hujjah. Termasuk thabaqah ke-7, wafat tahun 161 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 394 no. 2458].
[5]      ‘Amru bin Maimun bin Mihraan Al-Jazriy, Abu ‘Abdillah/Abu ‘Abdirrahmaan Ar-Raqiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-6, wafat tahun 147 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 746 no. 5156].
[6]      Naafi’, Abu ‘Abdillah Al-Madaniy; seorang yang tsiqah, tsabat, faqiih, lagi masyhuur. Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 117 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 996 no. 7136].
[7]      Sebagaimana riwayat :
حدثنا أحمد بن أبي سريج، قال: أخبرني عبد اللّه بن جهم، قال: ثنا عمرو بن أبي قيس، عن أيوب السختياني، عن نافع، عن ابن عمر قال: نهى رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم عن الجلاّلة في الإِبل: أن يركب عليها، أو يشرب من ألبانها.
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abi Suraij, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Abdullah bin Jahm : Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Abi Qais, dari Ayyuub As-Sukhtiyaaniy, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang jalaalah dari onta : menungganginya dan meminum susunya” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3787; dishahihkan Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud 2/446 dan dalam Irwaaul-Ghaliil 8/150].
حدثنا أبو بكر قال : حدثنا شبابة قال : حدثنا مغيرة بن مسلم عن أبي الزبير عن جابر قال : نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الجلالة أن يؤكل لحمها، أو يشرب لبنها
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syabaabah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Mughiirah bin Muslim, dari Abuz-Zubair, dari Jaabir, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan daging jalaalah dan meminum air susunya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, 8/333-334; hasan].
Syabaabah bin Sawwaar, seorang yang tsiqah lagi haafidh [Taqriibut-Tahdziib, hal. 439 no. 2748]. Al-Mughirah bin Muslim, Abu Salamah As-Siraaj; seorang yang shaduuq [idem, hal. 966 no. 6898]. Abuz-Zubair, Muhammad bin Muslim bin Tadrus; seorang yang shaduuq [idem, hl. 895 no. 6331]. Adapun riwayatnya yang berasal dari Jaabir dihukumi muttashil (bersambung).
Catatan :
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum memakan hewan jalaalah ini. Ada yang mengatakan haram, makruh, dan boleh.
Akan tetapi mereka sepakat bahwa daging hewan yang asalnya halal namun memakan kotoran, ia menjadi halal setelah dikurung pada waktu tertentu dengan memberinya makan yang baik, hingga keluar kotoran yang bersarang di perutnya [baca penjelasan singkatnya di : http://www.taimiah.org/index.aspx?function=item&id=957&node=5548 dan http://www.yanabi.com/Hadith.aspx?HadithID=14317].
[8]      Yaziid bin Haaruun bin Zaadzaan As-Sulamiy, Abu Khaalid Al-Waasithiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 206 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 1084 no. 7842].
[9]      ‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Abdillah bin Abi Salamah Al-Maajisyuun Al-Madaniy, Abu ‘Abdillah; seorang yang tsiqah lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-7, wafat tahun 164 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 613 no. 4132].
[10]     Shaalih bin Kaisaan Al-Madaniy Ad-Dausiy; seorang yang tsiqah, tsabat, lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-4, wafat setelah tahun 130 H atau setelah tahun 140 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 447 no. 2900].
[11]     Ia adalah Haasyim bin Al-Qaasim bin Muslim Al-Laitsiy Al-Baghdaadiy; seorang yang tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 207 H di Baghdaad. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 1017 no. 7305].
[12]     ‘Ubaidullah bin ‘Abdillah bin ‘Utbah bin Mas’uud Al-Hudzaliy, Abu ‘Abdillah Al-Madaniy; seorang yang tsiqah, faqiih, lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 94 H atau 98 H atau dikatakan selain itu. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 640 no. 4338].
[13]     Al-Aswad bin ‘Aamir, Abu ‘Abdirrahmaan Asy-Syaamiy, terkenal dengan nama Syaadzaan; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 208 H di Baghdaad. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 146 no. 508].
[14]     Syu’bah bin Al-Hajjaaj bin Al-Ward Al-‘Atakiy Al-Azdiy, Abu Busthaam; seorang yang tsiqah, haafidh, mutqin, dan seorang amiirul-mukminiin dalam bidang hadits. Termasuk thabaqah ke-7, wafat tahun 160 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 436 no. 2805].
[15]     Asy’ats bin Abi Sya’tsaa’ Al-Muhaaribiy Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-6, wafat tahun 125 H di Kuufah. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 149 no. 530].
[16]     Saliim bin Aswad bin Handhalah, Abusy-Sya’tsaa’ Al-Muhaaribiy Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 83 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 403 no. 2539].
[17]     Masruuq bin Al-Ajda’ bin Maalik bin Umayyah bin ‘Abdillah Al-Hamdaaniy Al-Waadi’iy, Abu ‘Aaisyah Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, faqiih, lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-2, wafat tahun 62/63 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 935 no. 6645].
[18]     Sebagaimana riwayat :
حدثنا عبد الله بن مسلمة، عن مالك، عن ابن شهاب، عن أبي سلمة، وأبي عبد الله الأغر، عن أبي هريرة رضي الله عنه: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (ينزل ربنا تبارك وتعالى كل ليلة إلى السماء الدنيا، حين يبقى ثلث الليل الآخر، يقول: من يدعوني فأستجيب له، من يسألني فأعطيه، من يستغفرني فأغفر له).
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah, dari Maalik, dari Ibnu Syihaab, dari Abu Salamah dan Abu ‘Abdillah Al-Agharr, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Rabb kita turun pada setiap malam ke langit dunia saat tersisa sepertiga malam yang terakhir. Lalu Ia berfirman : ‘Siapa saja yang berdoa kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan, siapa saja yang meminta kepada-Ku niscaya akan Aku berikan. Siapa saja yang meminta ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1145].
[19]     Yahyaa bin Ayyuub Al-Ghaafiqiy, Abul-‘Abbaas Al-Mishriy; seorang yang shaduuq, namun kadang keliru. Termasuk thabaqah ke-7, wafat tahun 168 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 1049 no. 7561].
[20]     Abu Sakhr, Humaid bin Ziyaad; seorang yang dikatakan Ibnu Hajar : shaduuq, namun banyak ragu. Termasuk thabaqah ke-6, wafat tahun 189 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy dalam Musnad ‘Aliy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 274 no. 1555].
Saya (Abul-Jauzaa’) berkata : Berikut perkataan beberapa ulama tentangnya :
Ahmad bin Hanbal berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Namun dalam riwayat lain ia berkata : “Dla’iif”. Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Tsiqah”. Namun dalam riwayat lain : “Dla’iif” – dan pentautsiqannya ini lebih shahih. An-Nasaa’iy berkata : “Dla’iif”. Ibnu ‘Adiy berkata : “Seluruh haditsnya, aku harapkan lurus (mustaqiim)” – dan sebelumnya ia menyebutkan bahwa pengingkaran ulama terhadapnya hanyalah ada pada dua hadits yang bukan termasuk yang disebutkan dalam artikel ini – Abul-Jauzaa’. Al-Baghawiy berkata : “Shaalihul-hadiits”. Ibnu Hibbaan memasukkanya dalam Ats-Tsiqaat. Ad-Daaruquthniy berkata : “Tsiqah”. Al-’Ijliy berkata : “Tsiqah” [Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil 1/200 no. 1032, Mausu’ah Aqwaal Al-Imaam Ahmad no. 635, Tahdziibut-Tahdziib 3/41-42 no. 69].
Al-Albaaniy berkata : “Hasanul-hadiits” [lihat selengkapnya dalam Mu’jamu Asaamiyyir-Ruwaat 1/582-583]. Al-Arna’uth dan Basyaar ‘Awwaad berkata : “Shaduuq hasanul-hadiits”. Abu Ishaaq Al-Huwainiy berkata : “Hasanul-hadits” [Natsnun-Nabaal, hal. 1828 no. 4337].
Kesimpulan : Ia seorang yang shaduuq dan hasan haditsnya. Wallaahu a’lam.
[21]     ‘Ammaar bin Mu’aawiyyah, Abu Mu’aawiyyah Al-Bajaliy Ad-Duhniy; seorang yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-5, wafat tahun 133 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy dan Ibnu Maajah [idem, hal. 710 no. 4867].
Bahkan tsiqah, karena ia telah ditsiqahkan oleh Ahmad, Ibnu Ma’iin, Abu Haatim, An-Nasaa’iy, Ibnu Hibbaan, dan At-Tirmidziy tanpa ternukil adanya jarh padanya selain tasyayyu’ [Tahriirut-Taqriib, 3/61 no. 4833].
[22]     Shuhaib bin Shahbaa’, Abush-Shahbaa’ Al-Bakriy; seorang yang dikatakan Ibnu Hajar : maqbuul. Termasuk thabaqah ke-4. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, dan An-Nasaa’iy [idem, hal. 456 no. 2972].
Saya (Abul-Jauzaa’) berkata : Berikut perkataan beberapa ulama tentangnya :
Abu Zur’ah berkata : “Tsiqah”. An-Nasaa’y berkata : “Dla’iif”. Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqat. Al-‘Ijliy berkata : “Tsiqah”. [Tahdziibut-Tahdziib 4/439-440, Ma’rifatuts-Tsiqaat 2/411 no. 2185]. Selain itu, Muslim juga berhujjah dengan riwayatnya dalam Shahih-nya dan beberapa perawi tsiqah telah meriwayatkan darinya.
Kesimpulan : Ia seorang yang shaduuq hasanul-hadiits. Wallaahu a’lam.
[23]     Dikarenakan Katsiir bin Juhmaan As-Sulamiy atau Al-Aslamiy, Abu Ja’far; seorang yang maqbuul. Yaitu jika ada mutaba’ah. Jika tidak, maka ia dla’iif [At-Taqriib, hal. 807 no. 5642].

Comments

Tanpa Nama mengatakan...

Kurang faidah dari sisi lughowiyahnya ustadz...


Tanpa nama

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Ya, antum bisa tambahkan, karena di awal saya sudah membuka dengan perkataan :

'sedikit faedah tentang ayam....'.

Anonim mengatakan...

quote:
"Ayam adalah hewan unggas yang telah terdomestifikasi hidup bersama manusia."

Ustadz, mungkin yang Ustadz maksud adalah "terdomestikasi"? Di KBBI tidak ditemukan kata "domestifikasi", yang ada "domestikasi"

--> do·mes·ti·ka·si /doméstikasi/ penjinakan hewan liar atau hewan buas dsb: binatang liar yg baru ditangkap di hutan perlu -- agar dapat dimanfaatkan kegunaannya oleh manusia

Barokallohu fik. Jazakallohu khayran untuk artikel yang penuh faedah ini

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

terima kasih atas masukannya. telah saya perbaiki sesuai dengan apa yang antum tuliskan. jazaakallaahu khairan.

Anonim mengatakan...

apa ustadz ada pembahasan tentang mimpi?
mengingat di poin 9, Umar bermimpi tentang ayam..

jazaakallohu

Anonim mengatakan...

Ust. apakah ada dalil yang mengatakan bahwa makan ayam kurang dari 2 Kg adalah haram

Jazakalloh khoir

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

saya tidak tahu.

Anonim mengatakan...

Bismillah.
Di poin no 6 lafazh الدجاجة diterjemahkan dengan ayam jantan. Apa bukan "ayam betina", atau memang الدجاجة juga bisa diterjemahkan "ayam jantan".
Baarakallahu fiik.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Betul yang antum katakan. Saya tidak cermat. Ayam jantan bahasa arabnya diik seperti hadits-hadits lain pada artikel di atas. Sudah saya perbaiki. Jazaakallaahu khairan atas kritikannya.

Saepul Rohman mengatakan...

Syukron ilmunya ustadz, jazakalloohu khoir