Renungan Bagi Ikhwan Salafiy………..


Oleh : Fadlilatusy-Syaikh Yusuf Al-Ghafiis hafidhahullah.
(Anggota Haiah Kibaaril-‘Ulamaa Saudi ‘Arabia)
Beliau berkata saat menjelaskan perkataan Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah :
ولهذا سموا أهل الكتاب والسنة، وسموا أهل الجماعة، لأن الجماعة هي الإجماع، وضدها الفرقة وإن كان لفظ الجماعة قد صار اسماً لنفس القوم المجتمعين
“Maka dari itu, mereka dinamai Ahlul-Kitab was-Sunnah, Ahlul-Jama’ah; dikarenakan jama’ah itu adalah persatuan yang berlawanan dengan perpecahan/perselisihan”.

“…. Apa yang kami maksudkan dalam perkataan ini bahwasannya ada sebagian ikhwah yang mempunyai semangat untuk menetapi/berpegang-teguh kepada madzhab salafiy dan menjauhi bid’ah; telah mempersempit madzhab salaf ini hingga mengkonsekuensikan banyak kalangan Ahlus-Sunnah tidak bisa masuk dalam cakupannya. Oleh karena itu engkau akan mendapati sebagian di antara mereka memasukkan permasalahan furu’iyyah dalam madzhab salaf[1].  Seperti misal, sebagian mereka mengatakan bahwa termasuk jalan yang ditempuh salaf dalam shalat, atau ‘shalat ala salafiy’ adalah : tidak meletakkan kedua tangan di dada setelah rukuk, karena sunnah salaf dalam hal ini adalah sadl (yaitu meletakkan tangan lurus di samping badan)…. Ini keliru. Sunnah ini tidak benar jika disandarkan kepada salaf (secara mutlak). Benar bahwasannya hal itu telah dikatakan oleh sekelompok salaf. Oleh sebab itu, seseorang hendaknya menyandarkan kepada individu salaf (bukan salaf secara keseluruhan). Maksimal ia boleh mengatakan : “Itu merupakan perkataan jumhur salaf”. Juga misalnya : Permasalahan zakat perhiasan wanita. Jumhur salaf dari kalangan fuqahaa’ dan muhadditsiin berpendapat tidak ada kewajiban zakat padanya. Namun tidak boleh bagi seorang pun untuk mengatakan : “Termasuk hukum-hukum dari kaum salaf (ahkaamus-salafiyyah) adalah tidak ada kewajiban zakat perhiasan wanita”. Dalam hal ini, Malik, Asy-Syafi’iy, Ahmad, dan jumhur ahli hadits berpendapat tidak ada kewajiban zakat padanya. Akan tetapi, Abu Hanifah, para ulama Kufah, dan yang lainnya telah menyelisihi pendapat jumhur tersebut. Inti yang ingin dikatakan adalah : Apabila ada satu permasalahan yang diperselisihkan oleh kaum salaf dan seorang mujtahid telah berijtihad untuk me-rajih-kan satu pendapat di antara dua pendapat yang ada dan menisbatkannya kepada sebagian imam salaf, maka ini baginya. Tidak boleh untuk menjadikan hal itu sebagai kekhususan salafiy (khashaaishus-salafiyyah), yang kemudian mengkonsekuensikan ulama tersebut atau para imam terdahulu (yang berbeda pendapat) bukan termasuk  salafiy hakiki.
………
Salaf sebagaimana kita katakan adalah para shahabat, tiga kurun keemasan (yang pertama), dan siapa saja yang mengikuti mereka. Kami telah menemui dewasa ini seseorang yang berijtihad dalam satu permasalahan fiqh tertentu, yang kemudian menjadikan tolok ukur : barangsiapa yang mengikuti ijtihad fiqh ini disebut sebagai salafy; dan yang tidak, maka bukan salafiy. Dan bahkan sebagian di antara mereka seringkali mengatakan : Ia bukan seorang salafiy dalam fiqh, meskipun ia salafy dalam ‘aqidah. Pembagian model ini adalah tidak benar. Sesungguhnya permasalahan yang bisa disandarkan kepada salaf adalah ijma’.
Permasalahan ini telah ditegaskan oleh Syaikhul-Islaam (dalam Fataawaa-nya). Dengan ketidaan pemahaman yang baik terhadapnya telah mendorong terjadinya perpecahan di antaranya salafiyyiin. …….. Setiap kelompok salafiy menyatakan diri mereka masing-masing adalah yang paling sempurna (dalam kebenaran). Latar belakangnya adalah kekhususan pemahaman yang dibangun atas ijtihad syar’iy, namun kemudian mereka jadikan hal itu sebagai bagian dari prinsip-prinsip salafiyyah. Padahal yang benar adalah bahwa seluruh perkara ijtihadiyyah tidak ada sangkut-pautnya dengan permasalahan penyebutan salafiy. Penyebutan salafiy hanyalah didasarkan pada ‘aqidah dan ushul. Adapun seseorang yang berbeda dalam permasalahan ijtihaad, maka dirinya masuk dalam hadits : “Apabila seorang hakim memutuskan dan kemudian berijtihad lalu ternyata ia benar, maka baginya dua pahala. Dan apabila ia memutuskan dan kemudian berijtihad lalu keliru, maka baginya satu pahala……” [selesai].
Semoga ada manfaatnya……
[diterjemahkan seperlunya dari penjelasan beliau yang terekam dalam audio : http://audio.islamweb.net/audio/inde...=138061#138064; selengkapnya, silakan merujuk ke sana].


[1]      Sebagai satu ‘identitas’ sehingga ia dapat dikenal dengannya – Abu Al-Jauzaa’.

Comments

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Dikarenakan link jika dituliskan tidak connect ke alamatnya, silakan buka audio Asy-Syaikh Al-Ghafiis di : http://audio.islamweb.net/audio/index.php?page=FullContent&audioid=138061.

abang mengatakan...

masalahnya Tadz,

perkara ambil dana dari At Turots ntu ngga mereka anggap sebagai perkara ijtihadiyah yg ada toleransi di dalamnya. Jadi barang siapa yg bermuamalah dgnnya maka divonis telah menyalahi pokok2 landasan ahlussunnah, krn para salaf engga ‘bercampur’ dgn ahlul bid’ah.

o, iya , tadz, antum tau ngga, ana pernah baca biografi syaikh Al Albani , beliau pernag mengajar kitab Halal Haram Syaikh Al Qorodhawi di kelas. Apa ini salah satu bentuk tazkiyah Syaikh Al Albani thd kitab tsb ?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Sebenarnya maknb perkataan Syaikh Al-Ghafiis umum, bukan hanya menyangkut yayasan At-Turats. Oleh karena itu, ini bukan fenomena 'mereka' saja, tapi juga 'kita'.

Tentang kitab Dr. Al-Qaradlawiy, saya tidak tahu.

Anonim mengatakan...

Agak bingung ustad ,
karena seperti kita ketahui bahwa banyak kelompok manusia yang menyatakan aqidahnya salaf namun dalam tindakannya jauh dari akhlak shalaf , mereka berkelompok dan membentuk wadah oraganisasi.

Bahkan salah satu dari mereka yang sudah di vonis sesat MUI-pun, minisbatkan aqidahnya ke salafy .

Ana yang bodoh ini berpendapat mereka bukan salafy dan jauh dari ahlak salaf meskipun di beberapa aqidahnya bermanhaj salaf.

Mohon diluruskan pendapat ana ini ustadz.

abang mengatakan...

iya, tadz ana tau perkataan syaikh bukan masalah at turots, sengaja ana bawa ke situ, kan juga menyangkut masalah tarjih suatu pendapat fiqh ?

nah, kalo soal hukum musik dan isbal, ini kan populer sekali salafiyyin zaman skrg keras terhadap haramnya 2 perkara tsb, sampai2 seolah2 bila menyelisi haramnya musik dan isbal sudah engga dianggap salafy lg.

Pertanyaannya, sejauh mana sebuah perkara fiqh itu ada toleransi ruang perbedaan pendapat di dalamnya ? ibn hazm yg menghalalkan musik termasuk ulama ahlussunnah bukan ?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

@anonim, maksud dari syaikh di atas adalah bahwa ikhwah salafiyyin seringkali keliru dengan membawa permasalahan khilaf ijtihadiyyah, terutama dalam masalah fiqhiyyah, sebagai tolok ukur kesalafian.

@abang, khilaf itu beragam jenisnya. Ada khilaf mu'tabar dan bukan mu'tabar. Ada khilaf kuat, ada pula khilaf lemah. Tidak semua permasalahan khilaf diberikan ruang toleransi. Contoh dalam permasalahan ini banyak. Sebagian ULAMA ada tergelincir dalam kekeliruan (dalam ijtihadnya), bahkan dalam permasalahan 'aqidah sekalipun. Mereka dimaafkan dalam ijtihadnya. Kita tidak boleh mengikuti kekeliruan itu, atau bahkan mengangkat dan mempopulerkannya. Jika Ibnu 'Abbas dan sebagian kecil shahabat membolehkan nikah mut'ah, apakah boleh kita berhujjah dengannya untuk mengatakan ini khilaf di kalangan Ahlus Sunnah yang layak diberikan toleransi? Tentu tidak, karena ini bukan jenis khilaf yang mu'tabar.

Tentang musik, maka itu jenis khilaf lemah. Oleh karena itu, kita lihat banyak salaf yang melakukan pengingkaran yang sangat keras. Padahal ada kaedah : Tidak ada pengingkaran dalam permasalahan ijtihadiyyah. Ini satu qarinah bahwa khilaf ini merupakan jenis khilaf lemah, karena dalil-dalil dan sebab pengharamannya telah sangat jelas.

Adapun isbal, maka ini lain dari kasus musik. Khilaf dalam permasalahan ini adalah jenis khilaf mu'tabar yang telah terjadi semenjak dulu hingga hari ini. Dua pihak menggunakan dalil yang sama, namun dengan pemahaman yang berbeda.

Wallähu a'lam.

Anonim mengatakan...

Blog's ni salah satu penambah ilmu..mari kita dukung.

Anonim mengatakan...

Jadi : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/12/bincang-bersama-bapak-ustadz-m-zubaidi.html ini termasuk yang mana ustad ? lemah atau mu'tabar .

Andi mengatakan...

Sebetulnya Penggunaan Nama salafy sendiri saya dengar dari sebagian ikhwan yang mulazamah di saudi, tidak begitu mashyur seperti di Indonesia. Lebih masyhur dengan Nama Ahlussunnah, ketimbang salafy. Itu yang saya dengar dari mereka yang mulazamah di unaisah tempat syaikh utsaimin mengajar dahulu, walau sekarang yang ada disana menantunya syaikh utsaimin.

Bisa dikatakan istilah salafy sendiri bagi pengikut salaf adalah bersifat ijtihadiyah, dan sebagian orang jadi rancu karena orang yang sudah beraqidah salaf namun tidak sepakat dengan fiqh mereka maka bukan salafy.???

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Masyhur dan tidaknya satu istilah bagi seseorang atau di satu daerah bukan menjadi letak permasalahannya. Karena nanti itu bersifat relatif.

mulya mengatakan...

Afwan jadi aga keluar dari pembahasan. Betul saya juga pernah mendengar dari salah seorang ustadz yakni ustadz Fariq qosim, kebetulan beliau memang staf pengajar di Saudi dan pulang pergi kesaudi. Pada suatu kajian bedah buku yang ditulis oleh ustadz fariq tentang kisah bani'mah seorang lumpuh yang menjadi dai'..pada sesi tanya jawab ditanya oleh salah seorang jama'ah.

"Apakah Bani'mah itu salafy atau bukan?" ustadz tidak menjawab pertanyaan semacam itu. Namun ketika selesai kajian ia bercerita kepada kami, " saya ditanya demikian, sebetulnya di Saudi orang tidak membedakan apakah ia salafy atau bukan salafy. Tapi yang penting ia adalah Ahlussunnah".

Dan betul bahwa orang yang pernah belajar atau muqim disaudi sebetulnya tau bahwa istilah "salafy" itu sifatnya memang tidak mutlak. Contoh disaudi tidak terlalu fanatik dengan nama salafy.

Saya pribadi condong pada pendapat bahwa yang penting isi bukan sekedar penamaan belaka. Yang terkadang justru nama tersebut membuat sikap hizbiyah di tengah2 ummat dalam sebagian kasus. Habis orang juga kadang banyak berkoar2 nama "ana salafy" tapi akhlaknya dan amanahnya rusak...ini terjadi pada sebagian orang yang saya kenal langsung.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Sepakat. Baarakallaahu fiik.

Anonim mengatakan...

Ada nasehat yang bagus dari Syaikh Shalih As Suhaimi حفظه الله tentang khilaf diantara salafiyin/ahlussunah

http://www.plunder.com/-download-01c22c87c3.htm

Semoga kita dapat mengambil faedah dari nasehat beliau