Tanya :
ما حكم التبرع للكفار بالأموال الطائلة ؟
“Apa hukum bershadaqah kepada orang kafir dengan harta yang banyak ?”.
Jawab :
إذا كان ذلك لمصلحة المسلمين، فلا مانع أن ندفع شرهم، حتى الزكاة يعطى منها المؤلفة قلوبهم من الكفار مما يرجى كف شره عن المسلمين.
فالكافر الذي يرجى كف شره عن المسلمين يعطي من الزكاة التي هي فرض، فكيف لا يعطي من المال الذي ليس بزكاة من أجل دفع ضررهم عن المسلمين. وهذا مما يظنه بعض الجهال موالاة، وهو ليس موالاة، هذه مداراة لخطرهم وشرهم عن المسلمين .
“Apabila hal itu dilakukan untuk kemashlahatan kaum muslimin, maka tidak mengapa agar kita dapat menolak kejelekan mereka. Bahkan (harta) zakat pun boleh diberikan kepada orang-orang yang dibujuk hatinya (al-muallafatu quluubuhum) dari kalangan kuffar yang diharapkan untuk menghentikan kejelekan mereka terhadap kaum muslimin.
Jika orang kafir yang diharapkan menghentikan kejelekan mereka terhadap kaum muslimin saja boleh diberikan harta zakat yang statusnya adalah fardlu (kewajiban), lantas bagaimana tidak diperbolehkan diberikan harta yang bukan dari jenis zakat dengan tujuan untuk menolak bahaya mereka kepada kaum muslimin ? Perbuatan ini disangka oleh sebagian orang-orang bodoh sebagai satu sikap loyalitas. Hal itu bukan loyalitas, namun termasuk sikap mudaarah (berbuat baik) karena adanya ancaman/bahaya dan kejelekan mereka terhadap kaum muslimin”.
[Fatwa Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzaan hafidhahullah, dari buku Al-Ajwibah Al-Mufiidah ‘an As-ilatil-Manaahijil-Jadiidah, pertanyaan no. 76 – dikutip oleh Abu Al-Jauzaa’ Al-Bogoriy, 14 Ramadlaan 1431 H].
Comments
Ya ustad , apakah tidak jatuh kepada tasyabuh dengan kaum kuffar ??
Di daerah ana kalau orang kuffar baik dari kalangan ahlu kitab maupun musyrikin merayakan hari agamanya sering memberi uang atau kebutuhan pokok lainnya dan entah dengan tujuan apa.
Dan lagian kita di Indonesia ini tidak termasuk kaum yang di tindas atau ketakutan akan kejahatan dan kejelekan mereka.
Apakah fatwa tersebut berlaku di negara kita atau di khususkan untuk daerah dengan kondisi yang di fatwakan .
Sukron ustad , semoha Allah menambah ilmu ustad dan kita semua.
Tidak ada faktor yang menyebabkan jatuh pada tasyabbuh.
Coba antum perhatikan fatwa Syaikh di atas secara cermat. Fatwa itu keluar dari pertanyaan apakah boleh bershadaqah kepada kaum kuffar. Maka jawaban beliau boleh, dengan tujuan..... dst.
Bukankah boleh itu tidak selalu punya konsekuensi harus ? Bukankah jika tidak dengan alasan sebagaimana yang dikatakan syaikh, maka jawabannya tidak boleh (walau dalam sisi hukum, apakah ketidakbolehan ini sampai derajat haram atau sekedar makruh saja, memerlukan bahasan tersendiri).
Kalau memang antum merasa di daerah antum/kita adalah sebagaimana yang antum katakan, maka harta itu jauh lebih berfaedah jika dialokasikan kepada kaum muslimin.
Tapi perlu kita ingat, tidak setiap jengkal di bumi Indonesia mempunyai keseragaman kondisi seperti yang antum katakan....
Wallaahu ta'ala a'lam.
Assalamualaykum Ust, tlg d tanggapi artikel d bawah ini
Ditulis Oleh: Munzir Almusawa
Friday, 28 March 2008
Pendapat Para Imam dan Muhaddits
Tentang Perayaan Maulid
1. Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah :
Telah jelas dan kuat riwayat yang sampai padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yang berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata : “hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt, maka bersabda Rasul saw : “Kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”, maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah yang diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa didapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur’an, maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH PADA ORANG-ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA” (QS Al Imran 164)
2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah :
Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw ber akikah untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832 dengan sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300, dan telah diriwayatkan bahwa telah ber Akikah untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau saw 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah beliau saw yang kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada Allah swt yang telah membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan lil’aalamiin dan membawa Syariah untuk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan mengumpulkan teman-teman dan saudara-saudara, menjamu dengan makanan-makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. Bahkan Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid dengan nama : “Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.
3. Pendapat Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :
Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan kelahiran Nabi saw.
4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif :
Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab : “di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari hadits no.4813). maka apabila Abu Lahab Kafir yg Alqur’an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana dg muslim ummat Muhammad saw yang gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh-sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.
5. Pendapat Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy :
Serupa dengan ucapan Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljuzri, yaitu menukil hadits Abu Lahab.
assalamualaikum
@atasku
maaf akhi...untuk jawaban diatas
coba search di gogle "dialoq bersama Alawi Maliki Bantahan Tuntas Terhadap Manipulasi dan Kesesatan Al-Maliki"
Lebih akuratnya di : http://alsofwah.or.id/index.php?pilih=indexkajian&id=2024§ion=kj074.
Habib ini juga membantah syaikh Bin Baz, klo gk slah judulx benteng Tauhid, Ebookx bs d dunlod d Linkx..,tlg tanggapanx Ust., syukran barakallahu fiek
Sebenarnya hujjah habib Mundzir al Musawwa bisa dipatahkan hanya dengan kaidah yg simpel. Afwan, saya copy-kan lg perkataan para imam diatas :
1. Dari Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolani, maka bersabda Rasul saw : “Kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”, maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah yang diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa didapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur’an, maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH PADA ORANG-ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA” (QS Al Imran 164).
2. Al Hafidz As-Suyuthi, maka jelaslah bahwa akikah beliau saw yang kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada Allah swt yang telah membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan lil’aalamiin dan membawa Syariah untuk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan mengumpulkan teman-teman dan saudara-saudara, menjamu dengan makanan-makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan.
3. Imam Abu Syamaah, Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan kelahiran Nabi saw
4. Imam Syamsudin Al Jaziry, maka apabila Abu Lahab Kafir yg Alqur’an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana dg muslim ummat Muhammad saw yang gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh-sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.
Kata saya : dari perkataan imam2 -rahimahullah- diatas, bisa kita tarik benang merah, adakah beliau2 memfatwakan bolehnya merayakan maulid dengan pembacaan sholawat nariyyah, qoshidah, sholawat burdah, sholawat badr, thola'al badru 'alaina? Adakah org2 skrg yg merayakan maulid terlepas dari sholawat2 bid'ah spt tersebut diatas?? Bahkan Imam Suyuthi dengan sangat gamblangnya menjelaskan tasyakuran maulid yaitu dengan cara : mengumpulkan teman-teman dan saudara-saudara, menjamu dengan makanan-makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan.
Jadi, saran saya, perkataan habib itu tidak ush ditanggapi dengan serius. Lebih baik kita sibukkan diri dengan menuntut ilmu sesuai syariat Qur'an dan sunnah2 shahih. Cukup bagi kita kaidah : "Jika Rasulullah dan para sahabatnya tidak melakukannya, untuk apa kita repot2 melakukan hal2 yg tidak disyari'atkan mereka???"
Sebenarnya dari perkataan para imam yg dijadiin hujjah oleh habib Mundzir, bisa kita tarik benang merah.
Bila kita baca lagi fatwa beliau2 diatas, adakah dari mereka membolehkan merayakan maulid dengan pembacaan sholawat nariyyah, sholawat badr, qoshidah, burdah, thola'al badru 'alaina?? Padahal kita udh sama2 tau, pengikut habaib paling getol dengan hal2 ini. Bahkan, imam As-Suyuthi secara gamblangnya menjelaskan tasyakuran perayaan maulid yaitu dengan cara : "mengumpulkan teman-teman dan saudara-saudara, menjamu dengan makanan-makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan." Dan bila kita baca lg fatwa para imam diatas, yg dibolehkan oleh mereka adalah menjamu fuqara, bersyukur, membaca Qur'an, shodaqoh.
Ga ada tuh dari mereka yg menyuruh baca sholawat nariyah, sholawat badr, berjoget bahkan mereka sama sekali tidak menyuruh berdiri (ada sebagian org yg beranggapan bahwa arwah Rasulullah ikut hadir ketika maulid beliau dirayakan, oleh karena itu ada yg mewajibkan berdiri ketika sholawat dibacakan).
Afwan, saran saya, perkataan habib itu ga ush ditanggapi dengan serius. Cukup bagi kita kaidah: "jika Rasulullah dan para sahabat tidak melakukannya, untuk apa kita repot2 melakukannya?"
skrg pmasalahnx ialah sang 'Habib' ini mnyusun Artikel khusus tuk membanth bukux Syaikh Bin Baz 'Benteng Tauhid', Artikel i2 bjudul "MENITI KESEMPURNAAN IMAN", z sgt bharap gar ada bantahan dr pra Ust. maupun ikhwa, syukran..,
ini link tuk mndunlodx http://www.majelisrasulullah.org/media/meniti_kesempurnaan_iman.pdf
http://www.majelisrasulullah.org/
Posting Komentar