Oleh : Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah
Allah ta’ala telah berfirman :
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat dhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat ‘adzab yang pedih” [QS. Asy-Syuuraa : 42].
كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu” [QS. Al-Maaidah : 72].
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ...
”Setiap orang di antara kalian adalah pemimpin, dan setiap orang di antara kamu akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya...”.[1]
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا.
”Barangsiapa yang menipu kami, maka ia bukan termasuk golongan kami”.[2]
الظُّلْمُ، ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
أَيُّمَا رَاعٍ غَشَّ رَعِيَّتَهُ فَهُوَ فِي النَّارِ.
”Pemimpin mana saja yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka”.[4]
مَنِ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً ثُمَّ لَمْ يُحِطْهَا بِنُصْحٍ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ. متفق عليه. وفي لفظ : يَمُوتُ حِينَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاسِ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ.
”Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya surga” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim]. Dalam lafadh yang lain disebutkan : ”Ia mati dimana ketika matinya itu ia dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah haramkan baginya surga”.[5]
مَا مِنْ أَمِيْرِ عَشْرَةٍ إِلَّا يُؤْتَى بِهِ مَغْلُولَةً يَدَهُ إِلَى عُنُقِهِ، أطْلَقَهُ عَدْلُهُ أَوْ أوْبَقَهُ جَورُ
”Tidaklah ada seorang pun yang memimpin sepuluh orang, kecuali ia didatangkan dengannya pada hari kiamat dalam keadaan tangannya terbelenggu di lehernya. Entah keadilannya akan membebaskannya ataukah justru kemaksiatannya (kedhalimannya) akan melemparkanya (ke neraka)”.[6]
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ هَذِهِ أُمَّتِي شَيْئاً فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ. وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهَا فَاشْفُقْ عَلَيْهِ. رواه مسلم.
”Ya Allah, siapa saja yang mengurus urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah ia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia” [Diriwayatkan oleh Muslim].[7]
سَيَكُونُ أُمَرَاءُ فَسَقَةٌ جَوَرَةٌ، فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبَهُمْ، وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنهُ، وَلَنْ يَرِدَ عَلَيَّ الْحَوْضَ.
”Akan ada nanti para pemimpin yang fasiq lagi jahat. Barangsiapa yang membenarkan kedustaan mereka dan menolong kedhalimannya (atas rakyatnya), maka ia bukan termasuk golonganku dan aku bukan termasuk golongannya. Ia tidak akan sampai pada Al-Haudl (telaga)”.[8]
مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي هُمْ أَعَزُّ وَأَكثَرُ مِمَّنْ يَعمَلُهُ، ثُمَّ لَمْ يُغَيِّرُوا إِلَّا عَمّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ.
”Tidaklah satu kaum yang di dalamnya dikerjakan satu perbuatan maksiat, dimana mereka yang tidak mengerjakan kemaksiatan itu lebih kuat dan lebih banyak daripada yang mengerjakannya, namun mereka tidak mengubah kemaksiatan tersebut; niscaya Allah akan menimpakan hukuman adzab pada mereka semua”.[9]
وروى أبو عبيدة بن عبد الله بن مسعود، عن أبيه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : وَالَّذَي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَلَتَأْخُذَنَّ عَلَى يَدِ الْمُسِيءِ، وَلَتَأْطِرُنَّهُ عَلَى الْحَقِّ أَطْراً، أَوْ لَيَضْرِبَنَّ الله بِقُلُوبِ بَعْضِكُمْ عَلَى بَعْضٍ ثُمَّ يَلْعَنَكُمْ كَمَا لَعَنَهُمْ - يعني بني إسرائيل - عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْن مَرْيَمَ.
Abu ’Ubaidah bin ’Abdillah bin Mas’ud meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam : “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, mengambil tangan orang-orang yang bersalah dan mengembalikannya kepada kebenaran dengan sebenar-benarnya; atau Allah akan memisahkan hati sebagian kalian dengan sebagian yang lain, kemudian Allah melaknat kalian sebagaimana Allah telah melaknat mereka – yaitu Bani Israail – melalui lisan Dawud dan ‘Isa bin Maryam”.[10]
Dan dari Aghlab bin Tamiim : Telah menceritakan kepada kami Al-Mu’allaa bin Ziyaad, dari Mu’aawiyyah bin Qurrah, dari Ma’qil bin Yasaar, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِيْ لَا تنَالُهُمَا شَفَاعَتِيْ : سُلْطَانٌ ظَلُوْمٌ غَشَوْمٌ، وَغَالٍ فِي الدِّيْنِ، يَشْهَدُ عَلَيْهِمْ وَيَبْرَأُ مِنْهُمْ
“Ada dua golongan dari umatku yang tidak akan disentuh oleh syafa’atku : (1) seorang pemimpin yang dhalim lagi penipu, dan (2) orang yang berlebih-lebihan dalam agama (ghulluw) yang bersaksi atas (kepemimpinan) mereka namun berlepas diri dari mereka”.
Hadits ini lemah (dla’iif). Ibnu Maalik telah meriwayatkan dimana ia berkata : Telah berkata Manii’ : Telah menceritakan kepadaku Mu’aawiyyah bin Qurrah, dengan lafadh semisal. Adapun Manii’ ini, tidak diketahui siapa dia sebenarnya.[11]
Telah berkata Muhammad bin Juhaadah, dari ‘Athiyyah, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy secara marfuu’ :
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِمَامٌ جَائِرٌ
“Orang yang paling pedih/keras siksanya pada hari kiamat adalah pemimpin/imam yang dhalim”.[12]
Dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
أَيُّهَا النَّاسُ : مُرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ قَبْلَ أَنْ تَدْعُوا اللهَ فَلَا يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ، وَقَبْلَ أَنْ تَسْتَغْفِرُوهُ فَلَا يَغْفِرُ لَكُمْ، إِنَّ الْأَمْرَ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ لَا يَدْفَعُ رِزْقًا وَلَا يُقَرِّبُ أَجَلًا، وَإِنَّ الَأَحْبَارَ مِنَ الْيَهُودِ وَالرُّهْبَانَ مِنَ النَّصَارَى لَمَّا تَرَكُوا الْأَمْرَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ لَعَنَهُمُ اللهُ عَلَى لِسَانِ أَنْبِيَائِهِمْ ثُمَّ عَمَّهُمْ بِالْبَلَاءِ
“Wahai sekalian manusia : Perintahkanlah untuk berbuat yang ma’ruf dan melarang perbuatan munkar sebelum kalian berdoa kepada Allah namun Ia tidak mengabulkannya, dan sebelum kalian meminta ampun kepada-Nya, namun Ia tidak mengampuni kalian. Sesungguhnya memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari perbuatan munkar tidak berakibat tertahannya rizki dan mendekatkan apa yang tertahan/tertunda. Dan sesungguhnya para rahib dari kalangan Yahudi dan pendeta dari kalangan Nashrani ketika mereka meninggalkan perbuatan memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari perbuatan munkar, Allah melaknat mereka melalui lisan para nabi mereka, kemudian menimpakan bencana pada mereka secara merata”.[13]
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dari urusan kami yang bukan berasal darinya, maka ia tertolak”.[14]
مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ، لَا يُقْبَلُ مِنْهُ صَرفًا وَلَا عَدْلًا
“Barangsiapa yang melakukan perbuatan jahat atau melindungi pelaku kejahatan, maka baginya laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia. Tidak diterima darinya amal wajib maupun amal sunnah (yang ia kerjakan)”.[15]
مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ
“Barangsiapa yang tidak menyayangi (saudaranya), maka ia tidak akan disayangi (oleh Allah)”.[16]
لَا يَرْحَمُ اللهُ مَنْ لا يَرْحَمُ النَّاسَ
“Allah tidak akan menyayangi orang yang tidak menyayangi manusia”.[17]
مَا مِنْ أَمِيْرٍ يَلِي أُمُورَ الْمُسْلِمِيْنَ لَا يَجْهَدُ لَهُمْ وَيَنصَحُ لَهُمْ؛ إِلَّا لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمُ الْجَنَّةَ
“Tidak ada seorang pemimpin/penguasa pun yang diserahi urusan kaum muslimin kemudian ia tidak bersungguh-sungguh mengurusi mereka dan menasihati mereka, melainkan ia tidak akan masuk surga bersama mereka”.[18]
مَنْ وَلَّاهُ اللهُ شَيئًا مِنْ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَفَقْرِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang diserahi kepemimpinan terhadap urusan kaum muslimin namun ia menutup diri tidak mau tahu kebutuhan mereka dan kefakiran mereka, niscaya Allah tidak akan memperhatikan kebutuhannya dan kefakirannya di hari kiamat”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidziy.[19]
الْإِمَامُ الْعَادِلُ يُظِلُّهُ اللهُ فِي ظِلِّهِ
“Imam yang ‘adil akan dinaungi oleh Allah (pada hari kiamat) di bawah naungan-Nya”.[20]
الْمُقْسِطُونَ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ، الَّذِيْنَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيْهِمْ وَمَا وَلُوا
“Orang-orang yang ‘adil berada di mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya, dimana mereka berbuat ‘adil dalam hukum mereka, keluarga mereka, dan siapa saja yang berada di bawah kepemimpinan mereka”.[21]
شِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تَبْغُضُوْنَهُمْ وَيُبْغِضُوْنَكُمْ، وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ. قالوا : يا رسول الله ! أفلا ننابذهم ؟ قال : لَا، مَا أَقَامُوا فِيْكُمُ الصَّلَاةَ
“Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah (orang) yang kalian membencinya dan mereka pun membenci kalian, kalian melaknatnya dan mereka pun melaknat kalian”. Para shahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, tidakkah kita boleh menyingkirkannya ?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak, selama mereka mendirikan shalat di tengah-tengah kalian”.[22] Keduanya (yaitu hadits ini dan sebelumnya) diriwayatkan oleh Muslim.
إِنَّ اللهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ، ثُمَّ قَرَأَ : {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}. متفق عليه
“Sesungguhnya Allah benar-benar mengulur waktu bagi orang yang dhaalim hingga jika Ia mematikannya, Ia tidak akan meluputkannya”. Kemudian beliau membaca ayat : “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras”.[23] Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dan Muslim.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Mu’aadz saat beliau mengutusnya ke negeri Yaman :
إِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌُ. متفق عليه
“Berhati-hatilah engkau terhadap harta-harta kesayangan mereka. Dan takutlah engkau terhadap doa orang yang terdhalimi, karena sesungguhnya tidak ada satu pun penghalang antaranya dan Allah”.[24] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.
إِنَّ شَرَّ الرِّعَاءِ الْخُطَمَةُ. متفق عليه
“Sesungguhnya seburuk-buruk penguasa adalah penguasa yang dhalim”.[25] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.
ثَلَاثٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ....... فذكر منهم الملك الكذاب
“Ada tiga golongan yang tidaka akan diajak bicara oleh Allah…………”. Kemudian beliau menyebutkan di antaranya pemimpin pendusta.[26]
Allah ta’ala berfirman :
تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa” [QS. Al-Qashshash : 83].
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُوْنَ عَلَى الْإِمَارَةِ، وَسَتَكُوْنُ نَدَامَةَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. رواه البخاري
“Sesungguhnya kalian akan sangat menginginkan kekuasaan (‘imarah) padahal kelak ia akan menjadi penyesalan di hari kiamat”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari.[27]
إِنَّا وَاللهِ لَا نُوَلِّي هَذَا الْعَمَلَ أَحَدًا سَأَلَهُ، أَوْ أَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ. متفق عليه
“Sesungguhnya kami – demi Allah – tidak akan menyerahkan pekerjaan (yaitu jabatan) ini kepada orang yang memintanya atau orang yang berambisi kepadanya”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.[28]
يَا كَعْبَ بْنِ عُجْرَةََ ! أَعَاذَكَ اللهُ مِنْ إِمَارَةِ السُّفَهَاء؛ أُمَرَاءُ يَكُونُونَ مِنْ بَعْدِيْ وَلَا يَهْتَدُونَ بِهَدْيِيْ، وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِيْ. صححه الحاكم
“Wahai Ka’b bin ‘Ujrah ! Semoga Allah melindungimu dari kepemimpinan orang-orang pandir. Para pemimpin yang muncul setelahku dimana mereka tidak mengambil petunjuk dengan petunjukku dan mengambil sunnah dengan sunnahku”. Dishahihkan oleh Al-Haakim.[29]
ثَلَاثٌُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ لَا شَكَّ فِيْهِنَّ : دَعوَةُ الْمَظْلُومِ، وَدَعوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ - سنده قوي
“Ada tiga doa mustajab yang tidak ada keraguan padanya : doa orang yang teraniaya, doa orang yang sedang bepergian (musafir), dan doa orang tua kepada anaknya”.[30] Sanadnya kuat.
[selesai – dikutip oleh Abu Al-Jauzaa’ dari kitab Al-Kabaair oleh Adz-Dzahabiy, hal. 37-44, tahqiq & takhrij : ‘Abdurrazzaaq Al-Mahdiy; Daarul-Kitaab Al-‘Arabiy, Cet. Thn. 1425 H]
[1] Perkataan tersebut merupakan penggalan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 2554, 5188, dan 5200), Muslim (no. 1829), Abu Dawud (no. 2928), At-Tirmidzi (no. 1705), Ahmad (2/5, 2/54-55, dan 2/111), dan Ibnu Hibban (no. 4489); yang semuanya merupakan hadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma.
[2] Shahih. Diriwayatkan oleh Ahmad (2/242 dan 417), Muslim (no. 101), Abu Dawud (no. 3455), At-Tirmidzi (no. 1315), Ibnu Majah (no. 2224), Abu ‘Awaanah (1/57), Ath-Thahawi dalam Musykilul-Aatsaar (2/139), Ibnul-Jarud dalam Al-Muntaqaa (no. 564), Al-Haakim (2/8-9), dan Al-Baihaqi (5/325); yang semuanya merupakan hadits dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu. Dalam bab ini, terdapat banyak hadits yang dibawakan oleh sejumlah shahabat. Silakan lihat takhrij hadits ini selengkapnya dalam Al-Ihsaan fii Taqriibi Shahih Ibni Hibbaan (no. 567) dengan tahqiq : Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arna’uth.
[3] Shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 2447), Muslim (no. 2579), Ahmad (2/92, 106, 136, 137, 156, dan 159), dan At-Tirmidzi (no. 2030); dari hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma.
[4] Shahih. Diriwayatkan dengan lafadh ini oleh Ahmad (5/25), dan yang semisal dengannya oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir (20/506, 513, 514, 515, 516, 517, 518, 519, 524, 533, dan 534); dari hadits Ma’qil bin Yasaar, dimana asal hadits tersebut dalam Ash-Shahihain.
[5] Shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 7150-7151), Muslim (no. 142), Ad-Daarimiy (2/324), Al-Baghawi dalam Al-Ja’diyaat (no. 3261), Ath-Thayaalisiy (no. 928-929), Ahmad (5/25, 27), Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir (2/449, 455, 456, 457, 458, 459, 469, 472, 473, 476, dan 478), Ibnu Hibban (no. 4495), Al-Baihaqi (9/41), dan Al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (no. 4278); semuanya dari hadits Ma’qil bin Yasaar radliyallaahu ‘anhu.
[6] Shahih bi-syawaahidihi. Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar sebagaimana dalam Kasyful-Astaar (1640) dan Ath-Thabarani dalam Al-Ausath sebagaimana dalam Al-Majma’ (5/205), dari hadits Abu Hurairah radliyalaahu ‘anhu. Al-Haitsami berkata : “Para perawi dalam riwayat pertama oleh Al-Bazzaar adalah para perawi Ash-Shahiih”. Hal senada dikatakan juga oleh Al-Mundziri dalam At-Targhiib wat-Tarhiib (3/112). Dikeluarkan juga dari jalan yang lain : Ahmad (2/431) dari hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu; Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (4/192-193) : “Diriwayatkan oleh Ahmad, para perawinya adalah para perawi Ash-Shaihiih”. Dikeluarkan juga oleh Ahmad (5/285), Al-Bazzaar, dan Ath-Thabarani sebagaimana dalam Al-Majma’ (5/205); Al-Haitsami berkata : “Di dalam sanadnya terdapat perawi yang tidak disebutkan namanya, adapun yang sanad yang lain dari Ahmad, perawinya adalah para perawi Ash-Shahiih”. Hadits tersebut mempunyai syaahid dari hadits Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir dan Al-Ausath sebagaimana terdapat dalam Al-Majma’ (5/206). Al-Haitsami berkata : “Para perawinya adalah tsiqah”. Ia juga mempunyai syaahid yang lain dari hadits Abu Umamah radliyallaahu ‘anhu yang dikeluarkan oleh Ahmad (5/267) dan Ath-Thabarani sebagaimana terdapat dalam Al-Majma’ (5/205). Al-Haitsami berkata : “Dalam sanadnya terdapat Yaziid bin Abi Maalik , ia di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hibban dan yang lainnya. Dan yang selainnya adalah para perawi tsiqah”. Dalam bab ini terdapat hadits yang sangat banyak.
[7] Shahih. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1828), Ahmad (6/62, 93, 257, dan 260), Ibnu Hibban (no. 553), Al-Baihaqi dalam As-Sunan (9/43), dan Al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (no. 2471); semuanya dari hadits ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa.
[8] Shahih. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (no. 2259), An-Nasa’iy (7/160), Ahmad (4/243), Ath-Thayalisi (no. 1064), Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir (19/212, 296, 297, 298), Ibnu Hibban (no. 279), Al-Haakim (1/79), dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan (8/165); semuanya dari hadits Ka’b bin ‘Ujrah radliyallaahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata : “Hadits shahih”. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Ia mempunyai syaahid dengan sanad shahih sesuai syarat Muslim dari hadits Jaabir bin ‘Abdillah yang dikeluarkan oleh ‘Abdurrazzaq (no. 20719), Ahmad (3/321), Al-Haakim (4/422), dan Ibnu Hibban (no. 1723).
[9] Shahih dengan dua jalan dan syahid-nya. Diriwayatkan oleh Ahmad (4/364, 366), Abu Dawud (no. 4339), Ibnu Majah (no. 4009), Ath-Thabarani (no. 2380-2385), Ibnu Hibban (no. 300), dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan (10/91); semuanya dari jalan Abu Ishaq, dari ’Ubaidullah bin Jariir, dari ayahnya : Jariir bin ’Abdillah Al-Bajaliy. Sanad hadits ini adalah dla’if, ’Ubaidullah adalah perawi berstatus majhul al-haal. Namun ia diikuti oleh Mundzir bin Jarir (mutaba’ah) sebagaimana dibawakan oleh Ahmad (4/361, 363), Ath-Thabarani (no. 2379). Hadits ini mempunyai syahid dari hadits Abu Bakr Ash-Shiddiq sebagaimana dibawakan oleh Al-Humaidiy (no. 3), Ahmad (1/2, 5, 7), Abu Dawud (no. 4338), At-Tirmidzi (no. 2168 dan 3057), Ibnu Majah (no. 4005), dan Ibnu Hibban (no. 304); hadits ini shahih sesuai syarat Asy-Syaikhain.
[10] Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4336-4337), At-Tirmidzi (no. 3050-3051), Ibnu Majah (no. 4006), Ahmad (1/391), Ath-Thabari (6/318-319), dan Abu Ya’la (no. 5035); semuanya dari hadits ’Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ’anhu dengan sanad munqathi’ (terputus). Abu ’Ubaidah tidak mendengar hadits dari ayahnya. Dan yang raajih, sanad riwayat tersebut adalah mauquf.
[11] Hasan bi-thariiqaihi wa syaahidihi. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah (no. 35) dan Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir (20/495), keduanya dari hadits Ma’qil bin Yasaar. Dalam sanadnya terdapat Al-Aghlab bin Tamiim. Al-Bukhaariy berkata : “Munkarul-hadiits”. Ibnu Ma’iin berkata : “Tidak ada apa-apanya (laisa bi-syai’)”. Ia (Al-Aghlab) mempunyai mutaba’ah dari Manii’ sebagaimana disebutkan oleh Mushannif (Adz-Dzahabiy) dari Ibnul-Mubaarak. Dan status manii’ ini adalah majhuul. Hadits ini mempunyai syaahid dari hadits Abu Umaamah yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir dan Al-Ausath sebagaimana terdapat dalam Al-Majma’ (5/235). Al-Haitsamiy berkata : “Para perawi dalam Al-Kabiir adalah tsiqaat”.
[12] Dla’iif. Diriwayatkan oleh Ahmad (3/22 & 55), At-Tirmidziy (no. 1329), Abu Ya’laa (no. 1003 & 1081), Ath-Thabaraniy dalam Al-Ausath dan Al-Kabiir sebagaimana dinyatakan dalam Al-Majma’ (5/236), serta Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (10/88); semuanya dari hadits Abu Sa’iid Al-Khudriy. At-Tirmidziy berkata : “Hadits Abu Sa’iid adalah hadits hasan ghariib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalan ini”. Aku berkata : “Dalam sanadnya terdapat ‘Athiyyah Al-‘Aufiy, ia seorang yang lemah, matruukul-hadiits”. Adapun yang shahih dari beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan lafadh :
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
“Orang yang paling pedih/keras siksanya pada hari kiamat adalah para perupa (penggambar dan pematung)”.
[13] Dla’iif. Diriwayatkan oleh Abu Nu;aim (8/287) dan Al-Ashbahaaniy dalam At-Targhiib wat-Tarhiib (no. 299) dari hadits Ibnu ‘Umar; dan dalam sanadnya terdapat Ibraahiim bin ‘Abdirrahiim dan Ishaaq bin Ibraahiim Ar-Raaziy yang aku tidak mendapatkan keterangan biografinya.
[14] Shahiih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Ash-Shahiih (no. 2697) dan dalam Khalqu Af’aalil-‘Ibaad (hal. 43), Muslim (no. 1718), Abu Dawud (no. 4606), Ibnu Maajah (no. 14), Ahmad (6/73 & 240 & 270), Ath-Thayaalisiy (no. 1422), Abu ‘Awaanah (4/18-19), Ad-Daaruquthniy (4/224 & 225 & 227), Abu Ya’laa (no. 4594), Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah (no. 52-53), Ibnu Hibbaan (no. 26-27), Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (no. 103), Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (10/119), serta Al-Qadlaa’iy dalam Musnad Asy-Syihaab (no. 359-361); semuanya dari hadits ‘Aaisyah.
[15] Shahiih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy (no. 1870 & 3179), Muslim (no. 1370), Abu Dawud (no. 2034), At-Tirmidziy (no. 2128), An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa (no. 4278), Ahmad (no. 615 & 1037), Ibnu Abi Syaibah (14/189), dan Abu Ya’laa (no. 263); semuanya dari hadits ‘Aliy bin Abi Thaalib sewaktu mengkhabarkan lembaran (shahiifah) dari beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang masyhur.
[16] Shahiih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dalam Ash-Shahiih (no. 5997) dan dalam Al-Adabul-Mufrad (no. 91), Muslim (no. 2318), Abu Dawud (no. 2518), At-Tirmidziy (no. 1911), Ibnu Hibbaan (no. 457), serta Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (no. 3446); semuanya dari hadits Abu Hurairah.
[17] Shahiih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy (no. 6013 & 7376), Muslim (no. 2319), At-Tirmidziy (no. 1923), Ibnu Abi Syaibah (8/528), Al-Humaidiy (no. 802-803), Ath-Thayaalisiy (no. 661), Ahmad (4/361-362), Ibnu Hibbaan (no. 465), dan Al-Baihaqiy (8/161); semuanya dari hadits Jariir bin ‘Abdillah.
[18] Lihat catatan kaki no. 4.
[19] Hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2948), At-Tirmidziy (no. 1333), serta Al-Haakim (3/99) dan ia menshahihkannya yang kemudian disepakati oleh Adz-Dzahabiy; semuanya dari hadits Abu Maryam ‘Amr bin Murrah Al-Juhhaniy.
[20] Makna kalimat ini diambil dari hadits yang masyhur :
سبعة يظلهم الله في ظله يوم لا ظل إلا ظله إمام عادل..........إلخ
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya : Imam yang ‘adil…….”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 660 & 1423 & 6479 & 6806), Muslim (no. 1031), At-Tirmidziy (setelah hadits no. 2391), An-Nasa’iy (8/222-223), Ahmad (2/439), Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya (no. 358), Ibnu Hibbaan (no. 4486), dan Al-Baihaqiy (4/190 & 8/162); semuanya dari hadits Abu Hurairah.
[21] Shahiih. Diriwayatkan oleh Ahmad (2/160), Muslim (no. 1827), dan An-Nasaa’iy (8/221); semuanya dari hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Aash. Dan lafadh hadits secara sempurna adalah sebagai berikut :
إن المقسطين عند الله على منابر من نور عن يمين الرحمن وكلتا يديه يمين، الذين يعدلون في حكمهم وأهليهم وما وَلُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat ‘adil di sisi Allah berada di mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya yang berada di sebelah kanan Ar-Rahmaan (Allah); dan kedua tangan-Nya adalah kanan. Mereka adalah orang yang berbuat ‘adil dalam hukum mereka, keluarga mereka, dan orang-orang yang berada di bawah kepemimpinan mereka”.
[22] Shahiih. Diriwayatkan oleh Ahmad (6/24 & 28), Muslim (no. 1855), Ad-Daarimiy (2/324), Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah (no. 1071-1072), Ibnu Hibbaan (no. 4589), dan Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (8/158); semuanya dari hadits ‘Auf bin Maalik Al-Asyja’iy.
[23] Shaiih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 4686), Muslim (no. 2583), At-Tirmidziy (no. 3110), Ibnu Maajah (no. 4018), Ath-Thabariy (no. 18559), Ibnu Hibbaan (no. 5175), Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (6/94), Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (4162) dan dalam Ma’aalimut-Tanziil (2/401); semuanya dari hadits Abu Muusaa Al-Asy’ariy.
[24] Shahiih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 1395 & 1458 & 1496 & 2448 & 2347 & 7371 & 7372), Muslim (no. 19), Abu Dawud (no. 1583), At-Tirmidziy (no. 625), An-Nasaa’iy (no. 5/55), dan Ahmad (1/233); semuanya dari hadits Mu’aadz bin Jabal. Sabda beliau : “harta-harta kesayangan mereka” ; maksudnya adalah : yang paling disayang/dicintai dan paling utama.
[25] Shahiih. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1830), Ahmad (5/64), Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir (18/26), Ibnu Hibbaan (no. 4511), dan Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (8/161); semuanya dari hadits ‘Aaidz bin ‘Amr.
[26] Shahiih. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 107), Ahmad (2/433), An-Nasa’iy (5/86), Ibnu Hibbaan (no. 4413), Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (8/161), dan Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (no. 3591); semuanya dari hadits Abu Hurairah.
[27] Shahiih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 7184), Ahmad (2/448 & 476), An-Nasaa’iy (7/162), Ibnu Hibbaan (no. 4482), Al-Baihaqiy (3/129 & 10/95), dan Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (no. 2465); semuanya dari hadits Abu Hurairah.
[28] Shahiih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy (no. 2261 & 3038 & 4341 & 4343 & 4344 & 6124 & 6923 & 7149 & 7156 & 7157 & 7172), Muslim (no. 1733), Abu Dawud (no. 2930), An-Nasaa’iy (8/224), Ibnu Hibbaan (no. 4481), Al-Baihaqiy (10/100), dan Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (no. 2466); semuanya dari hadits Abu Muusaa Al-Asy’ariy.
[29] Shahiih. Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy (no. 2259), An-Nasaa’iy (7/165), Ahmad (4/243), Ath-Thayaalisiy (no. 1064), Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir (19/212 & 296 & 297 & 298), Ibnu Hibbaan (no. 279), Al-Haakim (1/79), dan Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (8/165); semuanya dari hadits Ka’b bin ‘Ujrah. At-Tirmidziy berkata : “Hadits shahih”. Dishahihkan oleh Al-Haakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabiy. Ia mempunyai syaahid dengan sanad shahih atas syarat Muslim dari hadits Jaabir bin ‘Abdillah yang diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq (no. 20719), Ahmad (3/321), Al-Haakim (4/422), dan Ibnu Hibbaan (no. 1723).
[30] Hasan. Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dalam Al-Adabul-Mufrad (no. 32 & 481), Abu dawud (no. 1536), At-Tirmidziy (no. 1905 & 3448), Ibnu Maajah (no. 3862), Ath-Thayaalisiy (no. 2517), Ahmad (2/258) & 348 & 478 & 517 & 523), Al-Qadlaa’iy dalam musnad Asy-Syihaab (no. 306), Ibnu Hibbaan (no. 2699), dan Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah (no. 1394); dari beberapa jalan, dari Yahyaa bin Abi Katsiir, dari Abu Ja’far, dari Abu Hurairah. Para perawi dalam sanadnya tsiqaat, kecuali padanya terdapat keterputusan. Jika Abu Ja’far di sini adalah Muhammad bin ‘Aliy sebagaimana dikatakan Ibnu Hibbaan dalam ats-Tsiqaat, maka ia tidak pernah bertemu dengan Abu Hurairah. Namun jika ia selain Muhammad bin ‘Aliy, maka statusnya majhuul. Hadits ini mempunyai syaahid yang diriwayatkan oleh Ahmad (4/154) dari jalan Zaid bin Salaam, dari ‘Abdullah bin Zaid bin Azraq, dari ‘Uqbah bin ‘Aamir Al-Juhhaniy, ia berkata :
ثلاث مستجاب لهم دعوتهم المسافر والوالد والمظلوم
“Ada tiga golongan orang yang doanya mustajab : Orang yang sedang bepergian (musafir), orang tua, dan orang yang teraniaya”.
Para perawinya tsiqaat selain Ibnul-Azraq, ia seorang yang majhuul haal. Namun ia baik menjadi syaahid bagi hadits sebelumnya.
Comments
Assalamu'alaikum akhi,
Apakah pemimpin yg dhalim itu adalah pemimpin yg menarik pajak dari rakyatnya yg muslim?
Sy kurang megerti ustaz.. Penipu ni sama macam dosa syirik kah ustaz? Yg meyebabkan pelakunya kekal dlm neraka dan tidak akan dimasukkan syurga?
Posting Komentar