Al-Imaam Abul-Qaasim Al-Laalikaa’iy rahimahullah membawakan riwayat dengan sanadnya sampai pada Al-Imaam Muhammad bin Idriis Asy-Syaafi’iy rahimahullah sebagai berikut :
“Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Husain bin Ahmad bin Ibraahiim Ath-Thabariy, ia berkata : Aku mendengar Ahmad bin Yuusuf Asy-Syaalanjiy berkata : Aku mendengar Abu ‘Abdillah Al-Husain bin ‘Aliy Al-Qaththaan berkata : Aku mendengar ‘Aliy bin Al-Husain bin Al-Junaid berkata : Aku mendengar Ar-Rabii’ berkata : Aku mendengar Asy-Syaafi’iy berkata : ‘Barangsiapa yang berkata lafadhku dengan Al-Qur’an atau Al-Qur’an dengan lafadhku adalah makhluk, maka ia seorang Jahmiy (penganut paham Jahmiyyah)’.
Perkataan ini juga diriwayatkan dari Abu Zur’ah dan ‘Aliy bin Khasyram” [Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis-Sunnah wal-Jama’ah oleh Al-Laalika’iy, hal. 354 no. 599, tahqiq : Ahmad bin Mas’uud Al-Hamdaan; desertasi S3 Univ. Ummul-Qurraa].
‘Aliy bin Ahmad bin Yuusuf Al-Hakkaariy rahimahullah juga membawakan perkataan Al-Imaam Asy-Syafi’iy di atas dengan sanad Al-Laalika’iy sebagai berikut :
“Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Nashr Ahmad bin Al-Khidlr Al-Faariqiy dan Abul-Hasan ‘Aliy bin Al-Husain Al-‘Ukbariy, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Qaasim Hubatullah bin Al-Hasan bin Manshuur Al-Faqiih Ath-Thabariy Asy-Syaafi’iy rahimahullah : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Husain bin Ahmad Ath-Thabariy, ia berkata : Aku mendengar Ahmad bin Yuusuf Asy-Syaalanjiy berkata : Aku mendengar ‘Aliy bin Al-Husain bin Al-Junaid berkata : Aku mendengar Ar-Rabii’ bin Sulaimaan berkata : Aku mendengar Asy-Syaafi’iy radliyallaahu ‘anhu berkata : ‘Barangsiapa yang berkata lafadhku dengan Al-Qur’an atau Al-Qur’an dengan lafadhku adalah makhluk, maka ia seorang Jahmiy (penganut paham Jahmiyyah)” [I’tiqaad Asy-Syaafi’iy oleh Al-Hakkaariy, hal. 23, tahqiq : Al-Barraak].
Inilah ‘aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah.
Selanjutnya, saya akan mengajak Pembaca budiman untuk membandingkan dengan perkataan Al-Baijuriy – seorang pembesar madzhab Asy’ariyyah – dalam kitab Hasyiyyah Al-Baijuriy ‘alaa Jauharit-Tauhiid dalam permasalahan yang sama. Ia berkata :
“Madzhab Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah menyatakan bahwa Al-Qur’an dengan makna al-kalaamun-nafsiy (yaitu : yang berasal dari diri Allah ta’ala) bukanlah makhluk. Adapun Al-Qur’aan dengan makna lafadh yang kita baca, maka ia adalah makhluk. Akan tetapi terlarang untuk dikatakan : Al-Qur’an adalah makhluk - yang dimaksudkan dengannya adalah lafadh yang kita baca, kecuali dalam konteks pengajaran. Karena, perkataan tersebut bisa disalahartikan bahwa Al-Qur’an dengan makna kalam-Nya ta’ala (al-kalaamun-nafsiy – Abul-Jauzaa’) adalah makhluk. Dengan alasan itulah para imam melarang terhadap perkataan Al-Qur’an adalah makhluk” [hal. 160].
“Kesimpulan (dari pembicaraan ini), bahwa setiap nash yang nampak dari Al-Qur’an dan As-Sunnah menunjukkan huduutsul-Qur’aan (maksudnya : kemakhlukan Al-Qur’an – Abul-Jauzaa’) dibawa pada pengertian lafadh yang terbaca, bukan pada al-kalaamun-nafsiy. Akan tetapi tetap terlarang untuk dikatakan : Al-Qur’an adalah makhluk, kecuali dalam konteks pengajaran sebagaimana yang telah lalu (penyebutannya)” [hal. 162].
Jika demikian, bukankah perkataan Al-Baijuriy di atas – yang ini banyak diikuti oleh kaum Asy’ariy dahulu maupun sekarang – dapat diklasifikasikan sebagai perkataan Jahmiyyah ?. Tentu saja dengan catatan bahwa kita menganggap ‘aqidah Al-Imaam Asy-Syaafi’iy merupakan representasi dari ‘aqidah Ahlus-Sunnah.
Kembali saya bawakan i’tiqaad Al-Imaam Asy-Syaafi’iy sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Imaam Al-Baihaqiy rahimahumallah :
وقد ذكر الشافعي رحمه الله ما دل على أن ما نتلوه في القرآن بألسنتنا ونسمعه بآذاننا ونكتبه في مصاحفنا يسمى كلام الله عز وجل وأن الله عز وجل كلم به عباده بأن أرسل به رسوله صلى الله عليه وسلم
“Dan telah disebutkan oleh Asy-Syafi’iy rahimahullah keterangan yang menunjukkannya bahwa apa yang kita baca di dalam Al-Qur’an dengan lisan-lisan kita, kita dengar melalui telinga-telinga kita, dan kita tulis di dalam mushhaf-mushhaf kita; semua itu dinamakan Kalamullah ‘azza wa jalla (bukan makhluk – Abul-Jauzaa’). Dan bahwa Allah ‘azza wa jalla telah berbicara dengannya kepada hamba-hamba-Nya melalui pengutusan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Al-I’tiqaad wal-Hidaayah ilaa Sabiilir-Rasyaad oleh Al-Baihaqiy, hal. 108, tahqiq : Ahmad bin ‘Ishaam Al-Kaatib, Daarul-Aafaaq, Cet. Thn. 1401, Beirut].
Semoga tulisan singkat ini dapat memberikan tambahan pengetahuan kita tentang apa dan bagaimana ‘aqidah Asy’ariyyah itu…..
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[Abu Al-Jauzaa’ – Perumahan Ciomas Permai, Bogor – ditulis saat keheningan malam menjalar dan langit menumpahkan apa yang dikandungnya – http://abul-jauzaa.blogspot.com].
makasih ustad, atas penjelasannya, sekalian mau tanya, orang islam yg bermadzhab dan berkeyakinan asy'ariyyah, statusnya apa ? berdosakah ?. Karena saya pernah membaca madzhab asy'ariyyah adalah firqoh yg paling dekat (kebenarannya) dengan ahlussunnah. Apalagi mayoritas umat islam di dunia ini katanya menganut asy'ariyyah, terutama juga di Indonesia ini. mohon penjelasannya, makasih
BalasHapusAsyaa'irah memang firqah yang paling dekat dengan Ahlus-Sunnah. Ada perbedaan, ada pula persamaan. Namun ia sendiri bukan Ahlus-Sunnah. Tentu saja, mempunyai 'aqidah atau keyakinan seperti ini tidak diperbolehkan (diharamkan).
BalasHapusSemoga Allah ta'ala senantiasa memberikan hidayah kepada kita semua menuju kebenaran.
ustadz, penjelasan tentang aqidah asy'ariyah kurang begitu jelas dimana letak kesalahannya.
BalasHapusKalau dalam masalah lafdhul-Qur'an, jelas kok. Coba Anda baca kembali dengan cermat artikel di atas.
BalasHapusBaarakallaahu fiik.
Ustadz Abul jauzaa yang terhormat, maaf nampaknya ada hal yang perlu diluruskan.
BalasHapusAkidah jahmiyyah ttg al Qur'an adlah menyakini bahwa al Qur'an itu makhluk baik lafazh maupun maknanya dan boleh -menurut mereka- mengatakan alqur'an adlah kalamullah min bab al majaz, bukan haqiqi.
agar akidah ini memasyarakat jahmiyyah-dalam hal ini diwakili oleh sekte lafzhiyyah-menggembar gemborkan "lafzhi bil qur'an makluq". ini dilakukan karena lafzhi adlah masdar dan masdar dalam bahasa arab bisa bermakna maf'ul-dalam hal ini malfuzh- dan bisa bermakna fiil dalam hal ini adalah gerak bibir, lidah dst.
ketika mereka mengatakan "lafzhi bil qur'an makhluq" maka banyak orang mengira bahwa yang dimaksudkan adalah perbuatan melafzahkan atau membaca al Qur'an alias gerak bibir dan lidah utk membaca adalh makhluk sehingga banyak orang menerima kalimat di atas. padahal yang dimaksudkan oleh jahmi adalah malfuzh alias yang dibaca yaitu alqur'an itu sendiri.
Hal ini bisa dibaca di Aqidah al Salaf wa Ashhabul Hadits karya al Al Shobuni tahqiq Dr Nashir al Judai hal 168-173, terbitan Dar al 'Ashimah Riyadh, cet kedua 1419H.
Sedangkan akidah asy'ariyyah ttg al Qur'an adalah menyakini bahwa lafazh al Qur'an adalah makhluk, disusun oleh Jibril atau Muhammad sedangkan hanya maknanya saja yang merupakan kalamullah.
BalasHapusartinya redaksi 'alhamdulillah dst' adalah makhluk. sdangkan makna yang terkandung dalam 'alhamdulilla dst' itulah yang merupakan kalamullah.
Hal ini karena kalamullah menurut asy'ari adalah kalam nafsi alias kata batin yang tidak memiliki huruf dan suara.
Sehingga lafazh al Qur'an yang tentu saja mengandung huruf bukanlah kalamullah namun karya Muhammad atau Jibril-ada khilaf diantara asy'ari tentang penyusun lafazh al qur'an itu Muhammad atau Jibril-.
Hal ini bisa dibaca di Syarh Lum'ah al I'tiqad Ibnu Utsaimin yang saya sangat yakin kalo ustadz Abul Jauzaa sangat menguasai kandungannya.
Jadi-menurut pengetahuan saya yang dangkal ini-kutipan-kutipan dalam tulisan di atas ada yang tidak nyambung alias tidak berhubungan.
Meskipun judul tulisan di atas yaitu paham asya'ri adalah cucu paham jahmiyyah adalah kalimat yang benar.
BalasHapuskarena hakekat akidah asy'ari tentang al Qur'an adalah menyakini bahwa al Qur'an adalah makhluk. itulah konsekuensi logis jika menyakini bahwa lafazh al Qur'an adalah makhluk.
atau jahmi dalam hal ini kita maknai dengan makna luas untuk jahmiyyah yaitu semua paham yang mengingkari sifat Allah sedangkan asy'ari itu mengingkari sebag sifat Allah. sehingga mereka juga bisa disebut jahmi dari sudut pandang ini.
Demikian urun rembug saya ttg tulisan di atas. Jika ada yang salah tolong dikoreksi, diluruskan, dikritik dan dibantah dan jangan sekali-kali dibenarkan.
@Ustadz Aris, terima kasih masukannya…..
BalasHapusAdapun saya, kok masih nyambung-nyambung saja tuh. Dan yang perlu diingat adalah, tulisan di atas membatasi bahasan pada kitab Al-Baijuuriy di atas.
Memang beda antara Jahmiyyah dan Asyaa’irah. Bedanya, Asyaa’irah mendefiniskan hakekat kalam adalah al-kalamun-nafsiy (makna) yang kemudian mengeluarkan lafadh dari cakupan hakekat tersebut. Padahal, kalaam itu secara bahasa lafadh dan berikut maknanya [Al-Asyaa’irah fii Mizaani Ahlis-Sunnah oleh Faishal Qazaar Jaasim, taqridh : Masyhuur Hasan Salmaan, Al-Maghrawiy, dll., hal. 487]. Makanya ketika Asyaa’irah mengatakan bahwa lafadh yang mereka baca itulah yang makhluk, maka ini menyepakati Jahmiyyah dari sisi ini. Bukankah secara jelas Asy-Syaafi’iy berkata :
‘Barangsiapa yang berkata lafadhku dengan Al-Qur’an atau Al-Qur’an dengan lafadhku adalah makhluk, maka ia seorang Jahmiy (penganut paham Jahmiyyah)’.
Coba antum perhatikan kalimat yang saya bold.
Ini jawaban ringkas dari saya.
Sebagai tambahan, telah ada sedikit bahasan ringkas tentang Kalamullah ini di : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/06/al-quran-adalah-kalamullah-bukan.html.
Bagaimana dengan kisah Imam alBukhori rohimahullaah, apakah ada hubungannya dengan artikel di atas?
BalasHapusJazakallaahu khoiron.
- Abu Yahya -
O, iya...kalau memang artikel di atas ada yang tidak nyambung menurut antum, mohon bantuannya untuk menunjukkan letak persis di bagian mana yang tidak nyambung, agar maksud antum memberikan masukan kepada saya dapat saya pahami benar
BalasHapus[karena, apa yang antum katakan di atas memang sebagaimana yang saya pahami, dan memang di artikel ini saya tidak membahas sampai sejauh itu. jika memang permasalahannya adalah masalah pendefenisian lafdhul-qur’an nya, maka apa yang telah antum tulis tidak terlalu beda esensinya dengan yang saya tulis. Namun di tulisan ini, saya lebih memfokuskan perkataan Asyaa’irah bahwa lafadh Al-Qur’an (yang terdiri dari suara dan huruf) itu adalah makhluk, maka ini mencocoki ‘aqidah Jahmiyyah. Berkata penulis kitab Al-Asyaa’irah fii Mizaani Ahlis-Sunnah :
موافقة الأشاعرة للجهمية في إنكار الحرف والصوت لله، وهذا يبطل دعوى المؤلفين في كون الأشاعرة من أهل السنة، وأنهم موافقون للسلف
Dan idem dengan nukilan di atas, maka perkataan Asyaa’irah tentang lafadh Al-Qur’an adalah makhluk mencocoki ‘aqidah Jahmiyyah juga banyak dikatakan para muhaqqiq dan thaalibul-‘ilmi, wallaahu a’lam].
-----
@Abu Yahyaa, kisah yang mana ya ?
Kisah Imam Bukhori rohimahullaah yang dituduh jahmiyah karena membedakan antara lafadz dan makna Qur-an, persis seperti artikel antum mengenai Asyaa’irah.
BalasHapusAfwan, ana lupa pernah baca dimana, kalau tidak salah dari e-book yang ana dapat dari saudara kami Abu Salma al-Atsari yang berisi tanya-jawab antara Imam alAlbani rohimahullaah dan seorang penanya.
Barokallaahu fiik.
- Abu Yahya -
Ikut nimbrung.
BalasHapusImam Ahmad pernah berkata seperti yang dikatakan imam Syafi'i sedangkan imam Bukhori telah membuat bab dengan judul mirip dengan itu dapat dipahami bahwa imam Ahmad berfatwa demikian agar orang-orang berhenti & menjauhi perkataan yang demikian agar supaya kelak tidak keterusan akhirnya terjebak dengan perkataan bahwa al-Quran adalah makhluk,bukan berarti menjatuhkan fatwa bahwa imam Bukhori Jahmi. Sedangkan imam Bukhori membuat bab mirip seperti itu dalam kitab shohihnya hanya untuk membedakan bahwa ini perkataan yang demikian benar dan perkataan yang satunya salah. Lihat transkrip tanya jawab Bid'ah dan Kufur milik syaikh Albani.
Bagaimana pendapat anda tentang hadits ini? “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR. Imam Ahmad)”.Perlu diketahui yang menaklukkan konsatantinopel adalah Sultan Muhammad Al Fatih yg beraqidah Asy’ariyyah
BalasHapusSeperti maklum diketahui dan dicatat oleh sejarah bahwa Sultan Muhammad al Fatih adalah Asy’ari Maturidi, meyakini bahwa Allah ada tanpa tempat. Dengan demikian hadits ini adalah busyra (berita gembira) bagi seluruh Ahlussunnah, al Asy’ariyyah dan al Maturidiyyah bahwa aqidah mereka sesuai dengan aqidah Rasulullah, maka berbahagialah orang yang senantiasa mengikuti jalan mereka.
Beliau bersama pasukannya termasuk pengikut setia Ahlus Sunnah wal Jamaah madzhab Al Asyari, mencintai kaum sufi, bertawassul, mengikuti tarekat sufi dengan mursyidnya Maulana Syaikh Aqa Syamsuddin, merayakan mawlid nabi, dan tradisi sufi lainnya, sebagaimana diterangkan oleh Syaikh Walid al Sa’id dalam kitabnya Tabyin Dhalalat al Albani Syaikh al Wahhabiyah al Mutamahdits.
Aqidah al Asy’ariyyah dan al Maturidiyyah adalah aqidah kaum muslimin dari kalangan Salaf dan Khalaf, aqidah para khalifah dan Sultan, seperti sultan Shalahuddin al Ayyubi ra. Sultan Shalahuddin al Ayyubi adalah seorang ‘alim, penganut aqidah Asy’ariyyah dan madzhab Syafi’i, hafal al Qur’an dan kitab at-Tanbih dalam fiqh Syafi’i serta sering menghadiri majlis-majlis ulama hadits.
Beliau memerintahkan agar dikumandangkan aqidah Sunni Asy’ariyyah dari atas menara masjid sebelum shalat Subuh di Mesir, al Hijaz (Makkah dan Madinah), dan di seluruh Negara Syam (Syiria, Yordania, Palestina dan Lebanon). Al Imam Muhammad ibn Hibatillah al Barmaki menyusun untuk Sultan Shalahuddin al Ayyubi sebuah risalah dalam bentuk nazham berisi aqidah Ahlussunnah dan ternyata sultan sangat tertarik dan akhirnya memerintahkan agar aqidah ini diajarkan kepada umat Islam, kecil dan besar, tua dan muda, sehingga akhirnya risalah tersebut dikenal dengan nama al Aqidah ash- Shalahiyyah. Risalah ini di antaranya memuat penegasan bahwa Allah Maha Suci dari benda (jism), sifat-sifat benda dan Maha Suci dari arah dan tempat.
Nabi Muhammad memberikan penjelasan makna “kaum yang Alloh mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya” adalah kaum Abu Musa al Asyari, berdasarkan hadits Shohih:
“Ketika ayat ‘Alloh akan mendatangkan suatu kaum yang Alloh mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya’ , maka Rasulullah saw. bersabda sambil menunjuk kepada Abu Musa al Asyari: ‘Mereka adalah kaumnya laki-laki itu.’” HR al Hakim dalam al Mustadrak dan menilainya Shohih sesuai persyaratan Imam Muslim, dan disetujui oleh Al Hafidz Adz Dzahabi.
Kalau boleh, dapatkah Anda menunjukkan kepada saya bukti valid bahwa Muhammad Al-Fatih beraqidah Asy'ariyyah ? Itu pertama.
BalasHapusKedua, hadits itu selengkapnya begini (yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad) :
حدثنا عبد الله بن محمد بن أبي شيبة وسمعته انا من عبد الله بن محمد بن أبي شيبة قال ثنا زيد بن الحباب قال حدثني الوليد بن المغيرة المعافري قال حدثني عبد الله بن بشر الخثعمي عن أبيه انه سمع النبي صلى الله عليه وسلم يقول : لتفتحن القسطنطينية فلنعم الأمير أميرها ولنعم الجيش ذلك الجيش قال فدعاني مسلمة بن عبد الملك فسألني فحدثته فغزا القسطنطينية
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah - dan aku mendengarnya dari 'Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah - ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Al-Hubbaab, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Al-Waliid bin Al-Mughiirah Al-Mu'aafiriy, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku 'Abdullah bin Bisyr Al-Khats'amiy, dari ayahnya, bahwasannya ia mendengar Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Konstantinovel benar-benar akan ditaklukkan, maka senikmat-nikmat pemimpin adalah pemimpinnya dan senikmat-nikmat pasukan adalah pasukan itu". Lalu Maslamah bin 'Abdil-Malik pun memanggilku dan bertanya kepadaku, maka aku menceritakan hadits itu, dan setelah itu, ia pun memerangi Konstantinovel [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/335].
Hadits itu dinilai oleh Asy-Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth dla'iif (lemah) karena jahalah dari 'Abdullah bin Bisyr.
Dalam At-Taariikh Al-Kabiir-nya Al-Bukhaariy dan yang lainnya, disebutkan 'Ubaid bin Bisyr Al-Ghanawiy.
Dalam jalan riwayat lain dari At-Taariikh Al-Kabiir, disebutkan 'Ubaidullah bin Bisyr Al-Ghanawiy.
Dalam riwayat Ath-Thabaraniy, Ibnu Khuzaimah, dan Al-Haakim, disebutkan 'Abdullah bin Bisyr Al-Ghanawiy.
[lihat penjelasan Al-Albaaniy dalam Adl-Dla'iifah no. 878 dan Al-Arna'uth dalam Takhriij Al-Musnad 31/287-288].
Jika Anda mengatakan bahwa 'aqidah Asy'ariyyah Maturidiyyah itu adalah 'aqidahnya salaf, maka kenyataan mendustakan Anda.
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/11/abul-hasan-al-asyariy-bertaubat-ke.html
Sepertiya ada paragraf buatan akh Anonim [6 maret] yang belum dikomentari oleh akh Abul Jauzaa-. Oleh karena itu ana komentari sajalah...
BalasHapus-----------------------------------
-----------------------------------
"Nabi Muhammad memberikan penjelasan makna “kaum yang Alloh mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya” adalah kaum Abu Musa al Asyari, berdasarkan hadits Shohih:
Ketika ayat ‘Alloh akan mendatangkan suatu kaum yang Alloh mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya’ , maka Rasulullah saw. bersabda sambil menunjuk kepada Abu Musa al Asyari: ‘Mereka adalah kaumnya laki-laki itu.’” HR al Hakim dalam al Mustadrak dan menilainya Shohih sesuai persyaratan Imam Muslim, dan disetujui oleh Al Hafidz Adz Dzahabi.
-----------------------------------
-----------------------------------
Hadits ini ga nyambung kalo digunakan Istidlal untuk melegalkan Aqidah Asy'ariyyah. Kenapa? Sebab diatas dijelaskan Kaumnya Abu Musa Al-'Asyariy. Tentu ini sangat berbeda dengan 'Term' Kaum Asy'ariyyah itu sendiri yang mereka itu bukan kaumnya Abu Musa Al-Asy'ariy.
Apa iya pembesar2 Asy'ariyyah [baik yang mantan atau yang sampai wafat tetap menjadi Asy'ariyyun, baik yang zaman dulu atau yang zaman sekarang] itu kaumnya Abu Musa??? Pikirkanlah...Sesungguhnya penuntut ilmu itu tegak diatas dua hal: Nukilan yang shahih dan pemahaman yang shahih terhadap nukilan tsb...
Satu2nya argumen yang 'mungkin' masih tersisa untuk akh Anonim 6 Maret berkaitan dengan paragraf ini adalah dengan mengatakan bahwa Imam Abul Hasan Al-Asy'ariy adalah keturunan Sahabat Abu Musa Al-Asy'ariy jadinya masih termasuk kaum. Nah, seandainya argumentasi ini 'diterima' pun maka telah jelas bahwa Imam Abul Hasan hakikatnya bukan Asy'ariyyun tapi Mantan Asy'ariyyun alias telah ruju' kedalam Aqidah Ahlussunnah. Nih linknya udah dikasih sama akh Abul Jauzaa, Silakan dibaca http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/11/abul-hasan-al-asyariy-bertaubat-ke.html
@Abul Jauzaa
Ana nitip lapak ya [kalo boleh]
http://www.asha3ira.co.cc/
http://www.asharis.com/creed/
http://www.maturidis.com/maturidi/
Terima kasih atas tambahannya.
BalasHapusSengaja saya gak tanggapi karena memang tidak nyambung seperti kata antum.
Seandainya bisa dijadikan hujjah, apa iya Abul-Hasan Al-Asy'ariy rahimahullah yang keturunannya shahabat Abu Muusaa Al-Asy'ariy radliyallaahu 'anhu itu beraqidah Asyaa'irah ? Telah saya bawakan link bahasan yang dimaksud.
@Anonim 6 Maret
BalasHapusSeandainya hadits tersebut Shahih maka ndak mesti yang dimaksud dalam Hadits itu adalah Muhammad Al-Fatih. Ada beberapa hadits yang terkait dalam hal penaklukan Qusthantiniyah a.k.a Konstantinopel tapi –mungkin- terlewatkan dari ingatan antum. Coba simak hadits berikut:
Dari Abu Huroiroh, bahwa Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Kiamat tidak akan datang, sampai pasukan Romawi turun di kawasan al-A’maq atau Dabiq. Maka keluarlah pasukan dari Madinah (untuk menghalau mereka), yang terdiri dari orang-orang terbaik di bumi saat itu. Ketika Pasukan Islam itu berbaris untuk menghalau, maka Pasukan Romawi mengatakan: “Biarkanlah kami bertempur dengan orang yang menawan sebagian orang kami!”. Maka kaum muslimin mengatakan: “Tidak, demi Alloh kami tidak akan membiarkan kalian menyerang saudara kami!”. Maka terjadinya peperangan diantara mereka.
Dalam pasukan Islam itu, ada sepertiga yang lari dan Alloh tidak akan memaafkan mereka, ada sepertiga lagi yang gugur dan menjadi para syuhada’ yang paling mulia, dan ada sepertiga lagi yang menang dan selamanya tidak akan gentar (melawan musuh). Mereka (kemudian) mampu menaklukkan Kawasan Qusthonthiniyah.
Ketika mereka sedang membagi harta rampasan perang, dengan menggantungkan pedang-pedang mereka di pohon zaitun, tiba-tiba setan menyerukan bahwa al-Masih (Nabi Isa) telah datang di tempat kalian. (Mendengar seruan itu), mereka pun keluar, padahal seruan itu bohong belaka. Ketika mereka sampai di Negeri Syam, maka dia (si Dajjal) keluar.
Ketika pasukan muslimin sedang bersiap perang, mereka membuat shof-shof saat dikumandangkan sholat, (ketika itu) Isa putra Maryam -shollallohu alaihi wasallam- turun dan menjadi imam mereka. Maka ketika musuh Alloh (Dajjal) melihatnya, ia pun mencair (melemah kekuatannya) sebagaimana mencairnya garam dalam air, Seandainya ia (Nabi Isa) membiarkannya, tentunya ia (Dajjal) akan mencair dan mati dengan sendirinya, tetapi Alloh (berkehendak) membunuhnya dengan tangan Nabi Isa, dan ia memperlihatkan darahnya (Dajjal) yang menempel di tombaknya kepada pasukan muslimin. (HR. Muslim)
[Terjemah hadits Oleh Ustadz Ad-Dariniy di Blognya]
Hadits diatas dan semisalnya jelas2 berbicara tentang Penaklukan Konstantinopel dan jelas2 terdapat Pujian Rasulullah terhadap orang2 yang berperang di Akhir Zaman tatkala menaklukan/membuka Konstatinopel.
Sekali lagi, -dengan asumsi- jika hadits yang antum bawakan itu shahih. Ini hanya untuk jaga2 –sebagai jawaban Alternatif- sebab hampir bisa dipastikan antum akan menolak Pendha’idan dari Syaikh Al-Albani –dalam hal ini hadits yg antum sebutkan- sebagaimana umumnya kalangan Sufi-Asy’ari-Maturidi lainnya...
Oya, satu lagi, jawab yang jujur bagaimana sikap kalangan Maturidiy -yang Muhammad Al-Fatih ini dinisbatkan kepadanya- terhadap hadits Ahad dalam masalah Aqidah? Apa antum ga merasa bahwa hadits riwayat Ahmad, dll yang antum bawakan itu adalah Hadits Ahad? Diterima atau ditolak? Jika ditolak maka hujjah antum telah runtuh dengan sendirinya sebab masalah pengabaran tentang masa depan termasuk perkara Ghaib yang masuk dalam cakupan Aqidah.
@Abul Jauzaa-
Maaf, kalo ada Double Post dari ana. Daritadi ana mau posting komen di Blog antum tapi tersendat terus. Entah karena masalah koneksi inet, html, atau karena komen ana yg kepanjangan...
ass.Seperti maklum diketahui dan dicatat oleh sejarah bahwa Sultan Muhammad al Fatih adalah Asy’ari Maturidi, meyakini bahwa Allah ada tanpa tempat. Dengan demikian hadits ini adalah busyra (berita gembira) bagi seluruh Ahlussunnah, al Asy’ariyyah dan al Maturidiyyah bahwa aqidah mereka sesuai dengan aqidah Rasulullah, maka berbahagialah orang yang senantiasa mengikuti jalan mereka.
BalasHapusBeliau bersama pasukannya termasuk pengikut setia Ahlus Sunnah wal Jamaah madzhab Al Asyari, mencintai kaum sufi, bertawassul, mengikuti tarekat sufi dengan mursyidnya Maulana Syaikh Aqa Syamsuddin, merayakan mawlid nabi, dan tradisi sufi lainnya, sebagaimana diterangkan oleh Syaikh Walid al Sa’id dalam kitabnya Tabyin Dhalalat al Albani Syaikh Al Wahhabiyah al Mutamahdits.
Aqidah al Asy’ariyyah dan al Maturidiyyah adalah aqidah kaum muslimin dari kalangan Salaf dan Khalaf, aqidah para khalifah dan Sultan, seperti sultan Shalahuddin al Ayyubi ra. Sultan Shalahuddin al Ayyubi adalah seorang ‘alim, penganut aqidah Asy’ariyyah dan madzhab Syafi’i, hafal al Qur’an dan kitab at-Tanbih dalam fiqh Syafi’i serta sering menghadiri majlis-majlis ulama hadits.
Beliau memerintahkan agar dikumandangkan aqidah Sunni Asy’ariyyah dari atas menara masjid sebelum shalat Subuh di Mesir, al Hijaz (Makkah dan Madinah), dan di seluruh Negara Syam (Syiria, Yordania, Palestina dan Lebanon). Al Imam Muhammad ibn Hibatillah al Barmaki menyusun untuk Sultan Shalahuddin al Ayyubi sebuah risalah dalam bentuk nazham berisi aqidah Ahlussunnah dan ternyata sultan sangat tertarik dan akhirnya memerintahkan agar aqidah ini diajarkan kepada umat Islam, kecil dan besar, tua dan muda, sehingga akhirnya risalah tersebut dikenal dengan nama al Aqidah ash- Shalahiyyah. Risalah ini di antaranya memuat penegasan bahwa Allah Maha Suci dari benda (jism), sifat-sifat benda dan Maha Suci dari arah dan tempat.
Terima kasih atas komentarnya, walau secara esensi, tidaklah menambah dari apa yang telah ditulis sebelumnya.
BalasHapusAntum cuma mengatakan :
Seperti maklum diketahui dan dicatat oleh sejarah bahwa Sultan Muhammad al Fatih adalah Asy’ari Maturidi, meyakini bahwa Allah ada tanpa tempat
Apakah ini memenuhi apa yang saya minta (tentang kevalidan bukti) ? Bagi saya, kalimat yang antum tulis tidaklah menghilangkan dahaga....
Juga, hadits yang antum tulis tidak bisa dijadikan hujjah (karena lemah). Dan yang melemahkannya bukan hanya Syaikh Al-Albaaniy, tapi juga Syaikh Al-Arna'uth yang dalam hal 'aqidah, punya kecondongan terhadap Asy'ariyyah. So,... komentar antum di atas gugur semenjak antum pertama kali mengatakannya.
Selebihnya, antum hanya bercerita saja tentang pelajaran sejarah. Tidak menukik pada pokok persoalan.
Baarakallaahu fiik.
kenali dulu apa itu aqidah asya'irah yang merupakan aqidah jumhur ulama:
BalasHapushttp://pondoktalaqqi.blogspot.com/2009/12/siapa-golongan-al-syairah.html
sebaiknya, untuk uji validitas, anda kenali dulu 'aqidah salaf, atau 'aqidahnya abul-hasan Al-Asy'ariy. Selain artikel di atas, bisa dibaca-baca artikel :
BalasHapusAl-Imam Abul-Hasan Al-Asy’ariy, Asyaa’irah (Asy’ariyyah), dan Bahasan Pemalsuan Kitab Al-Ibaanah ‘an Ushuulid-Diyaanah.
Abul-Hasan Al-Asy'ariy Bertaubat ke 'Aqidah Asy'ariyyah atau Salafiyyah ?.
Dalam mengupas tentang golongan al-Asya’irah, Ibn Taimiyyah berkata:
BalasHapusوالعلماء أنصار علوم الدين والأشاعرة أنصار أصول الدين – الفتاوى الجزء الرابع
Artinya: “Para ulama adalah pembela ilmu agama dan al-Asya’irah pembela dasar-dasar agama (ushuluddin) - (al-Fataawaa, juzu’ 4)
Dan seandainya al-Imam an-Nawawi, al-‘Asqalani, al-Qurthubi, al-Fakhrurrazi, al-Haithami dan Zakaria al-Anshari dan ulama berwibawa yang lain tidak dikategorikan sebagai Ahlussunnah Wal Jama’ah, lalu siapakah mereka yang termasuk Ahlussunnah Wal Jama’ah?.
Nasihat saya, Anda jangan begitu saja membeo terhadap rekan-rekan Anda. Perkataan itu bukan perkataan Ibnu Taimiyyah, namun beliau hanya menukil saja. Coba Anda baca dari kalimat sebelumnya :
BalasHapusوكذلك رأيت في فتاوى الفقيه أبي محمد فتوى طويلة فيها أشياء حسنة قد سئل بها عن مسائل متعددة قال فيها
.............
Beberapa ulama yang antum sebut (misal : An-Nawawiy dan Al-Qurthubiy) merupakan ulama Ahlus-Sunnah, namun dalam beberapa hal terjatuh dalam kekeliruan Asyaa'irah. Menyelisihi madzhab salaf.
Selama masih dikatakan manusia, maka ia tidaklah ma'shum. Perkataannya dalam diterima atau ditolak, kecuali Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.
namapknya tulisan anda kelihatan ilmiyah namun bagi kaami (warga Warkop Mbah Lalar) tulisan anda tidak ilmiyah dikarenakan: 1. Terjemahan anda salah kaprah 2. Anda tidak menguasai linguistik karakter bahasa arab 3. Anda telah dholim terhadap para ulama dengan menyelewengkan pendapat mereka untk itu silahkan baca bantahan kami (warkop mbah lalar) di http://warkopmbahlalar.com/2011/bergaya-ilmiyah-menfitnah-ilmuwan.html
BalasHapusAnggapan bahwa tulisan saya tidak ilmiah dari Anda bukanlah satu keterkejutan bagi saya. Dengan alasan tidak menguasai gramatikal bahasa Arab lah, ... dst (memangnya Anda menguasai ?).
BalasHapusTerima kasih sudah ditunjukkan linknya. Hanya saja saya pingin tertawa (tanpa harus : he...he...he...), Anda menterjemahkan :
من قال لفظي بالقرأن أو القرأى بلقظى مخلوق فهو جهمي
"Barang siapa yang mengatakan bahwa Aku (Allah) Berkata2 dengan Wujud Al Quran (yang di maksud Al Quran disini adalah mushhaf, artinya Al Quran yang berupa rangkaian huruf itu adalah hakikatnya Kata2 Allah pen) atau Al Quran itu Wujud/tampak/terlihat dengan Kata2ku (Artinya Al Quran itu adalah wujud dari Kata2 Allah), maka dia telah kafir" [selesai kutipan].
Ini namanya penta'wilan yang luar biasa. Namun sayangnya tidak sukses. Di antara hal paling lucu dan menyedihkan dari hal-hal lucu dan menyedihkan yang Anda katakan adalah Anda menterjemahkan :
Man qaa lafdhiy....
dengan : "Barang siapa yang mengatakan bahwa Aku (Allah) Berkata2 dengan Wujud Al Quran (yang di maksud Al Quran disini adalah mushhaf, artinya Al Quran yang berupa rangkaian huruf itu adalah hakikatnya Kata2 Allah pen)....".
Perhatikan kata-kata yang bercetak tebal. Lucu. Itu Imam Asy-Syaafi'iy sedang mengingkari orang yang mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk. Kok perkataan itu dinisbatkan pada Allah. Waduh-waduh... ngawurnya kok ya nemen ya...
Lafdhiy diterjemahkan dengan Aku (Allah) berkata-kata.
Al-Qur'an diterjemahkan jadi wujud Al-Qur'an. Padahal jauh sekali. Kemudian dita'wil dengan : "yang di maksud Al Quran disini adalah mushhaf, artinya Al Quran yang berupa rangkaian huruf itu adalah hakikatnya Kata2 Allah pen". Sekali lagi, jauh sekali.
Al-Qur'an bi-lafdhiy diterjemahkan : 'Al Quran itu Wujud/tampak/terlihat dengan Kata2ku'.
Fahuwa Jahmiy diterjemahkan : 'maka dia telah kafir'. Padahal Jahmiy itu nisbat kepada kelompok Jahmiyyah yang menafikkan sifat-sifat Allah, termasuk menafikkan sifat Kalaam.
Kalau itu memang yang benar menurut Anda, ya monggo saja. Kita semua jadi bisa saling mengukur kemampuan dan pemahaman. Saya tidak memaksa Anda harus setuju dengan saya. Hanya saja saya beri tahu bahwa : Terjemahan Anda itu 'ngaco'. Maaf.
Bagi pembaca, ada artikel lain yang terkait, silakan baca :
Perkataan Para Imam Tentang Kafirnya Orang Yang Mengatakan Al-Qur’an Adalah Makhluk.
Al-Qur'an Adalah Kalamullah, Bukan Makhluk !!.
NB : Yang dimaksud dengan pengkafiran orang yang mengatakan lafadhku dengan Al-Qur'an atau Al-Qur'an dengan lafadhku; tergambar pada perkataan Al-Baihaqiy berikut :
BalasHapusوقد ذكر الشافعي رحمه الله ما دل على أن ما نتلوه في القرآن بألسنتنا ونسمعه بآذاننا ونكتبه في مصاحفنا يسمى كلام الله عز وجل وأن الله عز وجل كلم به عباده بأن أرسل به رسوله صلى الله عليه وسلم
“Dan telah disebutkan oleh Asy-Syafi’iy rahimahullah keterangan yang menunjukkannya bahwa apa yang kita baca di dalam Al-Qur’an dengan lisan-lisan kita, kita dengar melalui telinga-telinga kita, dan kita tulis di dalam mushhaf-mushhaf kita; semua itu dinamakan Kalamullah ‘azza wa jalla (bukan makhluk – Abul-Jauzaa’). Dan bahwa Allah ‘azza wa jalla telah berbicara dengannya kepada hamba-hamba-Nya melalui pengutusan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Al-I’tiqaad wal-Hidaayah ilaa Sabiilir-Rasyaad oleh Al-Baihaqiy, hal. 108, tahqiq : Ahmad bin ‘Ishaam Al-Kaatib, Daarul-Aafaaq, Cet. Thn. 1401, Beirut].
Maksudnya, barangsiapa yang mengatakan Al-Qur'an yang kita baca (dengan lafadh kita) itu makhluk, maka ia seorang Jahmiy. Dan Jahmiy adalah kafir.
Kalau saya boleh usul sama Ust. Aqil, biar segala uneg-uneg antum bisa tersalurkan dengan indah dan bermanfaat bagi pembaca...cobalah samakan dulu frekuensi bahasan.
BalasHapussaya lihat, Ust. Abul Jauza membuka dengan nukilan dari Ulama Salaf yakni Imam Syafi'i kemudian sampai pada era Imam Al-Bayjuri, bahasan yang diangkat adalah pemahaman Al-Bayjuri yang jauh dari pemahaman Imam Syafi'i tetapi malah mendekati Jahmiyah dan itu nampak jelas dan terang seperti terangnya matahari.
Singkatnya, kalau Ust. Aqil ingin membela pemahaman Imam Al-Bayjuri maka silahkan dibawakan PERNYATAAN dari Ulama SALAF juga yang mendukung pemahaman Imam Al-Bayjuri, (Ulama Salafush Sholeh boleh, Ulama Salaf JAHMIYAH juga boleh) biar sama Salaf nya.
Gitu aja Pak Ustadz, bisa dipahami ya?
Ustadz, apakah benar Imam Abu Hanifah menyatakan dalam Kitab al-Fiqh al-Akbar bahwa lafadz dari membaca Qur'an adalah makhluq?
BalasHapusيقول الإمام أبوحنيفة -رحمه الله تعالى-كما في كتابه الفقه الأكبر : (والقرآن كلام الله في المصاحف مكتوب، وفي القلوب محفوظ ، وعلى الألسن مقروء، وعلى النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ منزل، ولفظنا بالقرآن مخلوق
Mohon penjelasannya
Ya. Tapi bacalah kalimat sebelumnya. Walau perkataan Abu Haniifah ini ada persamaan redaksi dengan perkataan Ahlul-Bida'; namun hakekatnya berbeda.
BalasHapusDebatnya sangat-sangat tidak penting!!! Bila Ilmu Kalam itu bid'ah, maka membantahnya dengan ilmu kalam lain juga bid'ah. Tau gak hikmah Islam diturunkan pertama kali kepada orang Arab? Hikmahnya karena orang Arab itu lugu2, manut2,simpel, dan apa adanya, maka Islam diterima dengan mudah dan simpel juga. Beda dengan Bani Israel yang ngeyelan, tidak cepet puas dan punya pemikiran yang nyleneh2. Nah Islam yang mulanya mudah dipahami ini akhirnya menjadi susah karena umatnya sendiri yang terjangkit virus Bani Israel. Uniknya, ulama2 Ahlussunah rahimahullah yang ingin membantah pemikiran nyleneh ini malah ikut2n terjebak ilmu kalam juga. Abul Hasan Al-Asy'ari kan niatnya membantah muktazilah, tapi menggunakan ilmu kalam juga, trus ilmu kalam Al-Asy'ari ini terdapat kelemahan2 yang akhirnya menjadi kontroversi dan menjadi celah untuk orang2 yang berbeda paham dengannya. Pihak2 yang menentang Al-Asy'ari seperti salafy, ini akhirnya membongkar kelemahan2 itu, tapi membantahnya dengan ilmu kalam juga. Saran saya STOP ILMU KALAM SEKARANG JUGA. Sebab kalau anda membantah ilmu kalam dengan ilmu kalam lain, maka nasib anda akan seperti Abul Hasan, ada cacat sedikit, lalu ditentang lagi. Jadinya gak akan habis2, mendebatkan hal ini hanya akan sia2, kalo mau mendebat ilmu kalam, maka kembalikan kepada gaya sahabat dalam menerima Islam. KAMI DENGAR DAN KAMI TAATI. Al-Quran bukan makhluk tapi kalam Allah dan STOP sampai di situ, tidak usah dilanjutkan. Mengenai istilah2 betis, tangan Allah dll, kembali ke sikap para sahabat. KAMI DENGAR DAN KAMI TAATI, tidak usah ditakwilkan macem2, bukankah Islam itu mudah?
BalasHapusAssalamu'alaikum.
BalasHapusWahai Abul Jauzaa, saya adalah orang awam. Namun saya berbahagia sekali berjalan di manhaj salaf. Saya melihat blog Anda sejak beberapa bulan lalu.
Wahai Abul Jauzaa, terserah jika Anda tak mau dipanggil ustadz atau sejenisnya, tetapi bagi saya Anda adalah guru. Sungguh, lama sekali kami orang awam menanti sosok yang betul-betul berakhlak baik dan berilmu seperti Anda ini. Kami seluruhnya sangat butuh teladan yang baik dan itu sangat susah kami peroleh di dunia saat ini. Saya sangat bangga kepada Anda, wahai Saudaraku.
Sesungguhnya saya ingin mengomentari beberapa komentar Anda, salah satunya:
"Anggapan bahwa tulisan saya tidak ilmiah dari Anda bukanlah satu keterkejutan bagi saya. Dengan alasan tidak menguasai gramatikal bahasa Arab lah, ... dst (memangnya Anda menguasai ?).
Terima kasih sudah ditunjukkan linknya. Hanya saja saya pingin tertawa (tanpa harus : he...he...he...), Anda menterjemahkan :
من قال لفظي بالقرأن أو القرأى بلقظى مخلوق فهو جهمي
"Barang siapa yang mengatakan bahwa Aku (Allah) Berkata2 dengan Wujud Al Quran (yang di maksud Al Quran disini adalah mushhaf, artinya Al Quran yang berupa rangkaian huruf itu adalah hakikatnya Kata2 Allah pen) atau Al Quran itu Wujud/tampak/terlihat dengan Kata2ku (Artinya Al Quran itu adalah wujud dari Kata2 Allah), maka dia telah kafir" [selesai kutipan].
Ini namanya penta'wilan yang luar biasa. Namun sayangnya tidak sukses. Di antara hal paling lucu dan menyedihkan dari hal-hal lucu dan menyedihkan yang Anda katakan adalah Anda menterjemahkan :
Man qaa lafdhiy....
dengan : "Barang siapa yang mengatakan bahwa Aku (Allah) Berkata2 dengan Wujud Al Quran (yang di maksud Al Quran disini adalah mushhaf, artinya Al Quran yang berupa rangkaian huruf itu adalah hakikatnya Kata2 Allah pen)....".
Perhatikan kata-kata yang bercetak tebal. Lucu. Itu Imam Asy-Syaafi'iy sedang mengingkari orang yang mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk. Kok perkataan itu dinisbatkan pada Allah. Waduh-waduh... ngawurnya kok ya nemen ya...
Lafdhiy diterjemahkan dengan Aku (Allah) berkata-kata.
Al-Qur'an diterjemahkan jadi wujud Al-Qur'an. Padahal jauh sekali. Kemudian dita'wil dengan : "yang di maksud Al Quran disini adalah mushhaf, artinya Al Quran yang berupa rangkaian huruf itu adalah hakikatnya Kata2 Allah pen". Sekali lagi, jauh sekali.
Al-Qur'an bi-lafdhiy diterjemahkan : 'Al Quran itu Wujud/tampak/terlihat dengan Kata2ku'.
Fahuwa Jahmiy diterjemahkan : 'maka dia telah kafir'. Padahal Jahmiy itu nisbat kepada kelompok Jahmiyyah yang menafikkan sifat-sifat Allah, termasuk menafikkan sifat Kalaam.
Kalau itu memang yang benar menurut Anda, ya monggo saja. Kita semua jadi bisa saling mengukur kemampuan dan pemahaman. Saya tidak memaksa Anda harus setuju dengan saya. Hanya saja saya beri tahu bahwa : Terjemahan Anda itu 'ngaco'. Maaf.
"
Buat saya, itulah pengajaran langsung yang sungguh-sungguh nyata, Ustadz. Nyata sekali dan keren. Benar-benar teladan keberanian. Saya senang sekali dengan gaya, jawaban, dan bahasa yang ustadz gunakan. Saya sangat menantikan kehadiran "yang benar dibilang benar yang salah dibilang salah" sejak lama. Dan itu hanya saya temukan paling banyak di orang-orang yang bermanhaj salaf, sungguh. Dan Andalah (sementara ini) salah satu yang paling saya kagumi. Terima kasih, Ustadz. Ustadz telah memberikan pendidikan kepada kami melalui komentar ustadz.
Benar ustadz, saya simpan halaman-halaman blog ini dan yang pertama saya baca malah komentar-komentarnya. Pertama saya memang suka melihat kegiatan melawan kebatilan. Kedua saya senang sekali kalau yang melawan itu orang yang jujur.
Semoga ustadz selalu diberi Allah kekuatan dan kesempatan menulis. Semoga ustadz selalu diberi hidayah oleh Allah agar tidak jadi orang yang berakhlak buruk (ujub, riya', ta'ashub, takabbur, dsb.). Semoga Allah mengganjar ustadz dengan surga. Amin.
Wassalam,
Ade Malsasa Akbar
Jika ada yang mengatakan bahwa Sultan Muhammad al-Fatih (Mehmed II) itu mengadopsi paham Asy'ariyyah, MUNGKIN sumber rujukannya adalah:
BalasHapusPertama
Film kolosal bikinan orang Turki yaitu "Mehmet II" yang didalam film itu ada adegan ciuman seorang Mujahid dengan wanita yang belum dinikahinya, bahkan si wanita sampai dihamilinya. Hati-hati mas, film ini banyak menghinakan Islam secara langsung.
Di film itu digambarkan bahwa pasukan Sultan Mehmet II sangat ketakutan ketika melawan pasukan Konstantinopel, bahkan mereka ingin memberontak pada Sultan Mehmet II. Padahal Rasul mengatakan bahwa mereka adalah "...sebaik-baik pasukan"
Kedua
Atau mungkin Wikipedia, atau buku-buku sejarah yang ditulis orang-orang Asy'ariyyah secara umum (sebagai thesis atau makalah skripsi mereka) yang sama sekali tak memiliki validitas informasi. Maka kami berlepas diri dari Taklidisme semacam ini.
Atau mungkin juga merujuk pada Turki Utsmani era Mutaakhir (era-era kemunduran) yang mana mereka memang berpaham Asy'ariyyah, bahkan didalam susunan pemerintahannya pun mempekerjakan banyak pemikir-pemikir kafir & filosof.
BalasHapusYang pada akhirnya seorang filosof juga lah yang menjatuhkan Turki Utsmani - Mustafa Kemal, seorang sekuleris.
Assalamualaikum,
BalasHapusAsy'ariah disamakan sama jahmiyah, sama sekali tidak tepat, apalagi dalam komen dikatakan bahwa mengikuti mazhab asy'ari adalah haram.
Ulama2 asy'ariah banyak menulis buku atau risalah yg menerangkan kebatilan jahmiyah. Sunny asy'ary , maturidi ataupun hanbali jelas2 menolak mengatakan atau menganggap bahwa qur'an itu makhluk.
keberadaan ahli kalam asy'ariy maupun maturidi telah berjasa menyelamatkan akidah umat islam dari faham mu'tazilah dan lai2 yg merajalela, sehingga kita selamat sekarang. Meskipun sikap hanbali juga benar dengan tidak membahas hal2 yg tidak diperintahkan untuk membahasnya seperti masalah khalqul quran dan lain2, tapi pada masa itu sunny memerlukan ahli kalam yg berfikir dan mampu membantah kerusakan akidah mu'tazilah dll.
Untuk masa dimana tidak ada bahaya aliran2 semacam mu'tazilah, yg baik adalah tidak membahas hal2 yg tidak diperintahkan, tidak perlu dibahas misalnya mengenai sifat2 allah, istiwa' dan lain2. serahkan semua maksud dan kebenaranya kepada allah. kita harus iman kepada keberadaan tuhan yang sempurna, yg laisa kamitslihi syaiun, terserah sifatnya ada 20 atau 200 atau dua ratus tigapuluh satu, itu tidak penting.
Kegiatan kalam oleh para ulama asy'ariyah, maturidyah itu diperlukan pada masanya. dan terbukti kita selamat sekarang dari kesesatan mu'tazilah dll. Kalau engatakan mazhab itu haram, itu sangat sangat tidak tepat. Igat uhammad al fatih dan pasukannya itu orag sunni syafi'y , maturidy asy'ary. dan dikatkan nabi sebagai sebaik2 pasukan dan pemimpinnya.
Yang tidak tepat dan justru sesat adalah apabila kita Ber-islam dengan gaya KHWARIJ. Merasa paling benar, lalu mengkafirkan ulama2 yg baik.
Wallahu A'lam, semoga kita dieri hidayah dan kelurusan iman.
Dari berbagai perdebatan tersebut diatas,saya dapat memahami bahwa Sdr.Aris Munandar jauh lebik baik, jauh lebih Alim, keluasan ilmunya sangat terasa,penguasaan tasawwufnya nampak jelas dalam bahasa perkataannya, mungkin dia ahli wara dan zuhud,
BalasHapuskepada Admin Al-Jauza dkk.nya, jagalah perkataan anda, pikirkan dulu sebelum berkata, pastikan hatimu bersih,sanad ilmu dan gurumu jelas atau tidak, sy yakin bahwa Al-Jauza dkk.nya Bukanlah penganut Kaum Syafi'iyah, hanya saja anda menukil nama Imam Madzhabku guna membantu melariskan pemahaman/ aliran mu... bahkan banyak sekali orang2 sejenismu yang menukil2 dalil dari imam Ahlussunah (Spt. yang disebutkan olh sdr. Aris Munandar), melilah milih dalil2 yang cocok saja dg paham kalian, kiranya jangan lah berdusta atas nama Ulama,
bedanya orang dulu sama sekanrang :
orang dulu mengingkari nabinya, dan orang sekarang mengingkari Ulamanya,..
YUK, WALAU KITA BERBEDA PAHAM, KITA ADALAH SAUDARA,IBARAT KITA BERANGKAT DARI JOGJA KE JAKARTA,KAN ADA BANYAK JALAN DAN CARA, DARI JALAN, KITA BISA LEWAT JALUR PANTURA, JALUR SELATAN ATAU JALUR TENGAH, KEMUDIAN CARA DISA DENGAN MENGGUNAKAN KENDARAAN (KENDARAAN PUN DAPAT BERBEDA2),KITA ANALOGIKAN
JALAN ADALAH TORIQOH DAN MOBIL DAN ATAU SUPIRNYA ADALAH IMAM,.. INTINYA ASAL DAN TUJUAN KITA SAMA, NAMUN HANYA METODE YANG DIGUNAKAN BERBEDA,
Yuk, kita rapatkan balisan, hilangkan perdebatan2 yang meruntuhkan persatuan dan kesatuan umat.
Bukti Sulta Muhammad Al Fatih adalah pengikut Asy´ariyyah/Maturidiyyah banyak.
BalasHapusDiantaranya ketika beliau membuka Konstantinopel, beliau mencari makam Sahabat Rasulullah SAW yaitu Abu Ayub Al Anshari ra. Beliau menemukannya kemudian membangun bangunan sehingga makam tertutup dari hujan dan matahari untuk kenyamanan peziarah. Beliau juga membangun mesjid di sebelahnya untuk tempat sholat peziarah.
berbeda dengan raja Saudi, ketika menguasai Hejaz, juga mencari makam shahabat, kemudian menghancurkan bangunan dan mesjid di dekatnya, sehingga menyusahkan peziarah untuk mengunjunginya
Para wahaboy ini gok goblok goblok
BalasHapus