Saya merasa tertarik untuk menuliskan bahasan ini karena masih ada ‘kaitannya’ dengan kritik riwayat Maalik Ad-Daar dalam 3 tulisan saya sebelumnya. Selain ingin menjelaskan kelemahan riwayat, sekaligus saya ingin mengungkapkan ketidakvalidan penilaian riwayat yang dilakukan oleh pemilik blog : secondprince.worpress.com.
Perlu diketahui bahwa riwayat sababun-nuzuul yang dibawakan oleh Adl-Dlahhak dari Ibnu ‘Abbas merupakan riwayat yang ‘paling kuat’ di antara riwayat yang ada yang menjelaskan bahwa QS. Al-Maaidah ayat 55 turun kepada ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu. Dan tulisan ini merupakan kritik yang khusus tertuju pada jalan riwayat ini. Adapun riwayat-riwayat yang lain, maka kualitasnya adalah dla’if, dla’if jiddan, bahkan maudlu’ yang mungkin diperlukan lembar lain untuk menjelaskannya. Semoga satu saat Allah memberikan kemudahan untuknya.
Tulisan ini merupakan kritik terhadap artikel yang beralamat di : http://secondprince.wordpress.com/2008/04/20/ayat-al-wilayah-al-maidah-55-turun-untuk-imam-ali/ . Semoga apa yang saya tulis dapat bermanfaat sekaligus merupakan saham kecil dalam menjawab sebagian syubhat kalangan Syi’ah.
Secondprince mengatakan :
Hadis Shahih Dalam Tafsir Ibnu Katsir
Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir jilid 5 hal 266 Al Maidah ayat 55 diriwayatkan dari Ibnu Mardawaih dari Sufyan Ats Tsauri dari Abi Sinan dari Dhahhak bin Mazahim dari Ibnu Abbas yang berkata
“ketika Ali memberikan cincinnya kepada peminta-minta selagi Ia Ruku’ maka turunlah ayat “Sesungguhnya Waliy kamu hanyalah Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka Ruku’.”(Al Maidah 55).
Hadis ini diriwayatkan oleh perawi-perawi yang dikenal tsiqah. Walaupun begitu Ibnu Katsir mencacatkan hadis ini karena menurutnya Ad Dhahhak tidak bertemu dengan Ibnu Abbas jadi hadis tersebut Munqathi(terputus sanadnya).
Menurut kami pernyataan Ibnu Katsir tersebut keliru, Ad Dhahhak mendengar dari Ibnu Abbas. Berikut adalah sedikit analisis mengenai sanad Ad Dhahhhak dari Ibnu Abbas.
Saya katakan : Ibnu Katsir membawakan riwayat tersebut dalam Tafsir-nya sebagai berikut :
ورواه ابن مَرْدُويه، من طريق سفيان الثوري، عن أبي سِنان، عن الضحاك، عن ابن عباس قال: كان علي بن أبي طالب قائمًا يصلي، فمر سائل وهو راكع، فأعطاه خاتمه، فنزلت: { إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ } الآية.
الضحاك لم يلق ابن عباس.
“Ibnu Marduuyah (= Ibnu Mardawaih) meriwayatkan dari jalan Sufyan Ats-Tsauriy, dari Ibnu Siinaan, dari Adl-Dlahhaak, dari Ibnu ‘Abbas ia berkata : ‘Ketika ‘Ali bin Abi THaalib berdiri menunaikan shalat, melintaslah seorang pengemis yang ketika itu ‘Ali dalam keadaan rukuk. Maka ‘Ali memberikan cincinnya, yang dengan itu turunlah ayat : “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah dan Rasul-Nya” (QS. Al-Maaidah : 55)”. Ibnu Katsir berkata : “Adl-Dlahhaak tidak bertemu dengan Ibnu ‘Abbaas” [Tafsir Ibni Katsiir 5/266, tahqiq : Mushthafa Sayyid Muhammad, Muhammad Sayyid Rasyaad, dll.; Muassasah Qurthubah, Cet. 1/1421].
Atsar tersebut juga disebutkan (tanpa sanad) oleh As-Suyuthi rahimahullah dalam Ad-Durrul-Mantsuur juz 5 hal. 362, tahqiq : Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy; Markaz lil-Buhuuts wad-Dirasaat Al-‘Arabiyyah wal-Islamiyyah, Cet. 1/1424.
Para perawi riwayat ini adalah tsiqaat, walaupun tidak dalam satu kedudukan yang sama. Namun pernyataan bahwasannya perawi riwayat ini tsiqaat tidaklah selalu berkonsekuensi bahwa hadits tersebut shahih. Pernyataan ulama hadits : rijaaluhu tsiqaat (sebagaimana sering dikemukakan Al-Haitsami rahimahullah dalam Al-Majma’) hanyalah pernyataan tentang status perawi saja. Pernyataan ini tidak mencakup persyaratan ittishal (kebersambungan sanad) serta ketiadaan syudzuudz dan ‘illat [lihat Taisiru Mushthalahil-Hadiits fii Suaal wa Jawaab oleh Asy-Syaikh Mushthafa bin Al-‘Adawiy, hal. 12-13; Maktabah Al-Haramain, Cet. 2/1410].
Ibnu Katsir telah melemahkan riwayat ini dengan sebab adanya inqitha’ (keterputusan) antara Adl-Dlahhaak dan Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma. Dan ini benar, yang insyaAllah akan dibahas pada uraian di bawah.
Secondprince mengatakan :
Ad Dhahhak bertemu dengan Ibnu Abbas
Dalam kitab As Saghir Al Bukhari dan Tarikh Al Kabir jilid 4 hal 332 Bukhari menyatakan bahwa Ad Dhahhak meninggal tahun 102 H, ada yang mengatakan tahun 105 H dan usianya telah mencapai 80 tahun. Sedangkan Ibnu Abbas meninggal tahun 68 H atau 70 H sebagaimana yang dikatakan Al Bukhari dalamTarikh Al Kabir jilid 5 hal 3. Hal ini menunjukkan bahwa Ad Dhahhak lahir tahun 22 H atau 25 H sehingga beliau satu masa dengan Ibnu Abbas dan ketika Ibnu Abbas meninggal usia Ad Dhahhak mencapai lebih kurang 45 tahun. Adanya kemungkinan bertemu dan satu masa ini sudah cukup untuk menyatakan bahwa sanad Ad Dhahhak dari Ibnu Abbas adalah bersambung(muttasil) dan tidak terputus(munqathi). Persyaratan ketersambungan sanad dengan dasar perawi-perawi tsiqah tersebut dalam satu masa adalah kriteria yang ditetapkan Imam Muslim dalam kitab hadisnya Shahih Muslim. Maka berdasarkan Syarat Imam Muslim, Adh Dhahhak yang tsiqah satu masa dengan Ibnu Abbas maka sanad Adh Dhahhak dari Ibnu Abbas adalah bersambung atau muttasil..
Ini adalah salah satu kecerobohan pemilik paragraf kalimat di atas dalam menentukan kebersambungan sanad. Persyaratan Al-Imam Muslim satu masa ini berlaku selama tidak ada pernyataan para ulama al-jarh wat-ta’dil yang menyatakan adanya keterputusan sanad. Namun hal itu menjadi gugur apabila telah dinyatakan dengan tegas oleh para imam al-jarh wat-ta’dil yang terpercaya adanya keterputusan sanad antara dua orang perawi dalam riwayat. Contoh yang seperti ini banyak, dan akan saya ambilkan dari beberapa contoh yang telah saya sebutkan dalam artikel Kelemahan Riwayat Maalik Ad-Daar - Dialog Bagian II:
1. Riwayat ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziz dari ‘Uqbah bin ‘Aamir.
حدثنا محمد بن الصباح أنبأنا عبد العزيز بن محمد عن صالح بن محمد بن زائدة عن عمر بن عبد العزيز عن عقبة بن عامر الجهني قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم رحم الله حارس الحرس
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ash-Shabbaah, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziz bin Muhammad, dari Shaalih bin Zaaidah, dari ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari ‘Uqbah bin ‘Aamir Al-Juhanniy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Semoga Allah merahmati orang yang menjaga pasukan”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Majah no. 2769. Perhatikan sanad yang saya garis bawah. ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziz dan ‘Uqbah bin ‘Aamir adalah semasa. Berdasarkan riwayat ini, benar jika dikatakan bahwa ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziz meriwayatkan hadits dari ‘Uqbah. Namun ternyata para ahli hadits melemahkan riwayat ini dikarenakan ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziz tidak pernah mendengar (simaa’) dari ‘Uqbah. Ia (‘Umar) tidak pernah bertemu dengannya. Al-Haafidh Al-‘Uqailiy berkata :
ولم يسمع عمر من عقبة
“Dan ‘Umar tidak pernah mendengar dari ‘Uqbah”.
Begitu pula Al-Haafidh Al-Mizziy yang mengatakan : “Umar tidak pernah bertemu dengan ‘Uqbah” [lihat Taisiru Mushthalahil-Hadiits karya Dr. Mahmud Ath-Thahhaan, hal. 66 – Cet. Thn. 1415].
2. Riwayat Ibraahiim bin Jarir bin ‘Abdillah Al-Bajaliy dari ayahnya (Jariir bin ‘Abdillah Al-Bajaliy).
Yahya bin Ma’in dan Abu Zur’ah berkata : “Ia tidak mendengar apapun dari bapaknya”. [Jaami’ut-Tahshiil fii Ahkaamil-Maraasiil oleh Al-Haafidh Shalaahuddin Abu Sa’iid bin Khaliil Al-‘Alaaiy, hal. 139 no. 3, tahqiq : Hamdiy bin ‘Abdil-Majiid As-Salafiy, ‘Aalamul-Kutub, Cet. 2/1407].
Tentu saja antara harus dikatakan bahwa antara bapak dan anak adalah semasa.
3. Riwayat ‘Atha’ bin Abi Rabbah dari Ibnu ‘Umar, Abu Sa’id Al-Khudriy, Zaid bin Khaalid, Ummu Salamah, Ummu Haniy, dan Ummu Kurz’.
Berkata Ibnul-Madiniy : “Abu ‘Abdillah (‘Atha’) melihat Ibnu ‘Umar namun ia tidak mendengar dari haditsnya, dan ia melihat Abu Sa’id Al-Khudriy sedang thawaf di Ka’bah namun ia tidak mendengar darinya; dan ia tidak mendengar dari Zaid bin Khaalid, dan tidak pula dari Ummu Salamah, Ummu Hani’, dan Ummu Kurz” [Tahdziibut-Tahdziib, 3/103 – biografi ‘Atha’ bin Abi Rabbah].
Dari perkataan Ibnul-Madiniy di atas dapat dipahami bahwa ‘Atha’ adalah semasa dengan Ibnu ‘Umar, Abu Sa’id, dan yang lainnya.
Dari tiga contoh di atas, persyaratan semasa yang disebutkan Al-Imam Muslim tidak dapat diberlakukan jika telah ada pernyataan tegas dari para imam bahwa si Fulan tidak pernah bertemu atau mendengar hadits dari si Fulan. Lantas, bagaimana dengan riwayat Adl-Dlahhaak dari Ibnu ‘Abbas ? Para imam telah menegaskan adanya inqitha’ antara Adl-Dlahhaak dengan Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma. Penjelasannya akan datang kemudian, insya Allah.
Catatan kecil :
Perkataan @secondprince : Adh Dhahhak yang tsiqah , saya kira perlu dirinci.
Haditsnya termasuk katagori pertengahan. Ditsiqahkan oleh Ahmad, Ibnu Ma’in, dan Abu Zur’ah; namun dilemahkan oleh Yahya bin Sa’iid Al-Qaththaan [lihat Mizaanul-I’tidaal oleh Adz-Dzahabi, 2/326, tahqiq : ‘Ali Muhammad Al-Bukhariy; Daarul-Ma’rifah]. Ibnu Hajar membuat satu kesimpulan terhadap diri Adl-Dlahhaak : “Shaduuq, banyak meng-irsal-kan hadits (صدوق كثير الإرسال)” [Taqriibut-Tahdziib hal. 459 no. 2995, tahqiq : Abul-Asybaal Shaghiir Ahmad Al-Baakistaniy, taqdim : Bakr Abu Zaid; Daarul-‘Aashamah]. Adz-Dzahabi berkata : { وقيل: كان يدلس} “Dikatakan : ‘Ia telah melakukan tadlis’ [Siyaru A’laamin-Nubalaa’ 4/599; Muassasah Ar-Risaalah, Cet. 9/1413]
Secondprince mengatakan :
Alasan Ulama Menyatakan Inqitha’ Sanad Adh Dhahhak Dari Ibnu Abbas
Lantas Mengapa ada ulama seperti Ibnu Katsir menyatakan bahwa sanad Ad Dhahhak dari Ibnu Abbas adalah terputus atau munqathi?. Hal ini dikarenakan adanya riwayat dalam Kitab Jarh Wat Ta’dil Ibnu Abi Hatim jilid 4 no 2024 dari Abdul Malik bin Abi Maysarah yang berkata Ia pernah bertanya kepada Adh Dhahhak“Apakah kamu mendengar sesuatu dari Ibnu Abbas?”. Adh Dhahhak menjawabnya tidak. Abdul Malik kemudian bertanya “Jadi dari mana kamu ambil cerita yang kamu katakan dari Ibnu Abbas?”. Adh Dhahhak menjawab “dari fulan dan fulan”.
Sebelum menjawab pernyataan di atas, maka akan saya tampilkan perkataan Adz-Dzahabi rahimahullah :
حدث عن ابن عباس، وأبي سعيد الخدري، وابن عمر، وأنس بن مالك، وعن الاسود، وسعيد بن جبير، وعطاء، وطاووس، وطائفة.
وبعضهم يقول: لم يلق ابن عباس.
فالله أعلم
“Telah menceritakan hadits dari Ibnu ‘Abas, Abu Sa’id Al-Khudriy, Ibnu ‘Umar, Anas bin Malik, Al-Aswad, Sa’id bin Jubair, ‘Atha’, Thaawuus, dan yang lainnya. Sebagian ulama berkata : “Ia tidak pernah bertemu dengan Ibnu ‘Abbas”. Allaahu a’lam” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’ 4/599].
Dari perkataan Adz-Dzahabi tersirat satu pemahaman bahwa ada dua pendapat yang ternukil mengenai periwayatan Adl-Dlahhaak dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma. Ada yang mengatakan bertemu dan menerima hadits darinya, serta yang lain mengatakan tidak pernah bertemu dan tidak pernah menerima hadits darinya. Oleh karena itu kita perlu melihat beberapa qarinah yang ada sehingga kita bisa menentukan mana yang lebih benar dari dua hal tersebut.
Perlu dicatat di sini bahwa ketika Adz-Dzahabi mengisyaratkan bahwa Adl-Dlahhaak bertemu dengan Ibnu ‘Abbas dan menceritakan hadits darinya, beliau tidak membawakan perkataan ulama mutaqaddimiin sebagai dasar. Yang ada adalah sebaliknya, Adz-Dzahabi malah membawakan beberapa perkataan para ulama mutaqaddimiin yang menafikkan pertemuan Adl-Dlahhaak dengan Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma.
Adz-Dzahabi berkata :
وروى شعبة عن مشاش، قال: سألت الضحاك: هل لقيت ابن عباس ؟ فقال: لا.
“Syu’bah meriwayatkan dari Masyaasy, ia berkata : ‘Aku bertanya kepada Adl-Dlahhaak : Apakah engkau pernah bertemu dengan Ibnu ‘Abbas ?’. Ia menjawab : ‘Tidak’.
وروى شعبة عن عبدالملك بن ميسرة، قال: لم يلق الضحاك ابن عباس، إنما لقي سعيد بن جبير بالري فأخذ عنه التفسير
“Syu’bah meriwayatkan dari ‘Abdul-Malik bin Maisarah, ia berkata : “Adl-Dlahhaak tidak pernah bertemu dengan Ibnu ‘Abbas. Ia hanya bertemu dengan Sa’id bin Jubair dan mengambil tafsir darinya” [As-Siyaar 4/599].
Akan saya tambah beberapa (= tidak semua) perkataan ulama al-jarh wat-ta’dil selain yang telah disebutkan oleh @secondprince :
Al-Atsram berkata :
سمعت أحمد بن حنبل يسئل الضحاك لقي ابن عباس ؟ قال : ما علمت ، قيل : فمن سمع التفسير ؟ قال : يقولون سمعه من سعيد بن جبير
“Aku pernah mendengar Ahmad bin Hanbal ditanya apakah Adl-Dlahhak bertemu dengan Ibnu ‘Abbas ?’. Beliau menjawab : ‘Aku tidak tahu’. Dikatakan : ‘Lantas, dari siapa ia mendengar tafsir (Ibnu ‘Abbas) ?’. Beliau menjawab : ‘Mereka (para ulama) berkata : Ia mendengar dari Sa’id bin Jubair” [Jaami’ut-Tahshiil fii Ahkaamil-Maraasiil oleh Al-Haafidh Shalaahuddin Abu Sa’iid bin Khaliil Al-‘Alaaiy, hal. 200].
Ad-Daaruquthni berkata mengenai Adl-Dlahhaak bin Muzaahim rahimahumallaah :
ثقة لم يسمع من ابن عباس شيئًا
“Tsiqah, tidak pernah mendengar hadits/riwayat sedikitpun dari Ibnu ‘Abbas” [Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil oleh As-Sayyid An-Nuuriy, Hasan ‘Abdul-Mun’im Syalbiy, dll., 1/405; ‘Alaamul-Kutub, Cet. 1/1412].
Al-Bardza’iy pernah berkata bahwa Abu Zur’ah pernah berkata padanya ketika ia (Abu Zur’ah) mengomentari satu riwayat dari Adl-Dlahhaak yang berisi sanjungannya terhadap (rumah) Ibnu ‘Abbas yang penuh keutamaan :
إن كان رأى بيت ابن عباس !!، يعني أنه لم يلقه، ولذلك عندنا كما قال أبو زرعة
“Jika saja ia pernah melihat rumah Ibnu ‘Abbas !!”. (Al-Bardza’iy berkata : ) “Yaitu ia tidak pernah bertemu dengan Ibnu ‘Abbas. Oleh karena itu menurut kami keadaannya adalah seperti yang dikatakan Abu Zur’ah” [Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil 1/405].
Ibnu Abi Haatim berkata :
ثنا عبد الرحمن قال سئل أبو زرعة عن الضحاك بن مزاحم فقال كوفى ثقة، ولم يسمع من ابن عباس
“Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman, ia berkata : Abu Zur’ah pernah ditanya perihal Adl-Dlahhaak bin Muzaahim, maka ia menjawab : “Orang Kuffah, tsiqah, dan ia tidak mendengar hadits/riwayat dari Ibnu ‘Abbas” [Al-Jarh Wat-Ta’dil, 4/459 no. 2024].
نا عبد الرحمن ثنا صالح ابن احمد [ بن حنبل] قال نا على [ يعنى] ابن المدينى قال. سمعت يحيى بن سعيد يقول: كان شعبة ينكر أن يكون الضحاك ابن مزاحم لقى ابن عباس
“Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdurrahman : Telah menceritakan kepada kami Shaalih bin Ahmad (bin Hanbal) ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ali bin Al-Madiniy ia berkata : Aku mendengar Yahya bin Sa’id berkata : Bahwasannya Syu’bah mengingkari bahwa Adl-Dlahhaak bertemu dengan Ibnu ‘Abbas” [Al-Jarh wat-Ta’diil 4/458 no. 2024].
Ibnu Hibban berkata :
ومن زعم أنه لقي بن عباس فقد وهم
“Barangsiapa yang mengatakan bahwasannya Adl-Dlahhaak bertemu Ibnu ‘Abbas, maka ia telah keliru” [Tahdziibut-Tahdziib 4/454; Daairatul-Ma’aarif, Cet. 1/1326, India].
Silakan lihat dan periksa !! Banyak ulama mutaqaddimiin yang menafikkan pertemuan Adl-Dlahhaak dengan Ibnu ‘Abbas. Jadi, penafikkan pertemuan Adl-Dlahhaak bin Muzaahim dengan Ibnu ‘Abbas merupakan perkataan jama’ah imam jarh wa ta’dil. Ini cukup kuat untuk menegaskan inqitha’ periwayatan Adl-Dlahhaak dari Ibnu ‘Abbas. Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan bahwasannya ia bertemu dan menerima hadits dari Ibnu ‘Abbas adalah lemah. Adz-Dzahabi sendiri mengisyaratkan kesetujuannya – walau tidak secara langsung – tidak bertemunya Adl-Dlahhaak dengan Ibnu ‘Abbas dengan membawakan perkataan ulama mutaqaddimiin tersebut.
Mungkin, pendapat yang ditunjukkan oleh Adz-Dzahabi bahwa Adl-Dlahhaak bertemu dengan Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma merupakan perkataan sebagian ulama yang bersandar pada riwayat Abu Janaab Al-Kalbiy. Padahal riwayat ini adalah lemah, sebagaimana akan dituliskan keterangannya.
Secondprince mengatakan :
Kritik Terhadap Inqitha’ Sanad Ad Dhahhak Dari Ibnu Abbas
Alasan tersebut tetap saja tidak menafikan bersambungnya sanad Adh Dhahhak dari Ibnu Abbas dengan pertimbangan.
- Hal ini karena terdapat riwayat yang lain, justru menyatakan bahwa Adh Dhahhak mendengar dari Ibnu Abbas. Ibnu Hajar dalam Tahdzib At Tahdzibjilid 4 hal 398 meriwayatkan dari Abu Janab Al Kalbi yang mendengar Ad Dhahhak berkata “Aku menyertai Ibnu Abbas selama 7 tahun”. Riwayat ini sudah jelas menyatakan bahwa Adh Dhahhak memang bertemu Ibnu Abbas apalagi dikuatkan oleh bahwa beliau memang satu masa dengan Ibnu Abbas.
- Adh Dhahhak bin Muzahim Adalah seorang tabiin yang terkenal tsiqah dan amanah sedangkan riwayat Ibnu Abi Hatim berkesan beliau meriwayatkan hal yang ia dengar dari orang lain kemudian menisbatkannya kepada Ibnu Abbas tanpa mendengar sendiri dari Ibnu Abbas.
- Riwayat Ibnu Abi Hatim tertolak(dengan pertimbangan-pertimbangan di atas)atau dapat saja diterima dengan pengertian bahwa apa yang dikatakan Adh Dhahhak itu berkaitan dengan beberapa hadis yang dinisbatkan kepada beliau dari Ibnu Abbas. Padahal beliau sendiri tidak mendengar riwayat itu langsung dari Ibnu Abbas.
Perkataan di atas adalah sangat lemah dari segala sisi. Dikatakan bahwa Adl-Dlahhaak bertemu dengan Ibnu ‘Abbas berdasarkan riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Hajar dalam Tahdziibut-Tahdziib – dan di sini Ibnu Hajar tidak mengisyaratkan persetujuannya. Riwayat tersebut adalah :
وقال أبو جناب الكلبي عن الضحاك جاورت بن عباس سبع سنين
“Dan telah berkata Abu Janaab Al-Kalbiy dari Adl-Dlahhaak : ‘Aku bertetangga dengan Ibnu ‘Abbas selama tujuh tahun” [At-Tahdziib, 4/454].
Terhadap riwayat tersebut Al-Haafidh Al-‘Alaaiy berkomentar :
وروى أبو جناب الكلبي - وهو ضعيف - عن الضحاك أنه قال جاورت ابن عباس سبع سنين. والروايات الأولى أصح
“Abu Janaab Al-Kalbiy – dan ia seorang perawi dla’if – dari Adl-Dlahhaak, bahwasannya ia berkata : ‘Aku bertetangga dengan Ibnu ‘Abbas selama tujuh tahun’. Dan riwayat-riwayat yang disebutkan di awal adalah lebih shahih” [Jaami’ut-Tahshiil fii Ahkaamil-Maraasiil, hal. 200 no. 304].
Selain ta’arudl dengan perkataan ulama yang telah disebutkan sebelumnya, Abu Janaab Al-Kalbiy sendiri adalah seorang yang lemah. Silakan lihat biografi Abu Janaab Al-Kalbiy, Yahya bin Abi Hayyah Al-Kuufiy dalam Tahdziibul-Kamaal (31/286-288) :
فقال عنه عمرو بن على: متروك الحديث !
وقال يعقوب بن سفيان: ضعيف ، وكان يدلِّس !
وقال الإمام الدرامي: وهو ضعيف .
وقال الجوزجاني: يضعف حديثه .
وقال العِجْلِي: كوفيٌّ ضعيفُ الحديث .
وقال يحيى بن معين: ضعيف .
وقال عبد الله بن أحمد بن حنبل قال أبي: أحاديثه أحاديث مناكير
“’Amru bin ‘Ali berkata tentangnya : “Ditinggalkan haditsnya (matruukul-hadiits)”. Ya’qub bin Sufyaan berkata : “Dla’iif, dan ia telah melakukan tadliis”. Al-Imam Ad-Daraamiy berkata : “Ia dla’iif”. Al-Jauzajaaniy berkata : “Dilemahkan haditsnya”. Al-‘Ijliy berkata : “Orang Kuffah, lemah haditsnya”. Yahya bin Ma’in berkata : “Dla’iif”. ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata : Bapakku (Ahmad bin Hanbal) berkata : “Hadits-haditsnya adalah hadits-hadits yang diingkari” [selesai].
Yang lebih lengkap lagi, akan saya bawakan apa yang tertulis dalam Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil :
“Al-Bukhari berkata : ‘Yahya bin Al-Qaththaan mendla’ifkannya (At-Taariikhul-Kabiir 8/2954, At-Taariikhush-Shaghiir 2/100, dan Adl-Dlu’afaa Ash-Shaghiir no. 395). Ia juga berkata : “Yahya bin Al-Qaththaan membicarakan[1] Abu Janaab” (At-Taariikhul-Kabiir 9/195). Ia juga berkata : “Ditinggalkan haditsnya (dzaahibul-hadiits)” (Tartiibu ‘Ilalit-Tirmidzi Al-Kabiir, lembar ke 77).
Berkata Al-‘Ijliy : “Ia telah melakukan tadlis, tidak mengapa dengannya (laa ba’sa bih)” (Ats-Tsiqaat no. 1582). Ia juga berkata : “Abu Janaab Al-Kalbiy, seorang yang dla’if haditsnya (dla’iiful-hadiits), ditulis haditsnya, dan padanya ada kelemahan” (Ats-Tsiqaat no. 1698).
Abu Zur’ah Ar-Raaziy menyebutkannya dalam Asaamiyudl-Dlu’afaa’ no. 359.
Telah berkata Ya’qub bin Sufyaan : Telah menceritakan kepada kami Qabiishah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abi Janaab Yahya bin Abi Hayyah Al-Kalbiy, dan ia seorang yang lemah, melakukan tadliis, dari Kuffah” (Al-Ma’rifah wat-Taariikh 3/108).
At-Tirmidzi berkata : “Ia bukan seorang yang kuat dalam hadits (laisa huwa qawiy fil-hadiits)” (Jaami’ut-Tirmidzi no. 3316).
Al-Bazzaar berkata : “Ia bukan seorang yang kuat” (Kasyful-Astaar no. 2433).
An-Nasa’i berkata : “Dla’if” (Adl-Dlu’afaa’ wal-Matruukuun no. 671).
Ad-Daruquthni menyebutkannya dalam Adl-Dlu’afaa’ wal-Matruukiin no. 576).
[lihat selengkapnya dalam Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil, 3/285-286].
Al-Haafidh memasukkannya dalam thabaqah terakhir dalam kitabnya Thabaaqaatul-Mudallisiin hal. 57 (Maktabah Al-Manaar, Cet. 1, Urdun).
Dari keterangan di atas, maka pendalilan dengan riwayat Abu Janaab Al-Kalbiy adalah tertolak.
Perkataan : Adh Dhahhak bin Muzahim Adalah seorang tabiin yang terkenal tsiqah dan amanah sedangkan riwayat Ibnu Abi Hatim berkesan beliau meriwayatkan hal yang ia dengar dari orang lain kemudian menisbatkannya kepada Ibnu Abbas tanpa mendengar sendiri dari Ibnu Abbas ; adalah perkataan yang tidak mengandung faedah apapun. Dalam kitabnya, Ibnu Abi Haatim menyebutkan beberapa perkataan ulama bahwa Adl-Dlahhaak tidak bertemu dan menerima hadits dari Ibnu ‘Abbas, sehingga hal itu menguatkan apa yang dikatakan oleh ‘Abdul-Malik bin Maisarah.
Perkataan : Riwayat Ibnu Abi Hatim tertolak(dengan pertimbangan-pertimbangan di atas)atau dapat saja diterima dengan pengertian bahwa apa yang dikatakan Adh Dhahhak itu berkaitan dengan beberapa hadis yang dinisbatkan kepada beliau dari Ibnu Abbas. Padahal beliau sendiri tidak mendengar riwayat itu langsung dari Ibnu Abbas; ini malah lebih tidak memberikan faedah dari yang sebelumnya. Bagaimana bisa tertolak apa yang dikatakan oleh Ibnu Abi Haatim sedangkan bersamanya adalah para ulama dan imam di bidang al-jarh wat-ta’dil yang telah menafikkan pertemuan Adl-Dlahhaak dengan Ibnu ‘Abbas. Dan bahkan Adl-Dlahhaak sendiri telah menyatakan bahwa ia tidak pernah bertemu dengan Ibnu ‘Abbas !! Bagaimana bisa tertolak ?. Sedangkan di sisi lain, klaim Anda yang menyatakan bahwa Adl-Dlahhaak bertemu dengan Ibnu ‘Abbas hanyalah merupakan perkataan kosong tanpa sandaran dan dasar yang jelas. Apalagi klaim ‘ngawur’ bahwasannya apa yang dikatakan Ibnu Abi Haatim itu hanyalah berkaitan dengan beberapa hadits yang dinisbatkan Adl-Dlahhaak pada Ibnu ‘Abbas. Jelas ini hanya perkiraan saja. Jika perkataan Anda benar, silakan Anda kemukakan di sini dasar pemilah-milahan itu beserta contohnya dari pendahulu kita (para ulama).
Secondprince mengatakan :
Pernyataan Syaikh Ahmad Muhammad Syakir
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dalam Syarh Musnad Ahmad bin Hanbal telah menolak pernyataan Inqitha’(keterputusan) Adh Dhahhak dari Ibnu Abbas. Beliau menyatakan bahwa hal itu keliru dan beliau telah menshahihkan hadis dengan sanad Adh Dhahhak dari Ibnu Abbas. Salah satunya tertera dalam Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 3 Syarh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir catatan kaki hadis no 2262, dimana beliau berkata
“…Adh Dhahhak bin Muzahim AlHilali Abu Al Qasim adalah seorang tabiin,dia meriwayatkan dari Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan yang lainnya, dia orang yang tsiqah lagi amanah sebagaimana yang dinyatakan Ahmad. Sebagian mereka mengingkari mendengarnya Adh Dhahhak dari Ibnu Abbas atau sahabat lainnya, demikian yang diisyaratkan Al Bukhari pada biografinya dengan ungkapan Humaid ‘mursal’. Mengenai hal ini banyak sekali catatan, bahkan hal itu keliru karena ia meninggal pada tahun 102 ada juga yang mengatakan tahun 105 dan usianya telah mencapai 80 tahun atau lebih…”.
Alhamdulillah, saya punya matan Musnad Al-Imam Ahmad dengan komentar Asy-Syaikh Ahmad Syaakir (3/39, terbitan Daarul-Hadiits, Cet. 1/1416).
Dalam hal ini beliau (Asy-Syaikh Ahmad Syaakir rahimahullah) telah keliru dan pendapatnya dalam hal ini sangat lemah dengan penjelasan di atas. Tidak perlu saya ulang. Sejaman tidak akan berarti apa-apa jika telah tetap/sah adanya penafikkan pertemuan. Apalagi ini dikatakan sendiri oleh Adl-Dlahhaak !
Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arna’uth rahimahullah dalam takhrij-nya terhadap Musnad Al-Imam Ahmad telah melemahkan hadits tersebut dengan alasan adanya inqitha’ dengan penukilan sebagian riwayat para imam Al-Jarh wat-Ta’dil sebagaimana di atas.
Kesimpulannya : Adl-Dlahhaak tidak pernah bertemu, mendengar, dan menerima riwayat dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhu, sehingga asal periwayatan tersebut adalah dla’if karena adanya inqithaa’. Tidak boleh berhujjah dengannya untuk sababun-nuzuul QS. Al-Maaidah ayat 55 pada ‘Ali bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Kecuali jika yang bersangkutan puas dengan prinsip taqlid tanpa berpegang pada kaidah-kaidah ma’ruf dalam ilmu hadits……………….
Comments
Alhamdulillah, ditengah kurangnya ilmu hadits di kalangan kaum muslimin sehingga sering tidak bisa menjawab syubhat-syubhat yang dilontarkan oleh kaum syi'ah, antum tampil untuk menjawabnya.
Tetap semangat akh.. artikel-artikel antum sangat berguna ditengah derasnya syubhat dan fitnah yang dilontarkan oleh ahlul ahwa.
Barokalllahu fiikum.
Izin Copas Ustadz
Alhamdulillah...udah paham...semoga Allah senantiasa menjaga kita semua dari kesesatan syiah
Posting Komentar