Sebuah Pelajaran dari Situ Gintung


Pendahuluan

Bencana dan musibah seakan datang silih berganti menerpa negeri kita. Masih segar di ingatan akan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung beberapa hari lalu. Musibah itu telah menyisakan duka, air mata, dan tentu saja, kerugian harta benda. Sebagai makhluk yang dikaruniai akal, tentu kita tidak hanya akan berhenti dan larut dalam duka dan kesedihan. Sudah selayaknya kita selalu mengambil pelajaran (‘ibrah) dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang telah dinampakkan, sebagaimana firman-Nya :

إِنّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لاُوْلِي الأبْصَارِ

Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati” (QS. Aali ‘Imran : 13).

Mengapa Bencana dan Musibah Menimpa Kita ?

Allah ta’ala telah berfirman :

وَمَآ أَصَابَكُمْ مّن مّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُواْ عَن كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Asy-Syuuraa : 30).

Dr. Muhammad bin Sulaiman Al-Asyqaar berkata dalam Zubdatut-Tafsiir tentang ayat di atas : “Yaitu bahwa musibah-musibah apa saja yang menimpa kalian, maka sesungguhnya (kalian ditimpa musibah itu) sebagai hukuman bagi kalian karena kemaksiatan-kemaksiatan yang dikerjakan tangan-tangan kalian, dan Dia memaafkan sebagian dari kemaksiatan-kemaksiatan yang dilakukan oleh para hamba, sehingga tidak dihukum/dibalas”.

Dalam ayat lain Allah ta’ala berfirman :

وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيّئَةٍ فَمِن نّفْسِكَ

“Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari dirimu” (QS. An-Nisaa’ : 79).

Allah telah berfirman dalam dua ayat di atas menggunakan bentuk nakirah (tanpa alif lam) untuk kata musibah (مُصِيْبَةٌ) dan bencana (سَيّئَةٌ) sehingga bermakna umum yang meliputi semua bencana dan musibah yang terjadi di muka bumi. Dan bersamaan dengan itu, Allah ta’ala pun menjelaskan sebab asasi terjadinya bencana dan musibah yaitu karena dosa, maksiat, pelanggaran syari’at Allah, serta penyelisihan Dienullah dan Sunnah Rasul. Kita bisa melihat contoh kongkrit sebagaimana telah disebutkan Allah dalam Al-Qur’an mengenai kisah-kisah umat sebelum kita.

Allah telah menjelaskan sebab kaum Nuh ‘alaihis-salaam ditimpa banjir sebagaimana firman-Nya :

وَقَوْمَ نُوحٍ لّمّا كَذّبُواْ الرّسُلَ أَغْرَقْنَاهُمْ وَجَعَلْنَاهُمْ لِلنّاسِ آيَةً وَأَعْتَدْنَا لِلظّالِمِينَ عَذَاباً أَلِيماً

“Dan (Kami telah membinasakan) kaum Nuh, tatkala mereka mendustakan rasul-rasul. Kami menenggalamkan mereka, dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pelajaran bagi manusia. Dan Kami telah menyediakan adzab yang pedih bagi orang-orang yang dhalim” (QS. Al-Furqan : 37).

Kaum ‘Aad yang ditimpa angin puting beliung yang keras, dingin, dan lama sehingga membinasakan mereka :

وَتِلْكَ عَادٌ جَحَدُواْ بِآيَاتِ رَبّهِمْ وَعَصَوْاْ رُسُلَهُ وَاتّبَعُوَاْ أَمْرَ كُلّ جَبّارٍ عَنِيدٍ

“Dan itulah (kisah) kaum ‘Aad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, dan mendurhakai rasul-rasul Allah dan mereka menuruti perintah semua (penguasa) yang sewenang-wenang lagi menentang kebenaran” (QS. Huud : 59).

Dan lain-lain contoh yang disebutkan dalam Al-Qur’an.

Kaum-kaum tersebut diadzab Allah dengan bencana yang membinasakan dikarenakan keingkaran dan sikap mendustakan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya. Duhai,….. alangkah beruntungnya orang yang bisa mengambil pelajaran ! Apa yang terjadi di negeri ini sehingga bencana dan musibah tak kunjung berhenti ? Sudah barang tentu, dosa dan maksiatlah yang menjadi faktor penyebabnya. Betapa banyak penduduk negeri ini yang berselimut kesyirikan. Fenomena dukun, paranormal, dan klenik/mistisme menyebar dimana-mana. Korupsi, kolusi, dan manipulasi kejahatan kontemporer lainnya sudah terlalu banyak untuk bisa disebutkan.

Tidakkah kita sadar wahai ikhwah muslimin,…… ketika Allah memerintahkan para wanita untuk menutup aurat dengan berjilbab namun kita membiarkan istri, anak, dan saudara kita tidak mengenakannya; berarti kita telah menanamkan “saham” atas sebab bencana di negeri kita ? Atau, ketika Allah mengharamkan riba namun kita asik bermuamalah dengannya; berarti kita telah turut “mempercepat” datangnya musibah dan bencana turun pada diri kita ? Betapa banyak kaum muslimin yang tidak menegakkan shalat, tidak menunaikan zakat, tidak berpuasa di bulan Ramadlan, dan tidak melakukan haji di waktu Allah memberikan kemampuan padanya ? Al-jazaa’u min jinsil-‘amal (balasan itu tergantung dari jenis amal yang dilakukan) !

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :

يَا مَعْشَرَ اْلمُهَاجِرِيْنَ خَمْسٌ إِذَا ابْتَلَيْتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوْذُ بِاللهِ أَنْ تُدْرِكُوْهُنَّ لمَ ْتَظْهَرِ اْلفَاحِشَةُ فِيْ قَوْم قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوْا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيْهِمُ الطَّاعُوْنُ وَاْلأَوْجَاعُ الَّتِيْ لمَ ْتَكُنْ مَضَتْ فِيْ أَسْلَافِهِمُ الَّذِيْنَ مَضَوْا وَلمَ ْيَنْقُصُوْا اْلمِكْيَالَ وَاْلمِيْزَانَ إِلَّا أَخَذُوْا بِالسِّنِيْنَ وَشِدَّةِ اْلمَئُوْنَةِ وَجُوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلمَ يَمْنَعُوْا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوْا اْلقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلَا اْلبَهَائِمَ لمَ ْيُمْطَرُوْا وَلمَ ْيَنْقُضُوْا عَهْدَ اللهِ وَعَهْدَ رَسُوْلِهِ إِلَّا سَلَّطَ اللهُ عَلَيْهِمْ عَدُوّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوْا بَعْضَ مَا فِيْ أَيْدِيْهِمْ وَمَا لمَ ْتَحْكُمْ أَئِمَّتَهُمْ بِكِتَابِ اللهِ وَيَتَخَيَّرُوْا مِمَّا أَنْزَلَ اللهُ إِلَّا جَعَلَ اللهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ

“Wahai para Muhajirin, ada lima perkara (sebab kehancuran). Jika kalian ditimpa lima perkara tersebut dan aku berlindung kepada Allah agar kalian tidak menjumpainya : (1) Jika muncul perbuatan keji pada suatu kaum dan mereka melakukan secara terang-terangan, maka akan menyebar di tengah-tengah mereka wabah penyakit tha’un dan kelaparan yang belum pernah terjadi pada nenek moyang sebelum mereka; (2) Jika mengurangi takaran dan timbangan, maka akan ditimpakan kepada mereka paceklik dan, kesusahan hidup, dan kesewenang-wenangan (kedhaliman) para penguasa atas mereka; (3) Jika mereka menahan zakat harta mereka maka akan ditahan hujan untuk mereka, seandainya bukan karena hewan ternak, niscaya tidak akan turun hujan atas mereka; (4) Jika mereka melanggar perjanjian yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, melainkan Allah akan menguasakan musuh-musuh dari luar kalangan mereka atas mereka, lalu merampas sebagian yang ada di tangan mereka; dan (5) Selama pemimpin-pemimpin mereka tidak berhukum kepada Kitabullah dan memilih yang terbaik dari yang diturunkan Allah, maka akan Allah jadikan musibah di antara mereka sendiri” (HR. Ibnu Majah nomor 4019 dari hadits Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhu; shahih).

Sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang lain :

يَكُوْنَنَّ فِيْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ خَسْفٌ وَ قَذْفٌ وَ مَسْخٌ , وَ ذَلِكَ إِذَا شَرَبُوْا اْلخُمُوْرَ وَ اتَّخَذُوا اْلقِيْنَات وَ ضَرَبُوْا بِاْلمَعَازِفِ

“Akan ada pada umat ini nanti gempa yang menenggelamkan, hujan yang membinasakan, dan kutukan yang menghinakan. Yang demikian itu terjadi jika mereka telah meminum khamr, mengambil gadis-gadis penghibur, dan memainkan alat-alat musik” (Shahih, dikeluarkan oleh Ibnu Abid-Dunya, lihat Ash-Shahihah nomor 2203).

Jalan Keluar dari Bencana dan Musibah

Ada tiga hal yang hendaknya dilakukan oleh kaum muslimin agar terhindar dan terlepas dari bencana/musibah :

1. Iman, yaitu iman kepada Allah dan apa yang telah Dia turunkan melalui Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wasallam. Iman ini mencakup ilmu dan amal dari hati dan anggota tubuh. Iman menuntut kita untuk mentauhidkan Allah, mengikuti (ittiba’) Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, berdakwah, dan beramar ma’ruf nahi munkar sesuai dengan kemampuan.

2. Taqwa, yaitu mengerjakan segala apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya dengan ikhlash dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.

3. Taubat, yaitu meminta ampun atas segala dosa dan kesalahan yang telah dilakukan oleh diri pribadi, keluarga, pemimpin, dan kaum muslimin secara keseluruhan.

Penutup

Hendaklah kita selalu ber-muhasabah (introspeksi) atas segala hal yang kita lakukan. Maslahat atau mudlarat. Jika maslahat, tentu kita mengharap kepada Allah agar Dia menjadikannya sebagai amal shalih yang berguna bagi kita kelak. Dan sebaliknya, jika mudlarat, maka cepat-cepat kita beristighfar dan menutupnya dengan amal kebaikan agar terhindar dari bencana dan musibah. Janganlah kita merasa aman dari adzab dan makar Allah dengan tidur tenang di peraduan kita. Allah telah berfirman :

أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَىَ أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتاً وَهُمْ نَآئِمُونَ * أَوَ أَمِنَ أَهْلُ الْقُرَىَ أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ * أَفَأَمِنُواْ مَكْرَ اللّهِ فَلاَ يَأْمَنُ مَكْرَ اللّهِ إِلاّ الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

“Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur ? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalah naik ketika mereka sedang bermain ? Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga) ? Tiadalah yang merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi” (QS. Al-A’raf : 97-99).

[bukankah musibah Situ Gintung datang dengan cepat dan sama sekali tidak terduga oleh warga sekitar ?]

Dan ingatlah ikhwah muslimin,…. jikalau Allah telah berkehendak menimpakan bala’ musibah dan bencana pada suatu kaum, maka hal itu tidak hanya menimpa pada orang-orang yang berbuat dosa dan maksiat saja. Namun seluruh manusia di kaum itu yang dikehendaki Allah sebagaimana firman-Nya :

وَاتّقُواْ فِتْنَةً لاّ تُصِيبَنّ الّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمْ خَآصّةً

“Dan peliharalah dirimu daripada siksaan (fitnah) yang tidak khusus menimpa orang-orang dhalim saja di antara kamu” (QS. Al-Anfaal : 25).

Semoga Allah selalu melindungi kita dari perbuatan kesyirikan, bid’ah, dan maksiat serta dimudahkan untuk menjalankan semua perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya. Amien…..

Comments

Anonim mengatakan...

Bismillah..

mereka (syiah) sudah mulai banyak akhi di negara kita, lebih celaka lagi bahwa mereka tidak anti dengan demokrasi....
bagaimana menurut antum, apakah kita harus berdiam diri saja ?
haruskah kita masuk ke dalam sebuah sistem kufur demi dien ini ?

Jujur saja akhi, baru kali ini ana merasa orang2 nashrani lebih dapat dipegang ucapannya daripada mereka...semoga ucapan ana tidak berlebihan.

Subhanna kallahumma Rabbanna wa bihamdika, asyhadu alaa illaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaih

Jazakallahu khair

--abu yusuf--

Anonim mengatakan...

Bismillah...

satu lagi akh...

http://www.youtube.com/watch?v=XuIZttO-V54&feature=related

mereka (syiah) yang di Indonesia masih terlihat normal, perbedaanya belum terlalu mencolok bila disandingkan dengan sunni
berbeda jauhh dengan yang di negara asalnya...

Mungkinkah mereka sedang bertaqiyah ? ataukah ini awal sebuah metamorfosa ?

Wallohu ta'ala a'lam

--abu yusuf--

email : ancient.islam@gmail.com