Pada artikel ini akan dituliskan uraian ringkas tentang kelemahan riwayat Maalik Ad-Daar yang dipakai oleh sebagian quburiyyuun untuk melegalkan tindakkan tawassul mereka di kubur Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan/atau orang shaalih. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf (12/31) meriwayatkan sebagai berikut :
حدثنا أبومعاوية عن الأعمش عن أبي صالح عن مالك الدار قال : وكان خازن عمر على الطعام قال : أصاب الناس قحط في زمن عمر ، فجاء رجل إلى قبر النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله استسق لأمتك فإنهم قد هلكوا ، فأُتي الرجل في المنام فقيل له : ائت عمر فأقرئه السلام ، وأخبره أنكم مسقيون وقل له : عليك الكَيس ! عليك الكَيس ! فأتى عمر فأخبره فبكى عمر ثم قال : يا رب لا آلو إلا ما عجزت عنه .
Telah menceritakan kepada kami : Abu Mu’aawiyyah, dari Al-A’masy, dari Abu Shaalih, dari Maalik Ad-Daar, dan ia pernah menjabat bendahara gudang makanan Khalifah ‘Umar , ia berkata : “Orang-orang pernah ditimpa kemarau pada masa pemerintahan ‘Umar. Lalu datang seorang laki-laki ke kubur Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan berkata : “Wahai Rasulullah, mintakanlah hujan untuk umatmu, karena mereka telah binasa”. Kemudian orang tersebut mimpi dalam tidurnya dan dikatakan kepadanya : “Datanglah ke ‘Umar dan ucapkanlah salam kepadanya. Khabarkanlah kepadanya bahwa kalian adalah orang-orang yang sedang membutuhkan air (hujan)…”. Riwayat tersebut juga dibawakan oleh Al-Baihaqy dalam Dalaailun-Nubuwwah (7/47) dengan sanad : أخبرنا أبو نصر بن قتادة وأبو بكر الفارسي قالا أخبرنا أبو عمرو بن مطر أخبرنا أبو بكر بن علي الذهلي أخبرنا يحيى أخبرنا أبو معاوية عن الأعمش عن أبي صالح عن مالك “Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Nashr bin Qataadah dan Abu Bakr Al-Faarisiy, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Amr bin Mathar : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr bin ‘Aliy Adz-Dzuhliy : Telah mengkhabarkan kepada kami Yahya : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Mu’aawiyyah, dari Al-A’masy, dari Abu Shaalih, dari Maalik (Ad-Daar)”. Juga Al-Khaliliy dalam Al-Irsyaad (1/313-314) dengan sanad : حدثنا محمد بن الحسن بن الفتح , حدثنا عبد الله بن محمد البغوي , حدثنا أبو خيثمة , حدثنا محمد بن خازم الضرير , حدثنا الأعمش , عن أبي صالح , عن مالك الدار “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Hasan bin Al-Fath : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad Al-Baghawiy : Telah menceritakan kepada kami Abu Khaitsamah : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin KHaazim Adl-Dlariir : Telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Abu Shaalih, dari Maalik Ad-Daar”. Mengenai riwayat di atas, ada yang mengatakan bahwa orang yang mendatangi kubur Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut adalah shahabat Bilal. Al-Haafidh berkata dalam Al-Fath (2/496) : وقد روى سيف في الفتوح أن الذي رأى المنام المذكور هو بلال بن الحارث المزني أحد الصحابة “Saif telah meriwayatkan dalam kitab Al-Futuuh bahwasannya orang yang bermimpi tersebut adalah Bilaal bin Al-Haarits Al-Muzanniy, salah seorang shahabat” [selesai]. Namun riwayat Saif tersebut adalah sangat lemah. Saif ini adalah Ibnu ‘Umar At-Tamiimiy adalah seorang yang disepakati kelemahannya. Ia seorang yang haditsnya ditinggalkan (matruk), pendusta lagi dituduh dengan kezindiqan”. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata : لا حجة فيها ، لأن مدارها على رجل لم يسمَّ فهو مجهول أيضا ، وتسميته بلالا في رواية سيف لا يساوي شيئا ، لأن سيفا هذا هو ابن عمر التميمي ، متفق على ضعفه عند المحدثين بل قال ابن حبان فيه : يروي الموضوعات عن الأثبات وقالوا : إنه كان يضع الحديث ، فمن كان هذا شأنه لا تُقبل روايته ولا كرامة لاسيما عند المخالفة .ا.هـ. “Tidak ada hujjah padanya, karena pokok persoalannya terletak pada orang yang tidak disebutkan namanya, sehingga ia berstatus majhul juga. Penamaannya dengan Bilaal dalam riwayat Saif tidak berarti sama sekali, karena Saif ini adalah Ibnu ‘Umar At-Tamiimiy – seorang yang telah disepakati kelemahannya oleh para muhadditsiin (ahli hadits). Bahkan Ibnu Hibban berkata tentangnya : ‘Ia meriwayatkan khabar-khabar palsu dari al-atsbaat. Dan mereka berkata : Ia telah memalsukan hadits’. Maka orang yang seperti ini tidak diterima riwayatnya dan tidak ada kemuliaan padanya, khususnya jika terdapat penyelisihan” [selesai]. Ibnu Hajar menyebutkan biografinya dalam Tahdziibut-Tahdziib (2/466-467). Oleh karena itu klaim bahwa orang yang bermimpi tersebut shahabat Bilaal tidak boleh ditoleh dan diperhatikan sama sekali. Sebagian orang menyangka bahwa riwayat di atas adalah shahih berdasarkan perkataan Al-Haafidh Ibnu Hajar dalam Al-Fath (2/495) : وروى بن أبي شيبة بإسناد صحيح من رواية أبي صالح السمان عن مالك الداري وكان خازن عمر قال “Dan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanad shahih dari riwayat Abu Shaalih As-Sammaan, dari Maalik Ad-Daar - seorang yang pernah menjadi bendahara ‘Umar - ia berkata :…”. Perkataan Al-Haafidh ini perlu ditinjau kembali, sebab riwayat itu mempunyai beberapa kelemahan/cacat, di antaranya : 1. ‘An’anah Al-A’masy dari Abu Shaalih As-Sammaan, dan ia (Al-A’masy) seorang mudallis. 2. Abu Shaalih Dzakwaan bin As-Sammaan tidak diketahui penyimakan haditsnya dari Maalik bin Ad-Daar dikarenakan tidak diketahuinya tahun wafatnya Maalik bin Ad-Daar (lihat biografi Malik Ad-Daar dalam Ath-Thabaqaat oleh Ibnu Sa’d 5/6 dan Al-Ishaabah oleh Ibnu Hajar 3/461). Jika ada yang mengatakan bahwa Abu Shaalih lahir pada masa kekhilafahan ‘Umar bin Al-Khaththab – sebagaimana dijelaskan oleh Adz-Dzahabi dalam As-Siyar (3/65) – sehingga kemungkinan besar Maalik Ad-Daar ini wafat pada waktu ia masih kecil (sehingga memungkinkan adanya pertemuan dan penyimakan hadits); maka ini pun juga tidak bisa diterima dalam pernyataan keshahihan riwayat. Karena Adz-Dzahabi sendiri tidak menukil tahun kematian Maalik Ad-Daar dari para ulama terdahulu sehingga tidak bisa dipastikan penyimakan hadits Abu Shaalih dari Maalik Ad-Daar – atau bahkan tidak bisa ditentukan apakah Abu Shaalih ini bertemu dengan Maalik ad-Daar. Apalagi Abu Shaalih membawakannya dengan ‘an’anah, sehingga ada kemungkinan bahwa riwayat tersebut terputus (munqathi’). Ini adalah ‘illat yang menjatuhkan. Al-Khaliiliy (1/313) telah mengisyaratkan ‘illat ini sebagaimana perkataannya : يقال أن أبا صالح السمان سمع مالك الدار هذا الحديث والباقون أرسلوه “Dikatakan bahwasannya Abu Shaalih bin As-Sammaan telah mendengar hadits ini dari Maalik Ad-Daar, dan yang lain mengatakan bahwa ia telah meng-irsal-kannya” [selesai]. Perkataan Al-Khaliiliy “dan yang lain mengatakan bahwa ia telah meng-irsal-kannya” mengandung satu faedah bahwa penyimakan Abu Shaalih bin As-Sammaan tidaklah ma’ruf di kalangan muhadditsiin. Dalil yang mengandung kemungkinan yang masing-masing tidak dapat diambil mana yang rajih (kuat) menyebabkan dalil tersebut tidak bisa dipakai untuk berdalil. 3. Orang yang mendatangi kubur Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam itu tidak diketahui identitasnya (mubham). Sisi kecacatan (wajhul-i’laal)-nya adalah bahwasannya kita tidak bisa mengetahui apakah Malik Ad-Daar melihat peristiwa tersebut atau ia hanya mengambilnya dari orang yang tidak diketahui identitasnya itu. Selain itu, sangat naïf lagi sembrono jika ada orang yang mengklaim bahwa orang yang mubham itu termasuk shahabat. Oleh karena itu, ini termasuk ‘illat yang menjatuhkan kedudukan riwayat. Catatan : Sebagian orang menyangka bahwa Maalik Ad-Daar ini merupakan salah seorang shighaarush-shahaabah karena Al-Haafidh memasukkannya dalam kitabnya Al-Ishaabah (6/164). Ini satu kekeliruan !! Ibnu Hajar telah memasukkan Maalik Ad-Daar dalam thabaqah (tingkatan) yang ketiga, dimana beliau menjelaskan dalam muqaddimah-nya bahwa dalam thabaqah ini merupakan orang-orang yang mendapati masa Jahiliyyah dan masa Islam, namun tidak didapati satu pun khabar bahwa mereka pernah berkumpul bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ataupun sekedar melihatnya, sama saja apakah mereka memeluk Islam ketika beliau masih hidup atau setelah wafatnya – sehingga mereka ini bukanlah termasuk jajaran shahabat dengan kesepakatan para ulama” [lihat 1/4]. Oleh karena itu Asy-Syaikh Al-Albani menganggap Maalik Ad-Daar ini majhul serta tidak dikenal kejujuran dan kekuatan hapalannya. Al-Haafidh Al-Mundziriy ketika menyebutkan kisah lain dalam At-Targhiib (2/41-42) dari riwayat Maalik Ad-Daar dari ‘Umar berkata : “Ath-Thabaraniy meriwayatkannya dalam Al-Kabiir. Para perawinya sampai Maalik Ad-Daar adalah terpercaya (tsiqaat). Namun Maalik Ad-Daar, aku tidak mengetahuinya” [lihat At-Tawassul Ahkaamuhu wa Anwaa’uhu, hal. 119].[1] 4. Bertentangan dengan syari’at Islam yang ma’ruf yang menganjurkan shalat istisqaa’ untuk meminta turunnya hujan. Bukan dengan mendatangi kuburan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam atau selainnya. Tanbiih !! Beberapa orang pendengki dakwah salaf dari kalangan pecinta khurafat dan kuburan telah menuduh Asy-Syaikh Ibnu Baaz bahwa beliau mengkafirkan shahabat Bilaal dalam riwayat yang telah disebutkan di atas [sebagaimana dituliskan oleh seorang jaahil pengelola blog http://salafytobat.wordpress.com/2009/03/22/wahaby-palsukan-kitab-fathul-bari-dan-kafirkan-sahabat-bilal-ra/]. Perkataan dan tuduhan ini paling tidak disebabkan oleh dua faktor mendasar : a. Minimnya pengetahuannya akan ilmu riwayat (hadits) sehingga ia tidak mengetahui bahwa penyebutan Bilaal (bin Haarits Al-Muzaaniy) dalam riwayat tersebut berkualitas sangat lemah (dla’if jiddan). Inilah yang diketahui oleh Asy-Syaikh Ibnu Baaz namun tidak diketahui oleh si jaahil. b. Ketidakpaham si jaahil akan perkataan Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah ditambah dengan sifat dengki plus su’udhdhan yang berlebihan, sehingga menutup akal pikirannya dalam mencerna perkataan beliau yang sebenarnya sangat mudah dipahami. Hatta oleh orang awam sekalipun. Beliau rahimahullah berkata ketika mengomentari riwayat Abu Shaalih dari Maalik Ad-Daar dalam Al-Fath (2/495) : هذا الأثر على فرض صحته كما قال الشارح ليس بحجة على جواز الاستسقاء بالنبي صلى الله عليه وسلم بعد وفاته لأن السائل مجهول ولأن عمل الصحابة رضي الله عنهم على خلافه وهم أعلم الناس ولم يأت أحد منهم إلى قبره يسأله السقيا ولا غيرها بل عدل عمر عنه لما وقع في الجدب إلى الاستسقاء بالعباس ولم ينكر ذلك عليه أحد من الصحابة فعلم أن ذلك هو الحق وأن ما فعله هذا الرجل منكر ووسيلة إلى الشرك بل قد جعله بعض أهل العلم من أنواع الشرك وأما تسمية السائل في رواية سيف المذكورة بلالا بن الحارث ففي صحة ذلك نظر “Atsar ini jika dianggap shahih sebagaimana dikatakan oleh syaarih (yaitu Ibnu Hajar), tetap saja tidak dapat dipakai sebagai hujjah diperbolehkannya istisqaa’ (meminta hujan) dengan perantara Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam setelah wafatnya. Hal ini dikarenakan orang yang meminta (berdoa) tersebut adalah majhul, dan juga dikarenakan perbuatan para shahabat radliyallaahu ‘anhu menyelisihi apa yang dilakukannya itu. Mereka (para shahabat) adalah orang-orang yang paling mengetahui (tentang ilmu syari’at). Tidak ada satu pun dari mereka yang mendatangi kuburan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta diturunkannya hujan ataupun yang selainnya. Bahkan ‘Umar radliyallaahu ‘anhu telah mengkoreksi apa yang dilakukan oleh laki-laki itu, yaitu ketika musim kemarau tiba, beliau meminta hujan melalui perantaraan (do’a) Al-‘Abbas. Apa yang beliau perbuat itu tidak diingkari oleh satupun d antara shahabat; yang dengan itu diketahui bahwa apa yang diperbuat ‘Umar adalah benar. Apa yang dilakukan oleh laki-laki tersebut adalah munkar dan merupakan perantara menuju kesyirikan. Bahkan sebagian ulama menganggap perbuatan tersebut merupakan bagian dari kesyirikan. Adapun penamaan orang yang berdoa tersebut dalam riwayat Saif tersebut dengan Bilaal bin Al-Haarits, maka keshahihannya perlu dilihat kembali” [selesai]. Silakan dicermati apa yang dikatakan Asy-Syaikh Ibnu Baaz di atas. Dimana letak bahwa beliau mengkafirkan Bilaal ? (padahal penisbatan nama laki-laki tersebut kepada Bilaal tidaklah shahih). Dengan uraian di atas jelaslah bagi kita - semoga - bahwa riwayat Maalik Ad-Daar yang sering dipakai oleh para qubuuriyyun itu tidak shahih, tidak boleh dilirik, dan sudah sepantasnya dibuang di belakang punggung kita. Semoga catatan kecil ini dapat bermanfaat bagi Penulisnya dan siapa saja yang membacanya. Wal-‘ilmu ‘indallaah. Allaahu a’lam bish-shawwaab. Abul-Jauzaa’ Al-Bogoriy – di satu saat sebelum shubuh. Bahan bacaan : a. At-Tawassul Anwaa’uhu wa Ahkaamuhu oleh Asy-Syaikh Al-Albani, Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. 1/1421 H. b. Al-Is’aaf min Ighaatsatis-Saqaaf oleh ‘Abdullah bin Fahd Al-Khaliifiy (http://www.ahlalhdeeth.com). c. Fatawaa Asy-Syaikh ‘Abdullah Zuqail (http://www.saaid.net/Doat/Zugail/64.htm). d. Fathul-Baariy oleh Al-Haafidh Ibnu Hajar Al-‘Asqalaniy, ta’liq : Asy-Syaikh Ibnu Baaz; Daarul-Ma’rifah. e. Al-Ishaabah oleh Al-Haafidh Ibnu Hajar Al-‘Asqalaniy, Cet. Kalkutaa, India. f. Dll. [1] Perkataan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah ini mendapat reaksi keras dari orang-orang yang memusuhi beliau dimana mereka telah menuduh beliau – melalui perkataan ini – sebagai satu penghinaan terhadap shahabat. Justru mereka lah yang sebenarnya tidak mengetahui kedudukan permasalahannya karena ketidaktahuan mereka bahwa Maalik Ad-Daar ini bukanlah seorang shahabat. Wallaahu a’lam.
Comments
lagi-lagi wahaby tidak amanah...
coba periksa di kitab hadis imam baihaqi dan ibnu hibban, dan kitab tafsir ibnu katsir juga fathul bari !
mereka semua menshahihkan hadist tsb!
kenapa takut ya mengatakan kebenaran?
siapa saja yang mendhoifkannya?
Dimana letak ketidakamanahan saya ? Tolong tunjukkan.....
Saya pikir, jika antum mau menjawab tulisan saya, jawablah secara ILMIAH. Apa yang tertulis dalam Fathul-Bari pun sudah terkomentari. Sebagian ulama mengatakan bahwa perkataan Al-Haafidh : Dan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanad shahih dari riwayat Abu Shaalih As-Sammaan, dari Maalik Ad-Daar itu maknanya adalah shahih sampai kepada Abu Shaalih saja. Tidak pada rantai periwayatan kepada Maalik Ad-Daar. Dari sini, 'illat riwayatnya telah saya tuliskan --- dan saya harap antum telah membacanya dengan seksama.
Mengenai perkataan Al-Baihaqi dalam Dalaailun-Nubuwwah (punya saya dengan tahqiq : Dr. 'Abdul-Mu'thi Qal'ajiy), bisa minta tolong untuk menunjukkan kepada saya dimana perkataan beliau menshahihkannya ? Setahu saya, beliau hanya membawakan riwayat saja tanpa mengatakan apa-apa (tentang keshahihannya).
Adapun Al-Haafidh Ibnu Katsiir, beliau menuliskannya dalam Al-Bidaayah wan-Nihaayah juz 7 hal. 105. Beliau berkata : "Hadzaa isnaadun shahiihun" (jadi ini perkataan Ibnu Katsir, bukan Al-Baihaqi). Riwayat plus sanad yang beliau bawakan hanyalah menukil dari Al-Baihaqi saja.
Tidak ada yang perlu disembunyikan ! (dan saya mohon maaf apabila penukilan riwayat tersebut terluput dari tulisan ini)
Tashhiih yang diberikan Ibnu Katsir tersebut keliru atau tidak benar. Dan ini telah terjawab pada tulisan di atas.
Adapun dalam Shahih Ibni Hibban,.... sampai saat ini saya belum bisa menemukannya. Dalam tulisan yang terpampang di Blog antum pun tidak ada pernyataan tashhiih dari Ibnu Hibban. Bisa tolong ditunjukkan kepada saya ?
'Alaa kulli haal, apa yang antum 'permasalahkan' sebenarnya telah terjawab dalam tulisan di atas. Termasuk sikap hasad dan kengawuran antum yang menganggap Asy-Syaikh Ibnu Baaz telah mengkafirkan shahabat. Antum sudah tidak objektif lagi - kalau tidak mau dikatakan telah berdusta - (padahal kenyataannya memang demikian).
Apabila mau merespon tulisan saya, tolong direspon dengan ilmiah dan dengan adab-adab yang seharusnya ada pada orang pintar. Harapan saya, antum termasuk golongan ini. Walau sebenarnya,... saya merasa berat untuk terlalu banyak berharap, karena kenyataan yang ada masih jauh dari harapan saya.
Mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan.
Abul-Jauzaa'
ane kira ente bisa baca arab gundul dan faham hukum ilmu aqidah....?????
coba baca yang di line merah, dalam kitab fathul bari yang asli (line merah kedua dari bawah)
"huwa bilal 'ibni harits al muzani ahadush-shahabat"
Lelaki itu ialah bilal 'ibni harits al muzani salah satu sahabat!
kemudian baca tahqiqan bin Baz al-Badwi (diline biru 2 line dari bawah) :
"wa inna maa fa'alahu rrajul hadza munkar wa wasilatu ila sysyirki"
"dan sesungguhnya apa yang dkerjakan oleh lelaki ini (shahabat bilal 'ibni harits al muzani ) adalah munkar dan berwasilah kesyirikan"
wahai wahabyyin, berani sekali kalian mengatakan shahabat Nabi sebagai pelaku kemungkaran dan pelaku syirik!!!
inilah hakikat pengkafiran bin baz!
apa hukum orang yang mengatakan shahabat sebagai "pelaku syirik"??!!!
Lihat dalam kitab imam baihaqi, ibnu hibban , ibnu abi syaibah, ibnu katsir (dalam annihayah) rah.hum. >>> mereka semua menshahihkan hadis ini!!!!
Bgm dgn hadis2 ini? apakalian akan mengatakan 'aisyah rha. pelaku syirik????
Bertawassul Dengan Maqam Nabi Dengan Petunjuk Sayyidah ‘Aisyah رضي الله عنها
Qubbatul Khadra’ atau Kubah Hijau dimana di bawah kubah itulah bersemadinya jasad Sayyidul Kawnain wats Tsaqalain صلى الله عليه وسلم Menurut sejarah, maqam Junjungan Nabi صلى الله عليه وسلم sentiasa mempunyai bumbung untuk menaunginya kerana ia asalnya adalah rumah (bilik) Sayyidatina ‘Aisyah رضي الله عنها. Pernah berlaku dalam sejarah bahawa penduduk Kota Madinah tatkala menghadapi musim kemarau yang teruk telah dinasihatkan untuk membuat satu bukaan pada bumbung atas maqam Junjungan صلى الله عليه وسلم sebagai upaya berwasilah dengan baginda. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam ad-Daarimi dalam sunannya seperti berikut:
حدّثنا أبو النُعمانِ حدثنا سعيدُ بنُ زيدٍ ، حدثنا عَمْرُو بنُ مالكٍ النكريُّ ، حدثنا أبو الجوزاء أوسُ بنُ عبدِ اللَّهِ قال: قحطَ أهل المدينة قَحْطاً شديداً، فشَكَوْا إلى عائشةَ فقالَتْ: انظُروا قبرَ النبيِّ صلى الله عليه وسلّم فاجعلُوا منه كواً إلى السماءِ، حتى لا يكون بَيْنَهُ وبينَ السماءِ سقْفٌ. قال: فَفَعَلُوا فمطِرْنا مطراً حتى نَبَتَ العشبُ، وسَمِنَتِ الإبِلُ حتى تَفَتَّقَتْ من الشحمِ، فسُمِّيَ عامَ الفتقِ….انتهى
Diriwayatkan daripada Abu an-Nu’maan daripada Sa`id bin Zaid daripada ‘Amr bin Malik daripada Abul Jawzaa` Aus bin Abdullah yang telah berkata: “Penduduk Kota Madinah telah menghadapi kemarau teruk, lalu mereka mengadu kepada Sayyidatina ‘Aisyah رضي الله عنها. Ummul Mu’minin Sayyidatina ‘Aisyah berkata kepada mereka: (Pergilah) lihat kubur Nabi صلى الله عليه وسلم dan buatkanlah satu lubang atasnya yang tembus ke langit sehingga tidak ada atap (naungan) di antara kubur tersebut dengan langit. Maka mereka pun melakukannya, lalu turunlah hujan lebat sehingga tumbuh-tumbuhan hidup dengan subur dan unta-unta menjadi gemuk sehingga kulitnya seakan-akan pecah, maka dinamakan tahun tersebut “aamul fatqi” (tahun pecah-pecah (yakni melambangkan kesuburan kerana kulit unta-unta tersebut seolah-olah pecah-pecah kerana terlalu gemuk).”
Hadits ini telah dijadikan antara dalil yang mengharus bertawassul dengan Junjungan Nabi صلى الله عليه وسلم sebagaimana dinyatakan oleh ulama dan ahli sejarah Kota Madinah yang masyhur, Sayyid as-Samhudi, dalam “Khulashatul Wafa`“. Imam as-Samhudi menyatakan bahawa membuat lubang pada atap atas maqam Junjungan Nabi صلى الله عليه وسلم supaya ada lubang terus ke langit telah menjadi amalan penduduk Madinah sewaktu musim kemarau. Selanjutnya beliau menyatakan bahawa pada kebelakangannya penduduk Madinah tidak lagi membuat lubang pada atas maqam Junjungan صلى الله عليه وسلم tetapi mereka akan membuka pintu yang menghadap wajah baginda yang mulia dan bertawassul dengan baginda serta memohon syafaat baginda di situ. Mulla ‘Ali al-Qari dalam “Mirqaatul Mafaatiih” turut menukilkan hadits ini dan menyebut bahawa Aus bin ‘Abdullah al-Azdi adalah ahli Bashrah dan seorang tabi`in masyhur yang meriwayatkan hadits daripada Sayyidatina ‘Aisyah, Sayyidina Ibnu ‘Abbas dan Sayyidina Ibnu ‘Umar رضي الله عنهم. Hadhratusy Syaikh KH Hasyim Asy`ari [pendiri Nahdhatul Ulama’] juga memuatkan hadits ini sebagai antara dalil bagi mengharuskan tawassul, istighosah dan memohon syafaat kepada Nabi, para wali dan sholihin sebagaimana dimuatkannya dalam kitabnya “an-Nuurul Mubiin fi Mahabbati Sayyidil Mursaliin“. Maka apakah kita mahu mensyirikkan Ummul Mu’minin ‘Aisyah رضي الله عنها dan penduduk Madinah ketika itu? Allahu Allah …. Berhati-hatilah dalam membuat tuduhan.
Kita tinggalkan dulu pembahasan riwayat 'Aisyah untuk menyelesaikan apa yang sedang dibicarakan.
Mengenai perkataan antum :
coba baca yang di line merah, dalam kitab fathul bari yang asli (line merah kedua dari bawah)
"huwa bilal 'ibni harits al muzani ahadush-shahabat"
Lelaki itu ialah bilal 'ibni harits al muzani salah satu sahabat!
Coba antum baca kembali apa yang telah saya tuliskan. Ibnu Hajar menukil riwayat tersebut dengan menyandarkan kepada kitab Al-Futuuh. Ibnu Hajar tidak mengatakan apa-apa tentang nisbat kepada Bilaal. Itu pun telah saya tuliskan plus kritikannya. Apakah antum tidak bisa membaca tulisan saya. Saya telah membaca Tahdziibut-Tahdziib yang menjelaskan biografi Saif ini. Saif ini lemah menurut kesepakatan ulama. Coba antum baca perkataan Ibnu Hibban yang dinukil Ibnu Hajar. Saya harap,.. antum sesekali membaca dan menengok referensi yang saya tunjukkan. So,... jika riwayat Saaif berderajat sangat lemah (dla'if jiddan), tentu saja nisbat kepada shahabat Bilaal adalah TIDAK BENAR.
Begitu pula dengan perkataan Ibnu Baaz rahmahullah. Justru saya tidak habis mengerti di kalimat mana yang menunjukkan beliau mengkafirkan shahabat. Orang objektif tentu bisa menilai antara tulisan saya dan tulisan antum. Justru saya menjadi ragu apakah antum paham bahasa Arab atau tidak. Apa yang dikatakan oleh Syaikh Ibnu Baaz - yang antum garis biru dalam blog antum - pun telah saya tuliskan secara lengkap. Bagaimana bisa dikatakan bahwa beliau mengkafirkan shahabat jika riwayat yang dibawakan Saaif saja adalah sangat lemah.
Jawablah dengan ilmiah. Jika ini adalah akhir ilmu dan jawaban saudara, maaf, tidaklah saya melihat diri antum kecuali orang yang hasad dan miskin (ilmu).
Abul-Jauzaa'
rasul bersabda:
"wahai fatimah mintalah kepadaku selagi aku masih hidup, sebab kalau aku sudah mati maka aku tidak bisa memberi manfaat sedikitpun kepadamu."
(HR Imam bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
-hadits ini memberi penegasan kalau meminta itu hanya saat beliau masih hidup.
ustad, mau tanya apakah benar masalah tawasul dgn makhluknya (misal kepada nabi muhammad) adalah masalah furu yg bisa ditoleransi ? bukan masalah aqidah yg harus diingkari secara keras ?
seperti yg dibahas oleh ustad farid nu’man ini :
http://www.islamedia.web.id/2011/07/tentang-tawassul.html
permasalahan tersebut merupakan persoalan khilafiyyah di kalangan ulama. syaikh al-albaniy pun telah menyebutkannya dalam bagian awal kitab at-tawassul.
Abul Jauzaa antum tidak harus membuka masalah yang antum sendiri khawatir tidak mampu menuntaskan seluruh persoalan yang ada didalamnya dengan sempurna,
إذا وسد الأمر إلى غير أهله فانتظر الساعة
Jika masih ada orang yang lebih ahli maka ia lebih berhak berbicara.
Dan dalam membantah kita harus berhati-hati.
Karena bisa jadi orang yang anda bantah dengan uslub kata-kata anda yang seperti itu, Ia bukan berhenti dan berkurang kebid'ahannya namun justru semakin giat menyebarkan bid'ah dan memfitnah dan lebih giat menciptakan banyak kedustaan disebabkan kebenciannya semakin menjadi-jadi.
Bisa jadi debat anda ini disini memicu ia lebih serius dalam menulis bahkan membukukan tulisannya yang didalamnya banyak syubhatnya.
Pepatah mengatakan :
"Apabila tidak bisa dikerjakan semuanya, maka jangan ditinggalkan semuanya".
Saya percaya, bahkan sangat percaya, banyak orang yang lebih ahli daripada saya. Namun apa yang saya tulis di atas merupakan penjelasan para ulama yang ahli di bidangnya yang coba saya rangkum dan terjemahkan. Anda bisa rujuk ke referensi yang saya pakai.
Kekhawatiran Anda adalah sebuah kekhawatiran. Sama halnya dengan kekhawatiran, jika tidak dibantah, maka bergentayanganlah syubhat. Saya pribadi sangat berharap, Anda, atau siapa saja, jika memang dalam tulisan di atas ada kekurangan, tolong diberitahu. Termasuk masukan Anda bahwa uslub saya kurang tepat. Jadi, yang tepat bagaimana. Ada masukan sekaligus solusi. Itulah sikap yang perlu dikembangkan di antara para penuntut ilmu.
Saya kira itu lebih bermanfaat bagi saya, antum, dan yang lainnya.
Ada yang ingin saya katakan namun ada sesuatu yang menghalangi.
Nampaknya yang diatas menyayangi anda, dan ia menyayangi kita semua ahlussunnah.
Lanjutkan upaya anda itu, semoga Alloh bersama kita semua.
Ustadz,
Mohon dibahas lebih lanjut, apakah tawassul masuk bab fiqh atau aqidah.
Jazakallohu khoyron
ASSALAMU`ALAIKUM
USTADZ,SAAT SAYA TARUH TULISAN ANTUM DI FACEBOOK TERNYATA ADA YANG MEMBANTAH.
Akun fb dari An SanDjaya:
-Ibn Hajar mengatakan shahih: baik periwayatan malikud darr maupun saif..
-Al albani mengatakn tdk shahih: periwayatan malikud darr maupun saif..
Pilihannya adl: Anda taklid pd siapa??
kalo sy,, lbh memilih mempercayai pendapat dr ulama' yg lebih 'alim dlm hal ini..
saya bersikap demikian krn tdk semua informasi yg dimiliki Ibn Hajjar dimiliki juga olh Al albany.. dan sampean tau sendiri kredibilitas Ibnu hajjar dlm Ilmu hadits, jauh melebihi Albany.
Senin pukul 23:49 · Suka
SAYA ABU AHMAD FAHRUL AL JAWI MOHON KEPADA USTADZ UNTUK TANGGAPI INI. OH YA APABILA SI AN SANDAJAYA INGIN MEMBANTAH ATAU MENANGGAPI TULISAN ANTUM DI ATAS MAKA SAYA MINTA IZIN KEPADA USTADZ UNTUK MEMBUKA RUANG DISKUSI TENTANG INI SUPAYA SAYA BISA BELAJAR.
Ibnu Hajar tidak mengatakan riwayat Saif itu shahih, karena Saif itu matruk. Lantas, bagaimana bisa dikatakan shahih ?.
Di atas telah saya sebutkan perkataan Ibnu Hajar yang mentashhih riwayat. Namun tashhih itu tidak benar dengan sebab telah saya sebutkan di atas.
Juga sebagai tambahan,... sebelumnya saya mengikuti pendapat bahwa Maalik Ad-Daar adalah seorang yang ma'ruuf, hasan haditsnya. Namun setelah membaca ulang analisa muhaqqiqiin yang membahas Maalik Ad-Daar, maka nampak bagi saya kemudian bahwa ia seorang yang majhuul haal atau mastuur. Sama seperti yang dikatakan oleh Al-Mundziriy [At-Targhiib wat-Tarhiib, 2/55], Al-Haitsamiy [Majma'uz-Zawaaid, 3/125], dan Al-Albaaniy. Hanya ada dua orang perawi tsiqah yang meriwayatkan darinya. Adapun tautsiq, maka hanya berasal dari Ibnu Hibbaan yang dikenal tasaahul dalam tautsiq. Ibnu Abi Haatim ketika menyebutkan biografi Maalik Ad-Daar [Al-Jarh wat-Ta'diil, 8/213] tidak menyebutkan jarh maupun ta'diil-nya; dimana telah diketahui perawi yang ia sebutkan dalam kitabnya tanpa menyebutkan keterangan jarh atau ta'dil-nya, maka ia majhuul [Muqaddimah Al-Jarh wat-Ta'diil, 2/38].
Ibnu Sa'd mengatakan : 'Ma'ruuf'. Perkataan ini bukanlah ta'dil yang mu'tamad sebagaimana ma'lum diketahui, disamping telah diketahui Ibnu Sa'd juga seorang yang tasaahul dalam mentautsiq perawi.
Al-Khaliiliy mengatakan : "Taabi'iy awal, muttafaq 'alaihi, dipuji oleh kalangan taabi'iin, namun ia tidak mempunyai banyak riwayat" [Al-Irsyaad, 1/313]. Dulu saya menganggap bahwa perkataan Al-Khaliiliy ini merupakan tautsiq yang bisa diambil faedahnya. Namun setelah menelaah lebih lanjut tentang beberapa perkataan Al-Khaliiliy dalam Al-Irsyaad, maka perkataan itu juga tidak bisa dianggap sebagai tautsiq yang mu'tamad, karena :
1. Al-Khaliiliy adalah ulama muta'khkhiriin (367 H - 446 H).
2. Perkataan Al-Khaliiliy tersebut tidak didahului oleh kalangan mutaqaddimiin. Lantas, bagaimana bisa ia mengetahui kalangan taabi'iin memujinya ?. Ingat, perkataan Al-Khaliiliy di sini tidaklah disandarkan pada riwayat.
3. Al-Khaliiliy sendiri mengatakan bahwa ia hanya mempunyai sedikit riwayat - dan memang kenyataannya demikian. Sedikitnya riwayat merupakan salah satu qarinah jahalah bagi seorang perawi.
Ini merupakan qarinah bahwa Maalik Ad-Daar seorang yang majhuul haal atau mastuur.
Dan yang lainnya.....
Walhasil, riwayat ini lemah. Wallaahu a'lam.
NB : Saya mendapatkan faedah dari kitab Tuhfatul-Abraar fii Tahqiiq Atsar Maalik Ad-Daar oleh Abu Hamzah Al-Min-yaawiy, Daarul-Min-yaawiy, Cet. 1424, Yaman].
Antum mengatakan ; "Ibnu Sa'd mengatakan : 'Ma'ruuf'. Perkataan ini bukanlah ta'dil yang mu'tamad sebagaimana ma'lum diketahui, disamping telah diketahui Ibnu Sa'd juga seorang yang tasaahul dalam mentautsiq perawi."
Pertanyannya adalah;
- mengatakan Ibnu Sa'd sebagai seorang yang tasaahul, Dasarnya apa ?
Abu Unaisah..
Dasarnya perkataan para ulama. Di antaranya adalah Al-Mu'allimy Al-Yamaaniy dalam At-Tankiil dan Abul-Hasan Al-Mishriy dalam beberapa tempat penjelasannya. Akan tetapi tasahul nya Ibnu Sa'd ini tidak seperti Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah, dan Al-Haakim. Tasahul Ibnu Sa'd lebih dekat kepada level pertengahan dibandingan mereka.
wallaahu a'lam.
sejatinya tawassul adalah berdoa kepada Allah SWT melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah SWT. Tawassul hanyalah merupakan pintu dan perantara dalam berdoa untuk menuju Allah SWT. Maka tawassul bukanlah termasuk syirik karena orang yang bertawasul meyakini bahwa hanya Allah-lah yang akan mengabulkan semua doa.
CONTOH 1 :
Sebagaimana doa beliau saw ketika ada yg sakit : “Dengan Nama Allah atas tanah bumi kami, demi air liur sebagian dari kami, sembuhlah yg sakit pada kami, dg izin tuhan kami” (shahih Bukhari hadits no.5413, dan Shahih Muslim hadits no.2194)
CONTOH 2 :
Demikian pula tawassul Sayyidina Umar bin Khattab ra. Beliau berdoa meminta hujan kepada Allah : Wahai Allah.. kami telah bertawassul dengan Nabi kami (saw) dan Engkau beri kami hujan, maka kini kami bertawassul dengan Paman beliau (saw) yang melihat beliau (saw), maka turunkanlah hujan..?. maka hujanpun turun. (Shahih Bukhari hadits no.963 dan hadits yang sama pada Shahih Bukhari hadits no.3508).
JIKA ANDA MELARANG TAWASSUL DGN AYAT INI :
1.Surat Az Zumar, 2:
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.
2.Surah al-Baqarah, 186:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Allah Maha dekat dan mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaNya.
3. Surat Al-Jin, ayat 18:
Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.
MAKA JAWABAN SI BOCAH ANAK PAUD :
1. Orang yang bertwassul kepada orang sholih maupun kepada para kekasih Allah, dianggap sama dengan sikap orang kafir ketika menyembah berhala yang dianggapnya sebuah perantara kepada Allah.
Namun kalau dicermati, terdapat perbedaan antara tawassul dan ritual orang kafir seperti disebutkan dalam ayat tersebut: tawassul semata dalam berdoa dan tidak ada unsur menyembah kepada yang dijadikan tawassul , sedangkan orang kafir telah menyembah perantara; tawassul juga dengan sesuatu yang dicintai Allah sedangkan orang kafir bertwassul dengan berhala yang sangat dibenci Allah.
2. Allah Maha dekat dan mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaNya. Jika Allah maha dekat, mengapa perlu tawassul dan mengapa memerlukan sekat antara kita dan Allah.
Namun dalil-dalil di atas menujukkan bahwa meskipun Allah maha dekat, berdoa melalui tawassul dan perantara adalah salah satu cara untuk berdoa. Banyak jalan untuk menuju Allah dan banyak cara untuk berdoa, salah satunya adalah melalui tawassul.
3. Kita dilarang ketika menyembah dan berdoa kepada Allah sambil menyekutukan dan mendampingkan siapapun selain Allah.
Seperti ayat pertama, ayat ini dalam konteks menyembah Allah dan meminta sesuatu kepada selain Allah. Sedangkan tawassul adalah meminta kepada Allah, hanya saja melalui perantara.
JIKA ANDA MENYERTAKAN HADITS INI :
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Apabila seorang anak Adam meninggal, maka akan terputus amalannya kecuali tiga perkara : shadaqoh jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kepadanya” (HR Abu Hurairah)
MAKA JAWABAN SI BOCAH :
Berdoa itu sunnah.
Minta didoakan pada orang lain juga sunnah. Baik yg hidup atau pun yg mati:
Rasulullah SAW bersabda: sertakanlah kami dalam do’amu”. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
Menurut jumhur Ulama, Al Qur’an itu derajadnya lebih tinggi daripada Hadits. Menurut anda mana yg lebih tinggi derajadnya, 1 hadits yg anda bawa atau 2 ayat Al Qur’an ini?
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” [Al Baqarah 154]
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” [Ali 'Imran 169]
Coba pelajari arti doa sesudah azan yg berbunyi aati Muhammadanil wasiilah? Jadikanlah bagiku Nabi Muhammad sbg Wasilah. Bukankah Nabi Muhammad sudah meninggal? Apakah membaca doa itu berbahaya bagi iman kita? Justru sunnah bukan? Dan itu ada dalilnya.
Musyrik itu kalau kita berdoa atau meminta kepada selain Allah. Ya Muhammad, berilah kami keselamatan. Nah itu baru musyrik. Tapi kalau kita minta, ya Nabi, mohonkanlah kepada Allah agar kami diberi keselamatan. Insya Allah itu tidak berdosa.
Coba baca dan pelajari benar makna hadits ini:
Allah sendiri memerintahkan kepada kita untuk bertawassul sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah saw pada saat Fatimah binti Asad (ibu Ali bin Abi Thalib) wafat. Rasulullah Saw bersabda:
اَللهُ الَّذِى يحُىْ وَيمُيِتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَيَمُوْتُ اغْفِرْ لأِ مّىِ فَاطِمَةَ بِنْتِ أَسَدٍ وَلَقّنْهَا حُجَّتَهَا وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مَدْ خَلَهَا ِبحَقّ ِنَبِيّكَ وَاْلأَنْبِيَاءِ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِى فَاءِنَّكَ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ وَكَبَّرَأَرْبَعًا وَاَدْخَلُوْ هَا هُوَ وَاْلعَبَّاسُ وَاَبُوْ بَكْرٍ الّصِدّيِقِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمْ
“Allah yang menghidupkan dan yang mematikan dan Dialah yang hidup tidak mati; Ampunilah! Untuk Ibu saya Fathimah binti Asad dan ajarkanlah kepadanya hujjah (jawaban ketika ditanya malaikat) kepadanya dan luaskan kuburnya dengan wasilah kebenaran Nabimu dan kebenaran para Anbiya’ sebelum saya, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dan Rasulullah takbir empat kali dan mereka memasukkan ke dalam kubur ia (Rasulullah), Sahabat Abbas Abu Bakar As-Shaddiq r.a.” (HR Thabrani).
Perhatikan hadits di atas baik2. Nabi berwasilah dengan para Nabi2 sebelumnya yang sudah meninggal dunia. Kalau itu berdosa, kalau itu berbahaya bagi keimanan, tak mungkin Nabi melakukan itu.
CONTOH :
1. SAYA BERDO'A DGN MENJADIKAN PARA NABI & PARA SHALIHIN SBGAI PERANTARA,
"YA ALLAH DENGAN KEMULIAN PARA NABI & WALLI YG SANGAT ENGKAU CINTAI,BERIKANLAH HAMBAMU INI KEMUDAHAN DALAM MENDAPATKAN PEKERJAAN"
2. KEESOKAN HARINYA SAYA MELAMAR KE SEBUAH PERUSAHAAN TEMPAT MANG SHOLIH (ALM) PAMAN SAYA BEKERJA SWAKTU BELIAU MASIH HIDUP,SAYA PUN TAHU BAHWA ALMARHUM PAMAN SAYA ADALAH ORG KEPERCAYAAN DIREKTUR ITU & MEREKA PUN SGT DEKAT SEKALI,SAYA TAHU KEDEKATAN MEREKA DARI CERITA ALMARHUM PAMAN SAYA SWAKTU MSH HIDUP,KETIKA DI INTERVIEW SAYA MENGATAKAN KALAU SAYA ADLH KEPONAKN ALMARHUM MANG SHOLIH DI HADAPAN DIREKTUR ITU,
BUKANKAH AKN MNJADI LBIH BESAR PELUANG SAYA UNTUK DI TERIMA KERJA..MESKIPUN SAYA TAHU BHWA DIREKTUR ITULAH YG BSA MENERIMA ATAU MENOLAKNYA.???
PERTANYAANNYA :
1. DI MANAKAH LETAK KESYIRIKANNYA & DI MANA LETAK MENYEMBAH NABI DAN PARA SHALIHINNYA ???
2. APKH CINTA ALLAH SWT HNYA SEBATAS PADA SAAT NABI DAN PARA SHALIHIN ITU MSH HIDUP,MAKA KTIKA SDH WFT MREKA SDH TDK D CINTAI & SDH BKN MAHLUKNYA ALLAH SWT LAGI ???
Ustadzi al kariim, semoga Allah menjaga anda dan keluarga anda, membaguskan keadaan anda dan keluarga anda, dan meluaskan ilmu anda serta memberikan anda keluasaan untuk memberi manfaat pada manusia. Aamiin
Barangkali artikel ini bisa membuat antum 'segar', karena biasanya antum haus dari pembahasan ilmiah yang njlimet. Biar masalahnya bisa didudukkan dengan pas.
https://www.facebook.com/notes/forum-diskusi-hadits/kupas-tuntas-masalah-tawassul/261485490536952
Akun salafytobat, anda harus bener2 tobat deh kayaknya. tulisan dapet copy paste dari blog malaysia aja ngaku milik sendiri dengan mengatakan "Lihat yang ane garis merahi"..... saya malah yakin, ente belon baca tu pastean, maen comot langsung klaim milik sendiri. MENJIJIKAN...
Ilmu ente jauh tanah ke langit dengan saudara Abdul Jauza yang bikin dengan tulisan pribadi BUKAN COPY PASTE sambil ente aja nggak ngerti, cuma dengki yang gede doank
Menyeru meminta kepada yang ghaib selain Allah, misalnya menyeru meminta kepada roh penghuni barzakh (Bunda Maryam, Wali-wali dan Sidarta Gautama) dan jin, ini jelas SYIRIK, na'udzu billah min dzalik.
"...لا تدعوا مع الله أحدا..." (Al-Qur'an)
Orang Kuburi berucap: "Wahai Waliyullah Syaikh Abdul Qadir Jailani, aku memohon kepadamu ...dst."
Orang Nasrani berucap: "Wahai Bunda Maryam, aku memohon kepadamu ...dst."
Orang Budha berucap: "Wahai Budha Sidarta Gautama, aku memohon kepadamu ...dst."
Orang Musyrik Arab berucap: "Wahai Penunggu (jin) Penguasa bukit ini, aku memohon kepadamu ...dst."
Posting Komentar