Masjid Manakah yang
Dibangun Pertama Kali di Muka Bumi ?
1.
Dari
Abu Dzarr radliyallaahu ‘anhu, ia
berkata :
قُلْتُ
: يَا رَسُولَ اللهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الْأَرْضِ أَوَّلَ ؟ قَالَ :
الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ. قَالَ : قُلْتُ : ثُمَّ أَيُّ ؟. قَالَ : الْمَسْجِدُ
الْأَقْصَى. قُلْتُ : كَمْ كَانَ بَيْنَهُمَا ؟. قَالَ : أَرْبَعُوْنَ سَنَةً.
ثُمَّ أَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ بَعْدُ فَصَلِّهْ. فَإِنَّ الْفَضْلَ
فِيْهِ. وَفِي رِوَايَةٍ : أَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ فَهُوَ
مَسْجِدٌ
Aku
bertanya : “Wahai Rasulullah, masjid manakah yang pertama kali dibangun di muka
bumi ?”. Beliau menjawab : “Al-Masjid Al-Haram”. Aku bertanya lagi
: “Kemudian (masjid) mana ?”. Beliau menjawab : “Al-Masjid Al-Aqshaa”. Aku bertanya lagi : “Berapa jarak antara
keduanya ?”. Beliau menjawab : “Empat
puluh tahun. Kemudian dimanapun shalat menjumpaimu setelah itu, maka
shalatlah, karena keutamaan ada padanya”. Dan dalam riwayat yang lain : ”Dimanapun shalat menjumpaimu, maka shalatlah, karena ia adalah masjid”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Dzarr radliyallaahu ’anhu].[1]
Keutamaan Shalat di Al-Masjidul-Aqshaa
2.
Dari ’Abdullah bin ’Amr bin Al-’Ash, dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam, beliau
bersabda :
أَنَّ
سُلَيْمَانَ بْنَ دَاوُدَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَنَى بَيْتَ
الْمَقْدِسِ سَأَلَ اللهَ - عَزَّ وَجَلَّ - خِلَالاً ثَلَاثَةً؛ سَأَلَ اللهَ -
عَزَّ وَجَلَّ - : حُكْماً يُصَادِفُ حُكْمَهُ، فَأُوتِيَهُ، وَسَأَلَ اللهَ -
عَزَّ وَجَلَّ - مُلْكاً لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ، فَأُوتِيَهُ،
وَسَأَلَ اللهَ - عَزَّ وَجَلَّ - حِيْنَ فَرَغَ مِنْ بِنَاءِ الْمَسْجِدِ أَنْ
لَا يَأْتِيَهُ أَحَدٌ لَا يَنْهَزُهُ إلَّا الصَّلَاةُ فِيْهِ أَنْ يُخْرِجَهُ
مِنْ خَطِيْئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ (فِي رِوَايَةٍ فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ : أَمَّا اثْنَتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا
وَأَرْجُو أَنْ يَكُوْنَ قَدْ أُعطِيَ الثَّالِثَةَ).
”Sesungguhnya ketika Sulaiman bin
Dawud membangun Baitul-Maqdis, (ia) meminta kepada Allah ’azza wa jalla tiga
perkara. (Yaitu), meminta kepada Allah ’azza wa jalla agar (diberi taufiq)
dalam memutuskan hukum yang menepati hukum-Nya, lalu dikabulkan; dan meminta kepada
Allah ’azza wa jalla dianugerahi kerajaan yang tidak patut diberikan kepada
seseorang setelahnya, lalu dikabulkan; serta memohon kepada Allah bila selesai
membangun masjid, agar tidak ada seorangpun yang berkeinginan shalat di situ,
kecuali agar dikeluarkan kesalahannya seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya (dalam riwayat lain : Lalu Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Adapun yang kedua, maka telah diberikan. Dan aku berharap, yang ketiga
pun dikabulkan)” [Diriwayatkan
oleh An-Nasa’i, dan ini adalah lafadh beliau. Juga oleh Ahmad dalam Musnad-nya dengan lafadh yang lebih
panjang lagi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Haakim dalam Al-Mustadrak, Al-Baihaqi dalam Syu’abul-Iimaan,
dan yang lainnya].[2]
3.
Dari Abu Dzarr radliyallaahu
’anhu, ia berkata :
تَذَاكَرْنَا
وَنَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهُمَا
أَفْضَلُ أَمَسْجِدُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمْ بَيْتُ
الْمَقْدِسِ ؟فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : صَلَاةٌ
فِي مَسْجِدِيْ أَفْضَلُ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ فِيْهِ وَلَنِعْمَ الْمُصَلَّى هُوَ
وَلَيُوْشَكَنَّ لأَنْ يَكُوْنَ لِلرَّجُلِ مِثْلُ شَطْنِ فَرَسِهِ (وَفِي
رِوَايَةٍ : مِثْلُ قَوْسِهِ) مِنَ الْأَرْضِ حَيْثُ يُرَى مِنْهُ بَيْتُ
الْمَقْدِسِ خَيْرٌ لَهُ مِنَ الدُّنيَا وَمَا فِيْهَا.
”Kami saling bertukar pikiran tentang mana yang lebih
utama, masjid Rasulullah shallallaahu
’alaihi wasallam atau Baitul-Maqdis, sedangkan di sisi kami ada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Lalu
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda
: ”Satu shalat di masjidku lebih utama
dari empat shalat padanya, dan ia adalah tempat shalat yang baik. Dan
hampir-hampir tiba masanya, seseorang memiliki tanah seukuran kekang kudanya (dalam
riwayat lain : ”seperti busurnya”) dari tempat itu terlihat Baitul-Maqdis lebih
baik baginya dari dunia seisinya” [Diriwayatkan oleh Ibrahim bin Thahman
dalam Masyikhah Ibni Thahman,
Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jamul-Ausath,
dan Al-Haakim dalam Al-Mustadrak.
Al-Haakim berkata : ”Ini adalah hadits yang shahih sanadnya, dan Al-Bukhari dan
Muslim tidak mengeluarkannya. Adz-Dzahabi dan Al-Albani sepakat dengan beliau].
Hadits ini adalah hadits yang paling shahih tentang
pahala shalat di Al-Masjidul-Aqshaa. Hadits ini menunjukkan, shalat di Masjid
Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam seperti
empat shalat di Al-Masjidul-Aqshaa. Pahala shalat di Al-Masjidul-Aqshaa setara
dengan 250 kali (shalat di masjid lainnya).
Syaikh kami (Al-Albani) dalam Silsilah Ash-Shahiihah (no. 2902) mengatakan : ”Hadits yang paling
shahih tentang keutamaan shalat di sana (Al-Masjidul-Aqshaa) adalah hadits Abu
Dzarr radliyallaahu ’anhu, ia berkata
: ”Kami saling bertukar pikiran tentang, mana yang lebih utama, masjid
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam atau
Baitul-Maqdis, sedangkan di sisi kami ada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Lalu Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Satu shalat di masjidku lebih utama dari empat shalat padanya, dan ia
adalah tempat shalat yang baik....” (al-hadits) [selesai].
Hadits ini termasuk bukti kenabian shallallaahu ’alaihi wasallam. Yaitu berita bahwa seseorang
berangan-angan memiliki tanah meskipun sedemikian sempit, asalkan dapat melihat
dari dekat Baitul-Maqdis dari tanahnya tersebut.
Dalam tahqiq-nya
terhadap kitab Masyikhah Ibni Thahman,
Dr. Muhammad Thahir Al-Maliki berkata : ”Sangat disayangkan, kenyataan
menunjukkan bahwa kita berada di tengah upaya mewujudkan (yang disebutkan)
dalam hadits ini, yang merupakan tanda kenabian. Juga konspirasi para musuh terhadap
Al-Masjidul-Aqshaa dan Batul-Maqdis akan terus berlangsung dan semakin besar,
serta semakin dahsyat, sampai pada derajat seseorang muslim berangan-angan
memiliki sedikit tempat di sana untuk melihat Baitul-Maqdis, yang menurutnya
lebih ia cintai daripada isi dunia seluruhnya. Tidak diragukan lagi, setelah itu akan ada jalan keluar
dan kemenangan, insya Allah. Segala
sesuatunya di tangan Allah, dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Saya (Asy-Syaikh Hisyaam Al-’Arifi) katakan : ”Yang disampaikan
Muhammad Thahir Malik ini terjadi tahun 1403 H, bertepatan dengan 1983 M.
Sungguh kenyataan yang terjadi sekarang ini lebih besar dan mengisyaratkan secara
tepat tentang kesesuaian hadits ini dengan jaman sekarang. Tidak diragukan
lagi, jalan keluar dan kemenangan yang beliau jelaskan tersebut tergantung pada
kembalinya kaum muslimin kepada agama Allah. Yaitu dengan kembali kepada
Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman salaful-ummah. Adapun angan-angan seorang muslim mendapatkan
sedikit tanah tersebut untuk melihat Baitul-Maqdis, disyaratkan dengan
pemahamannya terhadap ’aqidah, baik secara keilmuan maupun amalan.
Ketika takhrij hadits
ini dicetak pada tanggal 5 Muharram 1418 H, bertepatan 12 Mei 1997 M, orang
Yahudi telah menetapkan penggabungan pemukiman-pemukiman mereka yang
mengelilingi Baitul-Maqdis ke Baitul-Maqdis (Al-Quds), dalam satu distrik yang
terpusat. Ini terjadi setelah dimulainya pembangunan pemukiman baru di Bukti
Abu Ghunaim. Pemukiman-pemukiman ini termasuk sebagai upaya menambah
pemukiman-pemukiman (Yahudi) yang dibangun di sekitar Baitul-Maqdis (Al-Quds). Sehingga
nantinya, Baitul-Maqdis dikelilingi oleh pemukiman-pemukiman Yahudi, seperti
tembok pada tempat perlindungan setelah mengepung kota Al-Quds sejak enam tahun
lalu, disertai pos-pos pemeriksaan militer. (Dimaksudkan) untuk mencegah
penduduk Palestina di Ghaza sebelah barat terhalang (tidak) masuk ke
Baitul-Maqdis atau shalat di Al-Masjidul-Aqshaa.
Perlu diketahui, banyak kelompok orang-orang Yahudi
dengan beragam nama, mereka berusaha terus-menerus mengganggu kaum Muslimin di
dalam Al-Masjidul-Aqshaa, dengan dalih, mereka melakukan shalat di sana,
sehingga menimbulkan bentrokan antara kaum Muslimin yang sedang shalat di dalam
masjid tersebut dengan tentara Yahudi. Ini mengakibatkan banyak korban yang
terbunuh dan luka-luka. Akhir perlawanan ini terjadi ketika Yahudi membuat
terowongan di bawah Al-Masjidul-Aqshaa.
Sejak pendudukan Yahudi atas bagian timur kota Al-Quds pada
tanggal 5 Haziiran (Juni) 1967 M, setelah pendudukan bagian baratnya pada
tanggal 15 Ayaar (Mei) 1948 M, kemudian orang-orang Yahudi melarang kaum
Muslimin memperluas bangunan dan pemukiman, serta mereka meratakan
bangunan-bangunan yang tidak mempunyai surat ijin mendirikan bangunan. Juga
berusaha keras mempersulit orang Arab Palestina, agar meninggalkan kota,
tinggal di luar kota dan orang yang telah mengungsi dianggap telah bermukim di
luar kota Al-Quds. Wallaahul-Musta’aan.
Setelah perang tahun 1967 M, orang-orang Yahudi
memperluas bagian timur kota Al-Quds dan menggabung 66 ribu Dunum[3] dari wilayah Ghaza di sebelahnya. Agar luas kota Al-Quds menjadi
72 ribu Dunum. Yahudi juga bergerak,
dengan menambah tiga orang Yahudi pada setiap orang Arab di kota Al-Quds bagian
timur. Oleh karena itu, perpindahan orang-orang Yahudi ke kota Al-Quds bagian
timur terus-menerus dilakukan. Kantor kementerian dalam negeri melakukan usaha
untuk tidak menyatukan keluarga-keluarga yang telah terpisah di Al-Quds. Juga
pemerintah bagian perkotaan (Al-Baladiyyah) kota Al-Quds menolak memberikan
ijin pendirian bangunan, dan menghancurkan bangunan yang tidak ada ijinnya.
Berdasarkan ini semua, usaha-usaha mereka ini berhasil
dan memaksa banyak penduduk Al-Quds mengungsi ke daerah pinggiran di luar batas
kota Al-Quds seperti Ar-Rami, Dlahariyah Al-Barid, Abu Dis, dan Al-’Izariyyah.
Pembagian wilayah-wilayah pinggiran ke wilayah yang ikut kota
Al-Quds dan yang lainnya ke Ghaza Barat, serta mempersulit penduduk Al-Quds
dalam pendirian bangunan membuat penduduk wilayah penggiran memperluas
pendirian bangunan pada bagian wilayah yang masuk Ghaza Barat, karena
undang-undang yang khusus dalam perijinan bangunan lebih mudah. Perbedaannya jelas,
yaitu untuk memindahkan dan mengusir secara resmi penduduk Al-Quds ke wilayah
pinggiran yang terletak di jalur Ghaza Barat secara bertahap. Tujuannya,
diantaranya untuk memperkecil jumlah orang-orang Palestina di kota Al-Quds.
Pentingnya pemukiman-pemukiman yang dibangun di sekitar
Al-Quds sebelah timur di jalur Ghaza Barat, seperti kota Ma’aalih Adwamim,
Ja’bat Za’if, dan sebagainya adalah untuk menjadikan kota-kota pemukiman Yahudi
di jalur Ghaza mengitari dan melindungi kota Al-Quds. Maka, pada akhir tahun
tujuhpuluhan dan awal-awal delapan puluhan (Masehi) telah dibangun kota Ma’alih
Adwamim ke arah timur dari Al-Quds, kota Ja’bat Za’if ke arah barat laut, dan
kota Afrat ke arah selatan. Masing-masing kota ini memiliki beragam tugas
penting yang berbeda.
Kota Ma’alih Adwamim dibangun untuk memisahkan Al-Quds
Timur dengan jalur Ghaza Barat, dan sebagai penghalang interaksi antara
penduduk Arab di Al-Quds Timur dan Ghaza Barat. Juga untuk mencegah
perkembangan perkampungan Arab di timur kota Al-Quds, yang telah selesai
ditentukannya perluasan wilayah, pengembangannya, serta rencana untuk
memperluas batas kota Ma’alih Adwamim, sehingga menyatu dengan kota Ja’bat
Za’if dan kota Nabi Ya’qub. Dengan begitu, sempurnalah membentengi daerah
timur. Hal itu bertujuan untuk menegaskan pembatas atau pemisah antara Al-Quds
dengan Ghaza.
Kota Ja’bat Za’if, disamping sebagai pemukiman Yahudi,
kota ini dibangun untuk merealisasikan beberapa tugas lain. Diantara tugas
tersebut adalah :
o
Menghambat perkembangan tanah Palestina yang subur ini, dari
arah barat laut dengan cara melakukan perampasan tanah.
o
Mencegah interaksi antar organisasi Palestina di tanah
subur Palestina (Ar-Rif Al-Falisthini) yang dekat dengan Al-Quds.
o
Menghalangi interaksi antara daerah Ramalah dan Al-Quds,
dengan cara membangun wilayah ini di tempat tersebut.
Kota Bitar dan Afrat. Tugas dua kota ini adalah :
o
Menyatukan organisasi-organisasi Yahudi di batas wilayah
barat daya kota Al-Quds, dan menghalangi perluasan Palestina dari kota Al-Quds.
o
Menjaga hubungan antara daerah dan penduduk Yahudi
Al-Quds dan apa yang dinamakan Ghausy ’Atshiyyun ke arah barat daya Al-Quds.[4]
Jangan Bersusah Payah Bepergian, Kecuali Menuju Tiga Masjid
4.
Dari Abu Hurairah radliyallaahu
’anhu, dari Nabi shallallaahu ’alaihi
wasallam beliau bersabda :
لَا
تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ : الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ،
وَمَسْجِدِ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى.
”Tidak bolehbersusah payah
bepergian, kecuali ketiga masjid, (yaitu) : Al-Majidil-Haraam, Masjid
Rasulillah shallallaahu ’alaihi wasallam, dan Al-Masjidil-Aqshaa” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim].[5]
I’tikaf di Al-Masjidul-Aqshaa
5.
Dari Abu Waa’il radliyallaahu
’anhu, ia berkata :
قَالَ
حُذَيْفَةُ بْنُ يَمَانِ لِعَبْدِ اللهِ يَعْنِي : ابْنَ مَسْعُوْدٍ عُكُوْفٌ
بَيْنَ دَارِكَ وَدَارِ أَبِي مُوْسَى لَا يَضُرُّ ! وَقَدْ عَلِمْتُ أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا اعْتِكَافَ إِلَّا
فِي الْمَسْجِدِ الثَّلَاثَةِ. فَقَالَ عَبْدُ اللهِ : لَعَلَّكَ نَسِيْتَ
وحَفِظُوا وَأَخْطَأْتَ وَأَصَابُوا.
Hudzaifah bin Al-Yamaan berkata kepada Ibnu Mas’ud :
”I’tikaf antara rumahmu dan rumah Abu Musa tidak masalah,[6] padahal aku mengetahui
bahwa Rasulullah shallallaahu ’alaihi
wasallam telah bersabda : ”Tidak ada
i’tikaf kecuali di tiga masjid”. ’Abdullah bin Mas’ud menjawab : ”Mungkin
engkau lupa sementara mereka hafal. Engkau salah dan mereka benar”
[Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan
Al-Kubraa, Ath-Thahawi dalam Al-Musykiil,
dan Al-Isma’ily dalam Al-Mu’jam.
Hadits ini terdapat dalam Silsilah
Ash-Shahiihah no. 2786, dan Al-Albani berkata : ”Shahih sesuai syarat
Shahihain”].[7]
Syaikh kami (Al-Albani) berkata : ”Pernyataan Ibnu Mas’ud
bukanlah untuk menyalahkan Hudzaifah dalam periwayatan hadits ini. Namun
tampaknya beliau menyalahkan Hudzaifah dalam pengambilan dalil (istidlaal) dalam permasalahan i’tikaaf
yang diingkari Hudzaifah. Karena ada kemungkinan pengertian hadits ini menurut
Ibnu Mas’ud adalah tidak ada i’tikaaf
yang sempurna,[8]
seperti sabda Rasulullah shallallaahu
’alaihi wasallam :
لَا
إِيْمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ، وَلَا دِيْنَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ.
”Tidak ada iman yang sempurna bagi
orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak ada agama yang sempurna bagi orang
yang tidak menepati janjinya”.
Kemakmuran Baitul-Maqdis
6.
Dari Mu’adz bin Jabal radliyallaahu
’anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam :
عُمْرَانُ
بَيْتِ الْمَقْدِسِ خَرَابُ يَثْرِبَ وَخَرَابُ يَثْرِبَ خُرُوْجُ الْمَلْحَمَةِ
وَخُرُوْجُ الْمَلْحَمَةِ فَتْحُ الْقُسْطَنْطِيْنِيَّةَ وَفَتْحُ
الْقُسْطَنْطِيْنِيَّةَ خُرُوْجُ الدَّجَّالِ، ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى فَخِذِ
الَّذِيْ حَدَّثَهُ أَوْ مَنْكِبِهِ ثُمَّ قَالَ : إِنَّ هَذَا لَحَقٌّ كَمَا
أَنَّكَ هَاهُنَا أَوْ كَمَا أَنَّكَ قَاعِدٌ يَعْنِي مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ.
”Pembangunan menyeluruh[9] Baitul-Maqdis adalah waktu
kerusakan[10]
Madinah, dan kerusakan Madinah adalah waktu keluarnya Malhamah (perang), dan
keluarnya Malhamah adalah waktu penaklukan Konstantinopel, dan penaklukan
Konstantinopel adalah waktu (dekat) keluarnya Dajjal”. Kemudian beliau shallallaahu
’alaihi wasallam memukul paha atau bahu orang yang diajak bicara dengan
tangannya, seraya bersabda : ”Ini sungguh
sebuah kebenaran sebagimana benarnya kamu di sini atau sebagaimana kamu duduk,
yaitu Mu’adz bin Jabal” [Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, ’Ali bin Ja’d,
Abu Bakr bin Abi Syaibah, dan yang lainnya].[11]
Penjelasan Al-Masjidul-Aqshaa Tidak Dimasuki Dajjaal
7.
Dari Mujahid, ia berkata :
كُنَّا
سِتَّ سِنِينَ عَلَيْنَا جُنَادَةُ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ فَقَامَ فَخَطَبَنَا
فَقَالَ أَتَيْنَا رَجُلاً مِنَ الْأَنْصَارِ مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَخَلْنَا عَلَيْهِ فَقُلْنَاحَدِّثْنَا مَا
سَمِعْتَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا تُحَدِّثْنَا
مَا سَمِعْتَ مِنَ النَّاسِ فَشَدَّدْنَا عَلَيْهِ (وَفِي رِوَايَةٍ : وَلَا
تُحَدِّثْنَا عَنْ غَيْرِهِ وَإِنْ كَانَ مُصَدَّقاً) فَقَالَ قَامَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْنَا فَقَالَ : أَنْذَرْتُكُمُ
الْمَسِيْحَ (وَفِي رِوَايَةٍ : أَنْذَرْتُكُمُ الدَّجَّالَ ثَلَاثاً) (فَإِنَّهُ
لَمْ يَكُنْ نَبِيٌ قَبْلِي إِلَّا أَنذَرَهُ أُمَّتَهُ وَإِنَّهُ فِيْكُمْ
أَيَّتُهَا الْأُمَّة وَإِنَّهُ جَعْدٌ آدَمٌ) وَهُوَ مَمْسُوْحُ الْعَيْنِ
(وَفِي رِوَايَةٍ : أَعْوَرُ عَيْنِهِ الْيُسْرَى) قَالَ أَحْبِسُهُ قَالَ
الْيُسْرَى يَسِيْرُ مَعَهُ جِبَالُ الْخُبْزِ وَأَنْهَارُ الْمَاءِ (وَفِيْ
رِوَايَةٍ : مَعَهُ جَنَّةٌ وَنَارٌ فَنَارُهُ جَنَّةٌ وَجَنَّتُهُ نَارٌ
وَإِنَّهُ يُمْطِرُ الْمَطَرَ وَلَا يُنْبِتُ الشَّجَرَ وَأَنَّهُ يُسَلَّطُ عَلَى
نَفْسٍ فَيَقْتُلُهَا ثُمَّ يُحْيِيْهَا وَلَا يُسَلَّطُ عَلَى غَيْرِهَا)
عَلَامَتُهُ يَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ أَرْبَعِيْنَ صَبَاحاً يَبْلُغُ سُلْطَانُهُ
كُلَّ مَنْهَلٍ لَا يَأْتِي أَرْبَعَةَ مَسَاجِدَ الْكَعْبَةَ وَمَسْجِدَ
الرَّسُوْلِ وَالْمَسْجِدَ الْأَقصَى وَالطُّوْرَ وَمَهْمَا كَانَ مِنْ ذَلِكَ
فَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيْسَ بِأَعوَرَ وَقَالَ ابْنُ عَوْنٍ
ؤَأَحبِسُهُ قَدْ قَالَ يُسَلَّطُ عَلَى رَجُلٍ فَيَقْتُلُهُ ثُمَّ يُحْيِيْهِ
وَلَا يُسَلَّطُ عَلَى غَيْرِهِ.
”Kami dipimpin Junadah bin Abi Umayyah selama enam tahun;
ia bangkit dan berkhutbah, lalu berkata : Kami pernah mendatangi seorang
shahabat Rasulullah shallallaahu ’alaihi
wasallam dari Anshar. Kami menemuinya dan berkata : ’Sampaikan kepada kami
apa yang pernah kamu dengar dari Rasulullah shallallaahu
’alaihi wasallam dan jangan kamu sampaikan apa yang kamu dengar dari
orang-orang’. Lalu kami memaksanya untuk itu. (dalam riwayat yang lain : ”Dan
jangan sampaikan kepada kami dari selain beliau, walaupun itu benar). Maka ia
pun berkata : ’Rasulullah shallallaahu
’alaihi wasallam berdiri dan berkata : ”Aku
peringatkan kalian dari Al-Masih (dalam riwayat lain : ”Aku peringatkan kalian dari Ad-Dajjal” – sebanyak tiga kali) (karena tidak ada seorang nabi pun sebelumku,
kecuali memperingatkan umatnya dari Dajjal, dan Dajjal itu muncul kepada kalian
wahai umatku. Dia itu berambut keriting),
matanya buta sebelah (dalam riwayat lain : buta sebelah kirinya)”. Ia berkata : ’Aku yakin beliau shallallaahu ’alaihi wasallam berkata
sebelah kiri. Berjalan bersamanya bukit
roti dan sungai air (dalam riwayat lain : bersamanya surga dan neraka. Nerakanya adalah surga dan surganya adalah
neraka. Ia dapat menurunkan hujan dan tidak bisa menumbuhkan pohon. Dia diberi
kekuasaan atas satu jiwa. Ia membunuhnya dan menghidupkannya, serta tidak
diberi kekuasaan pada selainnya). Tanda-tandanya
: Dia tinggal di bumi ini selama empat puluh hari. Kekuasannya mencapai semua
tempat, namun ia tidak bisa mendatangi empat masjid : Ka’bah, Masjid Rasulullah
shallallaahu ’alaihi wasallam, Al-Masjidul-Aqshaa, dan Masjid Thuur. Walaupun
demikian, ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak buta sebelah”. Ibnu ’Aun
berkata : ”Aku yakin beliau shallallaahu
’alaihi wasallam berkata : ’Dan ia
(dajjal) diberi kekuasaan atas satu jiwa lalu membunuhnya dan menghidupkannya.
Dan Allah tidak memberi kuasaan pada jiwa yang lain” [Diriwayatkan oleh
Ahmad dalam Musnad-nya 5/364 dan
sanadnya shahih atas sarat Syaikhain].[12]
Pelajaran hadits :
Hadits ini tidak kontradiktif dan tidak ada masalah
dengan hadits yang shahih dari Rasulullah shallallaahu
’alaihi wasallam yang menjelaskan Dajjal akan menginjakkan kakinya di
seluruh muka bumi dan menguasainya, kecuali Makkah dan Madinah. Tidaklah ia
memasukinya dari salah satu pintunya, kecuali bertemu dengan para malaikat yang
menghunus pedangnya..... (al-hadits).
Dalam hadits ini terdapat tambahan keterangan,
pengkhususan masjid-masjid yang tidak dimasuki Dajjal. Dajjal – semoga Allah
melindungi kita dari firnahnya – walaupun memasuki daerah bukit Thursina dan Baitul-Maqdis, namun ia tidak bisa
memasuki kedua masjidnya. Dajjal juga tidak bisa masuk ke Makkah dan Madinah,
maka lebih lagi masjidnya. Wallaahu a’lam.
Ya’juj dan Ma’juj serta Bukit Baitul-Maqdis
8.
Dari Nawas bin Sam’aan radliyallaahu ’anhu ia berkata :
ذَكَرَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدَّجَّالَ ذَاتَ غَدَاةٍ
فَخَفَّضَ فِيهِ وَرَفَّعَ حَتَّى ظَنَنَّاهُ فِي طَائِفَةِ النَّخْلِ فَلَمَّا
رُحْنَا إِلَيْهِ عَرَفَ ذَلِكَ فِينَا فَقَالَ مَا شَأْنُكُمْ قُلْنَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ ذَكَرْتَ الدَّجَّالَ غَدَاةً فَخَفَّضْتَ فِيهِ وَرَفَّعْتَ
حَتَّى ظَنَنَّاهُ فِي طَائِفَةِ النَّخْلِ فَقَالَ غَيْرُ الدَّجَّالِ
أَخْوَفُنِي عَلَيْكُمْ إِنْ يَخْرُجْ وَأَنَا فِيكُمْ فَأَنَا حَجِيجُهُ
دُونَكُمْ وَإِنْ يَخْرُجْ وَلَسْتُ فِيكُمْ فَامْرُؤٌ حَجِيجُ نَفْسِهِ وَاللَّهُ
خَلِيفَتِي عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ إِنَّهُ شَابٌّ قَطَطٌ عَيْنُهُ طَافِئَةٌ
كَأَنِّي أُشَبِّهُهُ بِعَبْدِ الْعُزَّى بْنِ قَطَنٍ فَمَنْ أَدْرَكَهُ مِنْكُمْ
فَلْيَقْرَأْ عَلَيْهِ فَوَاتِحَ سُورَةِ الْكَهْفِ إِنَّهُ خَارِجٌ خَلَّةً
بَيْنَ الشَّأْمِ وَالْعِرَاقِ فَعَاثَ يَمِينًا وَعَاثَ شِمَالًا يَا عِبَادَ
اللَّهِ فَاثْبُتُوا قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا لَبْثُهُ فِي الْأَرْضِ
قَالَ أَرْبَعُونَ يَوْمًا يَوْمٌ كَسَنَةٍ وَيَوْمٌ كَشَهْرٍ وَيَوْمٌ كَجُمُعَةٍ
وَسَائِرُ أَيَّامِهِ كَأَيَّامِكُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَذَلِكَ
الْيَوْمُ الَّذِي كَسَنَةٍ أَتَكْفِينَا فِيهِ صَلَاةُ يَوْمٍ قَالَ لَا
اقْدُرُوا لَهُ قَدْرَهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا إِسْرَاعُهُ فِي
الْأَرْضِ قَالَ كَالْغَيْثِ اسْتَدْبَرَتْهُ الرِّيحُ فَيَأْتِي عَلَى الْقَوْمِ
فَيَدْعُوهُمْ فَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَجِيبُونَ لَهُ فَيَأْمُرُ السَّمَاءَ
فَتُمْطِرُ وَالْأَرْضَ فَتُنْبِتُ فَتَرُوحُ عَلَيْهِمْ سَارِحَتُهُمْ أَطْوَلَ
مَا كَانَتْ ذُرًا وَأَسْبَغَهُ ضُرُوعًا وَأَمَدَّهُ خَوَاصِرَ ثُمَّ يَأْتِي
الْقَوْمَ فَيَدْعُوهُمْ فَيَرُدُّونَ عَلَيْهِ قَوْلَهُ فَيَنْصَرِفُ عَنْهُمْ
فَيُصْبِحُونَ مُمْحِلِينَ لَيْسَ بِأَيْدِيهِمْ شَيْءٌ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
وَيَمُرُّ بِالْخَرِبَةِ فَيَقُولُ لَهَا أَخْرِجِي كُنُوزَكِ فَتَتْبَعُهُ
كُنُوزُهَا كَيَعَاسِيبِ النَّحْلِ ثُمَّ يَدْعُو رَجُلًا مُمْتَلِئًا شَبَابًا
فَيَضْرِبُهُ بِالسَّيْفِ فَيَقْطَعُهُ جَزْلَتَيْنِ رَمْيَةَ الْغَرَضِ ثُمَّ
يَدْعُوهُ فَيُقْبِلُ وَيَتَهَلَّلُ وَجْهُهُ يَضْحَكُ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ
إِذْ بَعَثَ اللَّهُ الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ فَيَنْزِلُ عِنْدَ الْمَنَارَةِ
الْبَيْضَاءِ شَرْقِيَّ دِمَشْقَ بَيْنَ مَهْرُودَتَيْنِ وَاضِعًا كَفَّيْهِ عَلَى
أَجْنِحَةِ مَلَكَيْنِ إِذَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ قَطَرَ وَإِذَا رَفَعَهُ تَحَدَّرَ
مِنْهُ جُمَانٌ كَاللُّؤْلُؤِ فَلَا يَحِلُّ لِكَافِرٍ يَجِدُ رِيحَ نَفَسِهِ
إِلَّا مَاتَ وَنَفَسُهُ يَنْتَهِي حَيْثُ يَنْتَهِي طَرْفُهُ فَيَطْلُبُهُ حَتَّى
يُدْرِكَهُ بِبَابِ لُدٍّ فَيَقْتُلُهُ ثُمَّ يَأْتِي عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ
قَوْمٌ قَدْ عَصَمَهُمْ اللَّهُ مِنْهُ فَيَمْسَحُ عَنْ وُجُوهِهِمْ
وَيُحَدِّثُهُمْ بِدَرَجَاتِهِمْ فِي الْجَنَّةِ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ
أَوْحَى اللَّهُ إِلَى عِيسَى إِنِّي قَدْ أَخْرَجْتُ عِبَادًا لِي لَا يَدَانِ
لِأَحَدٍ بِقِتَالِهِمْ فَحَرِّزْ عِبَادِي إِلَى الطُّورِ وَيَبْعَثُ اللَّهُ
يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ فَيَمُرُّ
أَوَائِلُهُمْ عَلَى بُحَيْرَةِ طَبَرِيَّةَ فَيَشْرَبُونَ مَا فِيهَا وَيَمُرُّ
آخِرُهُمْ فَيَقُولُونَ لَقَدْ كَانَ بِهَذِهِ مَرَّةً مَاءٌ (وَفِي رِوَايَةٍ
بَعْد قَوْلِهِ لَقَدْ كَانَ بِهَذِهِ مَرَّةً مَاءٌ : ثُمَّ يَسِيْرُوْنَ حَتَّى
يَنْتَهُوا إِلَى جَبَلِ الْخَمَرِ، وَهُوَ جَبَلُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ،
فَيَقُوْلُوْنَ : لَقَدْ قَتَلْنَا مَنْ فِي الْأَرْضِ، هَلُمَّ فَلْنَقْتُلْ مَنْ
فِي السَّمَاءِ فَيَرْمُونَ بِنُشَّابِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ، فَيَرُدُّ اللهُ
عَلَيْهِمْ نُشَّابَهُمْ مَخْضُوْبَةً دَماً- وَفِي رِوَايَةِ بْنِ حُجْجٍ : قَدْ
أَنْزَلْتُ عَبَاداً لِيْ لَا يَدَ لِأَحَدٍ بِقِتَالِهِمْ) وَيُحْصَرُ نَبِيُّ
اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ حَتَّى يَكُونَ رَأْسُ الثَّوْرِ لِأَحَدِهِمْ
خَيْرًا مِنْ مِائَةِ دِينَارٍ لِأَحَدِكُمْ الْيَوْمَ فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللَّهِ
عِيسَى وَأَصْحَابُهُ فَيُرْسِلُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ النَّغَفَ فِي رِقَابِهِمْ
فَيُصْبِحُونَ فَرْسَى كَمَوْتِ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ ثُمَّ يَهْبِطُ نَبِيُّ اللَّهِ
عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى الْأَرْضِ فَلَا يَجِدُونَ فِي الْأَرْضِ مَوْضِعَ
شِبْرٍ إِلَّا مَلَأَهُ زَهَمُهُمْ وَنَتْنُهُمْ فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللَّهِ
عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى اللَّهِ فَيُرْسِلُ اللَّهُ طَيْرًا كَأَعْنَاقِ
الْبُخْتِ فَتَحْمِلُهُمْ فَتَطْرَحُهُمْ حَيْثُ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ يُرْسِلُ
اللَّهُ مَطَرًا لَا يَكُنُّ مِنْهُ بَيْتُ مَدَرٍ وَلَا وَبَرٍ فَيَغْسِلُ
الْأَرْضَ حَتَّى يَتْرُكَهَا كَالزَّلَفَةِ ثُمَّ يُقَالُ لِلْأَرْضِ أَنْبِتِي
ثَمَرَتَكِ وَرُدِّي بَرَكَتَكِ فَيَوْمَئِذٍ تَأْكُلُ الْعِصَابَةُ مِنْ
الرُّمَّانَةِ وَيَسْتَظِلُّونَ بِقِحْفِهَا وَيُبَارَكُ فِي الرِّسْلِ حَتَّى
أَنَّ اللِّقْحَةَ مِنْ الْإِبِلِ لَتَكْفِي الْفِئَامَ مِنْ النَّاسِ
وَاللِّقْحَةَ مِنْ الْبَقَرِ لَتَكْفِي الْقَبِيلَةَ مِنْ النَّاسِ وَاللِّقْحَةَ
مِنْ الْغَنَمِ لَتَكْفِي الْفَخِذَ مِنْ النَّاسِ فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ
بَعَثَ اللَّهُ رِيحًا طَيِّبَةً فَتَأْخُذُهُمْ تَحْتَ آبَاطِهِمْ فَتَقْبِضُ
رُوحَ كُلِّ مُؤْمِنٍ وَكُلِّ مُسْلِمٍ وَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ يَتَهَارَجُونَ
فِيهَا تَهَارُجَ الْحُمُرِ فَعَلَيْهِمْ تَقُومُ السَّاعَةُ.
”Pada suatu hari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam menjelaskan tentang Dajjal. Sesekali
beliau merendahkan suaranya, dan sesekali meninggikan suaranya, sehingga kami menyangka
Dajjal itu telah berada di tengah pepohonan kurma. Ketika kami pergi pada
beliau, maka beliau tahu ada sesuatu pada kami. Maka beliau bertanya : ”Ada apa kalian ?”. Kami menjawab :
”Wahai Rasulullah, tadi pagi negkau telah menjelaskan tentang Dajjal. Engkau
meninggikan dan (juga) mengeraskan suara, hingga seolah kami menyangka Dajjal
itu telah berada di tengah pepohonan kurma”. Maka beliau shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Bukan Dajjal yang membuatku takut atas kalian. Apabila ia keluar
(muncul) dan aku bersama kalian, maka akulah yang akan membantahnya tanpa
bantuan kalian. Dan apabila ia keluar sedangkan aku tidak ada bersama kalian,
maka setiap orang membantah (melawan) sendiri-sendiri; sedangkan Allah menjadi
pelindung setiap muslim. Sungguh Dajjal adalah seorang pemuda berambut keriting
dan buta sebelah. Seakan-akan aku menyerupakannya dengan ’Abdul-’Uzaa bin
Qathan. Barangsiapa di antara kalian mendapatkannya, maka bacakanlah kepadanya
awal-awal surat Al-Kahfi. Dia keluar di jalan antara Syam dan ’Iraq lalu
membuat kerusakan di sekitarnya. Wahai hamba Allah, istiqamahlan !”. Maka
kami berkata : ”Wahai Rasulullah, berapa lama tinggalnya di muka bumi ?”. Beliau
menjawab : ”Empatpuluh hari. Satu hari seperti
satu tahun. Satu hari seperti satu bulan. Satu hari seperti satu pekan. Dan
sisanya, seperti hari-hari kalian ini”. Kami bertanya lagi : ”Wahai
Rasulullah, hari yang seperti satu tahun itu, apakah cukup bagi kami shalat
sehari ?”. Beliau menjawab : ”Tidak,
perkirakanlah ukurannya!”. Kami bertanya lagi : ”Berapa kecepatannya ?”.
Beliau menjawab : ”Seperti hujan ditiup
angin, lalu (ia) mendatangi satu kaum dan mengajak mereka. Kaum ini
mempercayainya dan menerima ajakannya. Kemudian Dajjal menyuruh langit, dan
langitpun menurunkan hujan. Dan menyuruh bumi, lalu bumi menumbuhkan tumbuhan. Lalu
hewan gembalaan mereka berangkat di sepanjang puncak gunung, sangat banyak
susunya dan makan sangat kenyang. Kemudian (ia) mendatangi kaum lainnya, lalu
mendakwahi mereka, namun mereka membantah perkataannya. Lalu ia (Dajjal) pergi
meninggalkan mereka. Lalu pagi harinya, mereka tertimpa kelaparan dan
kekeringan. Mereka tidak memiliki harta sedikitpun. Dajjal melewati tempat yang
rusak tersebut dan berkata kepadanya : ’Keluarkan simpananmu !’. Lalu keluarlah
harta simpanan (tanah tersebut) seperti ratu-ratu lebah. Kemudian Dajjal
memanggil seorang yang gemuk dan masih muda. Lalu ia sembelih dengan pedang dan
memotongnya menjadi dua seukuran tombal, kemudian ia memanggilnya. Lalu pemuda
itu datang dengan wajah yang bersinar-sinar. Ketika dalam keadaan demikian,
tiba-tiba Allah mengutus Al-Masih Ibnu Maryam, lalu ia turun di dekat menara
putih (Al-Manarul-Baidlaa’) di sebelah timur Damaskus. Ia mengenakan sepasang
baju yang dicelup za’faran dan meletakkan kedua telapak tangannya pada
sayap-sayap dua malaikat. Apabila ia menggoyangkan kepalanya, maka meneteskan
air; dan apabila mengangkatnya, maka keluarlah dari air itu seperti batu
permata. Sehingga tidaklah seorang kafir yang mencium wangi napasnya, kecuali
mati. Dan napasnya itu sepanjang pandangannya. Lalu beliau mengejar Dajjal
sampai mendapatinya di daerah Baabul-Ludd[13], kemudian membunuhnya. Kemudian datang kepada ’Isa Ibnu Maryam suatu
kaum yang Allah selamatkan dari Dajjal, lalu beliau mengusap wajah-wajah
mereka, dan beliau sampaikan derajat mereka di surga. Ketika hal itu terjadi,
tiba-tiba Allah mewahyukan kepada ’Isa yang berisi : ’Aku telah mengeluarkan
hamba-Ku yang tidak ada seorangpun mampu memerangi mereka. Maka bawalah
hamba-hamba-Ku berlindung di bukit Thuur’. Allah mengutus Ya’juj dan Ma’juj,
dan mereka bergerak cepat (datang) dari segala arah, sehingga rombongan pertama
mereka melewati danau Thabariyyah dan meminum habis airnya. Kemudian rombongan
terakhir mereka mengatakan : ’Sungguh dulu di tempat ini ada airnya’. (dalam
riwayat lain, ada tambahan setelah perkataan ’sungguh dulu di tempat ini ada airnya’ : ”Kemudian mereka berjalan sampai mencapai bukit Al-Khamar, yaitu bukit
Baitul-Maqdis. Lalu mereka berkata : ’Sungguh kita telah membunuh orang yang
ada di muka bumi. Ayo kita bunuh yang di atas langit’. Lalu mereka melemparkan
anak-anak panahnya ke langit, lantas Allah kembalikan kepada mereka anak-anak
panah tersebut dalam keadaan berlumuran darah – dalam riwayat Ibnu Hujr - :
”Sungguh Aku telah menurunkan
hamba-hamba-Ku yang tidak ada seorangpun yang mampu memeranginya”). Dan megepung Nabi ’Isa dan
shahabat-shahabatnya, hingga kepala sapi banteng bagi salah seorang di antara
mereka lebih baik dari seratus dinar bagi salah seorang diantara kalian
sekarang. Nabi ’Isa dan para shahabatnya berdoa kepada Allah, lantas Allah
mengirim kepada mereka (Ya’juj dan Ma’juj) ulat di leher-leher mereka sehingga
mereka semua terbunuh seperti kematian satu jiwa. Kemudian Nabi ’Isa turun
bersama shahabatnya ke dataran bumi dan tidak mendapatkan sejengkal tanahpun ,
kecuali dipenuhi bau busuk dan bangkai mereka. Nabi ’Isa dan para shahabatnya
berdoa kepada Allah, lantas Allah mengirim burung seperti onta berleher
panjang, lalu mengirim mereka dan melemparkan mereka ke tempat yang Allah
kehendaki. Kemudian Allah menurunkan hujan yang tidak ada satupun rumah dari
kulit domba dapat menahannya, dan tidak juga rumah batu yang kokoh, hingga
mencuci bumi sampai meninggalkannya seperti cermin. Kemudian dikatakan kepada
bumi : ”Tumbuhkan buah-buahan dan kembalikan barakahmu !”. Pada hari tersebut,
sejumlah orang memakan buah delima dan bernaung di bawah kulit-kulitnya, dan
diberi barakah pada susu, hingga susu seekor onta yang baru melahirkan mencukupi
sejumlah orang, susu seekor sapi yang baru melahirkan mencukupi satu kabilah,
dan susu seekor kambing yang baru melahirkan mencukupi satu keluarga besar. Ketika
mereka berada dalam keadaan demikian, tiba-tiba Allah mengirimkan angin yang
harum, lantas angin tersebut mengenai mereka dari bawah ketiak-ketiak mereka,
lalu setiap muslim dan mukmin wafat dan yang tersisa orang-orang yang jelek,
yang berzina terang-terangan (di khalayak ramai) seperti kelakuan keledai. Maka
pada merekalah terjadi kiamat” [HR. Muslim].[14]
Mudah-mudahan bermanfaat.
[Majalah Al-Ashalah,
edisi 30/tahun ke-5/15 Syawwal 1421 H yang kemudian dimuat di Majalah As-Sunnah, edisi 7 & 8/1427 H, hal.
25-30].
[1] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3366, 3425 dan Muslim no. 520 –
Abul-Jauzaa’.
[2] Diriwayatkan oleh An-Nasa’i no. 693, Ahmad 2/176 no. 6644, Ibnu
Majah no. 3377, Ibnu Hibban no. 5357, Al-Haakim dalam Al-Mustadrak 1/30-31, dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul-Iimaan no. 5581 – Abul-Jauzaa’.
[3]
Ukuran luas tanah 1.000 m2.
[4]
Lihat bagian kedua kitab Sukkan wa Masakin Dlawahi Al-Quds
Asy-Syaqiyyah, Muhammad Mathar An-Nakhal, Universitas Ad-Diraasaaat
Al-‘Arabiyyah, Daairatul-Abhaats Al-Quds,
Al-Quds, Qanuun Tsaaniy (Januari) 1996 M.
[5] Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari no. 1189 dan Muslim no. 1397 – Abul-Jauzaa’.
[6] Maksudnya sama
saja, tidak sah.
[7] Diriwayatkan
oleh Al-Baihaqi dalam Al-Kubraa
4/316, Ath-Thahawi dalam Al-Musykiil 4/20,
dan Al-Isma’ily dalam Al-Mu’jam 112/2.
Lihat Silsilah Ash-Shahiihah no. 2786
– Abul-Jauzaa’.
[8] Yaitu
menafikkan kesempurnaannya, bukan menafikkan wujud amalannya (keabsahannya) –
Abul-Jauzaa’.
[9] Disebabkan
banyaknya orang, bangunan, dan harta.
[10] Berkaitan dengan
penyebab kerusakan kota Madinah, Al-Qaariy berkata : ”Sesungguhnya yang
dimaksud pembangunan yang sempurna dalam arsitektur bangunan, adalah
pembangunan Baitul-Maqdis secara sempurna yang melampaui batas merupakan waktu
kerusakan kota Madinah; karena Baitul-Maqdis itu tidak rusak” (والأصح
أن المراد بالعمران الكمال في العمارة أي عمران بيت المقدس كاملا مجاوزا عن الحد
وقت خراب يثرب فإن بيت المقدس لا يخرب).
[11] Diriwayatkan
oleh Ahmad 5/232, 245; Abu Dawud no. 4294, ‘Ali bin Ja’d no. 3530, Al-Haakim
4/420-421, Al-Khathib dalam At-Taariikh 10/223,
Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah no.
4252, Al-Bukhari dalam At-Taariikh no5/194,
dan yang lainnya – Abul-Jauzaa’.
[12] Diriwayatkan juga oleh Ahmad 5/434-435,
Ath-Thahawiy dalam Syarh
Musykilil-Aatsaar 14/376, dan Al-Haarits dalam Bughyatul-Baahits no. 784.
[13] Daerah yang
sangat dikenal, dekat dengan Baitul-Maqdis.
[14] Diriwayatkan
oleh Muslim no. 2937, Ahmad 4/181, Abu Dawud no. 4321, At-Tirmidzi no. 2240,
Ibnu Majah no. 4075-4076, An-Nasa’i dalam ’Amalul-Yaum
wal-Lailah no. 947, dan yang lainnya – Abul-Jauzaa’.
Comments
assalamu'alaykum ustadz, siapakah yang membangun masjidil Aqsa?
Ustadz, adakah riwayat yang menyatakan siapa yang telah membangun masjid Al Aqsho?
Herry Setiawan - Bogor
Saya belum tahu.
Posting Komentar