Biografi Al-Haafidh Al-Mundziri rahimahullah


Kelahirannya

Ia adalah seorang haafidh yang besar, Zakiyyuddin Abdul ‘Adhim bin Abdul-Qawiy bin Abdillah bin Salaamah Abu Muhammad Al-Mundziri Ad-Dimasyqiy, namun dilahirkan dan wafat di Mesir. Ia dilahirkan pada tahun 581 H.

Guru-Gurunya

Ia belajar Al-Qur’an dan mendalaminya. Kemudian belajar ilmu hadits hingga mahir. Ia mendengar hadits dari sejumlah ulama’ hadits, seperti Abul-Hasan ’Ali bin Mufadldlal Al-Maqdisiy. Ia berguru kepadanya hingga tamat. Di Madinah kota Nabi, ia berguru kepada Al-Haafidh Ja’far bin Umusan. Di Damaskus, ia berguru pada ‘Umar bin Thabrazad. Ia juga berguru ke Najran, Iskandariyyah, Raha, dan Baitul-Maqdis. Ia mulai berguru pada tahun 591 H ketika berusia sepuluh tahun.

Karya-Karyanya yang Terkenal

1.          At-Targhiib wat-Tarhiib.

2.          Mukhtashar Shahiih Muslim.

3.          Mukhtashar Sunan Abi Dawud.

4.          Syarhul-Tanbiih li-Abi Ishaq Asy-Syirazi fil-Fiqhisy-Syaafi’iy.

5.          Arba’uuna Hadiitsan fii Fadlli Isthinaa’il-Ma’ruuf.

6.          Al-I’lam bi-Akhbaari Syaikh Al-Bukhari Muhammad bin Salam.

7.          Mu’jam Syuyuukhih.

8.          ’Amalul-Yaumi wal-Lailah.

Murid-Muridnya

Sejumlah ulama yang pernah belajar hadits padanya antara lain Al-Hafidh Ad-Dimyathi yang berguru sampai tamat, Al-‘Allamah Taqiyyuddin Ibnu Daqqiiqil-‘Ied, Al-Yunainiy Abul-Husain, Ismail bin ’Asaakir, dan Syariif ‘Izzudiin.

Ia mengajar di Universitas Adh-Dhafiri di Kairo. Kemudian menjadi wali wilayah Dar Kamilah. Tetapi, kemudian beliau meninggalkan jabatan itu untuk menyebarkan ilmu selama dua puluh tahun.

Kelebihannya

Asy-Syariif ‘Izzuddin Al-Hafidh berkata,”Syaikh kami Zakiyyuddin jarang tandingannya dalam ilmu hadits dengan segala cabangnya. Pandai tentang matan hadits yang shahih, yang saqiim (sakit), dan yang cacat beserta jalan-jalannya. Mendalam dan luas ilmunya tentang hukum, makna-maknanya, dan permasalahan-permasalahannya.  Sangan pandai tentang makna-makna hadits yang ganjil, i’rab-nya, dan lafal-lafalnya yang bermacam-macam. Mahir dalam mengetahui perawi-perawinya, celaan terhadap para perawi hadits, dan pujian terhadap mereka, kesempurnaan mereka, sejarah kelahiran mereka, serta informasi tentang mereka. Menjadi imam (pemuka, tokoh) yang argumentatif, teguh pendirian, wara’, selektif dalam berkata-kata, dan mantap dalam meriwayatkan”.

Adz-Dzahabi berkata,”Pada jamannya, tidak ada orang yang lebih hafidh (hafal hadits) darinya”.

Informasi tentang Al-Mundziri

Ia memberi fatwa (mufti) di negeri Mesir. Tetapi, kemudian berhenti dari pekerjaan ini. Keberhentiannya dari tugas ini menguakkan informasi tentang kejujuran, kelapangan hati, dan pengakuannya terhadap suatu keutamaan bagi yang berwenang. Hal itu diisyaratkan oleh At-Taaj As-Subki yang mengatakan,”Saya mendengar dari ayah (yaitu At-Taqiy As-Subki) menceritakan bahwa Asy-Syaikh ‘Izzuddin Abdus-Salam itu mendengar (belajar) hadits di Damaskus hanya sedikit. Tetapi, setelah datang ke Kairo, maka dia sering datang di majelis Asy-Syaikh Zakiyyuddin (yaitu Al-Mundziri) dan mendengar pelajarannya bersama sejumlah orang yang mendengarnya. Asy-Syaikh Zakiyyuddin juga meninggalkan tugas memberi fatwa”.  Ayah berkata,”Dimana datang Asy-Syaikh ‘Izzuddin, maka orang-orang tidak memerlukan aku lagi”.

Wafatnya

Al-Imam Al-Mundziri rahimahullahu ta’aala wafat pada tanggal 4 Dzulqa’dah tahun 656 H.

===***===

Abul-Jauzaa’ – Shaffar 1430, Senayan Jakarta (dari kitab Mukhtashar Shahih Muslim karya Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy rahimahullah).

Comments