Khilafah – Kerajaan dan Orientasi Utama Dakwah Kaum Muslimin


Tanya : Saya baca dalam sebuah bulletin beberapa minggu lalu bahwasannya Khilafah Islam telah runtuh tanggal 3 Maret 1924. Maka konsekuensinya, seluruh dakwah Islam yang ada sekarang harus mempunyai orientasi/tujuan utama untuk mengembalikan kekhilafahan yang telah hilang. Bagaimana pendapat Saudara mengenai hal ini ?
Jawab :
  1. Ada hal yang perlu dikoreksi tentang pertanyaan Saudara. Khilafah Islamiyyah tidaklah runtuh pada tanggal 3 Maret 1924. Betul bahwasannya segolongan orang memakai dan mempopulerkan istilah ini. Namun sebaik-baik istilah dan pemahaman adalah yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahiihah. Akan kami bawakan beberapa riwayat yang terkait. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
    الخلافة في أمتي ثلاثون سنة ثم ملك بعد ذلك
    ”Kekhilafahan umatku selama 30 tahun, kemudian setelah itu adalah masa kerajaan” [HR. Abu Dawud no. 4646,4647; At-Tirmidzi no. 2226, Ath-Thayalisi no. 1107; dan yang lainnya; shahih].
    Menurut ahli tarikh, masa 30 tahun setelah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ini masuk dalam kepemimpinan Al-Hasan bin ‘Ali sebelum beliau menyerahkannya kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan pada Tahun Jama’ah (disebut tahun jama’ah karena pada tahun tersebut kaum muslimin antara pihak ‘Ali bin Abi Thalib/Al-Hasan bin ‘Ali dan Mu’awiyyah bin Abi Sufyan mengakhiri perselisihan) [’Aunul-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud 2/397-399]. Dalam riwayat Ath-Thayalisi terdapat tambahan lafadh :
    قلت فمعاوية قال كان أول الملوك
    ”Aku (yaitu rawi : Sa’id bin Jumhaan) bertanya : ’Bagaimana dengan Mu’awiyyah ?’. Maka Safiinah menjawab : ‘Ia adalah raja pertama dari raja-raja (dalam sejarah Islam)”.
    Mengenai kalimat { ثم ملك بعد ذلك} ”kemudian setelah itu adalah masa kerajaan” ; maka berkata Al-Munawi : ”yaitu setelah berakhirnya masa kekhilafahan nubuwwah, maka akan muncul kerajaan”. Dan bahkan secara tegas Ath-Thibi yang disitir oleh Al-’Adhim ’Abadiy dalam ’Aunul-Ma’bud (2/388) mengatakan bahwa masa setelah ’Ali radliyallaahu ’anhu adalah masa ’mulkan ’adluudlan’ (مُلْكاً عَضُوضاً = Kerajaan yang dhalim). Hal ini sangat sesuai dengan sabda beliau shallallaahu ’alaihi wasallam yang lain :
    تكون النبوة فيكم ما شاء الله أن تكون , ثم يرفعها الله إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوة , فتكون ما شاء الله أن تكون , ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها , ثم تكون ملكا عاضا فيكون ما شاء الله أن تكون , ثم يرفعها إذا شاء الله أن يرفعها , ثم تكون ملكا جبريا فتكون ما شاء الله أن تكون , ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها , ثم تكون خلافة على منهاج النبوة . ثم سكت
    Akan ada masa kenabian pada kalian selama yang Allah kehendaki, Allah mengangkat/menghilangkannya kalau Allah kehendaki. Lalu akan ada masa khilafah di atas manhaj Nubuwwah selama yang Allah kehendaki. Kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendaki. Lalu ada masa kerajaan yang sangat kuat (ada kedhaliman) selama yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya bila Allah menghendaki. Lalu akan ada masa kerajaan (tirani) selama yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya bila Allah menghendaki. Lalu akan ada lagi masa kekhilafahan di atas manhaj Nubuwwah”. Kemudian beliau diam” [HR. Ahmad 4/273, Ath-Thayalisi no. 438, dan Al-Bazzar no. 2796; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 5].
    Akhir kalimat yang ingin disampaikan pada point ini adalah bahwa yang runtuh pada tanggal 3 Maret 1924 adalah Daulah ’Utsmaniyyah yang notabene bukan merupakan bentuk Khilafah Islamiyyah, tapi bentuk kerajaan (mulk).[1]
  2. Tentang orientasi/tujuan utama dakwah yang harus dilakukan, maka tentu kitapun harus mencontoh dakwah para Nabi dan Rasul sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dakwah para Nabi dan Rasul adalah dakwah yang terbaik yang merupakan implementasi dari kehendak syar’iyyah Allah ta’ala. Dakwah mereka adalah sama. Mereka memulai dan memprioritaskan dengan sesuatu yang paling utama (paling penting). Prioritas tersebut adalah mengajak umat untuk mentauhidkan Allah ta’ala dan tidak mensyirikkan-Nya dengan sesuatu apapun selain-Nya.
    Mari kita simak orientasi dakwah yang dilakukan oleh Nabi Nuh ’alaihis-salaam :
    إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنْذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ * قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ * أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ وَأَطِيعُونِ * يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُؤَخِّرْكُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ أَجَلَ اللَّهِ إِذَا جَاءَ لا يُؤَخَّرُ لَوْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ * قَالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلا وَنَهَارًا * فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِي إِلا فِرَارًا * وَإِنِّي كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا * ثُمَّ إِنِّي دَعَوْتُهُمْ جِهَارًا * ثُمَّ إِنِّي أَعْلَنْتُ لَهُمْ وَأَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا * فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا * مَا لَكُمْ لا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا * وَقَدْ خَلَقَكُمْ أَطْوَارًا * أَلَمْ تَرَوْا كَيْفَ خَلَقَ اللَّهُ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا * وَجَعَلَ الْقَمَرَ فِيهِنَّ نُورًا وَجَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا * وَاللَّهُ أَنْبَتَكُمْ مِنَ الأرْضِ نَبَاتًا * ثُمَّ يُعِيدُكُمْ فِيهَا وَيُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا * وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ بِسَاطًا * لِتَسْلُكُوا مِنْهَا سُبُلا فِجَاجًا * قَالَ نُوحٌ رَبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِي وَاتَّبَعُوا مَنْ لَمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَوَلَدُهُ إِلا خَسَارًا * وَمَكَرُوا مَكْرًا كُبَّارًا * وَقَالُوا لا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلا سُوَاعًا وَلا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا * وَقَدْ أَضَلُّوا كَثِيرًا وَلا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلا ضَلالا * مِمَّا خَطِيئَاتِهِمْ أُغْرِقُوا فَأُدْخِلُوا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوا لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْصَارًا
    Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): "Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih". Nuh berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku, niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui". Nuh berkata: "Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan, kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita? Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya. Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu". Nuh berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakai-ku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka, dan melakukan tipu-daya yang amat besar". Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa', yaghuts, ya'uq dan nasr". Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang lalim itu selain kesesatan. Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah [QS. Nuh : 1-25].
    Dan inilah orientasi dakwah Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam :
    وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ * إِذْ قَالَ لأبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ * قَالُوا وَجَدْنَا آبَاءَنَا لَهَا عَابِدِينَ * قَالَ لَقَدْ كُنْتُمْ أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ * قَالُوا أَجِئْتَنَا بِالْحَقِّ أَمْ أَنْتَ مِنَ اللاعِبِينَ * قَالَ بَل رَبُّكُمْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الَّذِي فَطَرَهُنَّ وَأَنَا عَلَى ذَلِكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ * وَتَاللَّهِ لأكِيدَنَّ أَصْنَامَكُمْ بَعْدَ أَنْ تُوَلُّوا مُدْبِرِينَ * فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلا كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ * قَالُوا مَنْ فَعَلَ هَذَا بِآلِهَتِنَا إِنَّهُ لَمِنَ الظَّالِمِينَ * قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ * قَالُوا فَأْتُوا بِهِ عَلَى أَعْيُنِ النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَشْهَدُونَ * قَالُوا أَأَنْتَ فَعَلْتَ هَذَا بِآلِهَتِنَا يَا إِبْرَاهِيمُ * قَالَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ كَانُوا يَنْطِقُونَ * فَرَجَعُوا إِلَى أَنْفُسِهِمْ فَقَالُوا إِنَّكُمْ أَنْتُمُ الظَّالِمُونَ * ثُمَّ نُكِسُوا عَلَى رُءُوسِهِمْ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا هَؤُلاءِ يَنْطِقُونَ * قَالَ أَفَتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنْفَعُكُمْ شَيْئًا وَلا يَضُرُّكُمْ * أُفٍّ لَكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَفَلا تَعْقِلُونَ * قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ * قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ * وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الأخْسَرِينَ
    Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan) nya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?". Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata". Mereka menjawab: "Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?" Ibrahim berkata: "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu". Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang lalim". Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim". Mereka berkata: "(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan". Mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?". Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara". Maka mereka telah kembali kepada kesadaran mereka dan lalu berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)", kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara". Ibrahim berkata: "Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun dan tidak (pula) memberi mudarat kepada kamu?" Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?. Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak". Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim". mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. [QS. Al-Anbiyaa’ : 51-70].
    Dan inilah prioritas dakwah Nabi Musa ’alaihis-salaam yang ia lakukan kepada Fir’aun, sang raja negara adidaya sekaligus poros kejahatan dan kedhaliman di masanya :
    فَأْتِيَا فِرْعَوْنَ فَقُولا إِنَّا رَسُولُ رَبِّ الْعَالَمِينَ * أَنْ أَرْسِلْ مَعَنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ * قَالَ أَلَمْ نُرَبِّكَ فِينَا وَلِيدًا وَلَبِثْتَ فِينَا مِنْ عُمُرِكَ سِنِينَ * وَفَعَلْتَ فَعْلَتَكَ الَّتِي فَعَلْتَ وَأَنْتَ مِنَ الْكَافِرِينَ * قَالَ فَعَلْتُهَا إِذًا وَأَنَا مِنَ الضَّالِّينَ * فَفَرَرْتُ مِنْكُمْ لَمَّا خِفْتُكُمْ فَوَهَبَ لِي رَبِّي حُكْمًا وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُرْسَلِينَ * وَتِلْكَ نِعْمَةٌ تَمُنُّهَا عَلَيَّ أَنْ عَبَّدْتَ بَنِي إِسْرَائِيلَ * قَالَ فِرْعَوْنُ وَمَا رَبُّ الْعَالَمِينَ * قَالَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِنْ كُنْتُمْ مُوقِنِينَ * قَالَ لِمَنْ حَوْلَهُ أَلا تَسْتَمِعُونَ * قَالَ رَبُّكُمْ وَرَبُّ آبَائِكُمُ الأوَّلِينَ * قَالَ إِنَّ رَسُولَكُمُ الَّذِي أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ لَمَجْنُونٌ * قَالَ رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ * قَالَ لَئِنِ اتَّخَذْتَ إِلَهًا غَيْرِي لأجْعَلَنَّكَ مِنَ الْمَسْجُونِينَ
    Maka datanglah kamu berdua kepada Firaun dan katakanlah olehmu: "Sesungguhnya kami adalah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani Israel (pergi) beserta kami". Firaun menjawab: "Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu. dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas guna". Berkata Musa: "Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul. Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israel". Firaun bertanya: "Siapa Tuhan semesta alam itu?". Musa menjawab: "Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya. (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya". Berkata Firaun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?". Musa berkata (pula): "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu". Firaun berkata: "Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila". Musa berkata: "Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal". Firaun berkata: "Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan" [QS. Asy-Syu’araa’ : 16-29].
    Dan inilah orientasi dakwah yang dilakukan Nabi kita Muhammad shallallaahu ’alaihi wasallam :
    قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ * وَأُمِرْتُ لأنْ أَكُونَ أَوَّلَ الْمُسْلِمِينَ * قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ * قُلِ اللَّهَ أَعْبُدُ مُخْلِصًا لَهُ دِينِي
    Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri". Katakanlah: "Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku". Katakanlah: "Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku" [QS. Az-Zumar : 11-14].
    قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
    Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang umi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk" [QS. Al-A’raf : 158].
    Inilah dakwah para Nabi dan Rasul, dan ini pulalah misi utama diutusnya mereka semua kepada umat manusia. Allah berfirman :
    وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
    “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul-pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : Bahwasannya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku” [QS. Al-Anbiyaa’ : 25].
    وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
    Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul untuk tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut itu”. Maka diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)” [QS. An-Nahl : 36].
    Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam terus menegakkan panji-panji ketauhidan, baik pada periode Makkah maupun Madinah, hingga beliau diwafatkan Allah ta’ala pada tahun 13 H. Contoh-contoh kongkrit pelaksanaan dakwah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dapat kita temukan dalam banyak hadits. Diantaranya adalah perkataan beliau ketika mengutus Mu’adz bin Jabal radliyallaahu 'anhu untuk berdakwah kepada penduduk negeri Yaman :
    إنك تقدم على قوم من أهل الكتاب فليكن أول ما تدعوهم إلى أن يوحدوا الله تعالى فإذا عرفوا ذلك فأخبرهم أن الله فرض عليهم خمس صلوات في يومهم وليلتهم فإذا صلوا فأخبرهم أن الله افترض عليهم زكاة في أموالهم تؤخذ من غنيهم فترد على فقيرهم فإذا أقروا بذلك فخذ منهم وتوق كرائم أموال الناس
    "Sesungguhnya kamu mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab. Maka jadikanlah awal dari seruanmu kepada mereka adalah untuk mentauhidkan Allah ta’ala. Apabila mereka telah mengetahuinya, maka khabarkanlah kepada bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam. Apabila mereka telah mengerjakannya, maka khabarkanlah kepada mereka bahwasannya Allah telah mewajibkan atas mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada orang-orang faqir di antara mereka. Apabila mereka telah mengikrarkannya (untuk mentaatinya), maka jagalah dirimu dari kemuliaan harta-harta mereka.” [HR. Al-Bukhari no. 7372].
    Juga saat beliau shallallaahu ’alaihi wasallam mengambil baiat manusia, maka yang pertama kali beliau minta adalah ketaatan mereka untuk mentauhidkan Allah ta’ala (tanpa mensyirikkan-Nya dengan sesuatupun juga).
    عن عبادة بن الصامت قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم في مجلس، فقال: بايعوني على أن لا تشركوا بالله شيئا ولا تسرقوا ولا تزنوا ولا تقتلوا أولادكم ولا تأتوا ببهتان تفترونه بين أيديكم وأرجلكم ولا تعصوا في معروف فمن وفي منكم فأجره على الله ومن أصاب من ذلك شيئا فعوقب في الدنيا فهو كفارة له ومن أصاب من ذلك شيئا ثم ستره الله فهو إلى الله إن شاء عفا عنه وإن شاء عاقبه فبايعناه على ذلك
    Dari ’Ubadah bin Ash-Shaamit radliyallaahu ’anhu ia berkata : Ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berada di dalam sebuah majelis, beliau bersabda : ”Berbaiatlah kamu sekalian kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun juga, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian, tidak berkata dusta, dan tidak berhenti menganjurkan kebaikan. Barangsiapa di antara kalian memenuhi janjinya dalam hal tersebut, maka Allah lah yang menanggung pahalanya. Barangsiapa yang berdosa (dengan melanggar perjanjian tersebut), lalu ia disiksa di dunia, maka siksanya itu sebagai pelebur dosanya. Dan barangsiapa yang berdosa (dengan melanggar perjanjian tersebut), kemudian Allah menutupi dosanya di dunia, maka kelak di akhirat terserah kepada Allah. Jika Allah berkehendak, maka Allah akan memaafkannya; dan jika Allah berkehendak, maka Allah akan menyiksanya”. ’Ubadah berkata : ”Maka kami pun berbaiat kepada beliau shallallaahu ’alaihi wasallam atas hal tersebut” [HR. Al-Bukhari no. 18].
    Bahkan, penerimaan dakwah tauhid ini menjadi tolok ukur diperangi atau tidaknya satu kaum sebagaimana sabda beliau shallallaahu ’alaihi wasallam :
    أمرت أن أقاتل النـاس حتى يقولــوا: لا إلـه إلا الله، فمــن قــال: لا إله إلا الله، عصم مني ماله ونفسه إلا بحقه، وحسابه على الله
    ”Aku diperintahkan (Allah) untuk memerangi manusia hingga mereka mengatakan : ‘Tidak ada tuhan yang berhak untuk disembah kecuali Allah’. Barangsiapa yang mengatakan ‘Tidak ada tuhan yang berhak untuk disembah kecuali Allah’, maka harta dan jiwanya terlindungi dariku kecuali karena haknya; dan oleh Allah lah hisab baginya”.
    Orientasi dakwah inilah yang harus kita jalankan di masa sekarang. Adapun Daulah/Khilafah, maka itu merupakan janji/anugrah Allah yang akan Allah tunaikan jikalau kaum muslimin merealisasikan tujuan mereka diciptakan; yaitu beribadah kepada-Nya semata dan meninggalkan aneka macam kesyirikan, serta beramal shalih sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Allah ta’ala telah berfirman :
    وَعَدَ اللّهُ الّذِينَ آمَنُواْ مِنْكُمْ وَعَمِلُواْ الصّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكّنَنّ لَهُمْ دِينَهُمُ الّذِي ارْتَضَىَ لَهُمْ وَلَيُبَدّلَنّهُمْ مّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لاَ يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَـَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
    ”Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." [QS. An-Nuur : 55].
    Dicabutnya kekuasaan kaum muslimin oleh Allah dengan keruntuhan Daulah ’Utsmaniyyah pada tahun 1924 adalah merupakan musibah yang diakibatkan oleh kesalahan kaum muslimin sendiri ketika mereka mulai jauh dari syari’at Allah. Allah berfirman :
    وَمَآ أَصَابَكُمْ مّن مّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُواْ عَن كَثِيرٍ
    “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” [QS. Asy-Syuuraa : 30].
    Bisa kita lihat di masa itu (bahkan hingga sekarang) aneka kesyirikan dan bid’ah merajalela. Budaya taqlid terhadap kuffar sudah bukan hal yang aneh jadi pemandangan.
    Oleh karena itu, sangat ironis jika ada sekelompok orang yang mendengung-dengungkan pengembalian khilafah sementara di kanan-kiri dan depan-belakang mereka orang-orang ramai melakukan praktek penyembahan kubur, perdukunan, sihir (juga : sulap), mengundi nasib, ber-zodiak ria, sinetron-sinetron mistik, dan yang semisal tanpa ada pengingkaran yang berarti. Bagaimana mungkin khilafah bisa ditegakkan dalam keadaan kondisi ini ? Diperparah lagi dengan kondisi banyaknya kaum muslimin yang meninggalkan shalat, zakat, puasa, dan haji yang notabene menjadi kewajiban pokok ’amaliy mereka. Jadi, janganlah heran jika penolakan konsepsi syar’i Khilafah Islamiyyah itu justru datang dari kaum muslimin sendiri. Ya,.... kaum muslimin yang fasiq nan bodoh.
    Jika kita (kaum muslimin) ingin mendapatkan kembali kekuasaan di muka bumi, maka kita harus mulai dengan apa yang dimulai oleh Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam sebagaimana yang telah disampaikan di atas. Memulai dari yang paling dasar, paling pokok, paling penting, dan paling mendesak (urgen) untuk dilaksanakan. Tentu saja tanpa menafikkan hal-hal lain yang merupakan bagian dari syari’at Islam. Jika kita telah menempuh sarana yang dipersyaratkan oleh Allah – sebagaimana tertera dalam QS. An-Nuur : 55 (yaitu ketauhidan, keimanan, dan amal shalih) – maka bukan mustahil kekhilafahan itu dikembalikan ke tangan kaum muslimin. Dan kalau pun misalnya kita dalam menegakkan dakwah tauhid ini Allah belum mentaqdirkan kita merasakan masa kekhilafahan Islam sebagaimana yang dijanjikan, maka kita tidak perlu putus asa dan isti’jal (tergesa-gesa) dalam berdakwah. Kita harus yakin bahwa janji Allah itu akan tiba jika kita melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Kesimpulan : Orientasi yang harus dilakukan oleh semua komponen dakwah Islam adalah menegakkan Dakwah Tauhid dan juga dakwah kepada (Al-Qur’an dan) As-Sunnah. Di sini kami tidak mengatakan bahwa penegakan khilafah tidak penting.[2] Segala sesuatu hendaknya diletakkan secara proporsional, sehingga melahirkan pemahaman dan pengamalan sesuai yang diinginkan syari’at. Wallaahu a’lam.
Abul-Jauzaa' - Dzulqa'dah 1429 [ditulis di Perum Ciomas Permai].
=============
Catatan kaki :
[1] Namun, boleh memutlakkan nama khalifah setelah era Khulafaur-Rasyidin dan Al-Hasan bin ’Ali ketika tidak ada tuntutan pembedaan dengan istilah malik (raja) atau mulk (kerajaan), seperti menyebut Khalifah Mu’awiyyah bin Abi Sufyan, Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziz, Khalifah Harun Al-Rasyid, dan sebagainya. Berkata Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah :
ويجوز تسمية من بعد الخلفاء الراشدين ‏[‏خلفاء‏]‏ وإن كانوا ملوكا، ولم يكونوا خلفاء الأنبياء بدليل ما رواه البخاري ومسلم في صحيحيهما عن أبي هريرة رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال‏:‏ ‏(‏كانت بنو إسرائيل يسوسهم الأنبياء كلما هلك نبي خلفه نبي وإنه لا نبي بعدي وستكون خلفاء فتكثر، قالوا فما تأمرنا ‏؟‏ قال‏:‏ فوا ببيعةالأول فالأول، ثم أعطوهم حقهم، فإن الله سائلهم عما استرعاهم‏)‏‏.‏ فقوله‏:‏‏(‏فتكثر‏)‏ دليل على من سوى الراشدين فإنهم لم يكونوا كثيرا‏.‏ وأيضا قوله‏:‏‏(‏فوا ببيعة الأول فالأول‏)‏ دل على أنهم يختلفون، والراشدون لم يختلفوا‏
”Bolehnya menyebut khalifah terhadap orang-orang yang memimpin setelah era Khulafaur-Rasyidin, walaupun mereka sebenarnya adalah raja dan bukan pula sebagai pengganti para Nabi. Hal itu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih mereka dari Abi Hurairah radliyallaahu ’anhu, dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bahwasannya beliau bersabda : <<”Adalah Bani Israail dibimbing oleh banyak nabi. Setiap kali seorang Nabi meninggal, maka digantikan oleh Nabi yang lain. Tidak ada Nabi lagi setelahku. Dan kelak akan ada beberapa khalifah yang kemudian menjadi banyak”. Mereka (para shahabat) bertanya : ”Apa yang engkau perintahkan kepada kami ?”. Beliau shallallaahu ’alaihi wasallam menjawab : ”Patuhilah khalifah yang mendapatkan baiat yang pertama, dan penuhilah hak mereka. Karena Allah kelak akan meminta pertangungjawaban atas kepemimpinan mereka”>>. Sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam : fataktsuru (فتكثر) adalah sebagai dalil bahwasannya yang beliau maksudkan adalah selain Al-Khulafaur-Rasyidin, sebab Al-Khulafaaur-Raasyidiin tidaklah banyak jumlahnya. Dan juga sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam : fuu bi-bai’atil-ula fal-ulaa (فوا ببيعة الأول فالأول); menunjukkan bahwasannya mereka berselisih, padahal Khulafaur-Rasyidin itu tidaklah berselisih” [selesai perkataan Ibnu Taimiyyah – Lihat Majmu’ Al-Fataawaa 35/20].
[2] Daulah/Khilafah hanya merupakan wasilah untuk melaksanakan kesempurnaan sebagian syari’at Allah. Seandainya ada orang yang berpendapat bahwa penegakan Daulah/Khilafah ini adalah wajib sebagaimana kaidah fiqhiyyah : Maa laa yatimmul-waajibu illaa bihi fahuwa waajib (Apa-apa yang tidak sempurna suatu kewajiban melainkan dengan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib); maka kewajiban ini tidaklah menunjukkan prioritas (utama). Sebagaimana telah ma’ruf bagi orang yang berilmu bahwa tidak setiap kewajiban berada dalam kedudukan yang sama, sebagaimana kita pahami dalam hadits Mu’adz bin Jabal. Dalam hadits Mu’adz dijelaskan kedudukan masing-masing kewajiban yang terkait dalam rukun Islam. Dan penegakan khilafah tidak termasuk dalam rukun Islam, apalagi rukun iman. Oleh karena itu, kaidah fiqhiyyah tersebut juga dipahami bersama kaidah lain yang menyatakan bahwa kewajiban itu dilaksanakan menurut kemampuan (al-wujuub yata’allaqu bil-istitha’ah – kaidah ke-4, Al-Qawaaidu wal-Ushuulul-Jaami’ah karya ’Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy, ta’liq : Ibnu ’Utsaimin) yang didasarkan oleh firman Allah ta’ala :
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
”Bertaqwallah kalian kepada Allah semampu kalian” [QS. At-Taghaabun : 16].
Juga sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam :
إذا أمرتكم بأمر فائتوا منه ما استطعتم
”Apabila aku memerintah kalian dengan sesuatu, maka kerjakanlah ia semampu kalian” [HR. Al-Bukhari no. 7288 dan Muslim no. 1337].

Comments

aditya mengatakan...

ada teman sy yang membuat note FB yang isinya kurang lebih:

|||||

Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa “daulah islamiyah/khilafah islamiyah bukanlah satu-satunya tujuan dlm berdakwah di jalan Allah. Tetapi tujuan kita berdakwah di jalan Allah adalah mengajak manusia utk mentauhidkan Allah dan menjauhi kesyirikan. Dan inilah yg diemban oleh para rasul dan pendahulu kita”.



Untuk menjawab argumen seperti ini maka sayapun mengeluarkan komen seperti ini :

kita sama2 tahu bahwa islam adalah aqidah dan syariah. Islam itu sempurna jadi kita tidak bisa HANYA BERDAKWAH TERKAIT AQIDAH SAJA,haruslah imbang antara porsi dakwah aqidah dan porsi dakwah syariah. Karena jika kita berdakwah setengah2 ALLAH akan marah kepada kita.

|||||
bagaimana untuk menjawab syubhat tersebut?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Yang benar, Khilafah bukan tujuan dalam agama dan dakwah.

[jadi, bukan dengan kalimat : 'satu-satunya tujuan'. konsekuensi makna ini tentu berbeda dengan yang pertama, karena khilafah itu wasilah (sarana), bukan ghayah (tujuan)].

Anonim mengatakan...

ASSALAAMUALAIKUM UST...TANYA TENTANG APAKAH IBNU SU'UD MEMERONTAK KPD KHILAFAH TURKI PD SAAT ITU DI KATAGORIKAN PEMBANGKANGAN THDP PEMIMPIN KAUM MUSLIMIN? ORANG2 HTI MENYEBUTYA KHAWARIJ' DAN BGMANAKAH KITAB YG DISUSUN OLEH JAMAL ABDUL HADI MUHAMAD "AKHTA' YAJIBU AN TUSHAHHAH FI TARIKH AD DAULAH USTMANIYYAH JUS II/9 SBG RUJUKAN ORG2 HTI MENUDUH SALAFY ADL KHAWARIJ PENGIKUT WAHABI DAN IBNU SU'UD ADL KHARIJ. DAN MOHON DILAMPIRKAN SEJARAH YG BENAR UST...JAZAKALLAH

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Wa'alaikumus-salaam....

Ibnu Su'ud tidak memberontak Khilafah Turki, karena Ibnu Su'ud mendirikan negara di luar wilayah kekuasaan Turki 'Utsmaniy. Adapun peperangan Turkiy 'Utsmani dengan Ibnu Su'ud, maka ia merupakan hasutan Inggris untuk mengadu domba kaum muslimin (sehingga Turki 'Utsmaniy menyerang Ibnu Su'ud). Adapun perkataan orang-orang HTI, buat apa kita berpusing-pusing ria menanggapi 'ulasan' mereka ?.

abul wafaa' mengatakan...

quote :
Ibnu Su'ud tidak memberontak Khilafah Turki, karena Ibnu Su'ud mendirikan negara di luar wilayah kekuasaan Turki 'Utsmaniy. Adapun peperangan Turkiy 'Utsmani dengan Ibnu Su'ud, maka ia merupakan hasutan Inggris

Bbrp hr yg lalu, ana membaca buku *best seller* ttg sejarah indonesia yg di kait2kan dg timur tengah, berjudul "API SEJARAH" (jilid 1), penulis : Ahmad Mansyur Suryanegara (sejarawan muslim kondang dr indonesia). Di hal 166 & 171, disebutkan bhw kerajaan protestan Inggris bekerja sama dengan Raja ibnu Saud,penganut wahabi,berhasil menumbangkan kerajaan Arabia dari kekuasaan Raja Husein ataupun putranya, Raja Ali (mereka berdua ingin menjadikan Arabia sbg pengganti kedudukan kekhalifahan dari kesultanan Turki yg diruntuhkan oleh Kemal Pasha, 1924 M -red-) . Mengapa Ibnu Saud dibantu Inggris? Hal ini terjadi karena kerajaan Arabia (yg dipimpin oleh Ibnu saud) tdk mengakui wilayah palestina dan syria sbg wilayah kerajaan arabia (krn Inggris ingin membentuk negara Israel di wilayah tsb).

Apa argumentasi antum ttg data yg beliau sampaikan diatas ? *karena buku ini sdh berpredikat best seller dan tentunya data2 di buku tsb dipakai oleh org2 yg sentimen thd saudi arabia*

baarokallohu fiik.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Saya kutipkan penjelasan pak ustadz Abu Salmaa yang pernah saya donlot e-book-nya yang bermanfaat :

"Lantas bagaimana tuduhan yang demikian ini bisa muncul? Maka kami jawab : Tuduhan ini muncul dikarenakan kebodohan mereka terhadap Tarikh/sejarah Utsmani ataupun kebodohan mereka terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu. Tuduhan ini juga muncul dikarenakan kedengkian mereka terhadap dakwah yang mubarokah ini dan karena kebodohan mereka yang sangat terhadap tauhid yang merupakan asas dakwah para nabi dan rasul.

Abdul Qodim Zallum ghofarallahu dan selainnya menutup mata dari sejarah Utsmani. Apakah mereka tidak tahu –atau pura-pura tidak tahu- bahwa Daulah Utsmaniyah tatkala itu terbagi menjadi 32 iyalah (distrik) termasuk di dalamnya wilayah arab terbagi menjadi 14 distrik dimana Nejd tidaklah termasuk di dalamnya. Fadhilatus Syaikh DR. Sholih al-Abud hafizhahullahu berkata :

“Nejd bukanlah termasuk bagian dari pengaruh Daulah Utsmaniyah, kekuasaannya tidak sampai kepadanya dan penguasa Utsmaniyah tidak pernah datang di Nejd. Tidak pernah pula pasukan Turki datang menembus negeri ini di zaman sebelum munculnya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu. Dan yang menunjukkan hakikat kebenaran sejarah ini adalah ketetapan pembagian wilayah administrasi Utsmaniyah yang terdapat di dalam risalah Turki yang berjudul “Undang-undang Utsmaniyah yang mencakup daftar perbendaharaan negeri”, yang ditulis oleh Yamin Ali Afandi, petugas yang menjaga daftar ‘al-Khoqoni’ pada tahun 1018 H. (1609 M.). Risalah ini menjelaskan bahwa semenjak awal abad ke-11 Hijriah, Daulah Utsmaniyah terbagi menjadi 32 distrik diantaranya 14 distrik wilayah Arab dan Negeri Nejd tidaklah termasuk bagiannya kecuali Ihsa’, jika kita menganggapnya sebagai bagian dari Nejd…”
[Lihat : Aqidatus Syaikh Muhammad bin Abdill Wahhab wa atsaruhaa fil ‘Aalam al-Islaamiy (I/27) karya Syaikh DR. Sholih al-‘Abud hafizhahullahu. Lihat pula pembahasan yang serupa di dalam Muhammad bin Abdul Wahhab, Hayatuhu wa Fikruhu hal. 11 karya Syaikh Abdullah al-‘Utsaimin].

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Adapun tuduhan Zallum kepada Alu Su’ud sebagai antek Inggris dan dikatakan bahwa Alu Su’ud memberontak kepada Daulah Utsmaniyah, ini menunjukkan kejahilan Zallum kepada sejarah. Abdullah bin Su’ud menulis surat yang berisi pujian kepada Sultan Mahmud al-Ghozi sebagai berikut :

“Dengan nama Alloh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.. Segala puji hanyalah milik Alloh yang menjadikan bagi penyakit akut ada obatnya, yang mencegah dan menangkis niat buruk musuh-musuh (agama) dengan perdamaian dan perbaikan, yang mana kedua hal ini merupakan penghalang terjadinya kekacauan yang membinasakan. Sholawat dan Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada makhluk yang paling mulia dan yang paling suci, Muhammad penutup para nabi, yang menyampaikan sebaik-baik berita. Wa ba’d, Saya thowaf mengelilingi Ka’bah, yang merupakan cita-cita seorang hamba, yang mana (Ka’bah ini) merupakan ambang pintu negeri kami yang merupakan poros tujuan setiap daerah yang ada, yang merupakan ruh dari jasad alam semesta sebagai tempat berlezat-lezat orang-orang Hijaz dan Badui, yang menjadi tempat transit bagi orang-orang yang melakukan perjalanan baik pada sore maupun pagi hari, (wahai) orang yang memberi arahan, manusia yang menjadi pengelihatan bagi mereka, yang mana orang yang gelisah dapat tertidur pulas di bawah naungannya, yang mana orang yang berakal dan bijaksana kembali di bawah pengayomannya, yang mana akhlaknya lebih halus daripada hembusan semilir angin di pagi hari, dan karisma yang menarik para pelayar untuk datang, (wahai) sultan dua daratan dan raja dua samudera, yang muncul pandangannya dari tempat yang tinggi, (wahai) Sultan putera dari Sultan, Tuan kami Sultan Mahmud al-Ghozi, Saya menghaturkan permintaan saya dengan permohonan yang amat sangat, yaitu apabila hambamu ini dari kaum muslimin, (memohon dirimu agar) tiada henti-hentinya memenuhi syarat-syarat Islam, yaitu meninggikan kalimat syahadat, menegakkan sholat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan pergi haji ke Baitullah al-Haram, serta mencegah dari kezhaliman...”
[Lihat : ad-Daulatu as-Su’udiyah al’Uula karya sejarawan Syaikh Abdurrahim bin Abdurrahim, hal. 393-393, sebagaimana di dalam kitab Fushul min Siyasatis Syar’iyyah].

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

.............

Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali menghancurkan pemerintahan ini. Mereka pun menempuh berbagai daya dan upaya di dalam menghancurkan dakwah salafiyah ini, diantaranya adalah :

Pertama, penebaran publik opini di tengah negeri Islam melawan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Maka bangkitlah para penganut bid’ah dan khurofat memerangi dakwah Syaikh. Mereka adalah golongan mayoritas di saat itu, yang mana faham quburiyun, khurofiyun, bid’ah dan syirik telah mendarah daging di dalam hati mereka, bahkan parahnya kesultanan Ustmaniyah generasi akhir adalah termasuk pemerintahan yang mendukung kesyirikan dan kebid’ahan ini. Ini semua terjadi setelah Inggris dan Perancis menyebarkan fatwa yang mereka ambil dari Ulama suu’ (jahat) yang menfatwakah bahwa apa yang didakwahkan oleh Syaikh al-Imam adalah rusak.

Kedua, Mereka menebarkan fitnah antara gerakan Syaikh al-Imam dengan pemimpin kesultanan Utsmaniyah. Orang-orang Inggris dan Perancis menebarkan racun ke dalam fikiran Sultan Mahmud II, bahwa gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bertujuan untuk memerdekakan Jazirah Arab dan memisahkan diri dari kesultanan. Sultan pun merespon dan berupaya memberangus gerakan Syaikh, padahal seharusnya beliau meragukan nasehat dari kaum kuffar ini, meneliti dan melakukan investigasi terhadap berita ini.

Sesungguhnya para pengikut Dakwah Salafiyah tidak pernah menuntut khilafah sama sekali dan tidak pernah menyatakan penentangan bahwa dirinya tidak tunduk kepada kesultanan. Namun sesungguhnya, perselisihan itu hanyalah ada dalam dua hal yang asasi, yaitu : pertama, permintaan para pengikut gerakan salafi tentang adanya keharusan untuk komitmen para jama’ah haji dalam berpegang teguh dengan manhaj Islam dan mencabut semua yang keluar dari manhaj Islam. Kedua, adanya perasaan pemerintah Utsmaniyah yang merasa tidak berdaya di hadapan kekuasaan gerakan Wahhabi atas kota-kota suci yang berada di Hijaz. Sebab mereka tahu bahwa ketidakmampuan mereka ini berarti penurunan wibawa dan posisi mereka secara politik.

Sesungguhnya, Inggris dan Perancis mulai dari awal telah membenci gerakan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, terlebih setelah pemerintah Alu Su’ud beserta orang-orang Qowashim mampu melakukan serangan telak terhadap Armada Inggris pada tahun 1806 M. sehingga perairan Teluk berada di bawah kekuasaannya. Sesungguhnya asas-asas Islam yang murni menjadi pondasi dasar pemerintahan Su’ud pertama, dan tujuan utama didirikannya negeri ini adalah untuk melawan kejahatan orang-orang asing di kawasan itu.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Bukti berikutnya yang menunjukkan bahwa tuduhan Zallum dan HT terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah tuduhan dusta belaka, adalah : Tatkala Ibrahim bin Muhammad Ali Basya berhasil menghancurkan Dir’iyah dan menghukum pancung pangeran Abdullah bin Su’ud, Inggris mengutus Kapten George Forester Sadleer untuk memberikan ucapan selamat kepada Ibrahim Pasya dan mengajukan kerjasama antara kekuasaan darat Ibrahim Pasya dengan kekuatan laut armada Inggris dalam rangka menghadapi Qowasim yang merupakan pengikut dakwah Muhammad bin Abdil Wahhab.

Sungguh, sangat jauh panggang dari api apabila dikatakan bahwa dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab adalah dakwah boneka atau antek-antek Inggris. Padahal dengan menyebarnya dakwah mubarokah ini ke pelosok dunia lain, melahirkan para pejuang-pejuang Islam. Di India, Syaikh Ahmad Irfaan dan para pengikutnya adalah gerakan yang pertama kali membongkar kebobrokan Mirza Ghulam Ahmad Qadiyaniyah yang semua orang tahu bahwa Qodiyaniyah ini adalah kepanjangan tangan dari kolonial Inggris. Mereka juga memekikkan jihad memerangi kolonial Inggris saat itu di negeri mereka. Di Indonesia, tercatat ada Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Nan Gapuk dan selainnya yang memerangi bid’ah, khurofat dan maksiat kaum adat sehingga meletus perang Paderi, dan mereka semua ini adalah para pejuang Islam yang memerangi kolonialisme Belanda. Belum lagi di Mesir, Sudan, Afrika dan belahan negeri lainnya, yang mana mereka semua adalah para pejuang Islam yang membenci kolonialisme kaum kafir eropa.

Wahai Hizbut Tahrir!!! Bacalah buku-buku dan risalah karangan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, niscaya engkau akan mengetahui hakikat dakwah ini, dan engkau akan faham hakikat perjuangan dakwah ini.


Dan seterusnya..... coba antum baca e-book beliau ini, sangat bermanfaat.

abul wafaa' mengatakan...

jazakallohu khoyron ustadzuna.

jawaban antum sebagai sanggahan balik poin2 yg tdk benar dr buku *best seller* itu.

Skalian sj diberikan link donlot ebook tsb ust, agar maslahat lbh masive utk para pembaca blog antum ini.

baarokallohu fiik.

Anonim mengatakan...

Lalu akan ada lagi masa kekhilafahan di atas manhaj Nubuwwah. siapakah pemimpinnya apakah imam mahdi, bukankah masa kekhilafahan umatku katanya 30 tahun?

Unknown mengatakan...

Hadis 30 tahun khilafah itu tak sahih

Malvin Abdullah mengatakan...

Tak perlu jauh-jauh sampai Pangeran Ibnu Su'ud, Pangeran Faisal bin Abdul Aziz saja pada tahun 1934 telah tercatat oleh sejarah sebagai perebut Pelabuhan Hoderida dari cengkeraman Kerajaan Sekuler Yaman yang di back-up habis-habisan oleh Kerajaan Inggris Raya.

Ini menunjukkan kalau tak pernah ada cinta kasih ditengah-tengah Bani Suud dengan negara kaum Kafir.

Raja Abdul Aziz bin Abdurrahman (ayah Raja Faisal), Raja Fahd bin Abdul Aziz, & Raja Abdullah bin Abdul Aziz (dua adik Raja Faisal) saja lah yang menjalin hubungan dengan Amerika.

Itupun bukan dalam rangka mengekor, melainkan dalam rangka kerjasama Bisnis & menghindari Propaganda Barat atas Syari'at Islam apabila sampai mengoposisi Amerika & Uni Eropa secara langsung.

Dalam hal politik pun Raja-raja Saudi selalu mengoposisi Amerika & Uni Eropa jika memang bertentangan dengan Islam.
Seperti misalnya terang-terangan membantu Gaza dengan gelontoran hibah trillyunan dolarnya, membantu senjata pada para pejuang di Palestina, membantu senjata & permodalan bagi para Pejuang Salaf di Afghanistan, dll..

Hanya tukang fitnah yang mengatakan kalau Bani Suud itu adalah antek Barat.

Bahkan Barat sangat takut memberi peringatan pada Saudi saat Saudi terang-terangan menggelontorkan dana untuk Palestina & Afghanistan, mereka khawatir paceklik Ekonomi dimasa Richard Nixon & akhir pemerintahan G W. Bush terulang kembali.

Jundurrahman Al-Mubarok mengatakan...

Saya heran kenapa Saudara-saudara kita dari Hizbut Tahrir bersikeras mengklaim bahwa Daulah Utsmani itu termasuk Kekhilafahan, padahal tak ada satupun sejarah valid & riwayat yang shahih yang menjelaskan bahwa Raja-raja mereka memiliki darah Quraisy.

Padahal kita sendiri tahu bahwa syarat menjadi Khalifah itu haruslah berasal (atau minimal keturunan) suku Quraisy.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
النَّاسُ تَبَعٌ لِقُرَيْشٍ فِي هَذَا الشَّأْنِ مُسْلِمُهُمْ تَبَعٌ لِمُسْلِمِهِمْ وَكَافِرُهُمْ تَبَعٌ لِكَافِرِهِمْ
"Manusia itu pengikut bagi Quraisy dalam urusan ini (kepemimpinan), muslim mereka pengikut bagi muslim mereka (Quraisy) dan orang kafir mereka pengikut bagi orang kafir mereka (Quraisy)". (Ash-Shahihain)

Beliau juga bersabda:
إِنَّ هَذَا الْأَمْرَ فِي قُرَيْشٍ لَا يُعَادِيهِمْ أَحَدٌ إِلَّا كَبَّهُ اللَّهُ عَلَى وَجْهِهِ مَا أَقَامُوا الدِّينَ
"Sesungguhnya urusan (kepemimpinan) ini pada Quraisy, tidak seorang-pun memusuhi mereka melainkan Allah pasti menceburkannya ke dalam neraka dengan telungkup di atas wajahnya selagi mereka itu menegakkan dien ini". (Shahih Bukhari dari jalur Mu'awiyyah & Abdullah bin Amr)

Abu Bakar Ash-Shiddiq radliyallahu ‘anhu pun telah berhujjah dihadapan kaum Anshar di hari Saqifah dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الْأَئِمَّةُ مِنْ قُرَيْشٍ
"Para Imam (pemimpin) itu dari Quraisy"

Imam Al-Humaidy (salah satu guru besar Imam Bukhari) sendiri mengaku pernah merasa dengki pada Imam Asy-Syafi'i karena beliau (Imam Asy-Syafi'i) adalah keturunan suku Quraisy (Lihat Adabus-Syafi'i hal. 43-44, oleh Imam Ibnu Abi Haatim Ar-Raaziy). Beliau dengki bukan tanpa sebab, karena beliau tau hanya keturunan Quraisy lah yang diberikan haq menjadi Khalifah. Meskipun pada akhirnya beliau (Imam Al-Humaidy) mengaku salah dengan kedengkian beliau.

Maka apakah bisa seseorang memperjuangkan Khilafah tanpa tau ilmu tentang Khilafah?
pada akhirnya yang terjadi adalah menebar propaganda & ceramah kebencian pada Ulil Amri. Yang berikutnya bisa mengarahkan orang awam pada tindakan makar.

Bahkan mereka pun tak segan melakukan Demonstrasi mengkritik Ulil Amri, persis seperti yang terjadi dimasa Khalifah Utsman bin Affan & Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Tak hanya itu, kebanyakan massa Demo mereka adalah Akhwat, yang jelas-jelas memiliki kewajiban menjaga diri & menjauhkan diri dari urusan kepemimpinan (Politik).

Anonim mengatakan...

Sayangnya informasi ngawur tentang Saudi itu lah yang lebih banyak tersebar dikalangan umum.

Orang-orang yang anti dakwah Salaf jauh lebih bersemangat dalam memunculkan dirinya di Televisi, di media kondang, dan ditempat manapun yang orang lain bisa mudah melihatnya.

Hal yang hampir tak kita dapati pada Ulama-ulama penegak manhaj Salaf yang cenderung suka menyepi dan tak suka disebut-sebut namanya.

Pada akhirnya ajaran Salafus-Shalih pun menjadi terkesan asing.

Untung-untung ada TransTV yang seringkali memberikan entertainment Islam berbau Salaf.
Kita harapkan ada ustadz-ustadz Salaf(i) yang mau mengorbankan dirinya mengajar ilmu di media entertainment (seperti televisi).

Anonim mengatakan...

Belum lagi gaya dakwah sebagian ustadz yang "terkesan" keras & angkuh, yang pada akhirnya orang-orang awam itu menganggap kalau Salafi "Wahabi" itu bener-bener kaum yang keras & suka mentakfir..

Udah asing, keras pula (meski nggak semua, tapi sayangnya yang menonjol)..

Ndak heran kalau sampai ada fitnah disana-sini perihal dakwah Salaf, khususnya di Indonesia ini.

Jadi inget kemarin ada yang menjarh Pak Quraish Shihab sembari ngatain "Bau Tanah"..
Padahal seandainya yang menjarh itu dengan lembut dihadapan umum, pasti orang-orang awam bisa menerimanya.

Karena tak bisa dipungkiri, kebanyakan kaum Muslimin di Indonesia ini tak mengerti Jarh, dikiranya itu Ghibah.

Kita harus menjadi generasi yang baru & segar, yang bisa menghiasi dakwah mulia ini dengan akhlak yang indah pula.

Kalau yang akhlaknya indah seperti Rasul & para Imam Madzab saja masih ada yang memusuhi, lantas bagaimana yang dakwah dengan cara keras?

Anonim mengatakan...

Subhanallaah, ternyata ada juga yang unya opini terpendam seperti saya..

Benar sekali..
Prof. Dr. Quraish Shihab sampai saat ini bisa diterima publik karena udah terlanjur terkenal.
Disaat semua masih enggan menunjukkan ilmunya secara umum, beliau udah berani unjuk ilmu didepan orang-orang dengan menterkenalkan Kitab Tafsir Karangannya.

Meskipun kebanyakan tafsirannya memang benar-benar ngarang dalam arti yang sebenarnya, namun karena keberanian beliau unjuk ditengah umat disaat semua bersembunyi, disertai kelembutan beliau dalam memilih kata-kata saat berorasi & ceramah, pada akhirnya berhasil memukau sebagian besar kaum Muslimin Indonesia yang kebanyakan masih awam..

Unknown mengatakan...

Tak bisa dipungkiri memang banyak yang belum paham soal Khilafah namun sudah berbicara soal Khilafah.

Memperjuangkan Khilafah bukan dengan dakwah, melainkan ghibah atas penguasa.
Dan lebih buruknya lagi, ghibah itu disangkanya dakwah karena membawakan hujjah.

BUDI mengatakan...

Khilafah adalah perahu ataupun wadah bagi umat yang berdakwah untuk menegakkan syari'ah Islam,. .
Allah Akan lebih marah jika aturan - aturan yang allah berikan tidak di terapkan,,. . .
apakah kalian berfikir hanya dalam pembentukan akhlak maka semua orang akan sadar,,. Tidak menurut saya,,!!
berbuat kebaikan dan menjauh larangan semua orang bisa, Namun menerapkan hukum allah hanya segelintir orang yang bersedia,.
okelah mereka bersedia, namun itu tak terlepas dari bibir semata tidak di sertai usaha,.

Anonim mengatakan...

Esensi khilafah adalah syariat, dakwah dan ukhuwah yang merupakan manifestasi dari akidah yang menununtut kita untuk saling bersaudara dengan seluruh ummat Islam di pelosok manapun mereka berada (ukhuwah), menerapkan Islam secara kaaffah / meyeluruh (syariat), dan meyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia (Dakwah). Ketiga hal ini tidak akan dapat sempurna kita laksanakan tanpa keberadaan khilafah.

Aisyah M.Yusuf mengatakan...


Muhammad bin Sirin rahimahullah, ia berkata:
كَانُوْا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ عَلَى الطَّرِيْقِ مَا كَانُوْا عَلَى الْأَثَرِ
“Orang-orang dahulu mengatakan, sesungguhnya mereka (berada) di atas jalan (yang lurus) selama mereka meniti atsar (riwayat Salafush Shalih)”. [Al Muntaqa Min Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm. 42, no. 36]

Al Auza’i rahimahullah, ia berkata:
اِصْبِرْ نَفْسَكَ عَلَى السُّنَّةِ , وَقِفْ حَيْثُ وَقَفَ الْقَوْمُ , وَقُلْ بِمَا قَالُوْا وَكُفَّ عَمَّا كَفُّوْا عَنْهُ , وَاسْلُكْ سَبِيْلَ سَلَفِكَ الصَالِحِ فَإِنَّهُ يَسَعُكَ مَا وَسَعَهُمْ
“Sabarkanlah dirimu (berada) di atas Sunnah. Berhentilah di tempat orang-orang itu (Ahlus Sunnah, Salafush Shalih) berhenti. Katakanlah apa yang mereka katakan. Diamlah apa yang mereka diam. Dan tempuhlah jalan Salaf (para pendahulu)mu yang shalih, karena sesungguhnya akan melonggarkanmu apa yang telah melonggarkan mereka”. [Al Muntaqa Min Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm. 56; Al Ajuri di dalam Asy Syari’ah, hlm. 58; Limadza, hlm. 104].

Dikatakan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُسْتَنًّا فَلْيَسْتِنَّ بِمَنْ قَدْ مَاتَ، فَإِنَّ الْحَيَّ لَا تُؤْمَنُ عَلَيْهِ الْفِتْنَةُ، أُوْلَئِكَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانُوْا أَفْضَلَ هَذِهِ الأُمَّةِ، وَأَبَرَّهَا قُلُوْباً، وَأَعْمَقَهَا عِلْماً، وَأَقَلَّهَا تَكَلُّفاً، قَوْمٌ اخْتَارَهُمُ اللهُ لِصُحْبَةِ نَبِيِّهِ، وَإِقَامَةِ دِيْنِهِ، فَاعْرِفُوْا لَهُمْ فَضْلَهُمْ، وَاتَّبِعُوْهُمْ فِيْ آثَارِهِمْ، وَتَمَسَّكْوْا بِمَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ أَخْلَاقِهِمْ وَدِيْنِهِمْ، فَإِنَّهُمْ كَانُوْا عَلَى الْهُدَى الْمُسْتَقِيْمِ
“Barang siapa di antara kalian ingin mengikuti sunnah, maka ikutilah sunnah orang-orang yang sudah wafat. Karena orang yang masih hidup, tidak ada jaminan selamat dari fitnah (kesesatan). Mereka ialah sahabat-sahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka merupakan generasi terbaik umat ini, generasi yang paling baik hatinya, yang paling dalam ilmunya, yang tidak banyak mengada-ada, kaum yang telah dipilih Allah menjadi sahabat Nabi-Nya dalam menegakkan agama-Nya. Kenalilah keutamaan mereka, ikutilah jejak mereka, berpegang teguhlah dengan akhlak dan agama mereka semampu kalian, karena mereka merupakan generasi yang berada di atas Shirâthal- Mustaqîm.”

Fatan Abu Uswah mengatakan...

Ya akhy, kalau anda bilang mendirikan khilafah tidak penting, maka anda adalah org paling goblok sedunia. Lantas bagaimana dgn para ulama abad ke 8 termasuk syaikhul Islam Ibn Taimiyah yg berperang melawan kaum Tartar dan memuji kaum muslimin yg mengusir pasukan tartar serta mengembalikan khilafah Islamiyah kembali? Apakah itu tidak penting? Jika khilafah tidak penting, maka Rasulullah tidak akan hijrah ke madinah lalu membangun pusat pemerintahan disana, beliau akan dakwah saja di Makkah sampai seluruh kaum Quraisy masuk Islam! Beliau akan berdakwah tauhid saja, tanpa membicarakan masalah hukum2 di madinah? Duhai, alangkah sesatnya dirimu...

Anonim mengatakan...

Jadi maksudnya, ibnu suud mmg sejak awal tdk berbaiat kepada kekhalifahan utsmaniyyah dan berlepas diri dari jama'atul muslimin?

Anonim mengatakan...

Sejak kapan Rasulullah dan salafus sholih mencontohkan adanya banyak negara islam dalam satu masa Spt saat ini?
Berhentilah memaksakan bid'ah ini kepada kaum muslimin

rofi mengatakan...

fatan al-mujahid
Ibnu Taimiyyah hidup di bawah pemerintahan Daulah Abbasiyyah yang bentuknya adalah kerajaan, bukan khilafah.

Kholifah nubuwwah terakhir adalah Hasan bin 'Aliy, kemudian pemerintahan Islam diserahkan kepada Mu'awiyyah bin Abu Sufyan. pemerintahan Abu Sufyan sendiri bentuknya adalah kerajaan.

nah, kalo mendirikan khilafah adalah perkara yang sangat penting, niscaya yang paling lantang bersuara dan paling keras berjuang adalah para sahabat yang masih tersisa di zaman pemerintahan Mu'awiyah bin Abu Sufyan, bukan orang-orang jahil seperti anda.