Dalil dari Al-Qur’an
QS. Yusuf : 67 – 68
وَقَالَ يَبَنِيّ لاَ تَدْخُلُواْ مِن بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُواْ مِنْ
أَبْوَابٍ مّتَفَرّقَةٍ وَمَآ أُغْنِي عَنكُمْ مّنَ اللّهِ مِن شَيْءٍ إِنِ
الْحُكْمُ إِلاّ للّهِ عَلَيْهِ تَوَكّلْتُ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكّلِ
الْمُتَوَكّلُونَ * وَلَمّا دَخَلُواْ مِنْ حَيْثُ أَمَرَهُمْ أَبُوهُم مّا كَانَ
يُغْنِي عَنْهُمْ مّنَ اللّهِ مِن شَيْءٍ إِلاّ حَاجَةً فِي نَفْسِ يَعْقُوبَ
قَضَاهَا وَإِنّهُ لَذُو عِلْمٍ لّمَا عَلّمْنَاهُ وَلَـَكِنّ أَكْثَرَ النّاسِ
لاَ يَعْلَمُونَ
Dan Ya'qub berkata: "Hai anak-anakku
janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari
pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat
melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. Keputusan
menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan
hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri". Dan
tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang
mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah,
akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya'qub yang telah
ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah
mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Ibnu Katsir berkata :
يقول تعالى إخباراً عن يعقوب عليه السلام, إنه أمر بنيه لما جهزهم مع
أخيهم بنيامين إلى مصر أن لا يدخلوا كلهم من باب واحد, وليدخلوا من أبواب متفرقة,
فإنه كما قال ابن عباس ومحمد بن كعب ومجاهد والضحاك وقتادة والسدي وغير واحد إنه:
خشي عليهم العين, وذلك أنهم كانوا ذوي جمال وهيئة حسنة, ومنظر وبهاء, فخشي عليهم
أن يصيبهم الناس بعيونهم, فإن العين حق تستنزل الفارس عن فرسه
“Allah berfirman mengkhabarkan tentang Ya’qub ‘alahis-salaam
bahwasannya ia memerintah anak-anaknya ketika mempersiapkan mereka bersama
saudara mereka, Bun-yamin, ke Mesir agar mereka tidak masuk semuanya dari satu
pintu, akan tetapi dari beberapa pintu yang berlainan. Sesungguhnya Ya’qub –
sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Muhammad bin Ka’b, Mujahid,
Adl-Dlahhak, Qatadah, As-Suddi, dan yang lainnya – mengkhawatirkan mereka dari Al-‘Ain
(pengaruh mata). Hal itu disebabkan karena anak-anak Ya’qub tersebut
tampan-tampan dan menawan. Maka Ya’qub mengkhawatirkan mereka akan pengaruh ‘Ain
dari orang-orang yang memandang mereka, karena Al-‘Ain adalah haq
(benar) yang dapat mengakibatkan seorang penunggang kuda jatuh dari kudanya”.
Kemudian beliau melanjutkan :
وقوله { وَمَآ أُغْنِي عَنكُمْ مّنَ اللّهِ مِن شَيْءٍ } أي إن هذا
الاحتراز لا يرد قدر الله وقضاءه, فإن الله إذا أراد شيئاً لا يخالف ولا يمانع, {
وَلَمّا دَخَلُواْ مِنْ حَيْثُ أَمَرَهُمْ أَبُوهُم مّا كَانَ يُغْنِي عَنْهُمْ
مّنَ اللّهِ مِن شَيْءٍ إِلاّ حَاجَةً فِي نَفْسِ يَعْقُوبَ قَضَاهَا } قالوا: هي
دفع إصابة العين لهم
“Dan firman-Nya : Namun demikian aku tiada
dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah ; yaitu
kehati-hatian itu tidak akan dapat menolak takdir Allah dan ketentuan-Nya,
karena sesungguhnya Allah jika telah menghendaki sesuatu maka tidak ada yang
menghalangi. Firman-Nya : {Dan tatkala mereka masuk menurut yang
diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah
melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu
keinginan pada diri Ya'qub yang telah ditetapkannya} ; mereka berkata :
‘Yaitu menghindari pengaruh Al’-‘Ain terhadap mereka” [Tafsir Ibnu Katsir 2/485].
QS. Al-Qalam : 51
وَإِن يَكَادُ الّذِينَ كَفَرُواْ لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمّا
سَمِعُواْ الذّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنّهُ لَمَجْنُونٌ
“Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu
benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka
mendengar Al Quran dan mereka berkata: "Sesungguhnya ia (Muhammad)
benar-benar orang yang gila”.
Ibnu Katsir berkata :
قال ابن عباس ومجاهد وغيرهما { لَيُزْلِقُونَكَ } لينفذونك {
بِأَبْصَارِهِمْ } أي يعينونك بأبصارهم بمعنى يحسدونك لبغضهم إياك لولا وقاية الله
لك وحمايته إياك منهم, وفي هذه الاَية دليل على أن العين إصابتها وتأثيرها حق بأمر
الله عز وجل, كما وردت بذلك الأحاديث المروية من طرق متعددة كثيرة.
“Telah berkata Ibnu ‘Abbas, Mujahid, dan yang
lainnya : {‘benar-benar hampir menggelincirkan kamu’} ; yaitu
mempengaruhi kamu; {‘dengan pandangan mereka’} ; yaitu memandangmu
dengan mata-mata mereka yaitu mendengkimu karena kebencian mereka kepadamu.
Sekiranya tidak ada perlindungan Allah kepadamu dari mereka. Di dalam ayat ini
terdapat dalil bahwa terkena Al-‘Ain dan pengaruhnya adalah haq (benar)
dengan ijin Allah, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits yang
diriwayatkan dari beberapa jalan yang berbeda” [Tafsir Ibnu Katsir
4/410].
Dalil dari As-Sunnah Ash-Shahihah
عن أبي هريرة رضى الله تعالى عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال العين
حق
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia
berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Al-‘Ain
adalah haq (benar)” [HR. Bukhari no. 5408 dan Muslim no. 2187].
عن عائشة قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم استعيذوا بالله فإن
العين حق
Dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa bahwa
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Meminta perlindunganlah
kepada Allah dari Al-‘Ain, karena sesungguhnya Al-‘Ain itu haq (benar)”
[HR. Ibnu Majah no. 3508; dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul-Jaami’
no. 938].
عن بن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال العين حق ولو كان شيء سابق
القدر سبقته العين وإذا استغسلتم فاغسلوا
Dari Ibni ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma
bahwa ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
: “Al-‘Ain itu haq (benar) dan sekiranya ada sesuatu yang mendahului takdir,
niscaya Al-‘Ain akan mendahuluinya. Dan apabila engkau diminta mandi, hendaklah
kalian mandi[1]” [HR. Muslim no. 2188].
عن أسماء عميس قالت : يا رسول الله ان بني جعفر تصيبهم العين أفأسترقي
لهم قال نعم فلو كان شيء سابق القدر لسبقته العين
Dari Asmaa’ binti ‘Umais radliyallaahu ‘anhaa ia
berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Bani Ja’far terkena Al-‘Ain,
maka apakah boleh aku meruqyah mereka ?”. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi
wasallam menjawab : “Ya, sekiranya ada sesuatu yang mendahului takdir,
niscaya Al-‘Ain akan mendahuluinya” [HR. Ahmad 6/438 no. 27510 dan Tirmidzi
no. 2059; dihasankan oleh Al-Arnauth dalam Ta’liq-nya terhadap Musnad
Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul-Jami’ no. 5286].
عن أبي ذر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن العين لتولع بالرجل
بإذن الله تعالى حتى يصعد حالقا ثم يتردى منه
Dari Abi Dzarr radliyallaahu ‘anhu ia
berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Sesungguhnya
Al-‘Ain dapat memperdaya seseorang dengan ijin Allah sehingga ia naik ke tempat
yang tinggi lalu jatuh darinya[2]”
[HR. Ahmad 5/146 no. 21340, 6/13 no. 5372, Al-Bazzar 9/386 no. 3972, dan
Al-Haarits dalam Bughyatul-Bahits 2/603 no. 566; dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Shahihul-Jaami’ no. 1681].
عن بن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : العين حق تستنزل الحالق
Dari Ibnu 'Abbas radliyallaahu 'anhuma dari
Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam : "Al-'Ain itu adalah haq
yang dapat menggelincirkan orang yang naik ke tempat tinggi" [HR.
Ahmad no. 1/274 no. 2477, Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir no. 12662, dan
Al-Hakim no. 7489; dihasankan oleh Al-Arnauth dalam Ta’liqnya terhadap Musnad
Ahmad dan Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1250].
عن جابر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم العين تدخل الرجل القبر و
تدخل الجمل القدر
Dari Jabir radliyallaahu ‘anhu ia berkata :
Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Al-‘Ain
adalah haq (benar), dapat memasukkan seseorang ke dalam kuburan dan dapat
memasukkan onta ke dalam kuali[3]”
[HR. Ibnu ‘Adi 6/407 biografi no. 1890 dari Mu’awiyyah bin Hisyam Al-Qashshaar,
Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 7/90, Al-Khathiib 9/244, Al-Qadlaa’i 2/140
no. 1059; dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahiihul-Jaami’ no. 4144].
عن جابر ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال أكثر من يموت من أمتى بعد قضاء
الله وقدره بالأنفس يعنى بالعين
Dari Jabir radliyallaahu ‘anhu ia berkata :
Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Kebanyakan
orang yang meninggal dari umatku setelah qadla dan qadar Allah adalah karena
Al-‘Ain” [HR. Ath-Thayalisi hal. 242 no. 1760, Bukhari dalam At-Tarikh
Al-Kabir 4/360, no. 3144, Al-Hakim 3/46 no. , Al-Bazzar dalam Kasyful-Astaar
3/403 no. 3052, Ad-Dailami 1/364 no. 1467, dan Ibnu Abi ‘Ashim 1/136 no. 311;
dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahiihul-Jaami’ no. 1206].
عن عائشة قالت كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يأمرني أن استرقي من
العين
Dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa ia
berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah memerintahkan
agar aku meruqyah seseorang karena terkena Al-‘Ain” [HR. Bukhari no. 5406
dan Muslim no. 2195].
عن أنس قال رخص رسول الله صلى الله عليه وسلم في الرقية من العين والحمة
والنملة
Dari Anas radliyallaahu ‘anhu, ia
berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberikan rukhshah
dalam ruqyah karena Al-‘Ain, Al-Hummah[4],
dan An-Namlah[5]”
[HR. Muslim no. 2196].
عن أم سلمة رضى الله تعالى عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم رأى في
بيتها جارية في وجهها سفعة فقال استرقوا لها
Dari Ummi Salamah radliyallaahu ‘anhaa :
Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam melihat di dalam rumah
seorang anak perempuan yang di wajahnya terdapat Suf’ah[6].
Maka beliau bersabda : “Padanya ada pengaruh akibat pandangan (Al-‘Ain).
Ruqyah-lah ia !” [Bukhari no. 5407 dan Muslim no. 2197].
عن جابر بن عبد الله يقول رخص النبي صلى الله عليه وسلم لآل حزم في رقية
الحية وقال لأسماء بنت عميس مالي أرى أجسام بني أخي ضارعة تصيبهم الحاجة قالت لا
ولكن العين تسرع إليه قال أرقيهم
Dari Jabir radliyallaahu ‘anhu ia berkata :
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberikan rukhshah kepada
keluarga Hazm dalam meruqyah (gigitan) ular. Maka beliau bersabda kepada Asmaa’
binti ‘Umais : “Mengapa saya melihat badan anak-anak keturunan keturunan
anak-anak saudara saya kurus-kurus ? Apakah karena kemiskinan ?”. Asma
menjawab : “Tidak, akan tetapi Al-‘Ain cepat menimpa mereka”. Kemudian
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata : “Ruqyahlah mereka”
[HR. Muslim no. 2198].
Pendapat Para Ulama Mengenai Al-‘Ain
Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata :
قوله باب العين حق أي الإصابة بالعين شيء ثابت موجود أو هو من جملة ما
تحقق كونه قال المازري أخذ الجمهور بظاهر الحديث وأنكره طوائف المبتدعة لغير معنى
لأن كل شيء ليس محالا في نفسه ولا يؤدي إلى قلب حقيقة
“Perkataan Al-Bukhari : Bab Al-‘Ain adalah
haq (benar), yaitu bahwa terkena Al-‘Ain adalah sesuatu yang tetap lagi
ada atau ia merupakan perkataan yang menyatakan kebenaran akan wujudnya. Telah
berkata Al-Mazary : Jumhur ulama telah mengambil dhahir hadits dan mengingkari
golongan-golongan ahlul-bid’ah (yang telah memalingkannya) dari makna
sebenarnya. Karena segala sesuatu tidaklah mustahil pada dirinya dan tidaklah
pula mengherankan bagi hati atas hakikatnya..” [Fathul-Bari 10/200
penjelasan atas Bab : Al-‘Ainu haqqun].
Ibnul-Atsir berkata :
يقال: أصَابَت فُلاناً عيْنٌ إذا نَظر إليه عَدُوّ أو حَسُود فأثَّرتْ
فيه فمَرِض بِسَببها
“Dikatakan : Fulan terkena ‘Ain, yaitu apa bila
musuh atau orang-orang dengki memandangnya lalu pandangan itu mempengaruhinya
hingga menyebabkannya sakit” [An-Nihayah 3/332].
Ibnul-Jauzi berkata :
العين نظر باستحسان يشوبه شيء من الحسد ويكون الناظر خبيث الطبع كذوات
السموم فيؤثر في المنظور إليه
“Al-‘Ain adalah pandangan yang disertai
anggapan baik yang bercampur dengan kedengkian. Orang yang memandang tersebut
mempunyai tabi’at yang buruk - seperti halnya angin panas (yang memberikan
pengaruh pada apa yang dikenainya) - sehingga ia akan memberikan bekas/pengaruh
pada orang yang dipandangnya tersebut” [Kasyful-Musykil min Hadiitsish-Shahihain
no. 994].
Ibnul-Qayyim berkata :
فَأَبْطَلَتْ طَائِفَةٌ مِمّنْ قَلّ نَصِيبُهُمْ مِنْ السّمْعِ
وَالْعَقْلِ أَمْرَ الْعَيْنِ وَقَالُوا : إنّمَا ذَلِكَ أَوْهَامٌ لَا حَقِيقَةَ
لَهُ وَهَؤُلَاءِ مِنْ أَجْهَلِ النّاسِ بِالسّمْعِ وَالْعَقْلِ وَمِنْ أَغْلَظِهِمْ
حِجَابًا وَأَكْثَفِهِمْ طِبَاعًا وَأَبْعَدِهِمْ مَعْرِفَةً عَنْ الْأَرْوَاحِ
وَالنّفُوسِ . وَصِفَاتِهَا وَأَفْعَالِهَا وَتَأْثِيرَاتِهَا وَعُقَلَاءُ
الْأُمَمِ عَلَى اخْتِلَافِ مِلَلِهِمْ وَنِحَلِهِمْ لَا تَدْفَعُ أَمْرَ
الْعَيْنِ وَلَا تُنْكِرُهُ وَإِنْ اخْتَلَفُوا فِي سَبَبِ وَجِهَةِ تَأْثِيرِ
الْعَيْنِ.
“Sekelompok orang yang tidak banyak
mendengar dan berfikir menolak masalah (hakikat) Al-‘Ain mengatakan :
“Itu hanyalah khayalan yang tidak mempunyai hakikat”. Mereka ini termasuk orang
yang paling bodoh karena tidak banyak mendengar dan berfikir, termasuk
orang-orang yang paling tebal dinding penutupnya, paling keras tabiatnya, dan
paling jauh pengetahuannya tentang ruh dan jiwa. Padahal, sifat-sifat,
perbuatan-perbuatan, dan pengaruh-pengaruh Al-‘Ain itu – demikian pula
orang-orang yang berakal sehat di kalangan umat dari berbagai aliran dan
madzhab – tidak menolak dan tidak mengingkari masalah Al-‘Ain ini,
sekalipun mereka berselisih pendapat tentang sebabnya dan bagaimana pengaruh Al-‘Ain
itu” [Zaadul-Ma’ad 4/152].
Selanjutnya Ibnul-Qayyim berkata :
وَلَا رَيْبَ أَنّ اللّهَ سُبْحَانَهُ خَلَقَ فِي الْأَجْسَامِ
وَالْأَرْوَاحِ قُوًى وَطَبَائِعَ مُخْتَلِفَةً وَجَعَلَ فِي كَثِيرٍ مِنْهَا
خَوَاصّ وَكَيْفِيّاتٍ مُؤَثّرَةً وَلَا يُمْكِنُ لِعَاقِلٍ إنْكَارُ تَأْثِيرِ
الْأَرْوَاحِ فِي الْأَجْسَامِ فَإِنّهُ أَمْرٌ مُشَاهَدٌ مَحْسُوسٌ وَأَنْتَ
تَرَى الْوَجْهَ كَيْفَ يَحْمَرّ حُمْرَةً شَدِيدَةً إذَا نَظَرَ إلَيْهِ مِنْ
يَحْتَشِمُهُ وَيَسْتَحِي مِنْهُ وَيَصْفَرّ صُفْرَةً شَدِيدَةً عِنْدَ نَظَرِ
مَنْ يَخَافُهُ إلَيْهِ وَقَدْ شَاهَدَ النّاسُ مَنْ يَسْقَمُ مِنْ النّظَرِ
وَتَضْعُفُ قُوَاهُ وَهَذَا كُلّهُ بِوَاسِطَةِ تَأْثِيرِ الْأَرْوَاحِ وَلِشِدّةِ
ارْتِبَاطِهَا بِالْعَيْنِ يُنْسَبُ الْفِعْلُ إلَيْهَا وَلَيْسَتْ هِيَ
الْفَاعِلَةَ وَإِنّمَا التّأْثِيرُ لِلرّوحِ وَالْأَرْوَاحُ مُخْتَلِفَةٌ فِي
طَبَائِعِهَا وَقُوَاهَا وَكَيْفِيّاتِهَا وَخَوَاصّهَا فَرُوحُ الْحَاسِدِ
مُؤْذِيَةٌ لِلْمَحْسُودِ أَذًى بَيّنًا
وَلِهَذَا أَمَرَ اللّهُ - سُبْحَانَهُ - رَسُولَهُ أَنْ يَسْتَعِيذَ
بِهِ مِنْ شَرّهِ وَتَأْثِيرُ الْحَاسِدِ فِي أَذَى الْمَحْسُودِ أَمْرٌ لَا
يُنْكِرُهُ إلّا مَنْ هُوَ خَارِجٌ عَنْ حَقِيقَةِ الْإِنْسَانِيّةِ وَهُوَ أَصْلُ
الْإِصَابَةِ بِالْعَيْنِ فَإِنّ النّفْسَ الْخَبِيثَةَ الْحَاسِدَةَ تَتَكَيّفُ
بِكَيْفِيّةٍ خَبِيثَةٍ وَتُقَابِلُ الْمَحْسُودَ فَتُؤَثّرُ فِيهِ بِتِلْكَ
الْخَاصّيّةِ وَأَشْبَهُ الْأَشْيَاءِ بِهَذَا الْأَفْعَى فَإِنّ السّمّ كَامِنٌ
فِيهَا بِالْقُوّةِ فَإِذَا قَابَلَتْ عَدُوّهَا انْبَعَثَتْ مِنْهَا قُوّةٌ
غَضَبِيّةٌ وَتَكَيّفَتْ بِكَيْفِيّةٍ خَبِيثَةٍ مُؤْذِيَةٍ فَمِنْهَا مَا
تَشْتَدّ كَيْفِيّتُهَا وَتَقْوَى حَتّى تُؤَثّرَ فِي إسْقَاطِ الْجَنِينِ
وَمِنْهَا مَا تُؤَثّرُ فِي طَمْسِ الْبَصَرِ كَمَا قَالَ النّبِيّ صَلّى اللّهُ
عَلَيْهِ وَسَلّمَ فِي الْأَبْتَرِ وَذِي الطّفْيَتَيْنِ مِنْ الْحَيّاتِ إنّهُمَا
يَلْتَمِسَانِ الْبَصَرَ وَيُسْقِطَانِ الْحَبَل
...........بَلْ التّأْثِيرُ
يَكُونُ تَارَةً بِالِاتّصَالِ وَتَارَةً بِالْمُقَابَلَةِ وَتَارَةً بِالرّؤْيَةِ
وَتَارَةً بِتَوَجّهِ الرّوحِ نَحْوَ مَنْ يُؤَثّرُ فِيهِ وَتَارَةً
بِالْأَدْعِيَةِ وَالرّقَى وَالتّعَوّذَاتِ وَتَارَةً بِالْوَهْمِ وَالتّخَيّلِ
وَنَفْسُ الْعَائِنِ لَا يَتَوَقّفُ تَأْثِيرُهَا عَلَى الرّؤْيَةِ بَلْ قَدْ
يَكُونُ أَعْمَى فَيُوصَفُ لَهُ الشّيْءُ فَتُؤَثّرُ نَفْسُهُ فِيهِ وَإِنْ لَمْ
يَرَهُ وَكَثِيرٌ مِنْ الْعَائِنِينَ يُؤَثّرُ فِي الْمَعِينِ بِالْوَصْفِ مِنْ
غَيْرِ رُؤْيَةٍ وَقَدْ قَالَ تَعَالَى لِنَبِيّهِ : {وَإِنْ يَكَادُ الّذِينَ
كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمّا سَمِعُوا الذّكْرَ } [ الْقَلَمُ
51 ] . وَقَالَ {قُلْ أَعُوذُ بِرَبّ الْفَلَقِ مِنْ شَرّ مَا خَلَقَ وَمِنْ شَرّ
غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ وَمِنْ شَرّ النّفّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ وَمِنْ شَرّ حَاسِدٍ
إِذَا حَسَدَ }. فَكُلّ عَائِنٍ حَاسِدٌ وَلَيْسَ كُلّ حَاسِدٍ عَائِنًا فَلَمّا
كَانَ الْحَاسِدُ أَعَمّ مِنْ الْعَائِنِ كَانَتْ الِاسْتِعَاذَةُ مِنْهُ
اسْتِعَاذَةً مِنْ الْعَائِنِ وَهِيَ سِهَامٌ تَخْرُجُ مِنْ نَفْسِ الْحَاسِدِ
وَالْعَائِنِ نَحْوَ الْمَحْسُودِ وَالْمَعِينِ تُصِيبُهُ تَارَةً وَتُخْطِئُهُ
تَارَةً فَإِنْ صَادَفَتْهُ مَكْشُوفًا لَا وِقَايَةَ عَلَيْهِ أَثّرَتْ فِيهِ
وَلَا بُدّ وَإِنْ صَادَفَتْهُ حَذِرًا شَاكِيَ السّلَاحِ لَا مَنْفَذَ فِيهِ
لِلسّهَامِ لَمْ تُؤَثّرْ فِيهِ وَرُبّمَا رُدّتْ السّهَامُ عَلَى صَاحِبِهَا.
“Tidak diragukan lagi bahwa Allah
menciptakan bermacam-macam kekuatan dan tabiat pada jasad dan ruh. Banyak
diantaranya yang dijadikan memiliki kekhususan dan seluk-beluk pengaruhnya.
Bagi orang yang berakal tidak mungkin menolak pengaruh ruh dalam jasad, karena
ia merupakan hal yang empirik. Anda melihat bagaimana wajah menjadi merah padam
apabila dipandang oleh orang yang sangat disegani, atau menjadi pucat pasi bila
dipandang oleh orang yang ditakuti. Orang-orang pun menyaksikan adanya orang
yang sakit dan lemah kekuatannya disebabkan oleh pandangan mata. Ini semua
terjadi dengan perantaraan ruh. Dan, mengingat kaitannya yang sangat erat
dengan mata, maka orang yang menisbatkan perbuatannya tersebut padanya (mata)
padahal sesungguhnya tidaklah demikian, tetapi hanyalah merupakan pengaruh ruh.
Sedangkan ruh itu sendiri bermacam-macam tabiat, kekuatan, seluk-beluk, dan
kekhususan-kekhususannya. Ruh orang yang mendengki akan menyakiti secara jelas
orang yang didengki.
Oleh karena itu, Allah memerintahkan Rasul-Nya
agar berlindung kepada-Nya dari kejahatannya. Pengaruh orang yang mendengki
dalam menyakiti orang yang didengki merupakan perkara yang tidak dipungkiri
kecuali oleh orang yang telah keluar dari hakikat kemanusiaan (gila). Ia
(kedengkian) merupakan pangkal terjadinya apa yang disebut : Terkena Al-‘Ain.
Karena jiwa yang buruk dan mendengki akan menyesuaikan diri dengan cara yang
buruk dan melawan orang yang didengki kemudian mempengaruhinya dengan
kekhususan tersebut. Sesuatu yang paling mirip dengan hal ini adalah ular,
karena racun tersimpan di dalamnya dengan kuat; apabila ia menghadapi musuhnya
maka akan muncul darinya satu kekuatan amarah dan akan menyesuaikan dengan cara
yang buruk dan menyakitkan. Diantaranya ada yang sangat kuat cara
penyesuaiannya sehingga bisa berpengaruh menggugurkan janin (yang ada dalam
kandungan). Ada juga yang bisa menimbulkan kebutaan, sebagaimana sabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang ular bunting dan
mempunyai dua garis putih di punggungnya : “Keduanya bisa membutakan kedua
mata dan menggugurkan kandungan”[7].
………..
Kadang-kadang pengaruh tersebut terjadi melalui
kontak (persentuhan), perlawanan, pandangan, mengerahkan ruh kepada orang yang
akan dipengaruhi, doa-doa, jampi-jampi, ta’awudz (doa meminta
perlindungan), atau dengan mengkhayalkan dan membayangkan. Pengaruh jiwa orang
yang melakukan Al-‘Ain itu tidak hanya tergantung pada pandangan, bahkan
bisa jadi matanya buta kemudian dijelaskan padanya sesuatu lalu jiwanya bisa
mempengaruhinya sekalipun tidak melihat. Banyak orang yang mempunyai Al-‘Ain
dapat mempengaruhi orang yang didengki hanya melalui penjelasan yang
didengarnya tanpa melihatnya. Dan sungguh Allah telah berfirman kepada Nabi-Nya
: “Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan
kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran” [QS.
Al-Qalam : 51]. Dan Allah juga berfirman : Katakanlah: "Aku berlindung
kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari
kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita
tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki
bila ia dengki." [QS. Al-Falaq : 1-5]. Maka setiap pelaku ‘Ain
adalah pendengki, namun tidaklah setiap pendengki itu adalah pelaku ‘Ain.
Seorang pendengki lebih umum daripada seorang pelaku ‘Ain, sehingga isti’adzah
terhadap orang yang dengki (dalam ayat) sudah mencakup isti’adzah dari
para pelaku ‘Ain. Ia adalah “anak panah” yang keluar dari jiwa seorang
pendengki dan pelaku ‘Ain kepada orang yang didengki, yang kadang-kadang
menimpanya tapi juga kadang-kadang tidak mengenainya. Jika kebetulan orang yang
didengki itu “telanjang” tidak ada “perlindungan” sama sekali, maka pasti akan
mempengaruhinya. Jika orang yang didengki itu dalam keadaan “siap membawa
senjata”, maka tidak akan mampu menembusnya. Bahkan mungkin anak panah itu akan
kembali pada orang yang meluncurkannya” [idem 4/153-154].
Beliau meneruskan :
وَأَصْلُهُ مِنْ إعْجَابِ الْعَائِنِ بِالشّيْءِ ثُمّ تَتْبَعُهُ
كَيْفِيّةُ نَفْسِهِ الْخَبِيثَةِ ثُمّ تَسْتَعِينُ عَلَى تَنْفِيذِ سُمّهَا
بِنَظْرَةٍ إلَى الْمَعِينِ وَقَدْ يَعِينُ الرّجُلُ نَفْسَهُ وَقَدْ يَعِينُ
بِغَيْرِ إرَادَتِهِ.
“Asal terjadinya Al-‘Ain ini adalah dari
kekaguman orang yang melakukan ‘Ain itu terhadap sesuatu, kemudian
diikuti oleh penyesuaian jiwanya yang buruk lalu melancarkan racunnya
menggunakan ‘Ain kepada orang yang didengki. Seseorang bisa jadi
melakukan ‘Ain terhadap dirinya dan kadang-kadang pengaruh buruk dari pandangan
matanya itu mengenai (seseorang) tanpa kehendaknya” [idem, 4/154].
1.
Orang yang dengki lebih umum daripada orang yang mempunyai ‘Ain.
Orang yang mempunyai ‘Ain adalah orang dengki jenis tertentu. Setiap
pelaku ‘Ain adalah pendengki, akan tetapi tidak setiap pendengki adalah
pelaku ‘Ain. Oleh sebab itu disebutkan isti’adzah (memohon
perlindungan) di dalam QS. Al-Falaq itu adalah dari kedengkian. Jika seorang
Muslim ber-isti’adzah dari kejahatan orang yang mendengki, maka sudah
termasuk di dalamnya (isti’adzah kepada) pelaku ‘Ain. Ini adalah
termasuk kemukjizatan dan balaghah Al-Qur’an.
2.
Kedengkian muncul dari rasa iri, benci, dan mengharapkan lenyapnya
nikmat. Sedangkan Al-‘Ain disebabkan oleh kekaguman, kehebatan, dan
keindahan.
3.
Kedengkian dan Al-‘Ain (mata kedengkian) memiliki kesamaan dalam
hal pengaruh, yaitu menimbulkan bahaya bagi orang yang didengki dan dipandang
dengan ‘Ain. Keduanya berbeda dalam soal sumber penyebab. Sumber penyebab
kedengkian adalah terbakarnya hati dan mengharapkan lenyapnya nikmat dari orang
yang didengki, sedangkan sumber penyebab Al-‘Ain adalah panahan
pandangan mata. Oleh sebab itu, kadang-kadang menimpa orang yang tidak didengki
seperti benda mati, binatang, tanaman, atau harta ; bahkan bisa jadi menimpa
dirinya sendiri. Jadi, pandangannya terhadap sesuatu adalah pandangan kekaguman
dan pelototan disertai penyesuaian jiwanya dengan hal tersebut sehingga bisa
menimbulkan pengaruh terhadap orang yang dipandang.
4.
Orang yang mendengki bisa saja mendengki sesuatu yang diperkirakan akan
terjadi (belum terjadi), sedangkan pelaku ‘Ain tidak akan melayangkan
pandangan matanya kecuali pada sesuatu yang telah terjadi.
5.
Orang tidak akan mendengki dirinya atau hartanya sendiri, tetapi bisa
jadi dia menatap keduanya (yaitu kepada dirinya dan hartanya itu) dengan ‘Ain
(sehingga terjadilah sesuatu pada dirinya).
6.
Kedengkian tidak mungkin muncul kecuali dari orang yang berjiwa buruk
dan iri, tetapi Al-‘Ain kadang-kadang terjadi dari orang yang shalih
ketika dia mengagumi sesuatu tanpa ada maksud darinya untuk melenyapkannya,
sebagaimana yang dialami oleh ‘Amir bin Rabi’ah ketika tatapannya menimpa Sahl
bin Hunaif. Padahal ‘Amir radliyallaahu ‘anhu termasuk generasi awal
bahkan termasuk Mujahidin Badr. Diantara ulama yang membedakan antara
kedengkian dan Al-‘Ain (mata kedengkian) adalah Ibnul-Jauzi,
Ibnul-Qayyim, Ibnu Hajar, An-Nawawi dan lainnya.
Oleh karena itu, setiap muslim yang melihat sesuatu yang menakjubkan
dianjurkan agar mendoakan keberkahannya baik sesuatu itu miliknya ataupun milik
orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
dalam hadits Sahl bin Hunaif : “Mengapa kamu tidak memberkahinya ?”
Yaitu mendoakan keberkahannya, karena doa ini bisa mencegah Al-‘Ain.
Pengobatan Mata Kedengkian
1.
Memandikan Pelaku ‘Ain
Jika telah diketahui pelaku ‘Ain-nya, maka perintahkanlah ia agar mandi
kemudian air yang dipakai mandi tersebut diambil dan disiramkan kepada orang
yang terkena ‘Ain dari arah belakangnya.
عن أبي أمامة بن
سهل بن حنيف أن أباه حدثه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج وساروا معه نحو مكة
حتى إذا كانوا بشعب الخرار من الجحفة أغتسل سهل بن حنيف وكان رجلا أبيض حسن الجسم
والجلد فنظر إليه عامر بن ربيعة أخو بني عدي بن كعب وهو يغتسل فقال ما رأيت كاليوم
ولا جلد مخبأة فلبط فسهل فأتى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقيل له يا رسول الله
هل لك في سهل والله ما يرفع رأسه وما يفيق قال هل تتهمون فيه من أحد قالوا نظر
إليه عامر بن ربيعة فدعا رسول الله صلى الله عليه وسلم عامرا فتغيظ عليه وقال علام
يقتل أحدكم أخاه هلا إذا رأيت ما يعجبك بركت ثم قال له أغتسل له فغسل وجهه ويديه
ومرفقيه وركبتيه وأطراف رجليه وداخلة إزاره في قدح ثم صب ذلك الماء عليه يصبه رجل
على رأسه وظهره من خلفه ثم يكفئ القدح وراءه ففعل به ذلك فراح سهل مع الناس ليس به
بأس
Dari Umamah bin Sahl bin Hunaif, bahwasannya ayahnya telah menceritakan
kepadanya : Bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pergi
bersamanya menuju Makkah. Ketika sampai di satu celah bukit Kharar di daerah
Juhfah, maka Sahl bin Hunaif mandi. Ia adalah seorang yang yang berkulit sangat
putih dan sangat bagus. Maka ‘Amir bin Rabi’ah - kerabat Bani ‘Adi bin Ka’b –
memandangnya ketika ia sedang mandi. ‘Amir berkata : ‘Aku belum pernah melihat
seperti sekarang, juga tidak pernah melihat kulit wanita perawan bercadar’.
Maka tiba-tiba Sahl jatuh terguling (karena sakit). Maka datang Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam dan dikatakan kepada beliau : “Wahai Rasulullah, apa
kira-kira yang terjadi pada Sahl ? Ia (Sahl) tidak bisa mengangkat kepalanya
dan sekarang ia belum juga sadar”. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam bertanya : “Apakah ada seseorang yang kalian curigai ?”.
Mereka berkata : “Amir bin Rabi’ah telah memandangnya”. Kemudian Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam memanggilnya lalu memarahinya dan bersabda : ‘Mengapa
salah seorang diantara kalian hendak membunuh Saudaranya ? Mengapa ketika kamu
melihat sesuatu hal yang menakjubkanmu, kamu tidak memberkahi ?”. Kemudian
beliau berkata kepadanya : “Mandilah untuknya !”. Kemudian ‘Amir mencuci
mukanya, kedua tangannya, kedua sikunya, kedua lututnya, jari-jari kedua
kakinya, dan bagian dalam kainnya di dalam bejana. Kemudian (air bekas mandi
itu) disiramkan kepadanya (Sahl) oleh seseorang ke kepalanya dan punggungnya
dari arah belakangnya. Kemudian bejana terebut ditumpahkan isinya di
belakangnya. Maka setelah hal itu dilakukan, Sahl kembali bersama orang-orang
dalam keadaan tidak kurang suatu apa (sehat kembali). ” [HR. Ahmad 3/486 no.
16023, Malik 2/938 no. 1678, dan Nasa’i dalam Al-Kubraa 4/380 no. 7616;
dishahihkan oleh Al-Arnauth dalam dalam Ta’liqnya terhadap Musnad Ahmad
dan Al-Albani dalam Shahihul-Jaami’ no. 4020].
Bisa juga pelaku ‘Ain cukup berwudlu saja dan kemudian air bekas
wudlunya dipakai mandi oleh orang yang terkena ‘Ain.
عن عائشة رضى الله
تعالى عنها قالت كان يؤمر العائن فيتوضأ ثم يغتسل منه المعين
Dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Orang yang
melakukan ‘Ain diperintahkan agar berwudlu kemudian orang yang terkena ‘Ain
mandi dari air (bekas wudlu tadi)” [HR. Abu Dawud no. 3880; dishahihkan oleh Al-Albani
dalam Shahih Sunan Abi Dawud 2/467].
2.
Meletakan tangan ke atas kepala penderita ‘Ain dengan membaca :
بِسْمِ اللهِ
أَرْقِيْكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيْكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنٍ
حَاسِدٍ اللهُ يَشْفِيْكَ بِسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ
“Dengan nama Allah, aku meruqyahmu dari setiap sesuatu yang
menyakitimu dab dari kejelekan setiap jiwa atau mata yang dengki. Allah-lah
yang menyembuhkanmu. Dengan nama Allah aku meruqyahmu” [HR. Muslim no.
2186].
بِسْمِ اللهِ
يُبْرِيْكَ وَمِنْ كُلِّ دَاءٍ يَشْفِيْكَ وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
وَمِنْ شَرِّ ذِيْ عَيْنٍ
“Dengan nama Allah, mudah-mudahan Dia membebaskanmu, dari setiap
penyakit, mudah-mudahan Dia akan menyembuhkanmu, melindungimu dari kejahatan
orang dengki jika dia mendengki dan dari kejahatan setiap orang yang mempunyai
‘Ain (mata dengki)” [HR. Muslim no 2185].
3.
Meletakkan tangan di bagian atas yang sakit dan meruqyah dengan QS.
Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Naas [Muttafaqun ‘alaih].
Abul-Jauzaa' Al-Bogory
[1] Yaitu
apabila salah seorang di antara kalian diminta mandi untuk Saudaranya yang
muslim karena dia terkena Al-‘Ain, maka hendaklah ia memenuhi
permintaannya dan mandi untuknya.
[2] Yaitu,
sesungguhnya Al-’Ain dapat menimpa seseorang kemudian mempengaruhinya
hingga (jika) orang itu naik ke tempat yang tinggi kemudian jatuh dari atas
karena pengaruh Al-’Ain.
[3] Maksudnya
: Sesungguhnya Al’Ain dapat menimpa seseorang hingga membunuhnya lalu mati dan
dikuburkan ke dalam kuburan; dan bisa menimpa onta hingga nyaris mati dan
disembelih pemiliknya kemudian dimasak di dalam kuali.
[4] Al-Hummah
adalah setiap sengatan berbisa seperti sengatan
ular, kalajengking, dan yang lainnya [An-Nihayah fii Ghariibil-Hadits
oleh Ibnul-Atsir 5/120].
[6] Saf’ah adalah tanda dari syaithan. Dikatakan pula bahwa
ia adalah satu pukulan darinya, yaitu cekungan hitam atau kuning di wajahnya [An-Nihayah
fii Ghariibil-Hadits oleh Ibnul-Atsir 2/375].
Comments
Ustadz, apakah dalam al'ain ini ada keterlibatan Jin?
Barokallahu fiyk..
saya tidak tahu. wallaahu a'lam.
sangat sulit ya untuk mengetahui seorang penderita 'ain, dan akibat dari penyakit 'ain. jadi apa yg bisa membentengi kita dari 'ain ustadz, baarakallahufiikum.
Terimakasih nasehatnya, artikel islamanya sangat bermanfaat untuk saya.
Assalamu'alaikum, Salam kenal, Blog yang bagus dan sangat bermanfaat, teruslah berdakwah demi tegaknya islam .. izin share semoga blog ini di rahmati allah, kunjungi blog sederhana saya.. http://www.xahe36.wordpress.com
Jika dilihat berdasarkan teks hadits (tentang pengobatan bagi penderita 'ain) ialah;
(Råsulullåh memerintahkan 'amor) “Mandilah untuknya !”.
(Dari bentuk mandi yang dilakukan 'amir ialah) Kemudian ‘Amir mencuci mukanya, kedua tangannya, kedua sikunya, kedua lututnya, jari-jari kedua kakinya, dan BAGIAN DALAM KAINNYA di dalam bejana. Kemudian (air bekas mandi itu) disiramkan kepadanya (Sahl) oleh seseorang ke kepalanya dan punggungnya dari arah belakangnya. Kemudian bejana terebut ditumpahkan isinya di belakangnya.
Pertanyaan;
(1) Apakah disyariatkan (lebih utama) mengobati 'ain dengan cara (mandi dengan urutan) seperti apa yang dilakukan 'Amir ?
(2) Apakah yang dimaksud dengan bagian dalam kainnya ?
(3) Apakah 'ain bisa mengenai benda, (contoh; takjub akan bagusnya suatu alat), dan apa cara yang bisa dilakukan jika benda mati yang terkena 'ain ?
Jazakallaahukhoiron
alhamdulillah,
masih belum paham ana.
ciri pelaku yg memilki a'in apa?
ciri pelaku yg terkena a'in apa? bingung masih.
saya berpendapat bahawa Al ain itu adalah kekuatan indera ke 6 atau kekuatan mata ketiga yang sering diperkatakan dalam dunia paranormal. Ia terletak di antara 2 kening dan organ yang berkaitan dengannya ialah kelenjar pineal dan pituitary.
@Anonim 3 Juli:
Semua orang punya peluang yang sama bisa memberi 'ain pada orang lain. Termasuk anda.
Tak ada ciri khusus, bisa sakit mendadak, bisa nangis mendadak, bisa jatuh mendadak, bisa pingsan mendadak, bahkan bisa mati mendadak, dll.
Kalau anda lihat ada teman anda tiba-tiba jatuh tanpa sebab, atau pingsan tanpa sebab (dia tak dalam keadaan sakit/lemas), bisa jadi itu 'ain.
Atau ketika anda melihat anak kecil yang tiba-tiba menangis merasakan sakit setelah dipuji orang, itulah 'ain.
@Anonim 1 Agustus:
Indera itu fungsinya secara umum adalah untuk mengenali sesuatu disekitar kita.
Telinga untuk mendengar.
Mata untuk melihat.
Kulit untuk merasa.
Lidah untuk mengecap.
Hidung untuk mencium.
Dan indera keenam biasanya dikaitkan dengan kemampuan jiwa seseorang merasakan atau mengenali kemungkinan bahaya disekitarnya sebelum bahaya itu terjadi.
Atau terkadang dikaitkan pada orang yang sering mendengar isi hati orang tanpa sengaja.
Atau bisa melihat kabar dari mimpi secara terus menerus.
Atau bisa melihat sebagian Jin.
Dan teori-teori yang belum jelas kebenarannya lainnya.
Karena indera keenam ini kebanyakan muncul karena klaim.
Meskipun ketika disuruh dengan sengaja untuk mempraktekkannya, si pengaku akan tidak pernah bisa melakukannya.
Padahal sesuatu itu bisa disebut indera jika anda bisa merasakannya kapanpun anda inginkan.
Seperti misalnya mengaku bisa merasakan bahaya yang akan datang.
Ketika anda menyuruhnya untuk melakukannya lagi sesuai keinginan anda, dia tidak akan bisa melakukannya.
Ini pun muncul tanpa sengaja, tiba-tiba dan lebih kearah firasat daripada indera.
Apalagi untuk menyakiti atau membunuh seperti 'ain.
Kita beriman pada dalil, itu adalah penyelesaian paling adil.
Lagipula ini adalah perkara ghaib.
Jangan sampai kita sok tau soal perkara ghaib, karena dampaknya sangat buruk.
Betapa banyak orang yang mengaku ulama, dan dia juga mengaku tau hal ghaib, padahal dia sendiri tak bisa membedakan apa itu benar-benar dari Allah atau Setan, pada akhirnya menyebarkan ajaran-ajaran ngawur yang merusak Islam.
Seperti mengklaim anaknya adalah Imam Mahdi, dia sendiri adalah Bunda Maria, seperti Lia Eden.
Atau mengklaim dirinya adalah Nabi Ahmad (Muhammad) seperti yang tersebut di Injil, seperti Mirza Ghulam Ahmad.
Atau mengklaim dirinya adalah Hujjatul Islam, seperti Habib-habib Sufi yang mimpinya bisa jadi dalil setingkah Al-Qur'an & Sunnah.
Dll...
http://azansyahrer.blogspot.com/: alhamdulillah mendapatkan ilmu lagii....
Assalammu'alaikum wbt
Tuan Ustaz,
Mohon kebenaran untuk berkongsi tulisan ini di dalam blog dan Fb saya
Roslan Abd.Hamid
Skudai Malaysia
JZKK
saya percaya ain ....sy agak takut thdp ain ,,,,hanya kekaguman melihat sesuatu contoh jembatan atau gedung tinggi ,,,,,bisa2 hancur brooooo .....ngeriiii....cocoknya pelaku ain tinggal d hutan saja atau menyendiri sholat tepat waktu ,,,,untung ada doanya hindari ain ,,,yaitu doa pagi dan sore sesuai syariah,,,,,,betul apa ndak ustad komentar saya????
assalamualikum ust
"Tak ada ciri khusus, bisa sakit mendadak, bisa nangis mendadak, bisa jatuh mendadak, bisa pingsan mendadak, bahkan bisa mati mendadak, dll.
Kalau anda lihat ada teman anda tiba-tiba jatuh tanpa sebab, atau pingsan tanpa sebab (dia tak dalam keadaan sakit/lemas), bisa jadi itu 'ain".
apakah setiap terjadi ain (pingsan mendadak/kejang-kejang), pelaku ain ada/berdekatan dengan yang terkena ain?apabila kita tidak mengetahui pelaku ain,bagaimana pengobatannya,,apakah sama dengan yang di lakukan 'Amir' (mandi/berwudhu kemudian di siramkan kebagian belakang yang terkena ain) dan sunnahnya siapa yang boleh dipakai bekas air mandi/wudhunya apabila pelaku ain tidak kita ketahui, atau dengan cara pembacaan doa yang dilakukan Malaikat Jibril terhadap Nabi Muhammad SAW.
apabila ain terkena berulang2 (dengan jeda hari/bulan/tahun),apakah ain yang sebelumnya sudah hilang dan berganti dengan pelaku ain yang lain?
Jazakallah khairan khatsiron Ust
assalamualaikum Ust
dari kutipan "Tak ada ciri khusus, bisa sakit mendadak, bisa nangis mendadak, bisa jatuh mendadak, bisa pingsan mendadak, bahkan bisa mati mendadak, dll.
Kalau anda lihat ada teman anda tiba-tiba jatuh tanpa sebab, atau pingsan tanpa sebab (dia tak dalam keadaan sakit/lemas), bisa jadi itu 'ain."
apabila pelaku ain tidak diketahui siapa yang berbuat,bagaimana cara kita melakukan pengobatan terhadapnya,sedangkan pengobatan di lakukan oleh air bekas Mandi/Wudhu pelaku ain yang kemudian disiramkan kebagian belakang yang terkena ain,,kalaupun bisa dilakukan tanpa air mandi/wudhu pelaku ain,oleh siapa (apakah ortu/suami/istri/kakak/adik)?
apabila yang terkena ain secara berulang2 (dengan mksd ada jeda hari/bulan/tahun),apakah dia terkena ain baru (ain lama sudah hilang) oleh pelaku ain baru atau seperti apa ust,,dan apa yang dilakukan Maikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dengan doa nya yang dipanjatkan kepada Allah SWT dapat dilakukan tanpa kita menunggu air bekas mandi/wudhu dari pelaku ain.
Jazakallah Khairan Khatsiron Ust
Alhamdulillah,tambah ilmu lagi insyaallah.. terima kasih Ustadz, teruslah berjuang menegakkan al Haq, dan mohon izin untuk dishare
Alhamdulillah,tambah ilmu lagi insyaallah.. terima kasih Ustadz, teruslah berjuang menegakkan al Haq, dan mohon izin untuk dishare
Posting Komentar