Membenci sesuatu yang dibawa Nabi ﷺ meskipun
orang tersebut melakukannya, maka ia kafir berdasarkan ijmaa’. Dalilnya adalah
firman Allah ﷻ:
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ
اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Yang
demikian itu karena mereka membenci apa (Al-Qur'an) yang diturunkan Allah, maka
Allah menghapus segala amal mereka” [QS. Muhammad : 9].
Tidak
ada sesuatu yang menyebabkan hapusnya amalan seseorang secara total kecuali
kesyirikan dan kekufuran. Allah
ﷻ juga
berfirman:
يَقُولُونَ بِهِ جِنَّةٌ بَلْ جَاءَهُمْ
بِالْحَقِّ وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ
“Atau
(apakah patut) mereka berkata: ‘Padanya (Muhammad) ada penyakit gila’.
Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka
benci kepada kebenaran” [QS. Al-Mukminuun : 70].
وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ
نَفَقَاتُهُمْ إِلا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلا يَأْتُونَ
الصَّلاةَ إِلا وَهُمْ كُسَالَى وَلا يُنْفِقُونَ إِلا وَهُمْ كَارِهُونَ
“Dan
tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya
melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak
mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan
(harta) mereka, melainkan dengan rasa benci/enggan” [QS. At-Taubah : 54].
فَرِحَ الْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ
خِلافَ رَسُولِ اللَّهِ وَكَرِهُوا أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ
وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Orang-orang
yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya
mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan
jiwa mereka pada jalan Allah” [QS. At-Taubah : 81].
Syaikhul-Islaam
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
والمرتد من أشرك بالله تعالى أو كان مبغضا
للرسول ﷺ ولما جاء به....
“Dan
murtad adalah orang yang berbuat syirik terhadap Allah ta’ala, atau membenci
Rasul ﷺ dan apa yang beliau ﷺ bawa….[1]”
[Al-Fataawaa Al-Kubraa, 5/535].
مَنْ قَال : أنا لا أقر بذلك و لا ألتزمه و
أبغض هذا الحق و أنفر عنه فهذا نوع من غير النوع الأول و تكفير هذا معلوم
بالاضطرار من دين الإسلام و القرآن مملوء من تكفير مثل هذا النوع بل عقوبته أشد
“Barangsiapa
berkata : ‘Aku tidak mengakuinya (yaitu syari’at Allah dan Rasul-Nya ﷺ - Abul-Jauzaa’), aku
tidak akan menjalankannya, aku membenci kebenaran ini dan akupun
lari/menghindar darinya’; maka jenis kekufuran ini berbeda dengan jenis
kekufuran yang disebut di awal, dan pengkafirannya sudah diketahui dengan pasti
dalam agama Islam. Al-Qur’an dipenuhi dengan pengkafiran semacam ini, dan
bahkan hukumannya lebih keras” [Ash-Shaarimul-Masluul, hal. 521-522 - dengan sedikit perubahan di bagian awal].
Ibnu
Baththah Al-‘Ukbariy rahimahullah berkata:
وكذلك وجوب الإيمان والتصديق بجميع ما جاءت
به الرسل من عند الله، وبجميع ما قاله الله عز وجل فهو حقٌّ لازمٌ، فلو أن رجلاً
آمن بجميع ما جاءت به الرسل إلا شيئاً واحداً، كان بردّ ذلك الشيء كافراً عند جميع
العلماء
“Dan
begitu pula kewajiban beriman dan membenarkan seluruh apa yang dibawa Rasul ﷺ dari sisi Allah ﷻ, dan beriman dengan seluruh yang Alah ﷻ firmankan; maka ini adalah kewajiban yang
tetap. Seandainya ada seseorang yang beriman dengan seluruh syari’at yang
dibawa oleh Rasulullah ﷺ,
kecuali satu perkara (yang ia tolak), maka dengan penolakannya terhadap satu
perkara tersebut menyebabkan dirinya kafir menurut (kesepakatan) seluruh ulama”
[Asy-Syarh wal-Ibaanah ‘alaa Ushuulis-Sunnah wal-Diyaanah hal. 232-233].
Sesuatu
yang datang dari Nabi ﷺ bersifat umum meliputi perkataan, perbuatan,
kewajiban, anjuran/sunnah, perintah, dan larangan.
Seseorang
yang mengaku Islam namun membenci Nabi ﷺ dan syari’at yang beliau bawa, maka ia adalah
seorang munafik dengan kemunafikan akbar, i’tiqadiy. Syaikhul-Islaam
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
فمن النفاق ما هو أكبر يكون صاحبه في الدرك
الأسفل من النار كنفاق عبد الله بن أبي وغيره بأن يظهر تكذيب الرسول أو جحود بعض
ما جاء به أو بغضه أو عدم اعتقاد وجوب اتباعه أو المسرة بانخفاض دينه أو المساءة
بظهور دينه ونحو ذلك مما لا يكون صاحبه إلا عدوا لله ورسوله
“Dan
diantara kemunafikan ada yang termasuk kemunafikan akbar yang menyebabkan
pelakunya ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah dari neraka[2]
seperti kemunafikan ‘Abdullah bin Ubay dan selainnya yang menampakkan
pendustaan terhadap Rasulullah ﷺ atau menolak/mengingkari sebagian syariat
yang beliau bawa atau membencinya atau peniadaan keyakinan kewajiban untuk
mengikuti beliau ﷺ
atau gembira dengan perendahan/penghinaan agama beliau ﷺ atau menjelekkan kemenangan agama beliau ﷺ dan semisal itu dari perkara yang tidak
diperbuat seseorang kecuali pelakunya adalah musuh Alah dan Rasul-Nya ﷺ” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 28/434].
Akan
tetapi perlu diketahui bahwa kebencian terbagi menjadi tiga : thabi’iy
(naluriah), syar’iy, dan tidak syar’iy.
Kebencian
thabi’iy (naluriah) adalah kebencian manusia terhadap kesulitan,
penderitaan, ancaman, ketakutan, dan semisalnya. Seperti misal dalam firman Allah
ﷻ:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ
كُرْهٌ لَكُمْ
“Diwajibkan
atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci”
[QS. Al-Baqarah : 216].
Ar-Raaghib
Al-Ashfahaaniy rahimahullah berkata tentang ayat tersebut:
تكرهونه من حيث الطبع
“Kalian
membencinya dari sisi naluri” [Mufradaat fii Ghariibil-Qur’aan, hal.
429].
Ibnu
Mandhuur rahimahullah berkata:
ومعنى كَراهِيَتِهم القِتالَ أَنهم إنما كَرِهُوه
على جِنْسِ غِلَظِه عليهم ومشقَّتِه لا أَن المؤمنين يَكْرَهُونَ فَرْضَ الله لأَن
الله تعالى لا يفعل إلا ما فيه الحكمة والصلاح
“Makna
kebencian mereka terhadap perang adalah mereka hanya membencinya dari jenis beban
berat dan kesulitan pada peperangan yang mereka rasakan. Bukannya kaum mukminin
membenci kewajiban Allah, karena Allah ta’ala tidak berbuat kecuali padanya
terdapat hikmah dan kebaikan” [Lisaanul-‘Arab, 13/534].
Al-Baghawiy
rahimahullah menjelaskan:
أي شاق عليكم قال بعض أهل المعاني: هذا
الكره من حيث نفور الطبع عنه لما فيه، من مؤنة المال ومشقة النفس وخطر الروح، لا
أنهم كرهوا أمر الله تعالى
“Yaitu
sulit/berat bagi kalian. Sebagain ahli ma’aaniy berkata : ‘Kebencian ini dari
sisi ketidaksukaan naluri karena menghabiskan harta, kesulitan/penderitaan diri,
dan resiko nyawa. Bukan karena mereka membenci perintah Allah ta’ala” [Ma’aalimut-Tanziil,
1/246].
Ibnu
Katsiir rahimahullah menjelaskan:
وقوله: { وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ } أي: شديد
عليكم ومشقة. وهو كذلك، فإنه إما أن يُقْتَلَ أو يجرحَ مع مشقة السفر ومجالدَة
الأعداء
“Firman-Nya
ﷻ : ‘dan berperang itu adalah sesuatu
yang kalian benci’, yaitu : terasa keras dan berat bagi kalian. Dan
kenyataannya memang demikian, karena perang itu bisa jadi terbunuh atau terluka,
selain kesulitan/penderitaan yang dialami saat safar dan berhadapan
dengan musuh” [Tafsiir Al-Qur’aanil-‘Adhiim, 1/573].
Adapun
kebencian syar’iy adalah kebencian dikarenakan syari’at memerintahkannya.
Yaitu, benci terhadap syirik, bid’ah, dan maksiat serta pelakunya. Allah ﷻ berfirman:
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ
لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الأمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ
إِلَيْكُمُ الإيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ
وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ
“Dan
ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti
(kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat
kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan
iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran,
kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang
lurus” [QS. Al-Hujuraat : 7].
Bagi
orang yang beriman, kebencian syar’iy membuahkan amal yang mengalahkan
kebencian thabi’iy. Seperti halnya jihad. Meskipun berat dan penuh kesulitan
yang tidak disukai jiwa, orang-orang yang beriman tetap melaksanakannya dengan
sabar dan penuh ketaatan mengharapkan keridlaan-Nya ﷻ.
Kebencian
tidak syar’iy, terbagi menjadi dua : (1) mengeluarkan dari agama (murtad)
dan (2) tidak mengeluarkan dari agama.
Kebencian
yang menyebabkan seseorang keluar dari agama (murtad) adalah kebencian terhadap
sebagian dari apa yang dibawa oleh Nabi ﷺ yang disertai keyakinan (i’tiqaad)
bahwa yang dibawa oleh Nabi ﷺ
dan syari’atnya tersebut tidak mengandung kebaikan, kemenangan, dan kesuksesan;
atau dianggap kuno, usang, dan ketinggalan zaman. Apabila kebencian seseorang
bukan karena faktor ini, maka tidak kafir atau dikafirkan.
Secara
mudah, kaidah penetapan kebencian yang menyebabkan kekufuran (al-bughdlul-kufriy)
adalah barangsiapa membenci sesuatu dan tidak menyukainya, karena sesuatu itu
termasuk agama Allah ﷻ,
maka ia kafir berdasarkan ijmaa’. Apabila ia tidak suka/membencinya karena
faktor dunia dengan tetap berkeyakinan bahwa sesuatu tersebut adalah kebenaran dan
apa yang dilakukannya salah, maka ini adalah kefasikan yang tidak menyebabkan
kekafiran, termasuk lingkup perbuatan mengikuti hawa nafsu.
Contohnya,
seorang wanita yang membenci/tidak suka berjilbab. Apabila ia membencinya
karena faktor perintah berjilbab bagian dari syari’at, maka kafir meskipun ia mengenakannya (berjilbab). Beda halnya jika wanita tersebut tidak suka berjilbab karena ingin modis dan kekinian, terlihat cantik, atau khawatir tidak mendapatkan
jodoh dengan tetap berkeyakinan bahwa berjilbab adalah perintah Allah dan
Rasul-Nya yang benar dan apa yang dilakukannya adalah kemaksiatan, maka ia berdosa
lagi fasiq, tidak dikafirkan.
Maka
wajib bagi setiap muslim ridla terhadap syari’at yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Allah ﷻ berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ
إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ
أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
“Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang
nyata” [QS. Al-Ahzaab : 36].
Ini
saja yang dapat dituliskan, semoga ada manfaatnya.
Wallaahu
a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’
– 23022020]
Bahan
bacaan : Athaayibuz-Zahri Syarh Nawaaqidlil-Islaamil-‘Asyri oleh
Asy-Syaikh Dr. Khaalid bin ‘Aliy Al-Musyaiqih, Syarh Nawaaqidlil-Islaam
oleh Asy-Syaikh Naashir bin Ahmad Al-‘Adniy, Al-Ilmaam bi-Syarh Nawaaqidlil-Islaam
oleh Asy-Syaikh Dr. ‘Abdul-‘Aziiz Ar-Rais, Tabshiirul-Anaam bi-Syarhi
Nawaaqidlil-Islaam oleh Asy-Syaikh ‘Abdul-‘Aziiz Ar-Raajihiy, dan Al-Ifaadatu
wal-I’laamu bi-Fawaaidi Risaalati Nawaaqidlil-Islaam oleh Asy-Syaikh Dr.
Sulaimaan Ar-Ruhailiy hafidhahumullah.
[1] Al-Mardawiy rahimahullah menukil:
قال الشيخ تقي الدين : لو كان مبغضا لرسول
الله ﷺ أو لما جاء به، كفر اتفاقا
“Asy-Syaikh
Taqiyuddiin – yaitu Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah –
Abul-Jauzaa’ – berkata : ‘Seandainya ada seseorang yang membenci
Rasulullah ﷺ atau syari’at apa saja yang beliau bawa, kafir berdasarkan
kesepakatan (ulama)” [Al-Inshaaf, 10/283].
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ
الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
“Sesungguhnya
orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari
neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi
mereka” [QS. An-Nisaa’ : 145].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar