Dari
Anas radliyallaahu ‘anhu, ia berkata:
بَلَغَ صَفِيَّةَ أَنَّ حَفْصَةَ، قَالَتْ:
ابْنَةُ يَهُودِيٍّ، فَبَكَتْ، فَدَخَلَ عَلَيْهَا النَّبِيُّ ﷺ وَهِيَ تَبْكِي،
فَقَالَ: " مَا شَأْنُكِ؟ "، فَقَالَتْ: قَالَتْ لِي حَفْصَةُ: إِنِّي
ابْنَةُ يَهُودِيٍّ !، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: " إِنَّكِ ابْنَةُ نَبِيٍّ،
وَإِنَّ عَمَّكِ لَنَبِيٌّ، وَإِنَّكِ لَتَحْتَ نَبِيٍّ، فَفِيمَ تَفْخَرُ
عَلَيْكِ؟، فَقَالَ: اتَّقِي اللَّهَ يَا حَفْصَةُ "
“(Satu
ketika), sampai kabar kepada Shafiyyah bahwa Hafshah radliyallaahu ‘anhumaa
berkata (tentangnya) : ‘Ia adalah anak Yahudi’. Maka ia pun menangis. Lalu Nabi
ﷺ masuk menemuinya yang ketika itu ia masih menangis.
Beliau ﷺ bersabda : ‘Apa yang membuatmu menangis?’.
Shafiyyah menjawab : ‘Hafshah berkata kepadaku bahwa aku adalah anak Yahudi’. Maka
Nabi ﷺ bersabda : ‘Sesungguhnya engkau adalah
anak seorang nabi, pamanmu seorang nabi, dan suamimu pun juga seorang nabi.
Lalu dengan apa ia menyombongkan diri kepadamu?’. Lalu Nabi ﷺ bersabda
: ‘Bertaqwalah (takutlah) kepada Allah wahai Hafshah!” [Diriwayatkan
oleh At-Tirmidziy no. 3894, Ahmad 3/135, Ibnu Hibbaan 16/193-194 no. 7211, dan
yang lainnya; At-Tirmidziy berkata : ‘Ini adalah hadits shahih ghariib’].
Beberapa
faedah yang dapat diambil dari hadits ini:
1.
Diperbolehkannya meminta
penyelesaian kepada suami jika terjadi perselisihan di antara istri (madu).
2.
Bagi seorang wanita
hendaknya janganmudah terpengaruh dengan ucapan yang ditujukan kepada dirinya
asalkan ia tetap menjaga dien dan kehormatannya serta tetap percaya diri.
Sampai meskipun yang berbicara termasuk orang mulia sekalipun. Karena hal itu
hanya akan mengeruhkan pikiran dan kehidupannya. Pada saat yang sama seharusnya
masyarakat juga perlu mencari kejelasan berita sebelum membenarkannya.
3.
Bagi suami hendaknya
mengatasi kejadian-kejadian semacam ini dengan bijak, penuh wibawa, tenang, dan
adil. Nabi ﷺ
telah menjelaskan pada Shafiyyah radliyallaahu ‘anhaa tentang keutamaan
dan kedudukannya, yang tidak berkurang dengan ucapan Hafshah. Karena kemuliaan
itu berdasarkan pada asas teragung dan termulia yaitu keimanan dan ketaqwaan
yang tergabung dalam rumah tangga kenabian. Kemudian beliau menasihati dan
mengingatkan Hafshah dengan nama Allah.
4.
Disyari’atkan bagi
suami untuk menasihati dan mengingatkan istrinya karena Allah.
5.
Perkataan yang
bersumber dari Hafshah boleh jadi terucap pada saat ia sedang marah. Tetapi
seorang muslim tetap diperintahkan untuk menjaga lidahnya dari ketergelinciran
dalam setiap kondisi. Allah ﷻ berfirman :
وَقُلْ
لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ
بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا
”Dan
katakanlah kepada hamba-hambaKu : Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
lebih baik (benar). Sesungguhnya syaithan itu menimbulkan perselisihan di
antara mereka. Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”
[QS. Al-Israa’ : 53].
[Lathaaifu wa Fawaaidu minal-Hayaati
Zaujiyyati fii baitin-Nubuwwah (Beberapa kelembutan dan Faidah yang Dapat
Diambil dari Kehidupan Rumah Tangga dalam Rumah Kenabian/Edisi Ind : Cermin
Kehidupan Rumah Tangga Nabi); yang ditulis oleh Khalid bin Abdirrahman
Asy-Syaayi].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar