Membicarakan
‘banci’, maka ada dua jenis, yaitu: (1) orang yang jenis kelaminnya tidak jelas
(al-khuntsaa), baik ia berkelamin ganda atau tidak mempunyai kelamin
sama sekali, dan (2) laki-laki yang bertingkah-laku seperti wanita.
1.
Orang yang jenis kelaminnya
tidak jelas (al-khuntsaa).
Asy-Syaafi’iy
rahimahullah berkata:
الخنثى هو الذي له ذكر كالرجال، وفرج كالنساء،
أو لا يكون له ذكر ولا فرج، ويكون له ثقب يبول منه
“Al-khuntsaa
adalah orang yang mempunyai dzakar seperti laki-laki dan vagina seperti
wanita; atau tidak mempunyai dzakar maupun vagina (tidak mempunyai kelamin)
dimana ia hanya mempunyai lubang yang ia pergunakan untuk kencing” [Al-Haawiy
Al-Kabiir, 8/163].
Keimamahan
banci dari jenis khuntsaa dalam shalat adalah tidak sah menurut
kesepakatan fuqahaa’ apabila makmumnya adalah laki-laki. Adapun apabila makmumnya wanita, sah menurut
jumhur ulama.
ولا تصحّ إمامة الخنثى للرّجال ولا
لمثلها بلا خلافٍ ، لاحتمال أن تكون امرأةً والمقتدي رجلاً ، وتصحّ إمامتها
للنّساء مع الكراهة أو بدونها عند جمهور الفقهاء ، خلافاً للمالكيّة حيث صرّحوا
بعدم جوازها مطلقاً
“Tidak
sah keimaman seorang khuntsaa bagi laki-laki dan juga bagi yang semisal
dengannya (yaitu khuntsaa) tanpa ada perselisihan pendapat karena ada
kemungkinan ia berstatus wanita sedangkan makmumnya laki-laki. Dan sah keimamannya
bagi wanita meskipun makruh atau dengan selainnya menurut jumhur fuqahaa’. Berbeda halnya dengan madzhab Maalikiyyah dimana
mereka menjelaskan ketidakbolehannya secara mutlak’’
[Al-Mausuu’ah Al-Fiqhiyyah, 7/256].
Asy-Syiiraaziy
rahimahullah berkata:
ولا تجوز صلاة الرجل خلف الخنثى الْمُشْكِلِ
لِجَوَازِ أَنْ يَكُونَ امرأة, ولا صلاة الخنثى خلف الخنثى لِجَوَازِ أَنْ يَكُونَ
الْمَأْمُومُ رَجُلًا وَالْإِمَامُ امرأة
“Laki-laki
tidak diperbolehkan shalat di belakang khuntsaa musykil (yang tidak
jelas jenis kelaminnya) karena ada kemungkinan statusnya wanita. Dan tidak
diperbolehkan seorang khuntsaa shalat di belakang khuntsaa karena
ada kemungkinan status makmumnya laki-laki sedangkan imamnya adalah wanita[1]”
[Al-Majmuu’, 4/255].
Dikarenakan
khuntsaa musykil mempunyai kemungkinan statusnya laki-laki, ia pun tidak
boleh bermakmum kepada seorang wanita. Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimiin
rahimahullah berkata:
لا يصحُّ أن تكون المرأةُ إماماً للخُنثى ؛ لاحتمالِ أن يكون
ذَكَراً
“Tidak sah seorang wanita menjadi imam bagi khuntsaa
karena adanya kemungkinan statusnya (khuntsaa) laki-laki” [Asy-Syarhul-Mumtii’,
4/223].
Ada dua jenis,
yaitu (a) bawaan lahir, (b) dibuat-buat.
An-Nawawiy rahimahullah
berkata:
قال العلماء: المخنث ضربان أحدهما من خلق كذلك ولم يتكلف
التخلق بأخلاق النساء وزيهن وكلامهن وحركاتهن بل هو خلقة خلقه الله عليها هذا لا ذم
عليه ولا عتب ولا إثم ولا عقوبة لأنه معذور لا صنع له في ذلك ولهذا لم ينكر النبي
صلى الله عليه وسلم أولاً دخوله على النساء ولا خلقه الذي هو عليه حين كان من أصل
خلقته وإنما أنكر عليه بعد ذلك معرفته لأوصاف النساء ولم ينكر صفته وكونه مخنثاً.
الضرب الثاني من المخنث هو من لم يكن له ذلك خلقة بل يتكلف أخلاق النساء وحركاتهن
وهيآتهن وكلامهن ويتزيا بزيهن، فهذا هو المذموم الذي جاء في الأحاديث الصحيحة لعنه
وهو بمعنى الحديث الاَخر: (لعن الله المتشبهات من النساء بالرجال والمتشبهين
بالنساء من الرجال) ....
“Para ulama berkata
: al-mukhannats ada dua macam. Pertama,
bawaan lahir tidak meniru-niru berbuat, berhias, dan berhias seperti wanita. Bahkan
ia adalah satu pembawaan yang Allah ciptakan padanya. Jenis seperti ini tidak
dicela dan tidak berdosa,
karena ia diberi ‘udzur
dan ia tidak membuat-buat hal itu atas dirinya. Oleh karena itu, pada awalnya
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak
mengingkari masuknya orang itu di majelis para wanita dan tidak pula
mengingkari tingkah laku/pembawaan yang ada padanya sejak lahir. Beliau hanya
mengingkari keberadaan mereka setelah mengetahui mereka menyifati sifat fisik
para wanita, tidak pada keberadaan sifat dan keadaan dirinya yang mukhannats[3].
Kedua, al-mukhannats
yang dibuat-buat (bukan bawaan lahir) yang mereka itu bertingkah laku meniru wanita
dalam berbuat, berhias, dan berhias. Jenis inilah yang tercela sebagaimana
terdapat dalam beberapa hadits shahih yang melaknatnya, seperti hadits : ‘Allah telah melaknat laki-laki yang
menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki’….. [Syarah Shahih Muslim, 7/388].
Ibnu Hajar rahimahullah
berkata:
وَأَمَّا ذَمّ التَّشَبُّه بِالْكَلَامِ وَالْمَشْي
فَمُخْتَصّ بِمَنْ تَعَمَّدَ ذَلِكَ ، وَأَمَّا مَنْ كَانَ ذَلِكَ مِنْ أَصْل
خِلْقَته فَإِنَّمَا يُؤْمَر بِتَكَلُّفِ تَرْكه وَالْإِدْمَان عَلَى ذَلِكَ
بِالتَّدْرِيجِ ، فَإِنْ لَمْ يَفْعَل وَتَمَادَى دَخَلَهُ الذَّمّ ، وَلَا
سِيَّمَا إِنْ بَدَا مِنْهُ مَا يَدُلّ عَلَى الرِّضَا بِهِ ، ...... وَأَمَّا
إِطْلَاق مَنْ أَطْلَقَ كَالنَّوَوِيِّ وَأَنَّ الْمُخَنَّث الْخِلْقِيّ لَا
يَتَّجِه عَلَيْهِ اللَّوْم فَمَحْمُول عَلَى مَا إِذَا لَمْ يَقْدِر عَلَى تَرْك
التَّثَنِّي وَالتَّكَسُّر فِي الْمَشْي وَالْكَلَام بَعْد تَعَاطِيه
الْمُعَالَجَة لِتَرْكِ ذَلِكَ ، وَإِلَّا مَتَى كَانَ تَرْك ذَلِكَ مُمْكِنًا
وَلَوْ بِالتَّدْرِيجِ فَتَرْكه بِغَيْرِ عُذْر لَحِقَهُ اللَّوْم
“Adapun celaan
penyerupaan dalam perkataan dan cara berjalan (dengan wanita), maka itu
dikhususkan bagi orang yang sengaja melakukannya. Orang yang melakukannya
karena pembawaan sejak lahir, maka ia diperintahkan untuk berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk meninggalkannya dan kecanduan atas hal itu secara
bertahap. Apabila ia tidak melakukannya dan terus-menerus dalam perbuatan itu,
maka ia masuk dalam celaan, khususnya jika nampak darinya adanya keridlaan
dengannya….. Adapun pemutlakan sebagian ulama yang memutlakkannya – seperti misal
An-Nawawiy – bahwasannya mukhannats khaliqiy (dari lahir/pembawaan) tidak
dianggap tercela, maka maksudnya adalah orang tersebut tidak mampu untuk
meninggalkan sifat kewanita-wanitaan dan lemah-lembut/gemulai dalam berjalan dan
berbicara setelah ia berusaha mengobatinya. Apabila ia masih mampu meninggalkannya
meskipun secara bertahap (sedikit demi sedikit) namun malah tidak melakukannya
tanpa ‘udzur, maka ia pantas mendapatkan celaan” [Fathul-Baariy, 10/332].
Oleh karena itu, jika statusnya adalah banci mukhannats
bawaan lahir jenis pertama – sebagaimana kondisinya dijelaskan di atas - ,
keimamannya sah dan tidak dicela.
المخنّث بالخلقة ، وهو من يكون في كلامه لين وفي أعضائه
تكسّر خلقةً ، ولم يشتهر بشيء من الأفعال الرّديئة لا يعتبر فاسقاً ، ولا يدخله
الذّمّ واللّعنة الواردة في الأحاديث ، فتصحّ إمامته ، لكنّه يؤمر بتكلّف تركه
والإدمان على ذلك بالتّدريج
“Al-mukhannats bawaan
lahir, yaitu orang yang gaya bicara lemah-lembut dan anggota badannya gemulai,
serta tidak tersiar darinya perbuatan-perbuatan rendah; maka ia tidak dianggap orang fasiq dan tidak termasuk dalam celaan dan laknat yang terdapat pada hadits-hadits[4].
Sah keimamannya. Meskipun demikian,
ia diperintahkan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
meninggalkannya dan kecanduan atas hal itu secara bertahap” [Al-Mausuu’ah Al-Fiqhiyyah, 12/57].
Adapun banci mukhannats jenis kedua yang
dibuat-buat, atau bawaan lahir namun nampak keridlaan atas apa yang ada pada
dirinya tanpa ada usaha untuk meninggalkannya; maka ia termasuk orang fasiq.
Keimaman orang fasiq dalam shalat – meski sah – adalah makruh.
عَنْ مُجَاهِدٍ، أَنَّهُ كَرِهَ إِمَامَةَ الْمُخَنَّثِ
Dari Mujaahid, bahwasannya ia membenci keimaman mukhannats
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunyaa dalam Dzammul-Malaahiy no. 168].
وَقَالَ الزُّبَيْدِيُّ: قَالَ الزُّهْرِيُّ: لَا نَرَى أَنْ
يُصَلَّى خَلْفَ الْمُخَنَّثِ إِلَّا مِنْ ضَرُورَةٍ لَا بُدَّ مِنْهَا
“Az-Zubaidiy
berkata : Telah berkata Az-Zuhriy : ‘Kami tidak berpendapat (bolehnya) shalat di
belakang mukhannats kecuali alasan darurat yang mengharuskannya”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy di bawah hadits no. 695].
Wallaahu a’lam.
Ini saja yang dapat dituliskan,
semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas
permai – 05032015 – 00:18].
[1] Dalilnya adalah keumuman sabda Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam:
لَنْ
يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً
“Tidak
adakan beruntung kaum yang perkaranya dipimpin oleh seorang wanita” [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 4425 dan 7099].
أَوِ
التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ
“Atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita)” [QS. An-Nuur : 31]
‘Ikrimah mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah mukhannats
yang tidak dapat tegak kemaluannya [Tafsiir Ibni Katsiir, 6/48].
عن عائشة. قالت: كان يدخل على أزواج النبي صلى الله عليه
وسلم مخنث. فكانوا يعدونه من غير أولى الإربة. قال فدخل النبي صلى الله عليه وسلم
يوما وهو عند بعض نسائه. وهو ينعت امرأة. قال: إذا أقبلت أقبلت بأربع. وإذا أدبرت
أدبرت بثمان. فقال النبي صلى الله عليه وسلم "ألا أرى هذا يعرف ما ههنا. لا
يدخلن عليكن" قالت فحجبوه.
Dari ‘Aaisyah, ia
berkata : Pernah ada seorang banci (mukhannats) yang diperbolehkan masuk
ke rumah istri-istri Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam karena dianggap mereka tidak punya nafsu syahwat
(terhadap wanita). Pada suatu hari, Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam masuk dimana ia (banci tersebut) berada di antara
istri-istri beliau sedang menceritakan fisik seorang wanita. Ia berkata : “Jika
ia menghadap, maka ia menghadap dengan empat (lipatan perut). Dan jika
membelakangi, maka ia membelakangi dengan delapan (lipatan). Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: “Tidakkah engkau lihat bahwa ia
mengetahui tentang apa yang di sini. Jangan biarkan ia masuk ke rumah kalian”.
Setelah itu, para istri beliau berhijab dari mereka (para waria)” [Diriwayatkan
oleh Muslim no. 2181, Ahmad 6/152, Abu Dawud no. 4108, dan An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa no. 9247].
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنَ النِّسَاءِ،
وَقَالَ أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ قَالَ: فَأَخْرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فُلَانًا، وَأَخْرَجَ عُمَرُ فُلَانًا
Dari
Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaknat
laki-laki mukhannats dan para wanita mutarajjilaat (yang
menyerupai laki-laki). Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah
kalian’. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengeluarkan Fulan, dan ‘Umar mengeluarkan Fulan” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5886].
Comments
assalamu'alaikum, ustadz, bgaimana yg terjadi sekarang byk yg merubah sttus kelamin dari laki-lki menjadi wanita dan full penmpilan adalah wnita dan memiliki nafsu kpd laki-laki. kren ia merasa dirinya adalah wnita nmun stlah dewasa bru ia berani mlkukan perubahan. syukron.
Posting Komentar