250.
Para ulama
bersepakat bahwa hewan kurban tidak boleh disembelih sebelum terbit matahari
pada hari Nahr (‘Iedul-Adlhaa)[1].
251.
Para ulama
bersepakat tentang kebolehan memberikan makanan daging kurban kepada orang-orang
faqir dari kaum muslimin.
252.
Para ulama bersepakat
bahwa apabila seseorang menyembelih hewan yang diperbolehkan untuk disembelih,
menyebut nama Allah, memotong tenggorokan dan dua urat wadaj[2]
yang ada di sebelah kerongkongan, serta mengalirkan darah; maka (daging)
kambing/domba tersebut boleh untuk dimakan[3].
253.
Para ulama
bersepakat diperbolehkannya (halal) sembelihan orang yang bisu[4].
254.
Para ulama
bersepakat apabila janin keluar dalam keadaan hidup, maka sembelihannya cukup
dengan sembelihan ibunya[5].
255.
Para ulama
bersepakat tentang kebolehan sembelihan anak-anak dan wanita, yaitu apabila
mampu untuk menyembelih dan melakukan apa saja yang wajib dilakukan dalam
penyembelihan[6].
256.
Para ulama
bersepakat sembelihan Ahlul-Kitaab halal bagi kami, apabila mereka menyebut
nama Allah ketika menyembelih[7].
Maalik bersendirian
dalam masalah ini, ia berkata : “Lemak hewan yang disembelih orang Yahudi tidak
boleh dimakan”[8].
257.
Para ulama
bersepakat bahwa sembelihan ahlul-harb (orang-orang yang memerangi kaum
muslimin) halal[9].
258.
Para ulama
bersepakat bahwa sembelihan orang Majusi haram, tidak boleh dimakan[10].
Sa’iid bin
Al-Musayyib menyendiri dalam hal ini[11].
259.
Para ulama
bersepakat bahwa sembelihan anak-anak dan wanita Ahlul-Kitaab halal[12].
260.
Para ulama
bersepakat bahwa hasil buruan anjing pemburu boleh dimakan selama anjing itu
dilepaskan oleh tuannya, menyebut nama Allah saat melepaskannya, dan tuannya
berstatus muslim. Dikecualikan dalam hal ini anjing berwarna hitam.
261.
Para ulama
bersepakat bahwa hewan buruan yang ada di laut halal bagi orang yang tidak
sedang ihram maupun yang sedang ihram untuk memburunya,
memakannya, menjualnya, dan membelinya[13].
[selesai – abul-jauzaa’ – diterjemahkan
dari kitab Al-Ijmaa karya Ibnul-Mundzir, hal. 78-80, tahqiq : Dr. Abu Hammaad
Shaghiir Ahmad bin Muhammad Haniif, Maktabah Al-Furqaan, Cet. 2/1420, dengan sedikit tambahan –
perumahan ciomas permai, 22022015 – 19:29].
[1] An-Nawawiy menghikayatkan ijmaa’ ini
dari Ibnul-Mundzir rahimahumallah [Al-Majmuu’, 8/288]. Demikian
juga ijmaa’ ini ada dalam kitab Al-Isyraaf oleh Ibnul-Mundzir,
1/141/b.
[2] Al-wadaj adalah urat yang ada di
leher [Al-Qaamuus Al-Muhiith, 1/218]. Dalam Lisaanul-‘Arab (3/221)
disebutkan al-wadajaan, yaitu dua urat tebal yang terdapat di kanan dan
kiri rongga tenggorokan.
[3] An-Nawawiy menghikayatkan ijmaa’ ini
dari Ibnul-Mundzir rahimahumallah dalam Al-Majmuu’ (9/79), yang
tertulis : ‘mengalirkan darah, sehingga disebut penyembelihan dan halal
sembelihannya’. Disebutkan juga dalam Al-Isyraaf 1/147/b dengan
redaksi seperti yang disebutkan Ibnul-Mundzir di sini.
Tambahan:
Ibnu
‘Abdil-Barr rahimahullah berkata : “Adapun penyembelihan dengan
menggunakan batu, maka disepakati juga kebolehannya, apabila memotong urat
leher dan mengalirkan darah” [At-Tamhiid, 16/128].
[4] Ibnu Qudamah menukil ijmaa’ ini dari
Ibnul-Mundzir dalam Al-Mughniy
(8/582).
[5] Dalam Al-Mughniy (8/579) disebutkan
: “Ibnul-Mundzir berkata : ‘Orang-orang membolehkannya, dan kami tidak
mengetahui seorang pun menyelisihi apa yang mereka (ulama) katakan, kecuali
pendapat An-Nu’maan (Abu Haniifah) yang mengatakan : ‘Tidak halal, karena
sembelihan satu orang tidak berlaku untuk dua orang”.
Begitu
juga yang disebutkan An-Nawawiy dalam Al-Majmuu’ (9/115) dan
Al-Khaththaabiy dalam Ma’aalimus-Sunan (4/118). Oleh karena itu,
seharusnya Ibnul-Mundzir mengatakan : “An-Nu’maan bersendirian (dalam masalah
ini)”.
[6] Ibnu Qudamah menghikayatkan ijmaa’ ini
dari Ibnul-Mundzir dalam Al-Mughniy (8/581).
[7] Ibnu Qudaamah berkata : “Para ulama
bersepakat tentang halalnya sembelihan Ahlul-Kitaab berdasarkan firman Allah ta’ala:
وَطَعَامُ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ
‘Dan
makanan orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu’ (QS. Al-Maaidah
: 5).
Yaitu
: sembelihan mereka”.
Dan
ia berkata : “Dan kami tidak mengetahui seorang pun yang mengharamkan hewan
hasil buruan Ahlul-Kitab kecuali Maalik yang menghalalkan sembelihan mereka
namun mengharamkan hasil hewan buruan mereka” [Al-Mughniy, 8/567].
[8] Dalam Al-Mudawwanah Al-Kubraa (2/67)
disebutkan : “Apakah Maalik memakruhkan sembelihan orang Yahudi dan Nashara
yang termasuk katagori ahlul-harb ?. Ia berkata : ‘Ahlul-harb –
yang menurut kami terdiri dari orang-orang Yahudi dan Nashara – menurut
Maalik adalah sama dalam hal status sembelihan mereka, yaitu ia memakruhkan
semua sembelihan mereka, tanpa mengharamkannya. Ia (Maalik) memakruhkan membeli
daging dari warung-warung mereka, tanpa mengharamkannya”.
Al-Baajiy
berkata : “Al-Qaadliy Abu Muhammad menghikayatkan bahwa lemak (sembelihan)
orang Yahudi diharamkan bagi mereka dan makruuh menurut Maalik. Menurut
Ibnul-Qaasim dan Asyhab diharamkan. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Maalik”
[Al-Muntaqaa, 3/112].
Tambahan:
Ibnu
Hazm berkata : “Adapun perselisihan pendapat dalam memakan lemak hewan yang
disembelih orang Yahudi..... , maka itu memang ada lagi diketahui” [Maraatibul-Ijmaa’,
hal. 241].
Ibnu
Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya (3/298) menyebutkan atsar-atsar dari
sebagian taabi’iin yang mengharamkan sembelihan ahlul-harb.
[9] Ibnu Qudaamah menghikayatkan ijmaa’ ini
dari Ibnul-Mundzir [Al-Mughniy, 8/568]. An-Nawawiy berkata : “Sembelihan
ahlul-kitaab di daarul-harb halal seperti sembelihan di daarul-islaam.
Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Ibnul-Mundzir menukil adanya ijmaa’
terhadap permasalahan tersebut” [Al-Majmuu’, 9/68].
[10] An-Nawawiy berkata : “Ibnul-Mundzir
menukilnya dari jumhur ulama” [Al-Majmuu’, 9/68].
[11] An-Nawawiy berkata : “Telah berkata
Ibnul-Mundzir : ‘Kami telah meriwayatkan dari Ibnul-Musayyib, bahwasannya ia
berkata : ‘Apabila seorang muslim sakit dan menyuruh seorang Majusi untuk
menyembelih, maka sah’. Ia (Ibnul-Mundzir) berkata : ‘Ia (Ibnul-Musayyib) keliru”
[Al-Majmuu, 9/69 – dan hal ini diakui oleh Dr. Haasyim Jamiil dalam Fiqh
Sa’iid bin Al-Musayyib, 2/336].
[12] An-Nawawiy menghikayatkan ijmaa’ ini
dari Ibnul-Mundzir [Al-Majmuu’, 9/69]. Disebutkan juga dalam Al-Isyraaf
1/149/a.
[13] Ibnu Qudaamah menghikayatkan ijmaa’ ini
dalam Al-Mughniy (3/334). Disebutkan juga dalam Al-Isyraaf
1/112/b.
Comments
Bismillah. Mau tanya, bagaimana jika ahlul kitab tidak membaca basmalah saat menyembelih hewan? Apakah tetap halal?
Rencanakan ibadah qurban di Idul adha yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW ini dengan memilih kambing dan sapi kurban yang terbaik
Posting Komentar