Di
banyak sumber dikatakan bahwa Nabi adalah setiap orang yang diturunkan
kepadanya wahyu dari Allah ta’ala, baik ia diperintahkan untuk menyampaikannya
kepada orang lain ataupun tidak. Jika ia diperintahkan untuk menyampaikan wahyu
kepada orang lain (umatnya), maka ia disebut Rasul. Jika ia tidak diperintahkan
untuk menyampaikan, maka statusnya hanya Nabi saja[1].
Benarkah
Nabi tidak diperintahkan untuk menyampaikan wahyu yang diturunkan kepadanya ?.
Pendefinisian
sekaligus pembedaan ini tidaklah benar, sebab dalam beberapa nash, para Nabi juga
diperintahkan Allah ta’ala untuk menyampaikan wahyu yang ia terima
kepada orang lain/umatnya.
Allah
ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ
مِنْ رَسُولٍ وَلا نَبِيٍّ إِلا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ
“Dan
Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang
nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan
godaan-godaan terhadap keinginan itu” [QS. Al-Hajj : 52].
Ayat
ini menunjukkan bahwa Allah ta’ala mengutus para Nabi dan Rasul.
وَكَمْ أَرْسَلْنَا مِنْ نَبِيٍّ
فِي الأوَّلِينَ * وَمَا يَأْتِيهِمْ مِنْ نَبِيٍّ إِلا كَانُوا بِهِ
يَسْتَهْزِئُونَ
“Berapa
banyaknya nabi-nabi yang telah Kami utus kepada umat-umat yang terdahulu. Dan
tiada seorang nabi pun datang kepada mereka melainkan mereka selalu
memperolok-olokkannya”
[QS. Az-Zukhruf : 6-7].
Ayat ini secara jelas
menunjukkan bahwa para Nabi datang menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada umatnya,
namun banyak di antara umatnya tersebut yang menolak dan mengolok-oloknya.
Allah ta’ala berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلا تَكْتُمُونَهُ
“Dan
(ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab
(yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan
jangan kamu menyembunyikannya" [QS. Aali ‘Imraan : 187].
Sisi
pendalilannya : Seandainya Ahlul-Kitab saja diperintahkan untuk menyampaikan dan
tidak menyembunyikan apa yang mereka ketahui, tentu para Nabi lebih
diperintahkan untuk menyampaikan wahyu yang diturunkan kepadanya.
Dari hadits :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا، قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا،
فَقَالَ: " عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ فَجَعَلَ يَمُرُّ النَّبِيُّ مَعَهُ الرَّجُلُ،
وَالنَّبِيُّ مَعَهُ الرَّجُلَانِ، وَالنَّبِيُّ مَعَهُ الرَّهْطُ، وَالنَّبِيُّ لَيْسَ
مَعَهُ أَحَدٌ....
Dari
Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata : Pada suatu hari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam keluar menemui kami, lalu bersabda : “Diperlihatkan
kepadaku umat-umat, maka aku melihat seorang Nabi bersama satu orang pengikut, Nabi
bersama dua orang pengikut, Nabi bersama sekelompok orang, dan Nabi tanpa
seorang pengikut pun…..” [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 5752].
Sisi pendalilannya : Para Nabi menyampaikan
wahyu yang diterimanya kepada umatnya. Ada di antara mereka yang menerimanya,
ada pula yang menolaknya, sehingga ada Nabi yang mempunyai banyak pengikut, ada
yang sedikit pengikut, atau bahkan tidak punya pengikut sama sekali.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَجِيءُ نُوحٌ وَأُمَّتُهُ،
فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: هَلْ بَلَّغْتَ؟، فَيَقُولُ: نَعَمْ أَيْ رَبِّ، فَيَقُولُ
لِأُمَّتِهِ: هَلْ بَلَّغَكُمْ؟، فَيَقُولُونَ: لَا مَا جَاءَنَا مِنْ نَبِيٍّ، فَيَقُولُ
لِنُوحٍ مَنْ يَشْهَدُ لَكَ؟، فَيَقُولُ: مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَأُمَّتُهُ فَنَشْهَدُ أَنَّهُ قَدْ بَلَّغَ وَهُوَ قَوْلُهُ جَلَّ ذِكْرُهُ وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَالْوَسَطُ الْعَدْلُ
"
Dari
Abu Sa’iid, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam : “(Pada hari kiamat) Nuuh dan umatnya datang. Lalu Allah ta’ala berfirman (kepada Nuuh): ‘Apakah engkau telah menyampaikan (ajaran)?’. Nuuh menjawab: ‘Sudah, wahai Rabb’. Kemudian Allah ta’ala
bertanya kepada ummatnya : ‘Apakah benar ia telah menyampaikan kepada kalian?’.
Mereka menjawab : ‘Tidak. Tidak ada seorang Nabi pun yang datang kepada kami’.
Lalu Allah berfirman kepada Nuuh : ‘Siapakah yang menjadi saksi atasmu?’. Nuuh
berkata : ‘Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan umatnya’. Maka kami pun
bersaksi bahwa ia (Nuuh) telah menyampaikan risalah. Itulah makna firman-Nya ‘azza
wa jalla : ‘Dan demikianlah kami telah menjadikan kalian sebagai umat
pertengahan untuk menjadi saksi atas manusia’ (QS. Al-Baqarah : 143). Al-wasath
artinya al-adl (adil)”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3339].
Sisi pendalilannya : Jawaban
umat Nuuh menunjukkan bahwa para Nabi mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu/risalah
kepada umatnya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ
تَسُوسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ
Dari
Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda : “Dulu Bani Israaiil senantiasa diurus (dipimpin)
oleh para Nabi. Apabila
seorang Nabi wafat, maka akan digantikan oleh Nabi yang lain” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3455].
Tentu, para Nabi mendampingi
Bani Israaiil dengan membimbing mereka di atas jalan kebenaran berdasarkan wahyu
yang diturunkan kepada mereka.
Beberapa ulama lain menjelaskan
perbedaan antara Nabi dan Rasul, bahwa Rasul diturunkan kepadanya risaalah baru
tersendiri dan kemudian ia diperintahkan untuk menyampaikan kepada umatnya;
sedangkan Nabi, ia tidak diturunkan risalah baru, namun ia hanya
diperintahkan untuk menyampaikan risaalah Rasul sebelumnya kepada
umatnya. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلإ مِنْ
بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا
مَلِكًا نُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Apakah
kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israel sesudah Musa, yaitu ketika
mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: "Angkatlah untuk kami seorang
raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah" [QS.
Al-Baqarah : 246].
إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ
فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا
لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ
كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ
“Sesungguhnya
Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang
menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh
nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan
pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab
Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya” [QS. Al-Maaidah : 44].
Nabi
dalam ayat ini hanya menyampaikan ajarah Taurat yang turun kepada Muusaa –
sepeninggalnya – kepada Bani Israaiil. Ini sesuai dengan hadits Abu Hurairah radliyallaahu
‘anhu di atas.
Inilah yang lebih benar. Wallaahu a’lam.
Semoga ada
manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas
permai – 12011436 – 23:40].
[1] Oleh karena itu para ulama menetapkan
kaedah : setiap Rasul pasti Nabi, akan tetapi tidak setiap Nabi adalah Rasul.
Al-Baihaqiy
rahimahullah berkata:
فَكُلُّ رَسُولٍ نَبِيٌّ، وَلَيْسَ كُلُّ نَبِيٍّ رَسُولا
“Maka
setiap Rasul adalah Nabi, namun tidak setiap Nabi adalah Rasul” [Syu’abul-Iimaan,
1/280].
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata:
قال المهدوى: وهذا هو الصحيح، أن أ كل رسول نبى وليس كل نبى رسولا.
وكذا ذكر القاضى عياض في كتاب الشفا قال: والصحيح والذى عليه الجم
الغفير أن كل رسول نبى وليس كل نبى رسولا
“Al-Mahdawiy
berkata : ‘Inilah yang benar bahwa setiap Rasul adalah Nabi, namun tidak setiap
Nabi adalah Rasul’. Demikian juga yang disebutkan Al-Qaadliy ‘Iyaadl dalam
kitab Asy-Syifaa, ia berkata : ‘Pendapat yang benar yang dipegang oleh
banyak ulama adalah setiap Rasul adalah Nabi, namun tidak setiap Nabi adalah
Rasul” [Tafsiir Al-Qurthubiy, 12/80].
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
فكل رسول نبى وليس كل نبى رسولا فالأنبياء أعم
“Setiap Rasul adalah Nabi, namun tidak setiap Nabi
adalah Rasul. Para Nabi lebih umum (daripada para Rasul)” [Majmuu’
Al-Fataawaa, 7/10].
Ibnu Katsiir rahimahullah berkata:
لأن مقام الرسالة أخص من مقام النبوة، فإن كل رسول نبي، ولا ينعكس
“Hal itu dikarenakan kedudukan risaalah lebih
khusus daripada kedudukan nubuwwah. Setiap Rasul adalah Nabi, bukan
sebaliknya” [Tafsiir Ibni Katsiir, 6/428].
Comments
siapa ulama yang mendefinisikan rasul adalah adlah nabi yang membawa risalah baru? kenapa tidak dikasih sumber?
Yang menjelaskan perbedaan antara Nabi dan Rasul sebagaimana dikuatkan dalam artikel, untuk artikel berbahasa Indonesia silakan dibaca:
Kajian Utama ” Perbedaan Nabi dan Rasul “.
kalau dilihat dari judul.. memang lah seorang Nabi itu menyampaikan wahya, dan setiap perkataannya adalah wahyu...
akan tetapi wahyu yang benar-benar dari Allah swt..
http://asyarh.blogspot.com/
Posting Komentar