Tanya : Beredar
fatwa yang menyebutkan bahwa gelar
khalifah tidak lagi digunakan setelah Abu Bakr wafat, dan gelar yang ada
kemudian adalah Amiirul-Mukminiin ?. Benarkah demikian ?
Jawab : Hal itu tidak benar, karena Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam sendiri bersabda:
أُوصِيكُمْ
بِتَقْوَى اللَّهِ، وَالسَّمْعِ، وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ
الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ، فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، عَضُّوا
عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Aku nasihatkan kepada
kalian untuk bertaqwa kepada Allah, mendengar dan taat walaupun (yang
memerintah kalian) seorang budak Habsyiy. Orang yang hidup di antara kalian
(sepeninggalku nanti) akan menjumpai banyak perselisihan. Waspadailah hal-hal
yang baru, karena semua itu adalah kesesatan. Barangsiapa yang menjumpainya,
maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah Al-Khulafaa’
Ar-Raasyidiin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah ia erat-erat dengan gigi
geraham” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2676, dan ia berkata : “Hadits
hasan shahih”[1]].
Kata khulafaa’ adalah
bentuk plural dari khaliifah. Dalam hadits tersebut Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam menyebut para pengganti beliau sebagai al-khulafaa’ur-raasyiduun,
dan telah ma’ruf bahwa maksudnya adalah Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsmaan, dan ‘Aliy radliyallaahu
‘anhum.
Begitu
juga dengan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang lain:
مَنْ
أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ، وَمَنْ
أَطَاعَ الْخَلِيفَةَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى الْخَلِيفَةَ فَقَدْ عَصَانِي
“Barangsiapa
yang mentaatiku, sungguh ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang
mendurhakaiku, sungguh ia telahmendurhakai Allah. Barangsiapa yang mentaati khaliifah,
sungguh ia telah mentaatiku. Dan barangsiapa yang mendurhakai khaliifah,
sungguh ia telah mendurhakaiku” [Diriwayatkan oleh Abu ‘Awaanah dalam Al-Mustakhraj
no. 7094; sanadnya shahih].
Dalam
Shahiihain, kata khaliifah disebutkan dengan kata amiir. Artinya,
amir atau khaliifah ini dua-duanya bisa dipakai untuk menyebut pemimpin
sepeninggal Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Para shahabat dan orang-orang setelahnya
pun menyebut para
pemimpin pengganti Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan sebutan khaliifah.
Diantaranya
perkataan ‘Umar bin
Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu:
إِنِّي
لَا أَعْلَمُ أَحَدًا أَحَقَّ بِهَذَا الْأَمْرِ مِنْ هَؤُلَاءِ النَّفَرِ
الَّذِينَ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ
عَنْهُمْ رَاضٍ، فَمَنِ اسْتَخْلَفُوا بَعْدِي فَهُوَ الْخَلِيفَةُ فَاسْمَعُوا
لَهُ وَأَطِيعُوا، فَسَمَّى عُثْمَانَ، وَعَلِيًّا، وَطَلْحَةَ، وَالزُّبَيْرَ،
وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ، وَسَعْدَ بْنَ أَبِي وَقَّاصٍ
“Sesungguhnya
aku tidak mengetahui seseorang yang lebih berhak pada perkara ini daripada
mereka, yaitu orang-orang yang ketika beliau meninggal maka Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam meridhai mereka. Barangsiapa yang menggantikan aku
setelahku, dialah khalifah. Dengar dan taatilah ia” Lalu ia (‘Umar)
menyebut nama 'Utsmaan, 'Aliy, Thalhah, Az-Zubair, 'Abdurrahmaan bin ‘Auf, dan
Sa’d bin Abi Waqqaash [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1392].
Juga
beberapa riwayat dari salaf diantaranya:
حَدَّثَنَا
أَبِي رَحِمَهُ اللَّهُ، ثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ مُوسَى
الضَّرَّابُ، ثَنَا عَقِيلُ بْنُ يَحْيَى، ثَنَا أَبُو دَاوُدَ، ثَنَا شُعْبَةُ،
عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، قَالَ: سَمِعْتُ حَارِثَةَ بْنَ مُضَرِّبٍ، يَقُولُ: "
حَجَجْتُ فِي خِلافَةِ عُمَرَ، فَلَمْ يَشُكَّ النَّاسُ أَنَّ الْخَلِيفَةَ بَعْدَ
عُمَرَ، عُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا "
Telah
menceritakan kepada kami ayahku rahimahullah : Telah menceritakan kepada
kami 'Abdurrahmaan bin Al-Hasan bin Muusaa Adl-Dlarraab : Telah menceritakan
kepada kami 'Aqiil bin Yahyaa : Telah menceritakan kepada kami Abu Daawud :
Telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaaq, ia berkata : Aku mendengar
Haarits bin Mudlarrib berkata : "Aku pernah menunaikan haji di masa
kekhilafahan 'Umar. Orang-orang tidak ragu bahwa khaliifah setelah 'Umar
adalah 'Utsmaan radliyallaahu 'anhumaa" [Diriwayatkan oleh Abu
Nu'aim dalam Fadlaailu Khulafaair-Raasyidiin no. 216; shahih].
أَخْبَرَنَا
عَمْرُو بْنُ يَحْيَى بْنِ الْحَارِثِ، قَالَ: حَدَّثَنَا مَحْبُوبٌ يَعْنِي ابْنَ
مُوسَى، قَالَ: أَنْبَأَنَا أَبُو إِسْحَاق هُوَ الْفَزَارِيُّ، عَنْ سُفْيَانَ،
عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ، قَالَ: سَأَلْتُ الْحَسَنَ بْنَ مُحَمَّدٍ، عَنْ
قَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ: وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ
لِلَّهِ خُمُسَهُ.......... وَقَالَ قَائِلٌ: سَهْمُ ذِي الْقُرْبَى لِقَرَابَةِ
الْخَلِيفَةِ، فَاجْتَمَعَ رَأْيُهُمْ عَلَى أَنْ جَعَلُوا هَذَيْنِ السَّهْمَيْنِ
فِي الْخَيْلِ، وَالْعُدَّةِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَكَانَا فِي ذَلِكَ خِلَافَةَ
أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ "
Telah
mengkhabarkan kepada kami ‘Amru bin Yahyaa bin Al-Haarits, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Mahbuub bin Muusaa, ia berkata : Telah memberitakan
kepada kami Abu Ishaaq Al-Fazaariy, dari Sufyaan, dari Qais bin Muslim, ia
berkata : Aku bertanya kepada Al-Hasan bin Muhammad tentang firman-Nya ‘azza
wa jalla : ‘Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh
sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah’ (QS.
Al-Anfaal : 41), ia berkata : “………..Seseorang berkata : saham/bagian kaum
kerabat adalah untuk kerabat khalifah, kemudian pendapat mereka
bersepakat untuk menjadikan dua saham ini untuk kuda dan perlengkapan perang di
jalan Alloh. Kedua hal itu terjadi pada masa Abu Bakr dan Umar” [Diriwayatkan
oleh An-Nasaa’iy no. 4098; sanadnya shahih hingga Al-Hasan bin Muhammad, dan ia
merupakan anak Muhammad bin Al-Hanafiyyah].
Wallaahu
a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’
- perumahan ciomas permai, ciapus, bogor – 18071435/18052014 – 01:00].
[1] Silakan baca
takhrij-nya di artikel : Takhrij
Hadits Al-‘Irbaadl bin Saariyyah : Wajib Atas Kalian untuk Berpegang kepada
Sunnahku dan Sunnah Al-Khulafaaur-Raasyidiin.
ustadz, maaf mau nanya diluar topik:
BalasHapussering saya baca postingan mengenai dialog Rasululloh saw dengan iblis, tapi tidak pernah diterangkan keabsahan riwayatnya. menurut pengetahuan ustadz dari manakah riwayat tersebut diambil, dan shahihkan?
Jazakumullohu khairan katsiraa
Kiki AliZaki
Kaum Syiah percaya bahwa manusia yang diciptakan dari Nabi Adam dan seterusnya adalah Khalifah, sehingga Khulafa adalah rakyat, masyarakat, Kaum, Ummat dan lain lain
BalasHapusKhulafa wajib memilih IMAM berdasarkan suara terbanyak
Kaum Syiah tidak mengakui Abu Bakr sebagai Khalifah Rasulullah (pengganti Nabi Muhammad), tidak mengakui Umar ibn Khattab sebagai Khalifah Khalifah (pengganti Khalifah) dan juga tidak mengakui Uthman ibn Affan sebagai Khalifah Khalifah (pengganti Khalifah), karena Nabi Muhamamd saw telah menujuk Ali ibn Abu Tholib sebagai IMAM
SUNAN IBN MAJAH, Kitab Muqodimah hadith no 116
Bara' ibn 'Azib melaporkan bahwa pulang dari Haji, Rasulullah memerintahkan kami berhenti melaksanakan Sholat berjamah.
Rasulullah mengangkat tangan Ali ibn Abu Tholib dan berkata, "Tidakkah saya lebih dekat kepada kalian dari pada budak kalian kepada kalian?"
Para sahabat berkata, "Benar"
Rasulullah berkata, "Tidakkah saya lebih dekat kepada kalian dari pada diri kalian sendiri?"
Para sahabat berkata, "Benar"
Rasulullah berkata, "Ini (Ali ibn Abu Tholib) adalah WALI untuk mereka yang mengakui saya sebagai MAULA"
WALI dan MAULA bisa diterjembahkan sebagai PEMIMPIN
Hormat saya kepada Ustadz Abu Al Jauzah di Bogor
Haji Muhammad Abdullah
Pak Haji, belajar bahasa 'Arab yang rajin ya....
BalasHapusBerikut beberapa contoh penerapan kata maulaa dalam Al-Qur’an :
إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمَلائِكَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ظَهِيرٌ
“Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula” [QS. At-Tahriim : 4].
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ مَوْلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَأَنَّ الْكَافِرِينَ لا مَوْلَى لَهُمْ
“Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada mempunyai pelindung” [QS. Muhammad : 11].
Dalam kamus pun telah ma’ruf bahwasannya beda antara al-walaayah (الْوَلَايَةُ) dan al-wilaayah (الْوِلَايَةُ). Al-walaayah adalah kebalikan dari al-‘adaawah (permusuhan); yang darinya terambil kata maulaa (مَوْلَى) dan waliy (وَلِيٌّ). Keliru jika mengartikan kata maulaa dan waliy sebagai pemimpin/kepemimpinan (al-wilaayah).
Ibnul-Atsiir berkata saat menjelaskan makna kata maulaa :
وهو اسْمٌ يقَع على جَماعةٍ كَثيِرَة، فهو الرَّبُّ، والمَالكُ، والسَّيِّد والمُنْعِم، والمُعْتِقُ، والنَّاصر، والمُحِبّ، والتَّابِع، والجارُ، وابنُ العَمّ، والحَلِيفُ، والعَقيد، والصِّهْر، والعبْد، والمُعْتَقُ، والمُنْعَم عَلَيه وأكْثرها قد جاءت في الحديث.
“Ia adalah nama bagi sesuatu yang banyak, yaitu raja, tuan, pemberi anugerah, orang yang membebaskan, penolong, orang yang mencintai, pengikut, tetangga, anak paman, sekutu, orang yang mengadakan perjanjian, kerabat, hamba, orang yang dibebaskan, orang yang diberi anugerah. Dan kebanyakannya terdapat dalam hadits” [An-Nihaayah fii Ghariibil-Hadiits, materi kata ولا].