16 Mei 2014

Hukuman Pelaku Homoseksual

Akhir-akhir ini sering kita dengar dan baca berita di berbagai media tentang kejahatan homoseksual. Ada yang dilakukan dengan paksaan dan ancaman, ada pula yang dilakukan suka sama suka. Bahkan beberapa negara kafir sudah melegalkan pernikahan sesama jenis.[1] Sungguh memprihatinkan. Penyakit disorientasi seksual buatan kaum Luuth ini terwarisi umat manusia hingga sekarang.
Allah ta’ala berfirman:
أَتَأْتُونَ الذُّكْرَانَ مِنَ الْعَالَمِينَ * وَتَذَرُونَ مَا خَلَقَ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ عَادُونَ
Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas” [QS. Asy-Syu’araa’ ; 165-166].
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ * أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ وَتَقْطَعُونَ السَّبِيلَ وَتَأْتُونَ فِي نَادِيكُمُ الْمُنْكَرَ
Dan (ingatlah) ketika Luuth berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu". Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?” [QS. Al-Ankabuut : 28-29].
حَدَّثَنَا الْمُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيل ابْنُ عُلَيَّةَ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي نَجِيحٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ: إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ، قَالَ: " مَا نَزَا ذَكَرٌ عَلَى ذَكَرٍ حَتَّى كَانَ قَوْمُ لُوطٍ "
Telah menceritakan kepada kami Al-Mu’allaa bin Asad : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin ‘Ulayyah : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Najiih, dari ‘Amru bin Diinaar tentang firman Allah ta’ala : ‘Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu’ (QS. Al-Ankabuut : 28), ia berkata : “Tidak ada seorang laki-laki yang berhubungan badan dengan laki-laki lain hingga kaum Luuth melakukannya” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 1120; shahih].
Ibnu Katsiir rahimahullah berkata:
وقال الوليد بن عبد الملك الخليفة الأموي، باني جامع دمشق: لولا أن الله، عز وجل، قص علينا خبر لوط، ما ظننت أن ذكرًا يعلو ذكرًا.
“Al-Waliid bin Malik, seorang khalifah Dinasti Umawiyyah yang membangun masjid Damaskus berkata : ‘Seandainya Allah ‘azza wa jalla tidak mengisahkan kepada kita khabar Luuth, aku tidak pernah membayangkan ada laki-laki yang mendatangi laki-laki” [Tafsiir Ibni Katsiir, 3/445].
Ya, sebagai orang normal, kita tidak bisa membayangkan bagaimana kejahatan itu terjadi. Akan tetapi setan memang punya banyak muslihat untuk menyesatkan manusia dari fithrah dan jalan yang lurus.
Para ulama telah sepakat bahwa kejahatan homoseksual termasuk dosa besar yang diharamkan sangat keras oleh Islam. Adz-Dzahabiy rahimahullah berkata:
قد نص الله علينا قصة قوم لوط في غير ما موضع من كتابه العزيز، وأنه أهلكهم بفعلهم الخبيث وأجمع المسلمون من أهل الملل أن التلوط من الكبائر
“Sungguh Allah telah mengisahkan kepada kita kisah kaum Luuth di beberapa tempat dalam Kitab-Nya, dan bahwasannya Dia telah membinasakan mereka karena perbuatan keji mereka itu. Kaum muslimin dari semua aliran telah sepakat bahwa perbuatan kaum Luuth (homoseksual) tersebut termasuk di antara dosa-dosa besar” [Al-Kabaair, hal. 52].
Para ulama berbeda pendapat tentang hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku homoseksual, sebagaimana dikatakan At-Tirmidziy rahimahullah:
وَاخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي حَدِّ اللُّوطِيِّ، فَرَأَى بَعْضُهُمْ أَنَّ عَلَيْهِ الرَّجْمَ أَحْصَنَ أَوْ لَمْ يُحْصِنْ، وَهَذَا قَوْلُ مَالِكٍ، وَالشَّافِعِيِّ، وَأَحْمَدَ، وَإِسْحَاق، وقَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ فُقَهَاءِ التَّابِعِينَ مِنْهُمْ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ، وَإِبْرَاهِيمُ النَّخَعِيُّ، وَعَطَاءُ بْنُ أَبِي رَبَاحٍ، وَغَيْرُهُمْ قَالُوا: حَدُّ اللُّوطِيِّ حَدُّ الزَّانِي، وَهُوَ قَوْلُ الثَّوْرِيِّ، وَأَهْلِ الْكُوفَةِ
“Para ulama berbeda pendapat dalam had pelaku homoseks. Sebagian mereka berpendapat untuk dirajam, baik yang pernah menikah maupun yang belum pernah menikah. Inilah pendapat Maalik, Asy-Syaafi’iy, Ahmad, dan Ishaaq. Sebagian ulama dari kalangan fuqahaa’ taabi’iin seperti Al-Hasan Al-Bashriy, Ibraahiim An-Nakha’iy, ‘Athaa’ bin Abi Rabbaah, dan yang lainnya berpendapat : Hadd pelaku homoseks adalah hadd pelaku zina. Inilah pendapat Ats-Tsauriy dan penduduk Kuufah” [Jaami’ At-Tirmidziy 3/125].
Al-Baghawiy rahimahullah menambahkan bahwa Abu Haniifah berpendapat hukumannya adalah ta’zir, bukan hadd [Syarhus-Sunnah, 10/310].
Berikut dibawakan beberapa riwayat yang beredar di kalangan salaf dalam hal ini:
a.     Dihukum bunuh seperti hukuman pelaku zina, yaitu dirajam jika pelaku pernah menikah atau dicambuk 100 kali jika belum pernah menikah.
عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، فِي الَّذِي يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، قَالَ: يُرْجَمُ إِنْ كَانَ مُحْصَنًا وَيُجْلَدُ، وَيُنْفَى إِنْ كَانَ بِكْرًا "، وَقَالَهُ ابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنِ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ
Dari Ibnu Juraij tentang orang yang melakukan perbuatan kaum Luuth, ia berkata : “Dirajam jika ia pernah menikah serta dicambuk dan diasingkan jika ia belum menikah”.
Dikatakan juga oleh Ibnu ‘Uyainah, dari Ibnu Abi Najiih, dari Mujaahid [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq 7/363 no. 13484; shahih].
عَنْ مَعْمَرٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: " يُرْجَمُ إِنْ كَانَ مُحْصَنًا، وَيُجْلَدُ إِنْ كَانَ بِكْرًا، وَيُغَلَّظُ عَلَيْهِ فِي الْحَبْسِ وَالنَّفْيِ "
Dari Ma’mar, dari Az-Zuhriy, ia berkata : “(Pelaku homoseks) dirajam jika ia pernah menikah, serta dicambuk jika ia belum menikah dan ditambahi hukuman untuk dijebloskan ke penjara dan diasingkan” [idem, no. 13485; shahih].
عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنْ حَمَّادٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: " فِي الرَّجُلِ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ حَدُّ الزِّنَا، إِنْ كَانَ مُحْصَنًا رُجِمَ، وَإِلا جُلِدَ "
Dari Ats-Tsauriy, dari Hammaad, dari Ibraahiim (An-Nakha’iy), ia berkata : “Tentang laki-laki yang melakukan perbuatan kaum Luuth, diberikan hadd zina. Jika pernah menikah, dirajam; dan jika belum pernah menikah dicambuk” [idem, no. 13487; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ فِي الرَّجُلِ يَأْتِي الرَّجُلَ، قَالَ: سُنَّتُهُ سُنَّةُ الْمَرْأَةِ "
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Sa’iid, dari Ibnu Juraij, dari ‘Athaa’ (bin Abi Rabbaah) tentang seorang laki-laki yang mendatangi laki-laki lain, ia berkata : “Sunnah yang berlaku baginya adalah sunnah yang berlaku pada wanita (yaitu : hadd zina)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 9/530 (14/421) no. 28928; shahih].
حَدَّثَنَا يَزِيدُ، قَالَ: أَخْبَرَنِي سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، وَعَنْ أَبِي مَعْشَرٍ، عَنْ إبْرَاهِيمَ، قَالَا: " اللُّوطِيُّ بِمَنْزِلَةِ الزَّانِي "
Telah menceritakan kepada kami Yaziid, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Sa’iid, dari Qataadah, dari Al-Hasan (Al-Bashriy); dan dari Abu Ma’syar dari Ibraahiim (An-Nakha’iy), keduanya (Al-Hasan dan Ibraahiim) berkata : “Pelaku homoseks kedudukannya seperti pelaku zina” [idem, no. 28932; shahih].
b.     Dihukum bunuh dengan dirajam secara mutlak, tidak membedakan antara yang pernah menikah atau belum pernah menikah.
عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْمٍ، سَمِعَ مُجَاهِدًا، وَابْنَ جُبَيْرٍ، يُحَدِّثَانِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُ قَالَ فِي الْبِكْرِ يُوجَدُ عَلَى اللُّوطِيَّةِ، قَالَ: يُرْجَمُ "
Dari Ibnu Juraij, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Abdullah bin ‘Utsmaan bin Khutsaim, ia mendengar Mujaahid dan Ibnu Jubair menceritakan dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata tentang jejaka yang didapati melakukan perbuatan kaum Luuth, ia berkata : “Dirajam” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq, 7/363-364 no. 13488; sanadnya hasan].
Catatan : Semua perawinya tsiqaat kecuali Ibnu Khutsaim, seorang yang diperselisihkan. Sebagian ulama menerima riwayatkan, sebagian lain meletakkannya karena faktor hapalannya. Asy-Syaikh Al-Albaaniy menshahihkannya dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 3/73.
أَخْبَرَنَا أَبُو سَهْلِ بْنُ زِيَادٍ الْقَطَّانُ، ثنا إِدْرِيسُ بْنُ عَبْدِ الْكَرِيمِ، ثنا مُحْرِزُ بْنُ عَوْنٍ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَانَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ، قَالَ: " عَلَى اللُّوطِيِّ الرَّجْمُ، أُحْصِنَ أَوْ لَمْ يُحْصَنْ، سُنَّةٌ مَاضِيَةٌ
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Sahl bin Ziyaad Al-Qaththaan : Telah menceritakan kepada kami Idriis bin ‘Abdil-Kariim : Telah menceritakan kepada kami Muhriz bin ‘Aun : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Sa’d, dari Shaalih bin Kaisaan, dari Az-Zuhriy, dari Sa’iid bin Al-Musayyib, ia berkata : “Terhadap pelaku homoseks dijatuhi hukuman rajam, baik yang pernah menikah maupun yang belum pernah menikah. Itulah sunnah yang berlaku” [Diriwayatkan oleh Ibnu Basyraan dalam Al-Amaaliy no. 240; sanadnya shahih].
قَالَ سُلَيْمَانُ بْنُ بِلالٍ سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ سَعِيدٍ، وَرَبِيعَةَ، يَقُولُ: " إِنَّ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، فَعَلَيْهِ الرَّجْمُ، أُحْصِنُ، أَوْ لَمْ يُحْصِنْ ".
“Telah berkata Sulaimaan bin Bilaal : Aku mendengar Yahyaa bin Sa’iid (Al-Amshaariy) dan Rabii’ah (bin Abi ‘Abdirrahmaan At-Taimiy) berkata : “Sesungguhnya siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luuth, baginya hukuman rajam baik yang telah menikah ataupun belum menikah” [Diriwayatkan oleh Al-Haakim, 4/350; shahih].
Asy-Syaafi’iy rahimahullah berkata:
وَبِهَذَا نَأْخُذُ يرْجُمُ اللُّوطِيَّ مُحْصَنًا كَانَ أَوْ غَيْرَ مُحْصَنٍ
“Kami memegang pendapat ini, yaitu pelaku homoseks dirajam baik yang pernah menikah maupun yang belum pernah menikah” [Ma’rifatus-Sunan wal-Aatsaar lil-Baihaqiy 6/349; sanadnya shahih – dari Abu Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami Abul-‘Abbaas : Telah mengkhabarkan kepada kami Ar-Rabii’, ia berkata : telah berkata Asy-Syaafi’iy : …..(al-atsar)…..].
حدثنا أبو محمد عبد الله بن العباس الطيالسي، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ الْكَوْسَجُ، قَالَ: قُلْتُ لأَحْمَدَ يَعْنِيَ ابْنَ حَنْبَلٍ: " اللُّوطِيُّ أُحْصِنَ أَوْ لَمْ يُحْصَنْ؟، قَالَ: يُرْجَمُ أُحْصِنَ أَوْ لَمْ يُحْصَنْ "، قَالَ إِسْحَاقُ يَعْنِي ابْنَ رَاهَوَيْهِ كَمَا قَالَ
Telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad ‘Abdullah bin Al-‘Abbaas Ath-Thayaalisiy : Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Manshuur Al-Kausaj, ia berkata : Aku bertanya kepada Ahmad bin Hanbal : “Apa hukuman pelaku homoseks yang pernah menikah atau yang belum pernah menikah ?”. Ia menjawab : “Dirajam baik yang pernah menikah atau yang belum pernah menikah”. Ishaaq bin Rahawaih berkata sebagaimana yang dikatakan Ahmad [Diriwayatkan oleh Al-Aajurriy dalam Dzammul-Liwaath no. 51; shahih].
Al-Baajiy rahimahullah menukil:
قَالَ مَالِكٌ وَلَمْ نَزَلْ نَسْمَعُ مِنْ الْعُلَمَاءِ أَنَّهُمَا يُرْجَمَانِ أَحْصَنَا أَوْ لَمْ يُحْصِنَا
“Maalik berkata : Kami senantiasa mendengar dari kalangan ulama bahwa kedua pelaku homoseks dirajam, baik yang pernah menikah maupun yang belum pernah menikah” [Al-Muntaqaa’ 4/150].
c.      Dihukum bunuh dengan dilemparkan dari tempat/bangunan yang tertinggi.
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، ثنا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، ثنا الْعَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ مَعِينٍ، يَقُولُ: ثنا غَسَّانُ بْنُ مُضَرَ، ثنا سَعِيدُ بْنُ يَزِيدَ، قَالَ: قَالَ أَبُو نَضْرَةَ: سُئِلَ ابْنُ عَبَّاسٍ: " مَا حَدُّ اللُّوطِيِّ؟ قَالَ: يُنْظَرُ أَعْلَى بِنَاءٍ فِي الْقَرْيَةِ فَيُرْمَى بِهِ مُنَكَّسًا، ثُمَّ يُتْبَعُ الْحِجَارَةَ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh : Telah menceritakan kepada kami Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ya’quub : Telah menceritakan kepada kami Al-‘Abbaas bin Muhammad, ia berkata : Aku mendengar Yahyaa bin Ma’iin berkata : Telah menceritakan kepada kami Ghassaan bin Mudlar : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Yaziid, ia berkata : Telah berkata Abu Nadlrah : Ibnu ‘Abbaas pernah ditanya : “Apa hadd pelaku homoseks (liwaath) ?”. Ia berkata : Dinaikkan ke bangunan paling tinggi di satu kampung/daerah, lalu dilemparkan dengan posisi terbalik (kepala di bawah kaki di atas). Setelah itu (jika belum mati), dilempar dengan batu (dirajam)” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 8/232 (404) no. 17024; sanadnya shahih].
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Syaibah 9/529 (14/420) no. 28925 dari jalan Ghassaan bin Mudlar.
Catatan : Riwayat Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa ini lebih kuat daripada riwayat sebelumnya.
d.     Dihukum dengan ta’zir, bukan had.
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ إبْرَاهِيمَ، وَعَنْ سُفْيَانَ، عَنِ الشَّيْبَانِيِّ، عَنِ الْحَكَمِ فِي اللُّوطِيِّ: " يُضْرَبُ دُونَ الْحَدِّ "
Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari Sufyaan, dari Manshuur, dari Ibraahiim (An-Nakha’iy); dan dari Sufyaan, dari Asy-Syaibaaniy, dari Al-Hakam (bin ‘Utbah Al-Kindiy) tentang pelaku homoseks : “Dipukul yang bukan termasuk hukuman hadd"[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 28813; shahih].
Riwayat Ibraahiim di sini menyelisihi riwayat sebelumnya yang menyatakan hukuman pelaku homoseks adalah seperti hukuman bagi pezina. Kemungkinan memang ada dua pendapat yang ternukil darinya, namun saya belum mengetahui pendapat mana yang paling akhir darinya.
Ada beberapa riwayat dari kalangan shahabat seperti Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsmaan, ‘Aliy, dan Ibnuz-Zubair radliyallaahu ‘anhum dalam bahasan ini, namun kualitasnya lemah, wallaahu a’lam.
Adapun riwayat marfuu’ dari Nabi shallallaahu ‘alahi wa sallam yang menjelaskan tentang hukuman homoseks/liwaath, juga lemah.[2]
Tarjih
Yang raajih dalam hal ini – wallaahu a’lam - adalah pendapat kedua (b) dengan alasan:
a.     Allah ta’ala telah menyebutkan perilaku kaum Luuth dengan al-faahisyah, yaitu dengan alif lam ma’rifah. Artinya, perbuatan homoseks itu adalah diantara perbuatan penyimpangan yang paling keji diantara perbuatan-perbuatan keji yang ada.
b.     Qiyas antara homoseks dengan zina adalah qiyas terhadap sesuatu yang berbeda, karena homoseks lebih keji dibandingkan zina.
c.      Allah ta’ala mengadzab kaum Luuth dengan menimpakan batu kepada mereka dari langit, sebagaimana firman-Nya:
فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ مُشْرِقِينَ * فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ * إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْمُتَوَسِّمِينَ
Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit. Maka Kami jadikan bahagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda[QS. Al-Hijr : 73-75].
فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ * مُسَوَّمَةً عِنْدَ رَبِّكَ وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ
Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luuht itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang dhalim” [QS. Huud : 82-83].
d.     Para shahabat telah berijmaa’ akan dibunuhnya pelaku homoseks secara mutlak, sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
وفى السنن عن النبى من وجدتموه يعمل عمل قوم لوط فاقتلوا الفاعل والمفعول به ولهذا اتفق الصحابة على قتلهما جميعا لكن تنوعوا فى صفة القتل
“Dan dalam hadits-hadits dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam (dinyatakan) : ‘Barangsiapa yang engkau dapati melakukan perbuatan kaum Luuth, bunuhlah pelakunya dan orang yang dijadikan objeknya’. Oleh karena itu, para shahabat bersepakat untuk membunuh kedua-duanya, akan tetapi mereka berbeda-beda dalam sifat (cara) pembunuhannya” [Majmuu’ Fataawaa, 11/543].
Kesepakatan ini juga dinukil oleh Ibnu Qudaamah dalam Al-Mughniy (10/160-162) dan Ibnul-Qayyim dalam Al-Jawaabul-Kaafiy (hal. 240).
Kesepakatan ini membatalkan pendapat pertama – sehingga pengqiyasan terhadap zina termasuk qiyas rusak (faasid) - , dan juga pendapat keempat.
Pelaku homoseks memang pantas mendapatkan hukuman itu, apalagi mereka yang terang-terangan dan mengkampanyekannya. Mereka adalah kaum paling hina yang binatang ternak pun enggan meniru perbuatan mereka.
Wallaahul-musta’aan.
Ini saja yang dapat dituliskan, semoga ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ - perumahan ciomas permai, ciapus, bogor – 16071435/16052014 – 01:40].




[1]      Yaitu : Belanda, Belgia, Spanyol, Kanada, Afrika Selatan, Norwegia, Swedia, Portugal, Islandia, Argentina, Denmark, Uruguai, Selandia Baru, dan Perancis [sumber : http://www.bbc.com/news/world-21321731].
[2]      Ada dua hadits pokok dalam bahasan ini, yaitu hadits Ibnu ‘Abbaas dan hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhumaa.
Hadits Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa:
Diriwayatkan dari beberapa jalan dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbaas:
a.      ‘Amru bin Abi ‘Amru.
Diriwayatkan oleh Ahmad 1/300, Abu Daawud no. 4462, At-Tirmidziy no. 1456, Ibnu Maajah no. 2561, Abu Ya’laa no. 2463, Ibnul-Jaaruud 3/120-121 no. 820, dan Al-Baihaqiy 8/231-232 (403) no. 17019; semuanya dari jalan ‘Abdul-‘Aziiz bin Muhammad Ad-Daraawardiy dan Sulaimaan bin Bilaal, keduanya dari jalan ‘Amru bin Abi ‘Amru, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbaas secara marfuu’ dengan lafadh:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ، وَالْمَفْعُولَ بِهِ "
Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luuth, maka bunuhlah keduanya (pelakunya dan juga orang yang dijadikan objek oleh pelakunya)”.
Diriwayatkan juga oleh ‘Abd bin Humaid dalam Al-Muntakhab 1/448 no. 573 dan Al-Haakim 4/351 dari jalan ‘Abdullah bin Ja’far, dari ‘Amru bin Abi ‘Amru, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbaas secara marfuu’ dengan lafadh:
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ، وَمَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَأْتِي بَهِيمَةً، فَاقْتُلُوهُ وَاقْتُلُوا الْبَهِيمَةَ مَعَهُ
Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luuth, maka bunuhlah keduanya (pelakunya dan juga orang yang dijadikan objek oleh pelakunya). Barangsiapa yang kalian dapati mendatangi binatang, maka bunuhlah ia dan bunuhlah pula binatang yang bersamanya”.
Diriwayatkan juga oleh Ibnul-A’raabiy dalam Mu’jam-nya no. 41 dari jalan Muhammad bin Ja’far, dari ‘Amru bin Abi ‘Amru, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbaas secara marfuu’; dengan lafadh:
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، فَاقْتُلُوهُ، وَاقْتُلُوا الْمَفْعُولَ بِهِ، وَمَنْ وَجَدْتُمُوهُ أَتَى بَهِيمَةً، فَاقْتُلُوهُ، وَاقْتُلُوا الْبَهِيمَةَ مَعَهُ
Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luuth, maka bunuhlah keduanya (pelakunya dan juga orang yang dijadikan objek oleh pelakunya). Dan barangsiapa yang kalian dapati mendatangi binatang, maka bunuhlah ia dan binatang yang bersamanya”.
Diriwayatkan juga oleh Ahmad 1/217 & 1/309 & 1/317, An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa no. 7297, ‘Abd bin Humaid dalam Al-Muntakhab 1/457 no. 587, Abu Ya’laa no. 2539, Al-Aajurriy dalam Dzammul-Liwaath no. 14-15 Ibnu Hibbaan no. 4417, Al-Haakim 4/352, Al-Baihaqiy 8/231 (402-403) no. 17017; dari beberapa jalan (Muhammad bin Ishaaq, Zuhair bin Mu’aawiyyah, ‘Abdurrahmaan bin Abi Zinaad, ‘Abdul-‘Aziiz bin Muhammad, dan Sulaimaan bin Bilaal), semuanya dari jalan ‘Amru bin Abi ‘Amru, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbaas secara marfuu’ dengan lafadh pelaknatan:
مَلْعُونٌ مَنْ سَبَّ أَبَاهُ، مَلْعُونٌ مَنْ سَبَّ أُمَّهُ، مَلْعُونٌ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ، مَلْعُونٌ مَنْ غَيَّرَ تُخُومَ الأَرْضِ، مَلْعُونٌ مَنْ كَمَهَ أَعْمَى عَنْ طَرِيقٍ، مَلْعُونٌ مَنْ وَقَعَ عَلَى بَهِيمَةٍ، مَلْعُونٌ مَنْ عَمِلَ بِعَمَلِ قَوْمِ لُوطٍ
Terlaknat orang yang memaki ayahnya. Terlaknat orang yang memaki ibunya. Terlaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah. Terlaknat orang yang mengubah tanda batas tanah. Terlaknat orang yang menyesatkan orang buta dari jalan. Terlaknat orang yang menyetubuhi binatang. Terlaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luuth”.
Sanadnya lemah karena faktor ‘Amru bin Abi ‘Amru . Ia seorang yang shaduuq hasanul-hadiits, hanya saja haditsnya dari ‘Ikrimah mendapat kritikan para ulama [Tahriirut-Taqriib, 3/102-103 no. 5083].
Al-Bukhaariy berkata: “’Amru bin Abi ‘Amru seorang yang shaduuq, akan tetapi ia meriwayatkan dari ‘Ikrimah hadits-hadits munkar. Ia tidak menyebutkan dari hal tersebut bahwasannya ia pernah mendengar dari ‘Ikrimah” [Al-‘Ilal Al-Kabiir, hal. 236].
Ahmad berkata : “Semua haditsnya dari ‘Ikrimah adalah mudltharib” – akan tetapi ia menisbatkan idlthiraab tersebut pada ‘Ikrimah, bukan pada ‘Amru” [Syarh ‘Ilal At-Tirmidziy, 2/798].
b.      Daawud bin Al-Hushain.
Diriwayatkan oleh Ahmad 1/300, ‘Abdurrazzaaq no. 13492, dan Al-Baihaqiy 8/232 (404) no. 17022 dan dari dua jalan (Ibraahiim bin Muhammad bin Abi Yahyaa dan Ibnu Abi Habiibah), dari Daawud bin Hushain, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbaas secara marfuu’ dengan lafadh:
اقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ، فِي عَمَلِ قَوْمِ لُوطٍ، وَالْبَهِيمَةَ وَالْوَاقِعَ عَلَى الْبَهِيمَةِ، وَمَنْ وَقَعَ عَلَى ذَاتِ مَحْرَمٍ، فَاقْتُلُوهُ "
Bunuhlah keduanya (pelakunya dan juga orang yang dijadikan objek oleh pelakunya) yang melakukan perbuatan kaum Luuth, serta orang yang menyetubuhi binatang dan binatangnya. Barangsiapa yang menyetubuhi mahramnya, bunuhlah ia” [lafadh milik Ahmad].
Diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqiy 8/232 (403) no. 17021 dari jalan Ishaaq bin Muhammad Al-Farwiy, dari dari Ibnu Abi Habiibah, dari Daawud bin Hushain, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbaas secara marfuu’ dengan lafadh:
مَنْ وَقَعَ عَلَى الرَّجُلِ فَاقْتُلُوهُ، يَعْنِي قَوْمَ لُوطٍ
Barangsiapa yang menyetubuhi laki-laki, maka bunuhlah ia – yaitu melakukan perbuatan kaum Luuth”.
Sanadnya sangat lemah karena faktor:
b.1.     Ibnu Abi Habiibah, seorang yang lemah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 104 no. 147].
b.2.     Daawud bin Hushain. ‘Aliy bin Al-Madiiniy dan Abu Daawud mengatakan bahwa riwayatnya dari ‘Ikrimah adalah munkar.
c.      ‘Abbaad bin Manshuur.
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy 8/232 (403) no. 17020 dari jalan ‘Abdullah bin Bakr As-Sahmiy dari ‘Abbaad bin Manshuur, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbaas secara marfuu’ dengan lafadh:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الَّذِي يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، وَفِي الَّذِي يُؤْتَى فِي نَفْسِهِ، وَفِي الَّذِي يَقَعُ عَلَى ذَاتِ مَحْرَمٍ، وَفِي الَّذِي يَأْتِي الْبَهِيمَةَ، قَالَ: يُقْتَلُ "
Dari Ibnu ‘Abbaas, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang orang yang melakukan perbuatan kaum Luuth dan orang yang didatangi (objek pelaku homoseksual), orang yang menyetubuhi mahramnya, serta orang yang mendatangi binatang, beliau bersabda : “Dibunuh”.
Diriwayatkan juga oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliyaa’ no. 4495 dari jalan Abu Bakr bin Khalaad, dari Al-Haarits bin Abi Usaamah, dari ‘Abdul-Wahhaab bin ‘Athaa’, dari ‘Abbaad bin Manshuur, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbaas secara marfuu’; dengan lafadh:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الَّذِي يَأْتِي الْبَهِيمَةَ: " اقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ "
Dari Ibnu ‘Abbaas, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang orang yang mendatangi binatang : “Bunuhlah orang yang melakukan dan binatang yang dijadikan objeknya”.
Diriwayatkan oleh Ibnul-Jauziy dalam Dzammul-Hawaa no. 583 dari dua jalan (‘Iisaa bin Syu’aib dan ‘Abdul-Wahhaab bin ‘Athaa’), keduanya dari ‘Abbaad bin Manshuur, dari dari Ibnu ‘Abbaas secara marfuu’; dengan lafadh:
اقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
Bunuhlah orang yang melakukan dan orang yang didatangi (objek pelaku homoseks)”.
‘Ikrimah dalam sanad ini digugurkan. Namun demikian dapat dipastikan bahwa perantara ‘Abbaad bin Manshuur dengan Ibnu ‘Abbaas adalah ‘Ikrimah.
Diriwayatkan juga oleh Ahmad 1/300 dari jalan ‘Abdul-Wahhaab, dari ‘Abbaad bin Manshuur, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbaas secara mauquuf dengan lafadh:
أَنَّهُ قَالَ فِي الَّذِي يَأْتِي الْبَهِيمَةَ: اقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
“Bahwasannya ia (Ibnu ‘Abbaas) berkata tentang orang yang mendatangi binatang : ‘Bunuhlah keduanya (pelakunya dan juga binatangnya)”.
Sanadnya sangat lemah, karena ‘Abbaad bin Manshuur seorang yang shaduuq, namun sering melakukan tadlis dan berubah hapalannya di akhir usianya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 482 no. 3159]. Di sini ia meriwayatkan dengan ‘an’anah.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Sesungguhnya hadits-hadits ‘Abbaad bin Manshuur dari ‘Ikrimah, hanyalah ia dengar melalui perantaraan Ibraahiim bin Abi Yahyaa, dari Daawud, dari ‘Ikrimah. Ia melakukan tadlis dengan menggugurkan dua orang” [At-Talkhiishul-Habiir, 4/55].
Ibraahiim bin Abi Yahyaa seorang yang matruuk [Taqriibut-Tahdziib, hal. 115 no. 243]. Adapun Daawud bin Al-Hushain, seorang yang tsiqah, kecuali riwayatnya dari ‘Ikrimah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 305 no. 1789].
d.      Ibnu Juraij.
Diriwayatkan oleh Al-Kharaithiy dalam Masaawiul-Akhlaaq no. 436 & 568 dari jalan ‘Aliy bin Daawud Al-Qanthariy, dari ‘Abdullah bin Shaalih, dari Yahyaa bin Ayyuub, dari Ibnu Juraij, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbaas secara marfuu’ dengan lafadh:
اقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ، وَالَّذِي يَأْتِي الْبَهِيمَةَ، وَالَّذِي يَأْتِي كُلَّ ذَاتِ مَحْرَمٍ
Bunuhlah orang yang melakukan dan orang yang didatangi (objek pelaku homoseks), orang yang mendatangi binatang, serta orang yang mendatangi mahramnya”.
Sanadnya lemah karena keterputusan antara Ibnu Juraij dengan ‘Ikrimah.
Hadits Ibnu ‘Abbaas yang menjelaskan tentang hukuman pelaku homoseks lemah.
Hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu
Diriwayatkan dari dua jalan:
a.      Dari Suhail bin Abi Shaalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu secara marfuu’.
Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 2562, Abu Ya’laa no. 6687, Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykiilil-Aatsaar no. 3833, Al-Aajurriy dalam Dzammul-Liwaath no. 28 & 31, Al-Kharaaithiy dalam Masaawiul-Akhlaaq no. 434, Al-Haakim 4/351, dan Ibnu ‘Asaakir dalam Taariikh Dimasyq 48/461; dari beberapa jalan (‘Aashim bin ‘Umar, ‘Abdurrahmaan bin ‘Abdillah bin ‘Umar, dan Al-Qaasim bin ‘Abdillah), semuanya dari Suhail bin Abi Shaalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu secara marfuu’ dengan lafadh:
الَّذِي يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَارْجُمُوا الأَعْلَى وَالأَسْفَلَ، ارْجُمُوهُمَا جَمِيعًا
Orang yang melakukan perbuatan kaum Luuth, rajamlah orang yang berada di atas dan yang di bawah. Rajamlah keduanya bersama-sama [lafadh milik Abu Ya’laa].
Sanadnya lemah atau sangat lemah karena faktor:
a.1.     Suhail bin Abi Shaalih, seorang yang shaduuq, namun berubah hapalannya di akhir usianya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 421 no. 2690].
a.2.     ‘Aashim bin ‘Umar, seorang yang lemah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 472-473 no. 3085]. Bahkan Al-Bukhaariy berkata : “Munkarul-hadiits”. An-Nasaa’iy berkata : “Matruukul-hadiits”. Ibnu Hibbaan : “Munkarul-hadiits jiddan”. Ibnul-Jaaruud : “Haditsnya bukan hujjah” [Tahdziibut-Tahdziib, 5/52].
a.3.     ‘Abdurrahmaan bin ‘Abdillah bin ‘Umar, seorang yang matruuk [Taqriibut-Tahdziib, hal. 586 no. 3947].
a.4.     Al-Qaasim bin ‘Abdillah bin ‘Umar, seorang yang matruuk – Ahmad menuduhnya berdusta [Taqriibut-Tahdziib, hal. 792 no. 5503].
b.      Dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu secara marfuu’.
Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 8497, Al-Kharaaithiy dalam Masaawiul-Akhlaaq no. 432, dan Al-Haakim 4/352, Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 5089; dari dua jalan (Haaruun bin Haaruun At-Taimiy dan Muharrar bin Haaruun At-Taimiy), keduanya dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu secara marfuu’ dengan lafadh pelaknatan.
Sanadnya lemah karena faktor:
b.1.     Haaruun bin Haaruun At-Taimiy, seorang yang lemah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1016 no. 7296].
b.2.     Muharrar bin Haaruun At-Taimiy, seorang yang matruuk [Taqriibut-Tahdziib, hal. 923 no. 6541].
Hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu yang menjelaskan tentang hukuman pelaku homoseks sangat lemah.
Hadits Ibnu ‘Abbaas dan hadits Abu Hurairah tidak bisa saling menguatkan sehingga tetap dalam kelemahannya.

3 komentar:

  1. “Dan dalam hadits-hadits dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam (dinyatakan) : ‘Barangsiapa yang engkau dapati melakukan perbuatan kaum Luuth, bunuhlah pelakunya dan orang yang dijadikan objeknya’. Oleh karena itu, para shahabat bersepakat untuk membunuh kedua-duanya, akan tetapi mereka berbeda-beda dalam sifat (cara) pembunuhannya” [Majmuu’ Fataawaa, 11/543].

    mohon di jelaskan , apakah korban juga harus dibunuh ?
    Memang secara kejiwaan pelaku sebagian besar adalah mantan korban.

    anang dc

    BalasHapus
  2. sya pernah membaca kalau ayat alquran dan hadits yang berbicara mengenai homoseksual mengkhususkan gay. sehingga hukuman bagi pelaku gay tidak diberlakukan kepada pelaku lesbian. hal ini dikarenakan yang dihukum mati adalah yang melakukan sodomi sedangkan lesbian tidak melakukan sodomi. kalau tidak salah artikel tersebut membawakan hadits yang maknanya kira-kira lesbian kedudukannya sama dengan zina. sehingga hukuman pelaku lesbi sama dengan hukuman bagi pezina. benarkah demikian?

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

    Afwan Ustadz, apakah ada hukuman atay ta'zir kepada orang yang punya dan terbukti punya kecenderungan terhadap sesama jenis, meskipun belum melakukan liwath?

    Jazakumullah Khairan

    BalasHapus