02 April 2014

Apakah Makmum Juga Membaca ‘Sami’allaahu li-Man Hamidah’ ?

Tanya: “Apakah makmum juga membaca ‘sami’allaahu li-man hamidah’ seperti yang imam baca saat berdiri i’tidal dalam shalat berjama’ah?”.
Jawab: Dalam hal ini, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا، فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا، وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا، وَإِذَا قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا: رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
Imam itu dijadikan hanya untuk diikuti. Apabila ia rukuk, maka rukuklah. Apabila ia mengangkat kepala, maka angkatlah kepala kalian. Apabila ia mengucapkan : ‘sami’allaahu li-man hamidah’, maka ucapkanlah : ‘rabbanaa walakal-hamdu’.....” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 689].
إِذَا قَالَ الْإِمَامُ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا: اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ، فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ الْمَلَائِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Apabila imam berkata : ‘sami’allaahu li-man hamidah’, maka ucapkanlah : ‘rabbanaa lakal-hamdu’; karena barangsiapa yang ucapannya bersamaan dengan ucapan malaikat, niscaya dosanya yang telah lalu akan diampuni  [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 796 dan At-Tirmidziy no. 267].
Setelah membawakan hadits di atas, At-Tirmidziy rahimahullah menjelaskan perselisihan ulama terhadap masalah yang Anda tanyakan:
وَالْعَمَلُ عَلَيْهِ عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ أَنْ يَقُولَ الْإِمَامُ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، وَيَقُولَ مَنْ خَلْفَ الْإِمَامِ: رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، وَبِهِ يَقُولُ أَحْمَدُ، وقَالَ ابْنُ سِيرِينَ وَغَيْرُهُ يَقُولُ مَنْ خَلْفَ الْإِمَامِ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، مِثْلَ مَا يَقُولُ الْإِمَامُ، وَبِهِ يَقُولُ: الشَّافِعِيُّ، وَإِسْحَاقُ
“Hadits ini diamalkan oleh sebagian ulama dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang setelah mereka, yaitu ketika imam mengucapkan : ‘sami’allaahu li-man hamidah rabbanaa wa lakal-hamdu’; maka makmum yang berada di belakangnya mengucapkan : ‘rabbanaa wa lakal-hamdu’. Inilah pendapat yang dipegang Ahmad. Ibnu Siiriin[1] dan yang lainnya berkata : Makmum yang berada di belakang imam mengucapkan : ‘sami’allaahu li-man hamidah, rabbanaa wa lakal-hamdu’ – seperti yang diucapkan imam. Pendapat inilah yang dipegang Asy-Syaafi’iy dan Ishaaq” [Jaami’ At-Tirmidziy, 1/306].
Dhahir hadits yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa makmum hanya membaca ‘rabbanaa lakal-hamdu’ atau ‘rabbanaa wa lakal-hamdu’ saja. Ini dikuatkan oleh riwayat berikut:
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ الزُّرَقِيِّ، قَالَ: " كُنَّا يَوْمًا نُصَلِّي وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ، قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، قَالَ رَجُلٌ وَرَاءَهُ: رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ، قَالَ: مَنِ الْمُتَكَلِّمُ؟ قَالَ: أَنَا، قَالَ: رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ "
Dari Rifaa’ah bin Raafi’ Az-Zuraqiy, ia berkata: “Pada suatu hari kami pernah shalat di belakang Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari rukuk, beliau mengucapkan : ‘sami’allaahu li-man hamidah’, maka seorang laki-laki di belakang beliau mengucapkan : ‘rabbanaa wa lakal-hamdu hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiih (Rabb kami, milik-Mu lah segala pujian yang banyak, baik dan diberkahi)’. Ketika selesai shalat, beliau bersabda : “Siapakah yang mengucapkan ucapan tadi ?”. Laki-laki itu menjawab : “Saya”. Beliau bersabda : “Aku melihat lebih dari tiga puluh malaikat berlomba siapakah yang menulisnya pertama kali” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 799].
Laki-laki itu tidak mengucapkan ‘sami’allaahu li-man hamidah’; namun langsung : ‘rabbanaa lakal-hamdu....’. Seandainya ia mengucapkannya, niscaya akan disebutkan oleh perawi.
Dikuatkan oleh amalan salaf, antara lain:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، يَقُولُ: " إِذَا رَفَعَ الإِمَامُ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ، فَقَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، فَقُلْ: رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ "
Dari Abu Hurairah, ia berkata : “Apabila imam mengangkat kepalanya dari rukuk, lalu ia mengucapkan ‘sami’allaahu li-man hamidah’, maka ucapkanlah : ‘rabbanaa lakal-hamdu” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq 2/167 no. 2916; shahih].
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: " إِذَا قَالَ الإِمَامُ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، فَلْيَقُلْ مَنْ خَلْفَهُ: رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ "
Dari ‘Abdullah (bin Mas’uud), ia berkata : “Apabila imam mengucapkan ‘sami’allaahu li-man hamidah’, hendaknya orang yang berada di belakangnya mengucapkan ‘rabbanaa wa lakal-hamd” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 2/97 (2/139) no. 2620; shahih].
عَنْ نَافِع أَنَّ ابْنَ عُمَرَ، كَانَ يَقُولُ: " إِذَا كَانَ مَأْمُومًا، فَقَالَ الإِمَامُ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، قَالَ ابْنُ عُمَرَ: اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ "
Dari Naafi’ : Bahwasannya Ibnu ‘Umar pernah berkata : “Apabila menjadi makmum, lalu ketika itu imam mengucapkan ‘sami’allaahu li-man hamidah’, Ibnu ‘Umar berkata : ‘(Makmum mengucapkan) ‘allaahumma rabbanaa lakal-hamdu” [Diriwayatkan oleh Ibnul-Mundzir dalam Al-Ausath 3/162 no. 1420; shahih].
عَنْ عَامِرٍ، قَالَ: " لَا يَقُولُ الْقَوْمُ خَلْفَ الْإِمَامِ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، وَلَكِنْ يَقُولُونَ: رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ "
Dari ‘Aamir (Asy-Sya’biy), ia berkata : “Janganlah satu kaum mengucapkan di belakang imam ‘sami’allaahu li-man hamidah’. Namun ucapkanlah ‘rabbanaa lakal-hamdu” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 849; dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud, 1/239].
عَنِ الأَحْوَصِ، قال: " إِذَا قَالَ الإِمَامُ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، فَلْيَقُلْ مَنْ خَلْفَهُ: رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ "
Dari Al-Ahwash, ia berkata : Apabila imam mengucapkan ‘sami’allaahu li-man hamidah, hendaknya orang yang dibelakangnya mengucapkan : ‘rabbanaa lakal-hamdu” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq 2/166-167 no. 2915; shahih].
Kesimpulan : Makmum tidak membaca sami’allaahu liman hamidah, namun langsung membaca ‘rabbanaa wa lakal-hamdu’.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – 02042014 – 03:00].




[1]      Riwayatnya:
عَنْ مُحَمَّد ابْن سِيرِينَ: " إِذَا قَالَ الإِمَامُ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، قَالَ مَنْ خَلْفَهُ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ "
Dari Muhammad bin Siiriin, ia berkata : “Apabila imam mengucapkan ‘sami’allaahu li-man hamidah’, orang yang berada di belakangnya juga mengucapkan ‘sami’allaahu li-man hamidah” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 2/96 (2/138) no. 2615; shahih].

5 komentar:

  1. Assalamu `alaikum
    Afwan ustadz bukankah Syaikh Albani menganjurkan untuk tetap membaca `sami’allaahu li-man hamidah’. Tetapi dalam atsar yang dihasankan sendiri Syaikh Albani sendiri bahwa Ibnu Umar berpendapat bahwa cukup membaca ‘rabbanaa lakal-hamdu,kok bisa ya ustadz padahal syaikh berpendapat tetap baca ‘sami’allaahu li-man hamidah’,ana jadi bingung?
    عَنْ عَامِرٍ، قَالَ: " لَا يَقُولُ الْقَوْمُ خَلْفَ الْإِمَامِ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، وَلَكِنْ يَقُولُونَ: رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ "
    Dari ‘Aamir (Asy-Sya’biy), ia berkata : “Janganlah satu kaum mengucapkan di belakang imam ‘sami’allaahu li-man hamidah’. Namun ucapkanlah ‘rabbanaa lakal-hamdu” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 849; dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud, 1/239].

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dimana antum baca bahwa syeikh al albani membolehkan mengucapkan sami'allahuliman hamidah? Seyahu saya tdk begitu..

      Hapus
  2. http://www.konsultasisyariah.com/bacaan-samiallahu-liman-hamidah-bagi-makmum/

    BalasHapus
  3. 1.baca robbanawalakalhamdunya pas banakit dari ruku atau setelah berdiri tegak
    2.apakah bacaan robbanawalakalhamdunya harus brebarengan dengan robbanawalakalhamdunya imam berdasarkan hadist bukhory 796 tsb diatas.

    BalasHapus
  4. Assalâmu'alaikum, Ustâdz.
    Min fadhlik..

    Menurut Hanafiyyah, Mâlikiyyah, & Hanâbilah, kapankah makmum mengucapkan, "Sami'allâhu liman hamidahu," tersebut:

    1). Pada saat pergerakan bangkit menuju rukuk? Ataukah
    2). Pada saat sudah berdiri tegak?

    Jika no. 1, pada saat sudah berdiri tegak, berarti disyariatkan tetap membaca dzikir iktidalainnya, seperti, "..Hamdan katsîran thayyiban mubârakan fîhi," dan selainnya, ya?

    Jika no. 2, pada saat bangkit dari rukuk, makmum tidak membaca dzikir apa pun, atau ada dzikira lain yang dibaca?

    Syukran, Ustâdz. Bârakallâhu fîkum.

    (Abû Zakariyyâ ibnu As-Sundâwiy)

    BalasHapus