Tanya:
“Apakah
makmum juga membaca ‘sami’allaahu li-man hamidah’ seperti yang imam baca
saat berdiri i’tidal dalam shalat berjama’ah?”.
Jawab:
Dalam
hal ini, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَإِذَا صَلَّى قَائِمًا
فَصَلُّوا قِيَامًا، فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا، وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا،
وَإِذَا قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا: رَبَّنَا وَلَكَ
الْحَمْدُ
“Imam
itu dijadikan hanya untuk diikuti. Apabila ia rukuk, maka rukuklah. Apabila ia
mengangkat kepala, maka angkatlah kepala kalian. Apabila ia mengucapkan :
‘sami’allaahu li-man hamidah’, maka ucapkanlah : ‘rabbanaa walakal-hamdu’.....”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 689].
إِذَا قَالَ الْإِمَامُ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا:
اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ، فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ
الْمَلَائِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Apabila
imam berkata : ‘sami’allaahu li-man hamidah’, maka ucapkanlah : ‘rabbanaa
lakal-hamdu’; karena barangsiapa yang ucapannya bersamaan dengan ucapan
malaikat, niscaya dosanya yang telah lalu akan diampuni” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 796
dan At-Tirmidziy no. 267].
Setelah
membawakan hadits di atas, At-Tirmidziy rahimahullah menjelaskan
perselisihan ulama terhadap masalah yang Anda tanyakan:
وَالْعَمَلُ عَلَيْهِ عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ أَنْ يَقُولَ
الْإِمَامُ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، وَيَقُولَ
مَنْ خَلْفَ الْإِمَامِ: رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، وَبِهِ يَقُولُ أَحْمَدُ،
وقَالَ ابْنُ سِيرِينَ وَغَيْرُهُ يَقُولُ مَنْ خَلْفَ الْإِمَامِ: سَمِعَ اللَّهُ
لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، مِثْلَ مَا يَقُولُ الْإِمَامُ،
وَبِهِ يَقُولُ: الشَّافِعِيُّ، وَإِسْحَاقُ
“Hadits
ini diamalkan oleh sebagian ulama dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam dan orang-orang setelah mereka, yaitu ketika imam
mengucapkan : ‘sami’allaahu li-man hamidah rabbanaa wa lakal-hamdu’;
maka makmum yang berada di belakangnya mengucapkan : ‘rabbanaa wa
lakal-hamdu’. Inilah pendapat yang dipegang Ahmad. Ibnu Siiriin[1]
dan yang lainnya berkata : Makmum yang berada di belakang imam mengucapkan : ‘sami’allaahu
li-man hamidah, rabbanaa wa lakal-hamdu’ – seperti yang diucapkan imam.
Pendapat inilah yang dipegang Asy-Syaafi’iy dan Ishaaq” [Jaami’ At-Tirmidziy,
1/306].
Dhahir
hadits yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa makmum hanya membaca ‘rabbanaa
lakal-hamdu’ atau ‘rabbanaa wa lakal-hamdu’ saja. Ini dikuatkan oleh
riwayat berikut:
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ الزُّرَقِيِّ، قَالَ: " كُنَّا يَوْمًا
نُصَلِّي وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَفَعَ
رَأْسَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ، قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، قَالَ رَجُلٌ
وَرَاءَهُ: رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا
فِيهِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ، قَالَ: مَنِ الْمُتَكَلِّمُ؟ قَالَ: أَنَا، قَالَ:
رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا
أَوَّلُ "
Dari
Rifaa’ah bin Raafi’ Az-Zuraqiy, ia berkata: “Pada suatu hari kami pernah shalat
di belakang Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ketika beliau
mengangkat kepalanya dari rukuk, beliau mengucapkan : ‘sami’allaahu li-man
hamidah’, maka seorang laki-laki di belakang beliau mengucapkan : ‘rabbanaa
wa lakal-hamdu hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiih (Rabb
kami, milik-Mu lah segala pujian yang banyak, baik dan diberkahi)’. Ketika
selesai shalat, beliau bersabda : “Siapakah yang mengucapkan ucapan tadi ?”.
Laki-laki itu menjawab : “Saya”. Beliau bersabda : “Aku melihat lebih dari tiga
puluh malaikat berlomba siapakah yang menulisnya pertama kali” [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 799].
Laki-laki
itu tidak mengucapkan ‘sami’allaahu li-man hamidah’; namun langsung : ‘rabbanaa
lakal-hamdu....’. Seandainya ia mengucapkannya, niscaya akan disebutkan
oleh perawi.
Dikuatkan
oleh amalan salaf, antara lain:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، يَقُولُ: " إِذَا رَفَعَ الإِمَامُ رَأْسَهُ
مِنَ الرُّكُوعِ، فَقَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، فَقُلْ: رَبَّنَا لَكَ
الْحَمْدُ "
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : “Apabila imam mengangkat kepalanya dari rukuk, lalu
ia mengucapkan ‘sami’allaahu li-man hamidah’, maka ucapkanlah : ‘rabbanaa
lakal-hamdu” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq 2/167 no. 2916; shahih].
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: " إِذَا قَالَ الإِمَامُ: سَمِعَ اللَّهُ
لِمَنْ حَمِدَهُ، فَلْيَقُلْ مَنْ خَلْفَهُ: رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ "
Dari
‘Abdullah (bin Mas’uud), ia berkata : “Apabila imam mengucapkan ‘sami’allaahu
li-man hamidah’, hendaknya orang yang berada di belakangnya mengucapkan ‘rabbanaa
wa lakal-hamd” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 2/97
(2/139) no. 2620; shahih].
عَنْ نَافِع أَنَّ ابْنَ عُمَرَ، كَانَ يَقُولُ: " إِذَا كَانَ
مَأْمُومًا، فَقَالَ الإِمَامُ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، قَالَ ابْنُ
عُمَرَ: اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ "
Dari
Naafi’ : Bahwasannya Ibnu ‘Umar pernah berkata : “Apabila menjadi makmum, lalu
ketika itu imam mengucapkan ‘sami’allaahu li-man hamidah’, Ibnu ‘Umar
berkata : ‘(Makmum mengucapkan) ‘allaahumma rabbanaa lakal-hamdu”
[Diriwayatkan oleh Ibnul-Mundzir dalam Al-Ausath 3/162 no. 1420;
shahih].
عَنْ عَامِرٍ، قَالَ: " لَا يَقُولُ الْقَوْمُ خَلْفَ الْإِمَامِ:
سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، وَلَكِنْ يَقُولُونَ: رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ
"
Dari
‘Aamir (Asy-Sya’biy), ia berkata : “Janganlah satu kaum mengucapkan di belakang
imam ‘sami’allaahu li-man hamidah’. Namun ucapkanlah ‘rabbanaa
lakal-hamdu” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 849; dihasankan oleh
Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud, 1/239].
عَنِ الأَحْوَصِ، قال: " إِذَا قَالَ الإِمَامُ: سَمِعَ اللَّهُ
لِمَنْ حَمِدَهُ، فَلْيَقُلْ مَنْ خَلْفَهُ: رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ "
Dari
Al-Ahwash, ia berkata : Apabila imam mengucapkan ‘sami’allaahu li-man
hamidah, hendaknya orang yang dibelakangnya mengucapkan : ‘rabbanaa lakal-hamdu”
[Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq 2/166-167 no. 2915; shahih].
Kesimpulan
: Makmum
tidak membaca sami’allaahu liman hamidah, namun langsung membaca ‘rabbanaa
wa lakal-hamdu’.
Wallaahu
a’lam.
[abul-jauzaa’
– 02042014 – 03:00].
[1] Riwayatnya:
عَنْ مُحَمَّد ابْن سِيرِينَ:
" إِذَا قَالَ الإِمَامُ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، قَالَ مَنْ
خَلْفَهُ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ "
Dari
Muhammad bin Siiriin, ia berkata : “Apabila imam mengucapkan ‘sami’allaahu
li-man hamidah’, orang yang berada di belakangnya juga mengucapkan ‘sami’allaahu
li-man hamidah” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 2/96
(2/138) no. 2615; shahih].
Assalamu `alaikum
BalasHapusAfwan ustadz bukankah Syaikh Albani menganjurkan untuk tetap membaca `sami’allaahu li-man hamidah’. Tetapi dalam atsar yang dihasankan sendiri Syaikh Albani sendiri bahwa Ibnu Umar berpendapat bahwa cukup membaca ‘rabbanaa lakal-hamdu,kok bisa ya ustadz padahal syaikh berpendapat tetap baca ‘sami’allaahu li-man hamidah’,ana jadi bingung?
عَنْ عَامِرٍ، قَالَ: " لَا يَقُولُ الْقَوْمُ خَلْفَ الْإِمَامِ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، وَلَكِنْ يَقُولُونَ: رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ "
Dari ‘Aamir (Asy-Sya’biy), ia berkata : “Janganlah satu kaum mengucapkan di belakang imam ‘sami’allaahu li-man hamidah’. Namun ucapkanlah ‘rabbanaa lakal-hamdu” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 849; dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud, 1/239].
Dimana antum baca bahwa syeikh al albani membolehkan mengucapkan sami'allahuliman hamidah? Seyahu saya tdk begitu..
Hapushttp://www.konsultasisyariah.com/bacaan-samiallahu-liman-hamidah-bagi-makmum/
BalasHapus1.baca robbanawalakalhamdunya pas banakit dari ruku atau setelah berdiri tegak
BalasHapus2.apakah bacaan robbanawalakalhamdunya harus brebarengan dengan robbanawalakalhamdunya imam berdasarkan hadist bukhory 796 tsb diatas.
Assalâmu'alaikum, Ustâdz.
BalasHapusMin fadhlik..
Menurut Hanafiyyah, Mâlikiyyah, & Hanâbilah, kapankah makmum mengucapkan, "Sami'allâhu liman hamidahu," tersebut:
1). Pada saat pergerakan bangkit menuju rukuk? Ataukah
2). Pada saat sudah berdiri tegak?
Jika no. 1, pada saat sudah berdiri tegak, berarti disyariatkan tetap membaca dzikir iktidalainnya, seperti, "..Hamdan katsîran thayyiban mubârakan fîhi," dan selainnya, ya?
Jika no. 2, pada saat bangkit dari rukuk, makmum tidak membaca dzikir apa pun, atau ada dzikira lain yang dibaca?
Syukran, Ustâdz. Bârakallâhu fîkum.
(Abû Zakariyyâ ibnu As-Sundâwiy)