Ibnu Abi Syaibah rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ، حدثنا عُبَيْدُ
اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيهِ أَسْلَمَ:
أَنَّهُ حِينَ بُويِعَ لِأَبِي بَكْرٍ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ عَلِيٌّ وَالزُّبَيْرُ يَدْخُلَانِ عَلَى فَاطِمَةَ بِنْتِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيُشَاوِرُونَهَا،
وَيَرْتَجِعُونَ فِي أَمْرِهِمْ، فَلَمَّا بَلَغَ ذَلِكَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ
خَرَجَ حَتَّى دَخَلَ عَلَى فَاطِمَةَ، فَقَالَ: " يَا بِنْتَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا مِنْ أَحَدٍ أَحَبَّ
إِلَيْنَا مِنْ أَبِيكَ، وَمَا مِنْ أَحَدٍ أَحَبَّ إِلَيْنَا بَعْدَ أَبِيكَ
مِنْكَ، وَايْمُ اللَّهِ مَا ذَاكَ بِمَانِعِي إِنِ اجْتَمَعَ هَؤُلَاءِ النَّفَرُ
عِنْدَكِ، أَنْ آمُرَ بِهِمْ أَنْ يُحَرَّقَ عَلَيْهِمُ الْبَيْتُ "، قَالَ:
فَلَمَّا خَرَجَ عُمَرُ، جَاءُوهَا فَقَالَتْ: تَعْلَمُونَ أَنَّ عُمَرَ قَدْ
جَاءَنِي، وَقَدْ حَلَفَ بِاللَّهِ لَئِنْ عُدْتُمْ لَيُحَرِّقَنَّ عَلَيْكُمُ
الْبَيْتَ، وَايْمُ اللَّهِ لَيَمْضِيَنَّ لِمَا حَلَفَ عَلَيْهِ، فَانْصَرِفُوا
رَاشِدِينَ، فَرَوْا رَأْيَكُمْ وَلَا تَرْجِعُوا إِلَيَّ. فَانْصَرَفُوا عَنْهَا
فَلَمْ يَرْجِعُوا إِلَيْهَا حَتَّى بَايَعُوا لِأَبِي بَكْرٍ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr : Telah
menceritakan kepada kami Ubaidullah bin ‘Umar : Telah menceritakan kepada kami
Zaid bin Aslam, dari ayahnya yang bernama Aslam, ia berkata : Ketika bai’at
telah diberikan kepada Abu Bakar sepeninggal Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam, ‘Aliy dan Az-Zubair masuk menemui Faathimah binti
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, mereka bermusyawarah
dengannya mengenai urusan mereka. Ketika berita itu sampai kepada ‘Umar bin
Al-Khaththaab, ia bergegas keluar menemui Faathimah dan berkata : “Wahai putri
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, demi Allah tidak ada
seorangpun yang lebih kami cintai daripada ayahmu, dan setelah ayahmu tidak ada
yang lebih kami cintai dibanding dirimu. Akan tetapi demi Allah, hal itu tidak
akan mencegahku jika mereka berkumpul di sisimu untuk kuperintahkan agar
membakar rumah ini tempat mereka berkumpul”. Ketika ‘Umar pergi, mereka (‘Aliy,
Az-Zubair, dan yang lainnya) datang dan Faathimah berkata : “Tahukah kalian
bahwa ‘Umar telah datang kepadaku dan bersumpah jika kalian kembali ia akan
membakar rumah ini tempat kalian berkumpul. Demi Allah, ia akan melakukan apa
yang ia telah bersumpah atasnya jadi pergilah dengan damai, simpan pandangan
kalian dan janganlah kalian kembali menemuiku”. Maka mereka pergi darinya dan
tidak kembali menemuinya sampai mereka membaiat Abu Bakar [Diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Syaibah 14/567; shahih].
Orang Syi’ah menggunakan riwayat ini untuk mengobarkan
kebencian terhadap ‘Umar bin Al-Khaththaab terhadap ahlul-bait (Faathimah dan
‘Aliy radliyallaahu ‘anhum). Akan tetapi sebenarnya, tidak ada hujjah
dalam omongan mereka itu. Tentu saja mereka mengatakan itu karena berpijak pada
asumsi : Ahlul-Bait tidak mungkin salah – sehingga riwayat yang begitu gamblang
di atas dibolak-balik untuk memenuhi tekanan hawa nafsu mereka.
Kali ini kita akan mencermati berdasarkan dhahir yang terbaca dalam riwayat tanpa mereka-reka cerita atau memberikan pre-asumsi
sebagaimana orang Syi’ah lakukan.
Riwayat di atas juga dibawakan oleh Ibnu ‘Abdil-Barr[1] dalam Al-Isti’aab
no. 187, Al-Khathiib[2] dalam Taariikh Baghdaad
6/75 (secara ringkas), Al-Qathii’iy[3] dalam Zawaaid
Fadlaailish-Shahaabah no. 532, dan Ibnu Abi ‘Aashim[4] dalam Al-Mudzakkir
no. 19.
Beberapa faedah yang dapat diambil dari riwayat tersebut
di atas :
1.
Mayoritas shahabat telah berbaiat kepada Abu Bakr radliyallaahu
‘anhu pasca wafatnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kecuali
sebagian orang shahabat saja.
2.
‘Aliy bin Abi Thaalib dan Az-Zubair termasuk orang yang
menunda baiatnya saat orang-orang telah memberikan baiatnya kepada Abu Bakr radliyallaahu
‘anhum.
3.
‘Aliy bin Abi Thaalib dan Az-Zubair masuk menemui
Faathimah sesaat setelah baiat telah diberikan kepada Abu Bakr radliyallaahu
‘anhum. Dalam riwayat Ibnu Abi ‘Aashim disebutkan dengan dlamir jamak
yang memberikan pengertian bahwa ada beberapa orang yang lain selain ‘Aliy
dan Az-Zubair radliyallaahu ‘anhumaa. Oleh karena itu di sini terdapat
informasi bahwa ada beberapa orang yang berkumpul di rumah Faathimah yang
menunda/tidak memberikan baiatnya kepada Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu.
4.
Berita berkumpulnya beberapa orang yang tidak berbaiat di
rumah Faathimah itu terdengar oleh ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu
‘anhumaa, dan kemudian ia segera mendatangi mereka (di rumah Faathimah).
5.
Ketika ‘Umar radliyallaahu ‘anhu datang di rumah
Faathimah, ia (‘Umar) tidak bertemu dengan ‘Aliy dan Az-Zubair, dan hanya berbicara dengan Faathimah radliyallaahu 'anhum.
6.
‘Umar bin Al-Khaththaab sangat mencintai ayah Faathimah
(yaitu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam) dan Faathimah radliyallaahu
‘anhaa.
7.
‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu marah
dan mengancam akan membakar rumah Faathimah karena mereka berkumpul di tempat
tersebut dan memisahkan diri dari jama’ah kaum muslimin yang telah berbaiat
kepada Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu.
Dari sini dapat diketahui batilnya tuduhan orang-orang
Syi’ah yang menggunakan riwayat ini sebagai pertanda permusuhan ‘Umar terhadap
Ahlul-Bait (‘Aliy dan Faathimah) radliyallaahu ‘anhum. Mereka
(orang-orang Syi’ah) sebenarnya tidak berhujjah dengan riwayat ini – namun
berhujjah dengan diri mereka sendiri – karena sangat jelas dalam riwayat
disebutkan bahwa ‘Umar mencintai Faathimah, dan ancamannya itu dikatakan karena
rumah Faathimah dijadikan tempat berkumpul orang-orang yang tidak berbaiat
kepada Abu Bakr radliyallaahu ‘anhum.
Pertanyaannya kemudian adalah :
Apakah ancaman ‘Umar radliyallaahu ‘anhu tersebut
didasari pengetahuan bahwa yang mereka lakukan adalah keliru (menyelisihi nash);
ataukah didasari tendensi pribadi yang tidak senang dengan Ahlul-Bait ?.
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa mayoritas
shahabat telah berbaiat kepada Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu (sebagai
khaliifah), sementara itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda :
مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ
شِبْرًا فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa yang memisahkan dari jama’ah sejengkal, maka
ia meninggal seperti bangkai Jahiliyyah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy, Muslim, dan yang
lainnya].
إِذَا بُويِعَ
لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا
“Jika dibaiat dua orang khaliifah, maka bunuhlah yang
terakhir dari keduanya” [Diriwayatkan oleh Muslim, Abu ‘Awaanah, Al-Baihaqiy, dan yang lainnya].
مَنْ أَتَاكُمْ
وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيدُ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ
يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوهُ
“Siapa yang datang kepada kalian dalam keadaan kalian
telah sepakat terhadap satu orang (untuk jadi pemimpin) lalu dia ingin merusak
persatuan kalian dan memecah jama’ah kalian, maka bunuhlah dia” [Diriwayatkan oleh Muslim, Abu ‘Awaanah,
Ath-Thabaraaniy, dan yang lainnya].
فَمَنْ
رَأَيْتُمُوهُ يُرِيدُ تَفْرِيقَ أَمْرِ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَهُمْ جَمِيعٌ فَاقْتُلُوهُ كَائِنًا مَنْ كَانَ مِنَ النَّاسِ
“Siapa yang kalian lihat ingin memecah-belah keadaan umat
sedangkan mereka telah berkumpul pada urusan yang satu, maka bunuhlah dia
siapapun dia” [Diriwayatkan oleh
An-Nasaa’iy, Ahmad, dan yang lainnya].
Jika kita membaca nash-nash tersebut di atas, salahkah
yang dilakukan ‘Umar yang mencela dan mengancam mereka yang memisahkan diri
jama’ah dan tidak berbaiat kepada Abu Bakr radliyallaahu ‘anhum ?. Atau,
tindakan tidak memberikan baiat dan memisahkan diri dari jama’ah kaum muslimin malah merupakan tindakan yang terpuji ?.
Yang benar di sini bahwa ancaman ‘Umar tersebut diucapkan
karena ia melihat apa yang dilakukan ‘Aliy dan Az-Zubair merupakan satu
kekeliruan, yang dapat memecah-belah persatuan kaum muslimin. Sikap keras ‘Umar
radliyallaahu ‘anhu itu dimaklumi karena ia memang mempunyai karakter
yang tegas, sebagaimana telah dikenal dalam riwayat dan sirahnya. Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
وَأَشَدُّهُمْ فِي
أَمْرِ اللَّهِ عُمَرُ
“Dan yang paling tegas dalam menegakkan urusan Allah
(syari’at-Nya) adalah ‘Umar……” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy, dan ia
berkata : “Hadits hasan shahih”].
Seandainya sisi alasan ‘Umar radliyallaahu ‘anhu bisa
dibenarkan, apakah dzat/jenis ancaman yang akan membakar rumah Faathimah
tersebut merupakan kekeliruan ?.
Jawabnya : tidak.
Pertama, ‘Umar radliyallaahu ‘anhu sendiri tidak
pernah melaksanakan ancamannya tersebut. Kedua, ancaman ‘Umar radliyallaahu
‘anhu tersebut untuk menunjukkan perbuatan mereka yang tidak berbaiat dan
memisahkan diri dari kaum muslimin adalah satu kekeliruan yang besar yang
mengancam persatuan umat.[5]
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sendiri
pernah mengancam akan membakar rumah orang-orang yang tidak menghadiri shalat
berjama’ah di masjid :
لَقَدْ هَمَمْتُ
أَنْ آمُرَ الْمُؤَذِّنَ فَيُقِيمَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا يَؤُمُّ النَّاسَ ثُمَّ
آخُذَ شُعَلًا مِنْ نَارٍ فَأُحَرِّقَ عَلَى مَنْ لَا يَخْرُجُ إِلَى الصَّلَاةِ
بَعْدُ
“Sungguh, aku berkeinginan memerintahkan seorang mu'adzin
untuk mengumandangkan iqamat, lalu aku perintahkan seseorang untuk memimpin
orang-orang shalat, lalu aku nyalakan api dan membakar (rumah-rumah) orang
yang tidak keluar untuk shalat berjama'ah (tanpa alasan yang benar)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy, Muslim, dan yang
lainnya].
8.
‘Aliy dan Az-Zubair baru datang ketika ‘Umar pergi dari
rumah Faathimah radliyallaahu ‘anhum.
9.
Faathimah menasihati suaminya (‘Aliy bin Abi Thaalib) dan
Az-Zubair agar pergi dari rumahnya dan bergegas bergabung dengan kaum muslimin
lainnya untuk memberikan baiat kepada Abu Bakr radliyallaahu ‘anhum.
Pertanyaan :
Apakah nasihat Faathimah kepada ‘Aliy dan Az-Zubair
tersebut didasari rasa takut atas ancaman ‘Umar, ataukah didasari apa yang
dikatakan ‘Umar tersebut benar[6] ?.
Jika kita melihat tingginya kedudukan Faathimah radliyallaahu
‘anhaa, tidak mungkin perbuatannya itu didasari oleh rasa takut atas
perkataan manusia. Apalagi jika ia (Faathimah) melihat apa yang dilakukan ‘Umar radliyallaahu
‘anhu adalah keliru, menyelisihi pesan ayahnya shallallaahu ‘alaihi wa
sallam. Kita dapat melihat bagaimana sirah para shahabat di awal
perkembangan Islam ketika mereka bersendirian menentang kaumnya sehingga rela
dipukuli dan disiksa hanya karena membela kebenaran.[7]
10.
‘Aliy (dan Az-Zubair) menuruti nasihat istrinya untuk
segera bergabung dengan kaum muslimin lainnya memberikan baiatnya kepada Abu
Bakr radliyallaahu ‘anhum.[8]
11.
Baiat ‘Aliy dan Az-Zubair dilakukan tidak lama setelah kaum
muslimin memberikan baiatnya kepada Abu Bakr radliyallaahu ‘anhum.
Ini sangat sesuai dengan riwayat Abu Sa’iid
Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu :
.....فَلَمَّا قَعَدَ
أَبُو بَكْرٍ عَلَى الْمِنْبَرِ نَظَرَ فِي وُجُوهِ الْقَوْمِ فَلَمْ يَرَ
عَلِيًّا فَسَأَلَ عَنْهُ، فَقَامَ نَاسٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَأَتَوْا بِهِ،
فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: ابْنُ عَمِّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَخَتَنُهُ، أَرَدْتَ أَنْ تَشُقَّ عَصَا الْمُسْلِمِينَ، فَقَالَ: لا تَثْرِيبَ
يَا خَلِيفَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعهُ ثُمَّ
لَمْ يَرَ الزُّبَيْرَ بْنَ الْعَوَّامِ، فَسَأَلَ عَنْهُ حَتَّى جَاءُوا بِهِ،
قَالَ: ابْنُ عَمَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَحَوَارِيُّهُ أَرَدْتَ أَنْ تَشُقَّ عَصَا الْمُسْلِمِينَ، فَقَالَ مِثْلَ
قَوْلِهِ: لا تَثْرِيبَ يَا خَلِيفَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَبَايَعهُ
“...... Ketika Abu Bakr duduk di atas mimbar, ia melihat
ke arah wajah orang-orang, namun ia tidak melihat ‘Aliy, lalu ia menanyakan
dirinya. Lalu orang-orang dari kalangan Anshaar berdiri dan membawanya (‘Aliy)
ke hadapan Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu. Abu Bakr berkata : “Apakah anak
paman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam dan menantu
beliau hendak mematahkan tongkat (persatuan) kaum muslimin ?”. ‘Aliy berkata :
“Janganlah engkau mencela wahai khaliifah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam”. Lalu ‘Aliy pun berbaiat kepada Abu Bakr. Kemudian ia (Abu Bakr)
juga tidak melihat Az-Zubair bin Al-‘Awwaam. Abu Bakr bertanya tentangnya,
hingga kemudian orang-orang membawanya ke hadapan Abu Bakr radliyallaahu
‘anhu. Abu Bakr berkata : “Apakah anak bibi Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam dan hawariy beliau hendak mematahkan (persatuan)
kaum muslimin ?”. Az-Zubair berkata semisal perkataan ‘Aliy : “Janganlah engkau
mencela wahai khaliifah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. Lalu
Az-Zubair pun berbaiat kepada Abu Bakr [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Ad-Dalaail,
hal. 490; shahih].
Riwayat ini dishahihkan oleh Muslim bin Al-Hajjaj dan
Ibnu Khuzaimah[9].
Dishahihkan pula oleh Ibnu Katsiir dalam Al-Bidaayah 8/92. Ibnu Hajar[10] dalam Al-Fath
7/495 mengatakan bahwa Ibnu Hibbaan dan yang lainnya juga menshahihkan riwayat
Abu Sa’iid radliyallaahu ‘anhu ini.[11]
Bahkan riwayat Abu Sa’iid radliyallaahu ‘anhu dan
riwayat Aslam di awal artikel saling memberikan kesaksian atas peristiwa yang
sama (pembaiatan ‘Aliy dan Az-Zubair kepada Abu Bakr radliyallaahu ‘anhum).
Oleh karena itu, pernyataan bahwa ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu menunda
baiatnya secara mutlak kepada Abu Bakr hingga enam bulan setelah meninggalnya
Faathimah adalah tidak benar.[12]
Alhamdulillah, akhirnya nampak secara jelas bagi kita bahwa tidak ada
permusuhan antara ‘Umar radliyallaahu ‘anhu dengan Ahlul-Bait
sebagaimana celoteh ngasal orang-orang Syi’ah itu. Bahkan mereka
senantiasa saling mengingatkan untuk menetapi kebenaran, walau mungkin ada
sedikit riak-riak kecil sebagaimana lumrah terjadi di kalangan manusia pada
umumnya.
حَدَّثَنِي أَبِي نا أَسْبَاطٌ، عَنْ عَمْرِو بْنِ
قَيْسٍ، قَالَ: سَمِعْتُ جَعْفَرَ بْنَ مُحَمَّدٍ، يَقُولُ: " بَرِئَ اللَّهُ
مِمَّنْ تَبَرَّأَ مِنْ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ "
Telah menceritakan kepadaku ayahku : Telah mengkhabarkan
kepada kami Asbaath, dari ‘Amru bin Qais, ia berkata : Aku mendengar Ja’far bin
Muhammad (Ash-Shaadiq) berkata : “Allah berlepas diri terhadap orang-orang yang
berlepas diri terhadap Abu Bakr dan ‘Umar” [Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin
Ahmad dalam As-Sunnah no. 1182; shahih].
Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – ciomas permai, ciomas, bogor – 26082012].
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَيُّوبَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ
بْنُ عَمْرٍو الْبَزَّارُ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ نُسَيْرٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، عَنْ زَيْدِ
بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ عَلِيًّا وَالزُّبَيْرَ كانا حين بويع لأبي
بكر يدخلان على فاطمة رضي الله عنها فيشاورانها ويتراجعان في أمرهم، فبلغ ذلك عمر،
فدخل عليها عمر، فقال: يا بنت رَسُولِ اللَّهِ، وَاللَّهِ مَا كَانَ مِنَ
الْخَلْقِ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيْنَا مِنْ أَبِيكِ، وَمَا أَحَدٌ أَحَبُّ إِلَيْنَا
بَعْدَهُ مِنْكِ، وَلَقَدْ بَلَغَنِي أَنَّ هَؤُلاءِ النَّفَرِ يَدْخُلُونَ
عَلَيْكِ، وَلَئِنْ بَلَغَنِي لأَفْعَلَنَّ وَلأَفْعَلَنَّ. ثُمَّ خَرَجَ
وَجَاءُوهَا، فَقَالَتْ لَهُمْ: إِنَّ عُمَرَ قَدْ جَاءَنِي وَحَلَفَ لَئِنْ
عُدْتُمْ لَيَفْعَلَنَّ، وَايْمُ اللَّهِ لَيَفِيَنَّ بِهَا، فَانْظُرُوا فِي
أَمْرِكُمْ، وَلا تَرْجِعُوا إِلَيَّ. فَانْصَرَفُوا فَلَمْ يَرْجِعُوا، حَتَّى
بَايَعُوا لأَبِي بَكْرٍ "
أَخْبَرَنَا
أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْعَتِيقِيُّ، قَالَ: أَخْبَرَنَا أَبُو الْفَرَجِ
أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ بَشَّارٍ الصَّيْرَفِيُّ فِي سَنَةِ سَبْعٍ
وَثَمَانِيَنَ وَثَلاثِ مائة، قَالَ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ
إِسْمَاعِيلَ الأَدَمِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ سَهْلٍ الأَعْرَجُ،
قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عُبْيَدُ اللَّهِ
بْنُ عُمَرَ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ عُمَرُ بْنُ
الْخَطَّابِ لِفَاطِمَةَ: " يَا بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا كَانَ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ أَحَبَّ إِلَيْنَا مِنْ أَبِيكِ وَمَا
أَحَدٌ بَعْدَ أَبِيكِ أَحَبَّ إِلَيْنَا مِنْكِ "
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قثنا أَبُو مَسْعُودٍ، قثنا مُعَاوِيَةُ بْنُ
عَمْرٍو، قثنا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ
زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: لَمَّا بُويِعَ لأَبِي بَكْرٍ بَعْدَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ عَلِيٌّ وَالزُّبَيْرُ بْنُ
الْعَوَّامِ يَدْخُلانِ عَلَى فَاطِمَةَ فَيُشَاوِرَانِهَا، فَبَلَغَ عُمَرَ
فَدَخَلَ عَلَى فَاطِمَةَ، فَقَالَ: يَا بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ، مَا أَحَدٌ مِنَ
الْخَلْقِ أَحَبَّ إِلَيْنَا مِنْ أَبِيكِ، وَمَا أَحَدٌ مِنَ الْخَلْقِ بَعْدَ
أَبِيكِ أَحَبَّ إِلَيْنَا مِنْكِ، وَكَلَّمَهَا، فَدَخَلَ عَلِيٌّ وَالزُّبَيْرُ
عَلَى فَاطِمَةَ، فَقَالَتِ: انْصَرِفَا رَاشِدَيْنِ، فَمَا رَجَعَا إِلَيْهَا
حَتَّى بَايَعَا
حَدَّثَنَا أَبُو
بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ، حَدَّثَنَا
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ:
بَلَغَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أَنَّ نَاسًا، يَجْتَمِعُونَ فِي بَيْتِ
فَاطِمَةَ، فَأَتَاهَا فَقَالَ: يَا بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا كَانَ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ أَحَبَّ إِلَيْنَا مِنْ أَبِيكِ، وَلا
بَعْدَ أَبِيكِ أَحَبَّ إِلَيْنَا مِنْكِ، فَقَدْ بَلَغَنِي أَنَّ هَؤُلاءِ
النَّفَرَ يَجْتَمِعُونَ عِنْدَكِ وَايْمُ اللَّهِ لَئِنْ بَلَغَنِي ذَلِكَ
لأُحَرِّقَنَّ عَلَيْهِمُ الْبَيْتَ. فَلَمَّا جَاءُوا فَاطِمَةَ قَالَتْ: إِنَّ
ابْنَ الْخَطَّابِ قَالَ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّهُ فَاعِلٌ ذَلِكَ، فَتَفَرَّقُوا
حَتَّى بُويِعَ لأَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.
[5] Sama halnya
dengan tidak berbaiatnya Mu’aawiyyah kepada ‘Aliy, dengan alasan agar ‘Aliy
mengqishash pembunuh ‘Utsmaan bin ‘Affaan radliyallaahu ‘anhum. Dan
faktanya, akibat tidak berbaiatnya Mu’aawiyyah tersebut, terjadi perpecahan dan
pertumpahan darah di kalangan kaum muslimin.
Jika orang Syi’ah lancar menyalahkan perbuatan
Mu’aawiyyah yang tidak berbaiat kepada ‘Aliy bin Abi Thaalib – dan
perbuatan Mu’aawiyyah memang keliru, meski dilatarbelakangi oleh kekeliruan
ijtihad - , anehnya sikap mereka ambigu ketika menyikapi ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu
‘anhu yang tidak memberikan baiatnya kepada Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu.
Ambiguitas ini disebabkan keyakinan mereka bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam berwasiat tentang kekhalifahan terhadap ‘Aliy, sehingga Abu Bakr
dan para shahabat lainnya dianggap telah mendhalimi hak ‘Aliy dalam masalah
kekhilafahan. Padahal, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak
pernah berwasiat apapun kepada ‘Aliy bin Abi Thaalib berdasarkan persaksian
para shahabat, termasuk ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhum sendiri.
Silakan baca :
[6] Yaitu,
perintah agar ‘Aliy, Az-Zubair, dan yang lainnya tidak berkumpul di rumah
Faathimah dan segera memberikan baiatnya kepada Abu Bakr radliyallaahu
‘anhum.
[7] Apalagi kita
tengok doktrin agama Syi’ah yang menjadikan perkara imamah sebagai bagian pokok
(ushul) dalam agama, yang barangsiapa tidak mencocoki mereka (dalam
perkara imamah), maka kafir.
[8] Ada
orang yang Syi’ah yang sudah berpikiran buntu membaca riwayat Ibnu Abi
Syaibah tersebut, sehingga mengatakan ‘Aliy bin Abi Thaalib tidak pergi bersama
orang-orang memberikan baiatnya kepada Abu Bakr radliyallaahu ‘anhumaa.
Pikiran buntunya itu karena tidak bisa memahami kalimat yang sangat jelas dalam
riwayat :
فَلَمَّا خَرَجَ
عُمَرُ، جَاءُوهَا فَقَالَتْ: تَعْلَمُونَ أَنَّ عُمَرَ قَدْ جَاءَنِي، وَقَدْ
حَلَفَ بِاللَّهِ لَئِنْ عُدْتُمْ لَيُحَرِّقَنَّ عَلَيْكُمُ الْبَيْتَ، وَايْمُ
اللَّهِ لَيَمْضِيَنَّ لِمَا حَلَفَ عَلَيْهِ، فَانْصَرِفُوا رَاشِدِينَ، فَرَوْا
رَأْيَكُمْ وَلَا تَرْجِعُوا إِلَيَّ. فَانْصَرَفُوا عَنْهَا فَلَمْ يَرْجِعُوا
إِلَيْهَا حَتَّى بَايَعُوا لِأَبِي بَكْرٍ
Ketika ‘Umar pergi, mereka (‘Aliy, Az-Zubair, dan yang
lainnya) datang dan Faathimah berkata : “Tahukah kalian bahwa ‘Umar telah
datang kepadaku dan bersumpah jika kalian kembali ia akan membakar rumah ini
tempat kalian berkumpul. Demi Allah, ia akan melakukan apa yang ia telah
bersumpah atasnya jadi pergilah dengan damai, simpan pandangan kalian dan
janganlah kalian kembali menemuiku”. Maka mereka pergi darinya dan tidak
kembali menemuinya sampai mereka membaiat Abu Bakar [selesai].
Dikarenakan dalam kalimat sebelumnya dinyatakan bahwa
yang masuk menemui Faathimah adalah ‘Aliy dan Az-Zubair, tentu saja yang datang
setelah ‘Umar pergi adalah (termasuk) mereka berdua. Dhahir yang terbaca dalam riwayat menunjukkan
demikian. Barangsiapa yang mengatakan yang masuk menemui Faathimah setelah
‘Umar beranjak pergi itu bukan ‘Aliy dan Az-Zubair radliyallaahu ‘anhum,
maka ia wajib membawakan dalil. Naasnya, dalil itu tidak ada. Bahkan dalam
riwayat Al-Qathii’iy disebutkan :
فَدَخَلَ عَلِيٌّ
وَالزُّبَيْرُ عَلَى فَاطِمَةَ، فَقَالَتِ: انْصَرِفَا رَاشِدَيْنِ، فَمَا رَجَعَا
إِلَيْهَا حَتَّى بَايَعَا
“Lalu ‘Ali dan Az-Zubair masuk menemui Faathimah. Lalu
Faathimah berkata : ‘Pergilah kalian berdua dengan damai’. Keduanya tidak kembali
pada Faathimah, hingga berbaiat (pada Abu Bakr)” [selesai].
أَخْبَرَنَا أَبُو
الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ الْحَافِظُ الإِسْفِرَائِينِيُّ،
ثَنَا أَبُو عَلِيٍّ الْحُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحَافِظُ،: سَمِعْتُ مُحَمَّدَ
بْنَ إِسْحَاقَ بْنِ خُزَيْمَةَ، يَقُولُ: جَاءَنِي مُسْلِمُ بْنُ الْحَجَّاجِ
فَسَأَلَنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ، فَكَتَبْتُهُ لَهُ فِي رُقْعَةٍ وَقَرَأْتُ
عَلَيْهِ، فَقَالَ: هَذَا حَدِيثٌ يَسْوِي بَدَنَةً، فَقُلْتُ: يَسْوِي بَدَنَةً؟
بَلْ هُوَ يَسْوِي بَدْرَةً
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Hasan ‘Aliy bin
Muhammad bin ‘Aliy Al-Haafidh Al-Isfiraaiiniy : Telah menceritakan kepada kami
Abu ‘Aliy Al-Husain bin ‘Aliy Al-Haafidh : Aku mendengar Muhammad bin ishaaq
bin Khuzaimah berkata : Muslim bin Al-Hajjaaj mendatangiku dan bertanya
kepadaku tentang hadits ini. Maka aku tuliskan hadits tersebut untuknya pada
sebuah kertas dan kemudian aku bacakan kepadanya. (Setelah mendengarnya) Muslim
berkata : “Hadits ini menyamai badanah (onta yang gemuk)”. Aku (Ibnu
Khuzaimah) berkata : “Menyamai badanah ?. Bahkan ia menyamai badarah
(harta yang sangat banyak)” [As-Sunan Al-Kubraa, 8/143; shahih].
وَقَدْ صَحَّحَ
اِبْن حِبَّانَ وَغَيْره مِنْ حَدِيث أَبِي سَعِيد الْخُدْرِيِّ وَغَيْره أَنَّ
عَلِيًّا بَايَعَ أَبَا بَكْر فِي أَوَّلِ الْأَمْرِ ، وَأَمَّا مَا وَقَعَ فِي
مُسْلِم " عَنْ الزُّهْرِيِّ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لَهُ لَمْ يُبَايِع عَلِيٌّ
أَبَا بَكْر حَتَّى مَاتَتْ فَاطِمَة ، قَالَ : لَا وَلَا أَحَدٌ مِنْ بَنِي
هَاشِم " فَقَدْ ضَعَّفَهُ الْبَيْهَقِيُّ بِأَنَّ الزُّهْرِيَّ لَمْ
يُسْنِدْهُ ، وَأَنَّ الرِّوَايَةَ الْمَوْصُولَةَ عَنْ أَبِي سَعِيد أَصَحّ
“Ibnu Hibbaan dan yang lainnya telah menshahihkan dari hadits
Abu Sa’iid dan yang lainnya, bahwasannya ‘Aliy berbaiat kepada Abu Bakr pada awal
waktu. Adapun yang terdapat dalam Muslim dari Az-Zuhriy, bahwasannya ada
seseorang yang berkata kepadanya : ‘(Apakah) ‘Aliy tidak berbaiat kepada Abu
Bakr hingga Faathimah meninggal ?’. Az-Zuhriy berkata : ‘Tidak, bahkan tidak
seorang pun dari kalangan Bani Haasyim (yang berbaiat)’. Al-Baihaqiy telah
mendla’ifkan riwayat ini, karena Az-Zuhriy tidak membawakan sanadnya. Dan
bahwasannya riwayat maushul dari Abu Sa’iid lebih shahih” [selesai].
[12] Meski
demikian, ada beberapa ulama yang menjamaknya, sebagaimana Ibnu Hajar rahimahullah
yang mengatakan bahwa baiat ‘Aliy itu terjadi dua kali dimana baiat Aliy yang kedua (setelah meninggalnya
Faathimah) menekankan baiatnya yang pertama untuk menghilangkan sesuatu
yang terjadi yang disebabkan permasalahan harta warisan (Fadak) [lihat : Fathul-Baariy, 7/495].
Dari Abu Ahmad Fahrul Al Jawi
BalasHapusAssalamu`alaikum
Muncul di benak saya setelah membaca artikel di atas adalah apa alasan Ali dan beberapa sahabat Nabi serta Fatimah terlihat seolah2 menunda bai`at sehingga Umar pun menegur mereka? Mohon dijawab agar Syi`ah dan bbrp ahlul bid`ah membenci generasi terbaik ini menyebarkan syubhat
Assalamu'alaikum
BalasHapussalah satu syubhat syiah terkait riwayat diatas ;
'Aliy ~radliyallahu'anhu~ (terpaksa) membaiat 'Abu Bakr karena tidak ingin melihat kaum muslimin berpecah belah
anehnya, ...Imam 'Aliy melakukannya lagi (bai'at dengan keterpaksaan) terhadap Khalifah setelahnya, yaitu 'Umar, kemudian 'Utsman.
ironis memang, imam makshum melakukan keterpaksaan bai'at sampai tiga kali,
padahal menurut rafidhah, hanya Imam 'Aliy satu-satunya yang pantas menjadi 'Amirul Mukminin, karena (menurut omong kosong rafidhah) beliau mendapat wasiat langsung dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.
eniwei ..taruhlah klaim rafidhah benar,
bahwa Imam 'Aliy terpaksa membai'at 'Abu Bakr, 'Umar, 'Utsman ~radliyallahu'anhum~ demi menghindari perpecahan di tubuh kaum muslimin.
Imam 'Aliy terpaksa merelakan kekhalifahan mereka, dan berani melanggar wasiat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam demi persatuan ummat.
Lalu kenapa rafidhah sampai detik ini masih mengungkit-ungkit keabsahan kekhalifahan 'Abu Bakr, 'Umar, 'Utsman ~radliyallahu'anhum~ ?
mencaci maki mereka, melaknat mereka, menuduh mereka sebagai perebut kursi khalifah/Imam/'Amirul Mukminin dari tangan 'Aliy ~radliyallahu'anhu~ ?
bukankah seharusnya rafidhah meniru perilaku Imam 'Aliy, dengan merelakan kekhalifahan 'Abu Bakr, 'Umar, 'Utsman untuk menghindari perpecahan di tubuh kaum muslimin ?!!!
Wallohul Musta'an
Namanya juga omong kosong. Lagi-lagi omong kosong itu tidak sesuai dengan realitas. Sudah disebutkan di atas bahwa imamah ('Aliy dan keturunannya) merupakan salah satu ushul agama Syi'ah, yang barangsiapa mengingkarinya, kafir hukumnya. Kalau kata mereka baiat itu dilakukan karena keterpaksaan untuk menghindari perpecahan di tubuh kaum muslimin, pada kenyataannya mereka mengkafirkan para shahabat, terutama sekali Abu Bakr, 'Umar, dan 'Utsmaan radliyallaahu 'anhu yang dianggap merampas hak imamah dari 'Aliy. Jika status mereka kafir, maka SEHARUSNYA memang tidak boleh terjadi PERSATUAN antara keimanan dan kekafiran. Bahkan, keimanan dan kekafiran itu mesti berpisah.
BalasHapusDi sini dapat diketahui bahwa alasan menghindari perpecahan kaum muslimin itu alasan yang mengada-ada. Siapakah KAUM MUSLIMIN iyang dimaksud ? - sementara mereka mengkafirkan mayoritas kaum muslimin di kalangan shahabat.
kemarin ribut-ribut lagi antara ahlus sunnah bangkalan dengan kelompok syiah ......
BalasHapusbagaimana menurut ustad sikap kita yang diluar wilayah bangkalan ?
cukupkah dengan dakwah dalam menghadapi kelompok sesat syiah ini
Kepada admin mohon dijawab pertanyaan saya yaitu
BalasHapusAnonim berkata...
Dari Abu Ahmad Fahrul Al Jawi
Assalamu`alaikum
Muncul di benak saya setelah membaca artikel di atas adalah apa alasan Ali dan beberapa sahabat Nabi serta Fatimah terlihat seolah2 menunda bai`at sehingga Umar pun menegur mereka? Mohon dijawab agar Syi`ah dan bbrp ahlul bid`ah membenci generasi terbaik ini menyebarkan syubhat
26 Agustus 2012 19:48
Sebagaimana telah diketahui para shahabat pada awalnya berbeda pendapat tentang siapakah yang berhak menggantikan beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam sebagai khaliifah. Termasuk di antaranya adalah 'Aliy yang ia juga merasa berhak atas jabatan/amanat tersebut. Bahkan kaum Anshaar dan Muhaajiriin mempunyai calon masing-masing. Hal itu dikarenakan tidak ada pesan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam tentang permasalahan ini. Namun kemudian, para shahabat sepakat tentang kekhaifahan Abu Bakr dan keabsahannya.
BalasHapuswallaahu a'lam.
Dari Abu Ahmad Fahrul Al Jawi
BalasHapus@Abu Al-Jauzaa'
Dari kternagan ustadz menyatakan bahwa Ali juga merasa berhak menjadi pemimpin kok seolah2 ini menimbulkan dalam pikiran saya apa benar ttg penunjukkan Nabi thd Ali diklaim oleh Syi`ah ? Kenapa Ali sampai merasa dirinya juga berhak?
Justru itu menunjukkan bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak memberikan wasiat atau pesan apapun tentang masalah imamah, sehingga para shahabat berbeda pendapat. Silakan baca artikel ini dan ini. Seandainya khilafah itu telah ternashkan secara shahih dan sharih dari beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam, niscaya mereka (para shahabat) langsung satu kata dalam masalah ini. Oleh karena itu, perbedaan pendapat di kalangan shahabat hanyalah sebentar saja, karena mereka kemudian sepakat dalam pembaiatan Abu Bakr radliyallaahu 'anhum. 'Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu 'anhu merasa berhak karena kedekatannya secara kekeluargaan dengan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.
BalasHapusWallaahu a'lam.
Assalamu'alaikum
BalasHapusBagaimana dengan syubhat syiah terhadap hadits ini ya akhi
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ عَنْ خَالِدٍ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فُقِدَتْ أُمَّةٌ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا يُدْرَى مَا فَعَلَتْ وَإِنِّي لَا أُرَاهَا إِلَّا الْفَارَ إِذَا وُضِعَ لَهَا أَلْبَانُ الْإِبِلِ لَمْ تَشْرَبْ وَإِذَا وُضِعَ لَهَا أَلْبَانُ الشَّاءِ شَرِبَتْ فَحَدَّثْتُ كَعْبًا فَقَالَ أَنْتَ سَمِعْتَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُهُ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ لِي مِرَارًا فَقُلْتُ أَفَأَقْرَأُ التَّوْرَاةَ
mereka mengatakan bahwa Abu Hurairah ~radliyallahu 'anhu~ sebenarnya seorang yahudi yang paham kitab taurat,
dan Abu Hurairah juga sering meriwayatkan dari Ka'ab al-Akhbar ~radliyallahu 'anhu~ yang notabene mantan rahib yahudi yang faqih terhadap agamanya dahulu, sehingga Abu Hurairah banyak melakukan tadlis.
Wallohu a'lam
Kalau mengatakan dengan riwayat ini bahwa Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu sebagai seorang Yahudi, ya terlalu jauh dan terlalu ngarang. Bukankah di situ ketika ditanya Ka'b apakah ia (Abu Hurairah) mendengarnya dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, lalu ia menjawab : "Ya".
BalasHapusBanyak shahabat kok yang paham dengan khabar Bani Israaiil (Taurat). Tidak lain itu disebabkan karena interaksi mereka atau bangsa 'Arab pada umumnya dengan orang-orang Yahudi, karena orang Yahudi itu dulu dianggap sebagai orang-orang pintar karena mampu membaca dan menulis (sehingga mereka disebut Ahli Kitab), sementara bangsa 'Arab tidak (sehingga disebut 'ummiy).
Silakan baca keterangan singkat tentang khabar Israailliyyaat :
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/05/sekilas-tentang-israiliyyaat.html.
wallaahu a'lam.
Jazakallahu khair yaa akhi,
BalasHapusafwan, satu lagi akh,
bagaimana cara mengkompromikan riwayat yang mengabarkan kebersamaan 'Abu Bakr dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam di dalam Gua pada saat hijrah
dengan riwayat makmumnya 'Abu Bakr ~radliyallahu 'anhu~ di belakang Salim, maula Abu Hudzaifah, yang juga terjadi pada saat hijrah
[Syubhat Rafidhah]
seolah-olah 'Abu Bakr ~radliyallahu 'anhu~ tidak menemani Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam di dalam gua,
Rute perjalanan Hijrah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam adalah :
RUMAH NABI - GOA TSUR - QUBA' - MADINAH
saya kopaskan riwayatnya akhi ;
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ قَالَ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ
لَمَّا قَدِمَ الْمُهَاجِرُونَ الْأَوَّلُونَ الْعُصْبَةَ مَوْضِعٌ بِقُبَاءٍقَبْلَ مَقْدَمِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَؤُمُّهُمْسَالِمٌ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ وَكَانَ أَكْثَرَهُمْ قُرْآنًا
[صحيح البخاري/ باب إمامة العبد والمولى]
"Ketika kaum Muhajirun awal datang ke al ‘Ushbah, suatu tempat di Quba' SEBELUM KEDATANGAN RASULULLAH Shallallahu 'alaihi wasallam, yang menjadi imam shalat mereka adalah Salim maula Abu Hudzaifah, dan dialah yang terbanyak hafalan al Qur`annya"
[sohih bukhari bab imamatul abdi wal maula]
kemudian riwayat ;
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي ابْنُ جُرَيْجٍ أَنَّ نَافِعًا أَخْبَرَهُ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ قَالَ
كَانَ سَالِمٌ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ يَؤُمُّ الْمُهَاجِرِينَ الْأَوَّلِينَ وَأَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ فِيهِمْ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَأَبُو سَلَمَةَ وَزَيْدٌ وَعَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ
"pada waktu itu salim maula abi hudzaifah meng-imami shalat kaum muhajirin awal dan para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di masjid Quba' ( SEBELUM KEDATANGAN RASULULLAH Shallallahu 'alaihi wasallam) di antaranya ( yang jadi makmum ) adalah abu bakar , umar , abu salamah , zaid dan amir bin rabi'ah"
__________________________________
demikian akhiy, mohon maaf telah mengganggu waktu dan kesibukan antum.
Semoga Allahu Ta'alaa membalas kebaikan antum, menjaga antum sekeluarga, dan mengokohkan antum di atas kebenaran.
Jazakallahu khair wa barakallahu fiik
Mengapa logikanya nggak dibalik ya ? yaitu, orang Raafidlah itu meragukan riwayat di atas ?. Tentu saja tidak, karena jika itu mereka lakukan, maka usaha mereka mereduksi keutamaan Abu Bakr radliyallaahu menjadi sia-sia. Biasa....
BalasHapusRiwayat yang antum sebut itu ada dua, yang pertama menyebutkan 'sebelum' kedatangan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam; dan yang kedua tidak menyebutkan.
Satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa para ahli sejarah telah sepakat bahwa Masjid Qubaa' itu didirikan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam setelah hijrah beliau ke Madiinah. Jika demikian, bagaimana bisa dikatakan bahwa Abu Bakr radliyallaahu 'anhu bermakmum kepada Saalim sebelum peristiwa hijrah beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam ke Madiinah ?.
Oleh karena itu, para ulama menjamak dua riwayat di atas dua hadits yang antum sebut itu menceritakan dua hal yang berbeda. Hadits pertama adalah menceritakan Saalim mengimami para shahabat di 'Ushbah, satu tempat di Qubaa' (sebelum masjid Qubaa' didirikan). Peristiwa ini sebelum hijrah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam ke Madiinah. Adapun hadits kedua menceritakan Saalim mengimami para shahabat di masjid Qubaa'setelah hijrah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam ke Madiinah. Inilah jalan penjamakannya - sebagaimana dikatakan Ibnu Rajab rahimahullah :
والمراد بهذا : أَنَّهُ كَانَ يؤمهم بعد مقدم النَّبِيّ - صلى الله عليه وسلم - ؛ ولذلك قَالَ : (( فِي مسجد قباء )) ، ومسجد قباء إنما أسسه النَّبِيّ - صلى الله عليه وسلم - بعد قدومه المدينة ، فلذلك ذكر منهم : أَبَا بَكْر ، وأبو بَكْر إنما هاجر مَعَ النَّبِيّ - صلى الله عليه وسلم - ، وليس فِي هذه الرواية : (( قَبْلَ مقدم النَّبِيّ - صلى الله عليه وسلم -)) كما فِي الرواية الَّتِيْ خرجها البخاري هاهنا فِي هَذَا الباب ، فليس فِي هَذَا الحَدِيْث إشكال كما توهمه بعضهم
[Fathul-Baariy, 5/96].
Wallaahu a'lam.
Assalamu'alaikum,
BalasHapusna'am ya akhiy,
rafidhah meragukan kalo Abu Bakr menemani Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di dalam gua.
menurut mereka, qarinahnya terlihat di dalam dua riwayat diatas.
aneh memang,
meyakini satu riwayat shahih, tapi meragukan riwayat shahih yang lain.
akhirnya tuduhan di alamatkan kepada Imam Bukhariy ~rahimahullah~, yang menurut mereka tidak konsisten, dan mencoba melakukan distorsi sejarah.
Wallohul Musta'an
Justeru menurut ana malah mereka yang sok mengerti sejarah, meng-klaim bahwa asbab an-Nuzul al-Baqarah 207 adalah turun atas 'Aliy bin Abi Thalib ~radliyallahu 'anhu~
padahal ayat tersebut jelas turun terkait Shuhaib ~radliyallahu 'anhu~
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=195955
Wallohu ta'alaa a'lam
Jazakallahu khair wa barakallahu fiik
he he he ...
BalasHapuswahabi nashibi dimane2 same aje, kalo udah ketauan belangnye langsung jungkir balik, kesono kemarih ngeles, nyari2 alesan ..pikikik
maap ye ..tolong di liyat lagi baek2,
udah jelas bangett dua riwayt diatas perowinya sama ;
dari ABDULLAH BIN UMAR, dari NAFI
rowinya aja sama, peristiwanya jelas samal !!, terjadi hanya satu kali !!
cm riwayat yg stu enggak di sebutin ditail makmumnye, yg satu di sebutin lengkap ABU BAKAR, UMAR, dkk ..
masi ngeless ..??
nih kalam ulama nte :
ابن عبد البر في الإستيعاب ج2 ص68 : ان سالم كان يؤم المهاجرين بقباء ، فيهم عمر قبل قدوم رسول الله (ص) المدينة
desebutin noh ame abdil barr, salim mengimami sebelum kedatangan nabi saw ke kuba, makmumnye UMAR
dengan kata lain Abdil Barr menafikan keberadaan abu bakr du gua tsur ..!!
jangan bilang kalo kitab Isti'abnye palsu yee ..basi ..pikikik
lgi neh ..
وروى ابن سعد في الطبقات الكبرى ج 3 ص 87 - 88
قال أخبرنا محمد بن عمر قال حدثني أفلح بن سعيد عن أبي كعب القرظي قال كان سالم مولى أبي حذيفة يؤم المهاجرين بقباء فيهم عمر بن الخطاب قبل أن يقدم رسول الله صلى الله عليه وسلم
قال أخبرنا أنس بن عياض و عبد الله بن نمير عن عبيد الله بن عمر عن نافع عن بن عمر أن المهاجرين الأولين لما قدموا من مكة إلى المدينة نزلوا بالعصبة إلى جنب قباء فأفهم سالم مولى أبي حذيفة لأنه كان أكثرهم قرآنا
قال عبد الله بن نمير في حديثه فيهم عمر بن الخطاب وأبو سلمة بن عبد الأس
dan inih..
قال العيني في عمدة القاري ج 24 ص 254
(( فإن قلت : عد أبي بكر ، رضي الله تعالى عنه في هؤلاء مشكل جدا لأنه إنما هاجر في صحبة النبي ؟
mkanya baca yag benerr !! ...jangann dikit dikit nuduh syiah ini itu .. bkin pitnah aje nte ..ck,ck
btw, kalo emang salim paling hafal al-qur'an kenape enggak die aje yg jdi imam pas Nabi saw sakit ??!!?
knape Nabi saww nunjuk abu bakar jadi imam ?? jgn bilang klo abu bakr orang paling utame ye ..hapalanye aje kgak ade ape2nye di banding si salim ...pikikikik
seperti biasa, sejarah sunni-wahabi-nashibi, penuh dengan distorsi dan kebingungan ..ternyata bani umayyah enggak pinter2 amat rekayasa sejarah .. nau'dzubillah
allahumma shaali 'alaa muhammad wa 'alaa 'alii muhammad
Siapa bilang Al-Isti'aab nya Ibnu 'Abdil-Barr itu palsu ?. Itu kan impian Anda saja... Saya menulis berdasarkan kalam ulama. Di atas saya sebutkan perkataan Ibnu Rajab Al-Hanbaliy. Wahabiy pulakan dia ?. Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fahtul-Baariy.
BalasHapusPerkataan Anda :
nih kalam ulama nte :
ابن عبد البر في الإستيعاب ج2 ص68 : ان سالم كان يؤم المهاجرين بقباء ، فيهم عمر قبل قدوم رسول الله (ص) المدينة
desebutin noh ame abdil barr, salim mengimami sebelum kedatangan nabi saw ke kuba, makmumnye UMAR
dengan kata lain Abdil Barr menafikan keberadaan abu bakr du gua tsur ..!! [selesai].
Dasar penipu, mana perkataan Ibnu 'Abdil-Barr bahwa Salim mengimami para shahabat yang di di antaranya ada Abu Bakr sebelum kedatangan nabi saw ke kuba ?. Gak mau tuh ketahuan tipuannya ?. Saya dah baca Al-Isti'aab secara lengkap satu paragraf. Di situ Ibnu 'Abdil-Barr hanya bilang bahwa Saalim pernah mengimami kaum Muhaajirin di Qubaa' yang di antaranya ada 'Umar (bin Al-Khaththaab), sebelum kedatangan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam di Madiinah. Gak ada perkataan bahwa Ibnu 'Abdil-Barr menafikkan keberadaan Abu Bakr di gua Tsuur.
Dan tipuan Anda yang lain tentang perkataan Al-'Aini, maka ini kelengkapannya :
قلت عد أبي بكر رضي الله تعالى عنه في هؤلاء مشكل جدا لأنه إنما هاجر في صحبة النبي قلت لا إشكال إلا على قول ابن عمر إن ذلك كان قبل مقدم النبي وأجاب البيهقي بأنه يحتمل أن يكون سالم استمر يؤمهم بعد أن تحول النبي إلى المدينة ونزل بدار أبي أيوب قبل بناء مسجده بها فيحتمل أن يقال وكان أبو بكر يصلي خلفه إذا جاءه إلى قباء
Bisa baca gak ?. Itu Al-'Aini sedang menjelaskan bahwa penyebutan Abu Bakr menjadi makmum di belakang Saalim itu menimbulkan kemusykilan (bagi sebagian orang), karena telah diketahui bahwa bahwa Abu Bakr ikut hijrah menyertai Nabi ke Madiinah. Padahal tidak ada kemsykilan padanya sebagaimana diterangkan oleh Al-Baihaqiy. Dan itu sebagaimana yang saya jelaskan di atas.
Anda kan bicara riwayat ? maka jawabannya ada di dalam riwayat pula.
Kalau Anda mengatakan bahwa Abu Bakr dan 'Umar bermakmum di belakang Saalim di masjid Qubaa' SEBELUM hijrah Nabi ke Madiinah, bagaimana pernyataan ini bisa dibenarkan, kalau masjidnya sendiri belum didirikan ?. Susah ya melogika hal sekecil ini ?.
Pikir kembali bung dengan akal sehat Anda, jangan taruh di lemari.
Perkataan Anda atau teman Anda :
"pada waktu itu salim maula abi hudzaifah meng-imami shalat kaum muhajirin awal dan para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di masjid Quba' ( SEBELUM KEDATANGAN RASULULLAH Shallallahu 'alaihi wasallam) di antaranya ( yang jadi makmum ) adalah abu bakar , umar , abu salamah , zaid dan amir bin rabi'ah" [selesai].
Itu kalimat yang ada dalam tanda kurung tidak ada dalam riwayat. Iya apa iya ?. Itu hanyalah interpretasi Anda saja yang Anda hubungkan dengan riwayat pertama. Kasihan...... Jadi kalau diterjemahkan yang benar, hadits yang kedua itu bunyinya :
"Saalim maulaa Hidzaifah pernah mengimami orang-orang Muhaajiriin awal dan para shahabat Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam di masjid Qubaa', yang di antara mereka terdapat Abu Bakr, 'Umar, Abu Salamah, Zaid, dan 'Aamir bin Rabii'ah".
Riwayat yang Anda bawakan dalam Ath-Thabaqaat (Ibnu Sa'd) itu sangat lemah karena keberadaan Muhammad bin 'Umar Al-Waaqidiy.
Apakah tidak mungkin perawi yang sama meriwayatkan dua peristiwa yang berlainan ?. Sangat mungkin bung... Apalagi kesamaan perawi itu hanya pada dua thabaqah saja.
Tertawalah dalam kebodohan, dan saya sangat menikmati lawakan Anda....
Jangan Anda tertular virus penipu yang dibawa oleh nenek moyang Anda dari kalangan ulama Raafidlah. Semoga pesan ini dapat bermanfaat bagi Anda.
Hahaha.. ini namanya rafidhoh nginjek RANJAU DARAT yang dia tanem sendiri.. makannya konsumsi ginko biloba selama tiga bulan dulu sebelum berusaha mengamalkan salah satu amalan tertinggi agama anda : menipu dan mengubah sejarah..
BalasHapuskalau disuruh minum ginkgo biloba masih terlalu bagus akhi, suruh makan saja kotorannya para imam mereka, kan shahih tuh menurut mereka di kitabnya bahwa kotoran para imam bisa menyebabkan masuk surga.
BalasHapusYah begitulah kalo dari otaknya sudah kotor dan busuk, maksud hati pengen memperdaya abul jauzaa dengan ranjau darat, apa daya sebelum sampai ke abul jauzaa ranjau daratnya udh meledak duluan di tangannya....
Malu deh maluuuuuuuuuuuuuu...ketahuan tukang tipu....bener tuh imam Malik, seburuk2 pendusta adalah rafidhah...hiiiiii
assalamu'alaikum,
BalasHapusbelum selesai ketawa saya tentang pantalon dan t-shirt di http://abul-jauzaa.blogspot.com/2012/07/sekali-lagi-faathimah-vs-abu-bakr_6918.html. ini muncul lagi lawakan dari orang-orang syiah... berjuang terus ustadz. bagi rekan-rekan yang lain terus belajar dan jangan lupa jaga lisan dan hati kita supaya lemah lembut dalam berdakwah.