Ilmu merupakan harta tak
ternilai yang dimiliki manusia. Allah ta’ala telah meninggikan
orang-orang yang mempunyai ilmu beberapa derajat dibandingkan selain mereka,
sebagaimana firman-Nya :
يَرْفَعِ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan” [QS. Al-Mujaadilah : 11].
Salah satu sarana untuk memelihara
ilmu adalah dengan menulisnya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda :
قَيِّدُوا
الْعِلْمَ بِالْكِتَابِ
“Ikatlah ilmu dengan
kitab (yaitu : dengan menulisnya)” [Hadits shahih dengan keseluruhan
jalannya sebagaimana diterangkan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah
Ash-Shahiihah no. 2026].
Berikut akan dituliskan
beberapa atsar dari salaf yang berkaitan tentang penulisan ilmu :
أَخْبَرَنَا
مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَخْنَسِ، قَالَ: حَدَّثَنِي
الْوَلِيدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ يُوسُفَ بْنِ مَاهَكَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرٍو، قَالَ: كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيدُ حِفْظَهُ، فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ، وَقَالُوا: تَكْتُبُ
كُلَّ شَيْءٍ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَاءِ؟
فَأَمْسَكْتُ عَنْ الْكِتَابِ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَأَوْمَأَ بِإِصْبَعِهِ إِلَى فِيهِ، وَقَالَ: " اكْتُبْ، فَوَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا خَرَجَ مِنْهُ إِلَّا حَقٌّ "
Telah mengkhabarkan kepada
kami Musaddad : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari ‘Ubaidullah bin Al-Akhnas,
ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Al-Waliid bin ‘Abdillah, dari Yuunus
bin Maahik, dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata : “Dulu aku aku menulis semua
yang aku dengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk aku
hapalkan. Namun orang-orang Quraisy melarangku. Mereka berkata : ‘Engkau
menulis semua yang engkau dengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, sedangkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam hanyalah
manusia biasa yang berbicara dalam keadaan marah dan ridlaa ?’. Akupun berhenti
menulis, dan kemudian aku sebutkan hal itu kepada Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam. Beliau mengisyaratkan dengan jarinya ke mulutnya seraya
bersabda : ‘Tulislah. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya. Tidaklah
keluar darinya melainkan kebenaran” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 501;
shahih. Diriwayatkan juga oleh Ahmad 2/164 & 192, Al-Haakim 1/105-106, dan
yang lainnya].
ثنا
وَكِيعٌ، حَدَّثَنِي الْمُنْذرُ بْنُ ثَعْلَبَةَ، عَنْ عِلْبَاءَ، قَالَ: قَالَ
عَلِيٌّ عَلَيْهِ السَّلامُ: " مَنْ يَشْتَرِي مِنِّي عِلْمًا بِدِرْهَمٍ
"؟ قَالَ أَبُو خَيْثَمَةَ: يَقُولُ: " يَشْتَرِي صَحِيفَةً بِدِرْهَمٍ
يَكْتُبُ فِيهَا الْعِلْمَ "
Telah menceritakan kepada
kami Wakii’ : Telah menceritakan kepadaku Al-Mundzir bin Tsa’labah, dari
‘Ilbaa’, ia berkata : Telah berkata ‘Aliy ‘alaihis-salaam : “Siapakah
yang mau membeli ilmu dariku dengan dirham ?”. Ibnu Abi Khaitsamah berkata : “(Maksudnya)
’Aliy berkata : ‘Membeli kertas dengan dirham, lalu ia tulis padanya ilmu”
[Diriwayatkan oleh Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb dalam Al-‘Ilm no. 149;
shahih. Diriwayatkan juga oleh Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilm no.
167-168].
أَخْبَرَنَا
مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنِي
ثُمَامَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ: أَنَّ أَنَسًا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ
يَقُولُ لِبَنِيهِ: " يَا بَنِيَّ قَيِّدُوا هَذَا الْعِلْمَ "
Telah mengkhabarkan kepada
kami Muslim bin Ibraahiim : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin
Al-Mutsannaa : Telah menceritakan kepadaku Tsumaamah bin ‘Abdillah bin Anas :
Bahwasannya Anas radliyallaahu ‘anhu pernah berkata kepada anak-anaknya
: “Wahai anak-anakku, ikatlah ilmu ini (dengan tulisan)” [Diriwayatkan oleh
Ad-Daarimiy no. 508; hasan].
ثنا
وَكِيعٌ، عَنْ أَبِي كِيرَانَ، قَالَ: سَمِعْتُ الشَّعْبِيَّ، قَالَ: " إِذَا
سَمِعْتَ شَيْئًا فَاكْتُبْهُ وَلَوْ فِي الْحَائِطِ "
Telah menceritakan kepada
kami Wakii’, dari Abu Kiiraan, ia berkata : Aku mendengar Asy-Sya’biy berkata :
“Apabila engkau mendengar sesuatu (ilmu), maka catatlah meskipun pada dinding”
[Diriwayatkan oleh Abu Khaitsamah dalam Al-‘Ilmu no. 146; shahih.
Diriwayatkan juga Ad-Duulabiy dalam Al-Kunaa no. 1632].
أَخْبَرَنَا
الْوَلِيدُ بْنُ شُجَاعٍ، أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ شُعَيْبٍ، أَخْبَرَنَا هِشَامُ
بْنُ الْغَازِ، قَالَ: " كَانَ يُسْأَلُ عَطَاءُ بْنُ أَبِي رَبَاحٍ، وَيُكْتَبُ
مَا يُجِيبَ فِيهِ بَيْنَ يَدَيْهِ "
Telah mengkhabarkan kepada
kami Al-Waliid bin Syujaa’ : Telah mengkhabarkan kepadaku Muhammad bin Syu’aib
: Telah mengkhabarkan kepada kami Hisyaam bin Al-Ghaaz, ia berkata : ‘Athaa’ bin
Abi Rabbaah pernah ditanya, dan kemudian ditulis jawabannya di hadapannya”
[Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 523; shahih].
أَخْبَرَنَا
عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ، أَخْبَرَنَا فُضَيْلٌ، عَنْ عُبَيْدٍ الْمُكْتِبِ، قَالَ:
" رَأَيْتُهُمْ يَكْتُبُونَ التَّفْسِيرَ عِنْدَ مُجَاهِدٍ
Telah mengkhabarkan kepada
kami ‘Amru bin ‘Aun : Telah mengkhabarkan kepada kami Fudlail, dari ‘Ubaid
Al-Muktib, ia berkata : “Aku melihat mereka menulis tafsir di sisi Mujaahid”
[Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 519; shahih. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Ma’iin
dalam Hadiits-nya riwayat Abu Bakr Al-Marwaziy no. 86].
أَخْبَرَنَا
سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي
الْمَلِيحِ، قَالَ: " يَعِيبُونَ عَلَيْنَا الْكِتَابَ، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ
تَعَالَى: عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي فِي كِتَابٍ "
Telah mengkhabarkan kepada
kami Sulaimaan bin Harb : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, dari
Ayyuub, dari Abu Maliih, ia berkata : “Mereka mencelaku karena aku menulis
ilmu/hadits. Padahal Allah ta’ala telah berfirman : “Pengetahuan
tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab” (QS. Thaha : 52)”
[Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 506; shahih].
Sebagaimana dikatakan Abu
Maliih Al-Hudzaliy (seorang tabi’iy pertengahan, tsiqah), memang
benar ada sebagian salaf yang tidak menyukai menuliskan ilmu/hadits. Berikut
riwayatnya :
أَخْبَرَنَا
يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا الْجُرَيْرِيُّ، عَنْ أَبِي نَضْرَةَ، قَالَ: قُلْتُ
لِأَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَلَا تُكَتِّبُنَا، فَإِنَّا لَا
نَحْفَظُ ؟، فَقَالَ: " لَا، إِنَّا لَنْ نُكَتِّبَكُمْ، وَلَنْ نَجْعَلَهُ قُرْآنًا،
وَلَكِنْ احْفَظُوا عَنَّا كَمَا حَفِظْنَا نَحْنُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "
Telah mengkhabarkan kepada
kami Yaziid bin Haaruun : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Jurairiy, dari Abu
Nadlrah, ia berkata : Aku pernah berkata kepada Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu
‘anhu : “Tidakkah engkau menuliskan sesuatu kepada kami, karena kami tidak
menghapalnya ?”. Ia menjawab : “Tidak, kami tidak akan menuliskan bagi kalian.
Dan kami tidak akan menjadikannya (seperti) Al-Qur’an (yang tertulis). Akan
tetapi, hapalkanlah dari kami sebagaimana kami menghapalnya dari Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 478; shahih.
Diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhal 2/216, Al-Khathiib
dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 19-27, dan ‘Abdullah Al-Anshaariy dalam Dzammul-Kalaam
wa Ahlihi 3/240].
أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ عِيسَى النَّاقِدُ، أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ
بْنُ جَعْفَرِ بْنِ حَمْدَانَ بْنِ مَالِكٍ الْقَطِيعِيُّ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ
مُحَمَّدٍ الْفِرْيَابِيُّ، حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا مَرْوَانُ
الْفَزَارِيُّ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ، عَنْ أَبِي الشَّعْثَاءَ الْمُحَارِبِيُّ، أَنَّ
ابْنَ مَسْعُودٍ، كَرِهَ كِتَابَ الْعِلْمِ "
Telah mengkhabarkan kepada
kami Muhammad bin Al-Hasan bin ‘Iisaa An-Naaqid : Telah mengkhabarkan kepada
kami Abu Bakr Ahmad bin Ja’far bin Hamdaan bin Maalik Al-Qathii’iy : Telah
menceritakan kepada kami Ja’far bin Muhammad Al-Firyaabiy : Telah menceritakan
kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami Marwaan
Al-Fazaariy, dari Abu Maalik, dari Abusy-Sya’tsaa’ Al-Muhaaribiy : Bahwasannya
Ibnu Mas’uud membenci penulisan ilmu [Diriwayatkan oleh Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi
no. 28; shahih].
أَخْبَرَنَا
ابْنُ رَزْقَوَيْهِ، أَخْبَرَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا حَنْبَلٌ، حَدَّثَنَا
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ الْقَوَارِيرِيُّ، حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ أَسْلَمَ،
حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ هِلالٍ، عَنْ أَبِي بُرْدَةَ، قَالَ: كَتَبْتُ حَدِيثَ أَبِي
مُوسَى أَنَا وَمَوْلَى لَنَا، قَالَ: فَظَنَّ أَنِّي أَكْتُبُ حَدِيثَهُ، فَقَالَ
" يَا بُنَيَّ أَتَكْتُبُ حَدِيثِي "؟ قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: " جِئْنِي
بِهِ "، قَالَ: فَأَتَيْتُهُ بِهِ، فَنَظَرَ فِيهِ، فَمَحَاهُ، وَقَالَ:
" يَا بُنَيَّ احْفَظْ كَمَا حَفِظْتُ ".
Telah menceritakan kepada
kami Ibnu Razqawaih : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Utsmaan bin Ahmad :
Telah menceritakan kepada kami Hanbal : telah menceritakan kepada kami
‘Ubaidullah bin ‘Umar Al-Qawaaririy : Telah menceritakan kepada kami Sahl bin
Aslam : Telah menceritakan kepada kami Humaid bin Hilaal, dari Abu Burdah, ia
berkata : Aku dan maulaku pernah menulis hadits Abu Muusaa. Lalu ia (Abu
Muusaa) mengira aku menulis haditsnya. Ia pun berkata : “Wahai anakku, apakah
engkau menulis haditsku ?”. Aku menjawab : “Ya, benar”. Ia berkata :
“Berikanlah kepadaku tulisanmu itu”. Aku pun menyerahkannya kepadanya, ia pun
melihat tulisanku itu, kemudian menghapusnya. Abu Muusaa berkata : “Wahai
anakku, hapalkanlah (dariku) sebagaimana aku menghapalnya (dari Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam)” [Diriwayatkan oleh Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi
no. 33; hasan].
حدثنا
أَبُو مُسْهِرٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي الْمُنْذِرُ بْنُ نَافِعٍ، قال: سَمِعْتُ إِدْرِيسَ
بْنَ أَبِي إِدْرِيسَ، يَقُولُ: قَالَ لِي أَبِي: " أَتَكْتُبُ مِمَّا تَسْمَعُ
مِنِّي؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: فَأْتِنِي بِهِ. فَأَتَيْتُهُ بِهِ فَخَرَّقَهُ
"
Telah menceritakan kepada
kami Abu Mus-hir, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Al-Mundzir bin
Naafi’, ia berkata : Aku mendengar Idriis bin Abi Idriis berkata : Ayahku
pernah berkata kepadaku : “Apakah engkau menulis apa-apa yang engkau dengar
dariku ?”. Aku menjawab : “Benar”. Ia berkata : “Berikanlah tulisan itu
kepadaku”. Lalu akupun memberikannya kepadanya, kemudian ia menyobeknya” [Diriwayatkan
oleh Abu Zur’ah dalam At-Taariikh no. 784, dan darinya Al-Khathiib dalam
Taqyiidul-‘Ilmi no. 53; shahih].
أَخْبَرَنَا
عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَحْيَى، نا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ، نا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ
الْعَزِيزِ، نا إِسْحَاقُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الطَّالْقَانِيُّ، قَالَ: قُلْتُ لِجَرِيرٍ
يَعْنِي ابْنَ عَبْدِ الْحَمِيدِ، " أَكَانَ مَنْصُورٌ يَعْنِي ابْنَ الْمُعْتَمِرِ
يَكْرَهُ كِتَابَ الْحَدِيثِ؟ قَالَ: نَعَمْ، مَنْصُورٌ، وَمُغِيرَةُ، وَالأَعْمَشُ
كَانُوا يَكْرَهُونَ كِتَابَ الْحَدِيثِ "
Telah mengkhabarkan kepada
kami ‘Abdurrahmaan bin Yahyaa : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Umar bin
Muhammad : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdil-‘Aziiz : Telah
mengkhabarkan kepada kami Ishaaq bin Ismaa’iil Ath-Thalqaaniy, ia berkata Aku
berkata kepada Jariir bin ‘Abdil-Hamiid : “Apakah Manshuur bin Al-Mu’tamir membenci
penulisan hadits ?”. Ia menjawab : “Benar. Manshuur, Mughiirah, dan Al-A’masy
membenci penulisan hadits” [Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil-Barr dalam Al-Jaami’
no. 370; shahih. Diriwayatkan juga oleh Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi no.
63].
Sikap sebagian salaf yang
membenci penulisan hadits/ilmu tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, di
antaranya :
1.
Kekhawatiran akan
tersibukkannya mereka terhadap tulisan tersebut sehingga melalaikan Al-Qur’an.
Di antara riwayat yang menunjukkan hal tersebut antara lain :
أَخْبَرَنِي
أَبُو الْفَتْحِ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عُمَرَ بْنِ خَلَفٍ الرَّزَّازُ، أَخْبَرَنَا
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ الْبُرُوجِرْدِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ وَهْبٍ الْحَافِظُ، فِي سَنَةِ ثَمَانِ وَثَلاثِ مِائَةٍ،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَلَفٍ الْعَسْقَلانِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ
الْفِرْيَابِيُّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ سَعِيدٍ الثَّوْرِيُّ، عَنْ مَعْمَرِ بْنِ
رَاشِدٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عُمَرَ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، أَنَّهُ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ السُّنَنَ
فَاسْتَخَارَ اللَّهَ شَهْرًا، فَأَصْبَحَ وَقَدْ عَزَمَ لَهُ، ثُمَّ قَالَ:
" إِنِّي ذَكَرْتُ قَوْمًا كَانُوا قَبْلَكُمْ كَتَبُوا كِتَابًا فَأَقْبَلُوا
عَلَيْهِ وَتَرَكُوا كِتَابَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ "
Telah mengkhabarkan kepadaku Abul-Fath ‘Abdul-Malik bin
‘Umar bin Khalaf Ar-Razzaaz : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ubaidullah bin
Sa’iid Al-Buruujardiy : Telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad ‘Abdullah
bin Muhammad bin Wahb Al-Haafidh pada tahun 309 H : Telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin Khalaf Al-‘Asqalaaniy : Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Yuusuf Al-Firyaabiy : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan bin
Sa’iid Ats-Tsauriy, dari Ma’mar bin Raasyid, dari Az-Zuhriy, dari ‘Urwah bin
Az-Zubair, dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dari ‘Umar bin Al-Khaththaab : Bahwasannya
ia bermaksud hendak menuliskan sunnah-sunnah, kemudian ia beristikharah kepada
Allah selama sebulan, lalu setelah itu ia pun bertekad untuk benar-benar
melaksanakannya. Ia berkata : “Sesungguhnya aku pernah menyebutkan satu kaum
sebelum kalian yang menulis kitab. Lalu mereka berpaling pada kitab tersebut
dan meninggalkan Kitabullah ‘azza wa jalla” [Diriwayatkan oleh
Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 68 dengan sanad shahih].
أَخْبَرَنَا
أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، ثنا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ،
ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي دَاوُدَ، ثنا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ،
ثنا ابْنُ جُرَيْجٍ، أَخْبَرَنِي الْحَسَنُ بْنُ مُسْلِمٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ،
أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ كَانَ يَنْهَى عَنْ كِتَابِ الْعِلْمِ، وَأَنَّهُ قَالَ:
" إِنَّمَا أَضَلَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْكُتُبُ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah
Al-Haafidh : Telah menceritakan kepada kami Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ya’quub
bin Abi Daawud[1] : Telah
menceritakan kepada kami Rauh bin ‘Ubaadah : Telah menceritakan kepada kami
Ibnu Juraij : Telah mengkhabarkan kepadaku Al-Hasan bin Muslim, dari Sa’iid bin
Jubair : Bahwasannya Ibnu ‘Abbaas melarang penulisan ilmu, dan ia berkata : “Yang
menyesatkan orang-orang sebelum kalian hanyalah kitab-kitab” [Diriwayatkan oleh
Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhal no. 736 dengan sanad shahih].
حدثني
أبي : قال : حدثنا ابن علية . قال : إنما كرهوا الكتاب . لأن من كان قبلكم اتخذوا
الكتب , فأعجبوا بها ، فكانوا يكرهون أن يشتغلوا بها عن القرآن
Telah menceritakan kepadaku ayahku, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Ibnu ‘Ulayyah, ia berkata : “Mereka (sebagian salaf)
hanyalah membenci kitab-kitab karena orang-orang sebelum kalian telah
menjadikan kitab-kitab (sebagai pegangan), lalu mereka pun kagum padanya.
Mereka (sebagian salaf) membenci bahwa hal itu akan menyibukkan mereka dari
Al-Qur’an” [Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam Al-‘Ilal no.
2731; shahih].
2.
Kekhawatiran akan
ketergantungan terhadap kitab sehingga melemahkan hapalan mereka. Telah lewat
beberapa riwayat di atas tentang anjuran untuk menghapalkan ilmu/hadits dari
salaf. Ada beberapa riwayat lain yang menunjukkan hal itu antara lain :
أَخْبَرَنَا
ابْنُ رَزْقَوَيْهِ، أَخْبَرَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا حَنْبَلُ بْنُ
إِسْحَاقَ، حَدَّثَنِي أَبُو عَبْدِ اللَّهِ وَهُوَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، قَالَ: بِئْسَ الْمُسْتَودِعُ
الْعِلْمَ الْقَرَاطِيسَ
Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Razqawaih : Telah
mengkhabarkan kepada kami ‘Utsmaan bin Ahmad : Telah menceritakan kepada kami
Hanbal bin Ishaaq : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal
: Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Sa’iid, dari Sufyaan Ats-Tsauriy,
ia berkata : “Sejelek-jelek tempat penyimpanan ilmu adalah kertas”
[Diriwayatkan oleh Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 85 dengan sanad
shahih].
Atas riwayat ini, Al-Khathiib rahimahullah berkomentar
:
وَكَانَ
سُفْيَانُ يَكْتُبُ، أَفَلا تَرَى أَنَّ سُفْيَانَ ذَمَّ الاتِّكَالِ عَلَى الْكِتَابِ
وَأَمَرَ بِالْحِفْظِ، وَكَانَ مَعَ ذَلِكَ يَكْتُبُ احْتِيَاطًا وَاسْتِيثَاقًا
“Namun Sufyaan sendiri menulis. Tidakkah engkau lihat
bahwasannya Sufyaan mencela bergantung pada kitab dan memerintahkan untuk
menghapalnya ? – dan bersamaan dengan itu, ia pun menulis sebagai kehati-hatian
dan membantu ketelitian” [Taqyiidul-‘Ilmi, hal. 62].
Di antara salaf, ada yang menulis untuk menghapalnya;
dan jika telah hapal, mereka pun menghapusnya.
أَخْبَرَنَا
عَفَّانُ بْنُ مُسْلِمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ
عَتِيقٍ، أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ سِيرِينَ كَانَ لا يَرَى بَأْسًا أَنْ يَكْتُبَ الْحَدِيثَ،
فَإِذَا حَفِظَهُ مَحَاهُ "
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Affaan bin Muslim, ia
berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, dari Yahyaa bin
‘Atiiq : Bahwasannya Muhammad bin Siiriin memandang tidak mengapa menulis
hadits. Apabila telah menghapalnya, ia menghapusnya” [Diriwayatkan Ibnu Sa’d
dalam Ath-Thabaqaat 7/101; shahih. Diriwayatkan juga oleh Ar-Raamahurmuziy
dalam Al-Muhaddits Al-Faashil no. 371 dan Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi
no. 90].
حدثني
أبي، قال: حدثنا وكيع، قال: حدثنا الأعمش، عن إبراهيم، قال: قال مسروق لعلقمة: اكتب
لي النظائر، قال: أما علمت أن الكتاب يكره، قال: إنما أتعلمه، ثم أمحاه، قال: لا بأس.
Telah menceritakan kepadaku ayahku, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Wakii’, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami
Al-A’masy, dari Ibraahiim, ia berkata : Masruuq pernah berkata kepada ‘Alqamah
: “Tuliskanlah untukku yang semisalnya”. ‘Alqamah berkata : “Tidakkah engkau
mengetahui bahwa penulisan itu dibenci ?”. Masruuq berkata : “Ia hanyalah aku
pergunakan untuk belajar (menghapalnya) saja, kemudian aku akan menghapusnya”. ‘Alqamah
berkata : “Tidak mengapa dengannya” [Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad
dalam Al-‘Ilal no. 242 dengan sanad shahih. Diriwayatkan juga oleh Ibnu
‘Abdil-Barr dalam Al-Jaami’ no. 359 dan Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi
no. 86].
حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ هَانِئٍ، نا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، نا حَجَّاجٌ، قَالَ: سَمِعْتُ
شُعْبَةَ، يَقُولُ: قَالَ خَالِدٌ الْحَذَّاءُ: " مَا كَتَبْتُ حَدِيثًا قَطُّ
إِلا حَدِيثًا طَوِيلا، فَإِذَا حَفِظْتُهُ مَحَوْتُهُ "
Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Haani’ :
Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin Hanbal : Telah mengkhabarkan kepada
kami Hajjaaj, ia berkata : Aku mendengar Syu’bah berkata : Telah berkata
Khaalid Al-Hadzdzaa’ : “Aku tidak menulis hadits sedikitpun, kecuali hadits
yang panjang. Apabila aku telah menghapalnya, aku pun menghapusnya”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Ja’d no. 1265; shahih. Diriwayatkan juga oleh
Ramaahurmuziy dalam Al-Muhaddits Al-Faashil no. 374 dan Al-Khathiib
dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 88].
3.
Kekhawatiran
bahwasannya kitab ilmu itu akan disalahgunakan.
أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ، وَعُبَيْدُ اللَّهِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ نُعْمَانَ بْنِ
قَيْسٍ، أَنَّ عَبِيدَةَ دَعَا بِكُتُبِهِ فَمَحَاهَا عِنْدَ الْمَوْتِ، وَقَالَ:
" إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَلِيَهَا قَوْمٌ، فَلَا يَضَعُونَهَا مَوَاضِعَهَا
"
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Yuusuf dan
‘Ubaidullah, dari Sufyaan, dari Nu’maan bin Qais : Bahwasannya ‘Ubaidah pernah
meminta kitab-kitabnya lalu menghapusnya menjelang kematiannya, lalu ia berkata
: “Sesungguhnya aku khawatir ia akan jatuh pada satu kaum, dimana mereka tidak
menempatkannya pada tempat yang semestinya” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 481;
shahih. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Syaibah 9/17, Ibnu Sa’d 6/63, Abu
Khaitsamah dalam Al-‘Ilm no. 112, dan Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi
no. 95-96].
Seandainya ilmu itu
benar-benar tidak tercatat dan dibukukan, betapa banyak kita akan kehilangannya.
وَأُخْبِرْتُ
عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ، قَالَ: قَالَ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، أَخْبَرَنِي صَالِحُ
بْنُ كَيْسَانَ، قَالَ: " اجْتَمَعْتُ أَنَا وَالزُّهْرِيُّ، وَنَحْنُ، نَطْلُبُ
الْعِلْمَ فَقُلْنَا نَكْتُبُ السُّنَنَ قَالَ: وَكَتَبْنَا مَا جَاءَ عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ثُمَّ قَالَ نَكْتُبُ مَا جَاءَ عَنِ الصَّحَابَةِ
فَإِنَّهُ سَنَّةٌ، قَالَ: قُلْتُ إِنَّهُ لَيْسَ بِسُنَّةٍ فَلا نَكْتُبُهُ، قَالَ:
فَكَتَبَ وَلَمْ أَكْتُبْ فَأَنْجَحَ وَضَيَّعْتُ،
Aku telah mengkhabarkan
dari ‘Abdurrazzaaq, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar : telah
mengkhabarkan kepadaku Shaalih bin kaisaan, ia berkata : “Aku pernah berkumpul bersama
Az-Zuhriy, dan kami sedang mencari ilmu. Kami berkata : ‘Kita akan menulis sunnah-sunnah’.
Ia (Az-Zuhriy) berkata : ‘Kita akan menulis apa yang datang dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam’. Ia melanjutkan : ‘Dan kita juga akan menulis apa-apa
yang datang dari para shahabat, karena ia merupakan sunnah juga’. Aku berkata :
‘Ia bukan merupakan sunnah, maka kita jangan menulisnya’. Ia (Az-Zuhriy) tetap
menulisnya, sedangkan aku tidak. Ia berhasil (menjaga sunnah para shahabat),
sedangkan aku kehilangan (sunnah para shahabat)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d
2/446; shahih. Diriwayatkan juga oleh Abu Zur’ah dalam At-Taariikh no. 966].
أَخْبَرَنَا
الْوَلِيدُ بْنُ شُجَاعٍ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ شَابُورٍ، أَخْبَرَنَا
الْوَلِيدُ بْنُ سُلَيْمَانَ بْنِ أَبِي السَّائِبِ، عَنْ رَجَاءِ بْنِ حَيْوَةَ، أَنَّهُ
حَدَّثَهُ، قَالَ: كَتَبَ هِشَامُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ إِلَى عَامِلِهِ أَنْ يَسْأَلَنِي
عَنْ حَدِيثٍ، قَالَ رَجَاءٌ: " فَكُنْتُ قَدْ نَسِيتُهُ لَوْلَا أَنَّهُ كَانَ
عِنْدِي مَكْتُوبًا "
Telah mengkhabarkan kepada
kami Al-Waliid bin Syujaa’ : Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Syu’aib
bin Syaabuur : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Waliid bin Sulaimaan bin
Abis-Saaib, dari Rajaa’ bin Haiwah, bahwasannya ia telah menceritakan
kepadanya, ia berkata : “Hisyaam bin ‘Abdil-Malik pernah menulis kepada
pegawainya untuk menanyakan kepadaku tentang hadits”. Rajaa’ melanjutkan : “Niscaya
aku lupa hadits itu seandainya ia tidak tertulis di sisiku” [Diriwayatkan oleh
Ad-Daarimiy no. 522; shahih. Diriwayatkan juga oleh Abu Zur’ah dalam At-Taariikh
no. 793].
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُسْلِمٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ دِينَارٍ، قَالَ: كَتَبَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ إِلَى أَهْلِ الْمَدِينَةِ:
" أَنْ انْظُرُوا حَدِيثَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاكْتُبُوهُ،
فَإِنِّي قَدْ خِفْتُ دُرُوسَ الْعِلْمِ وَذَهَابَ أَهْلِهِ "
Telah menceritakan kepada
kami Yahyaa bin Hassaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin
Muslim, dari ‘Abdullah bin Diinaar, ia berkata : ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz
menulis surat penduduk Madiinah : “Hendaknya kalian periksa hadits Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam, lalu tulislah. Karena sesungguhnya aku khawatir
(hilangnya) pelajaran ilmu dan meninggalnya ulama” [Diriwayatkan oleh
Ad-Daarimiy no. 505; shahih].
أَخْبَرَنَا
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الْمَجِيدِ، حَدَّثَنَا سَوَادَةُ بْنُ حَيَّانَ، قَالَ:
سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ قُرَّةَ أَبَا إِيَاسٍ، يَقُولُ: كَانَ يُقَالُ: "
مَنْ لَمْ يَكْتُبْ عِلْمَهُ، لَمْ يَعُدْ عِلْمُهُ عِلْمًا "
Telah mengkhabarkan kepada
kami ‘Ubaidullah bin ‘Abdil-Majiid : Telah menceritakan kepada kami Sawaadah
bin Hayyaan, ia berkata : Aku mendengar Mu’aawiyyah bin Qurrah Abu Iyaas
berkata : “Dahulu dikatakan : ‘Barangsiapa yang tidak menuliskan ilmunya, maka
ilmunya itu tidak akan kembali menjadi ilmu (yang dapat dimanfaatkan – karena hilang)”
[Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 507; shahih. Diriwayatkan juga oleh Ar-Ramaahurmuziy
dalam Al-Muhaddits Al-Faashil no. 341-342 dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah
2/302].
Dan akhirnya,…. artikel ini
saya tutup dengan riwayat berikut :
ثنا
إِسْحَاقُ بْنُ سُلَيْمَانَ الرَّازِيُّ، قَالَ: سَمِعْتُ حَنْظَلَةَ، يُحَدِّثُ عَنْ
عَوْنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: " قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ:
يُقَالُ: إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُونَ عَالِمًا، فَكُنْ عَالِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ،
فَكُنْ مُتَعَلِّمًا، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ مُتَعَلِّمًا فَأَحِبَّهُمْ، فَإِنْ لَمْ
تُحِبَّهُمْ فَلا تَبْغُضْهُمْ، فَقَالَ عُمَرُ: " سُبْحَانَ اللَّهِ ! لَقَدْ
جَعَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهَ مَخْرَجًا "
Telah menceritakan kepada
kami Ishaaq bin Sulaimaan Ar-Raaziy, ia berkata : Aku mendengar Handhalah
menceritakan hadits dari ‘Aun bin ‘Abdillah, ia berkata : Aku pernah berkata
kepada ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz : “Dikatakan : Apabila engkau sanggup menjadi
seorang yang ‘aalim (ulama), maka jadilah orang yang ‘aalim. Jika
engkau tidak sanggup menjadi orang yang ‘aalim, jadilah muta’allim
(penuntut ilmu). Apabila engkau bukanlah seorang muta’allim, maka
cintailah mereka (ulama dan penuntut ilmu). Jika engkau tidak mencintai mereka,
minimal engkau tidak membenci mereka”. ‘Umar berkata : “Subhaanallaah,
sungguh Allah ‘azza wa jalla telah menetapkan baginya jalan keluar”
[Diriwayatkan oleh Abu Khaitsamah dalam Al-‘Ilm no. 2; shahih].
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ –
sardonoharjo, ngaglik, sleman, yk].
[1] Yang benar namanya adalah Muhammad bin ‘Ubaidillah
bin Yaziid Al-Baghdaadiy, seorang yang tsiqah.
Comments
Yang ana saksikan pada kebanyakan majelis taklim dan dauroh, justru mayoritas penuntut ilmunya jarang yang mencatat.
Mungkin hafalan mereka sudah kuat??
Padahal hafalan mereka bukan seperti Imam al-Bukhari.
Atau karena mereka merasa sudah ada bukunya??
Padahal banyak faedah-faedah yang tidak terdapat di buku.
Betul ndak pendapat saya, pak ustadz Abul Jauzaa?
ya ustadz bisa komen sedikit mengenai tulisan link ini :
http://umarmnoor.blogspot.com/2011/03/membandingkan-metode-mutaqaddimin-dan.html
Dikatakan Syaikh al Al Bani dangkal dlm menganalisa riwayat Ma'mar dari Az-Zuhri ...
afwan ust. klo pertanyaan saya keluar dt tema diatas, ada pertanyaan kyk gini:
Tmn2 smw q mau nnya,bgaimana hkmnya memasng tulisan smsl"MASAKAN PADANG"d dpn wrung/restrn,yg mn bumbu mknn,pnjual,tdk asli dr padang..?trmsuk jual beli yg ghoror kah?
gmn menjawabx ust.., syukran barakallahu fiikum
Masakan Padang tidak mensyaratkan bahwa pemasaknya harus orang Padang. Begitu juga bumbunya. Orang Jawa yang masak masakan Padang dengan membeli bumbu dari pasar Kliwon Solo, tetap saja hasil masakannya itu disebut masakan Padang. Ini bukan manipulasi, trik, atau dusta. Bukan pula gharar, karena yang dijualnya jelas, masakan Padang.
Kecuali kita nulis plang : WARUNG MAKAN ORANG PADANG. Nah,... kalau yang njual orang Jawa, ya ini bohong namanya.
Usstadz bagaimana tanggapan antum terhadap sebagian qoul ulama yang mengatakan bahwa "haditsnya perowi yang shoduq apabila bersendirian, maka digolongkan sebagai hadits mungkar" yang berarti haditsnya tidak bisa dijadikan hujjah.
karena ana melihat antum juga dalam masalah hadits Ajn berhujjah dengannya. dan hadits tersebut adalah salah satu yang masuk dalam qoul ulama tersebut.
Jazakalloh Khoir
Abu Nayif
Seekor kambing cukup untuk qurban satu keluarga, dan pahalanya mencakup seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak atau bahkan yang sudah meninggal dunia. Sebagaimana hadits Abu Ayyub radhiyallahu’anhu yang mengatakan, “Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. Tirmidzi dan beliau menilainya shahih, lihat Minhaajul Muslim, 264 dan 266). (sumber : http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/fiqih-qurban.html)
lalu gmn dgn Sapi, apakah juga boleh untuk semua keluarga bahkan yg telah meninggal..??
barakallahu fiik
Sembelihan kurban untuk seekor kambing, sapi, atau onta mencukupi bagi dirinya (kepala keluarga) dan seluruh keluarganya. wallaahu a'lam.
afwan ust.., Bisakah menggabungkan Niat antara Qurban & Aqiqah..???
barakallahu fiik...,*smile
tidak.
wa fiik baarakallaah
ijin share yah...syukron
Akhi, ada faedah bagus dari blognya Irfan bin Abid yang dinukil dari tulisan Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid bahwa hadits "Ikatlah Ilmu dengan Tulisan" adalah shohih secara mauquf tapi tidak shohih secara marfu' menurut Syaikh al-Albani.
Lihat bagian komentar dari alamat:
http://ibnabid.wordpress.com/2007/03/11/ikatlah-ilmu-dengan-menuliskannya/
Numpang tanya saudara, bagaimana cara menuliskan hadist di blog seperti blog anda ini?
Posting Komentar