Saya
sangat yakin, bagi Pembaca yang kenal trik-trik Syi’ah, akan sangat
akrab dengan hadits berikut :
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ
حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ مُغِيرَةَ عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ قَالَ عَبْدُ
اللَّهِ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا فَرَطُكُمْ
عَلَى الْحَوْضِ لَيُرْفَعَنَّ إِلَيَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ
لِأُنَاوِلَهُمْ اخْتُلِجُوا دُونِي فَأَقُولُ أَيْ رَبِّ أَصْحَابِي يَقُولُ لَا
تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
Telah
menceritakan kepada kami Muusaa bin Ismaa’iil : Telah menceritakan kepada kami
Abu ‘Awaanah, dari Mughiirah, dari Abu Waail, ia berkata : Telah berkata
‘Abdulah : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Aku
akan mendahului kalian sampai di Haudl dan akan dihadapkan kepadaku beberapa
orang dari kalian. Kemudian ketika aku memberi minum mereka, mereka terhalau
dariku maka aku bertanya : ‘Wahai Rabbku, mereka itu shahabat-shahabatku.
Dia berfirman : ‘Engkau tidak tahu apa yang mereka perbuat sepeninggalmu”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7049].
Mereka
– dengan tujuan menipu orang awam – mengklaim bahwa berdasarkan hadits ini
banyak di antara shahabat yang akan terusir dari Haudl. Para shahabat itu
terusir karena telah balik menjadi kafir setelah beriman, atau juga karena
berkhianat terhadap ‘wasiat’ beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam atas
kekhalifahan ‘Aliy radlillaahu ‘anhu sepeninggal beliau. Tentu saja,
tuduhan-tuduhan semacam ini akan dialamatkan pertama kali kepada Abu Bakr dan ‘Umar
radliylaahu ‘anhumaa, yang mereka anggap sebagai dua berhala Quraisy. Dan
setelah itu istri-istri Nabi dan para pembesar shahabat lain radliyallaahu
‘anhum.
Sebenarnya,
dengan pola pikir yang sama kita akan dapat menyimpulkan bahwa mereka yang
terusir itu tidak terkecuali Ahlul-Bait beliau shallallaahu ‘alaihi wa
sallam. Dan siapa Ahlul-Bait yang paling utama menurut kacamata Syi’ah ?
Benar, ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Kok bisa demikian ?
Mari kita lihat bersama hadits berikut :
حدثنا سعيد بن أبي مريم: حدثنا محمد بن
مطَّرف: حدثني أبو حازم، عن سهل بن سعد قال:
قال النبي صلى الله عليه وسلم: (إني فرطكم
على الحوض، من مر علي شرب، ومن شرب لم يظمأ أبدا، ليردنَّ علي أقوام أعرفهم
ويعرفونني، ثم يحال بيني وبينهم).
قال أبو حازم: فسمعني النعمان بن أبي عياش
فقال: هكذا سمعت من سهل؟ فقلت: نعم، فقال: أشهد على أبي سعيد الخدري، لسمعته وهو
يزيد فيها: (فأقول: إنهم مني، فيقال: إنك لا تدري ما أحدثوا بعدك، فأقول: سحقاً
سحقاً لمن غيَّر بعدي).
Telah
menceritakan kepada kami Sa’iid bin Abi Maryam : Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Mutharrif : Telah menceritakan kepadaku Abu Haazim, dari Sahl bin
Sa’iid, ia berkata : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
: “Sesungguhnya akulah yang pertama-tama mendatangi Haudl. Barangsiapa yang
menuju kepadaku akan minum, dan barangsiapa yang minum niscaya tidak akan haus
selama-lamanya. Sungguh akan ada beberapa kaum yang mendatangiku dan aku
mengenalnya dan mereka juga mengenaliku, kemudian antara aku dan mereka
dihalangi". Abu Haazim berkata : “Lalu An-Nu'maan bin Abi 'Ayyaasy
mendengarku, lalu berkata : 'Beginikah kamu mendengar dari Sahl ?'. Aku berkata
: ‘Benar’. Lalu ia berkata : ‘Aku bersaksi atas Abu Sa'iid Al-Khudriy,
bahwasannya aku benar-benar telah mendengarnya dimana ia menambah lafadh :
"Lalu aku (Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam) berkata : ‘Mereka
adalah bagian dariku !'. Namun dikatakan : 'Sungguh engkau tidak tahu apa
yang mereka lakukan sepeninggalmu !' Maka aku berkata : ‘Menjauh, menjauh, bagi
orang yang mengubah (agama) sepeninggalku" [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 6583-6584].
Perkataan
beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : إنهم
مني (‘mereka adalah bagian dariku’) merupakan lafadh yang
mengarah pertama kami kali kepada Ahlul-Bait beliau. Makna inilah
yang lebih dekat daripada yang lain. Mungkin para Pembaca budiman perlu saya
ingatkan kembali hadits yang sering dibawakan orang-orang Syi’ah :
أنت مني وأنا منك
“Engkau
(‘Aliy) termasuk bagian dariku, dan akupun termasuk bagian darimu”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 4251].
فاطمة بضعة مني، فمن أغضبها أغضبني
“Faathimah
adalah bagian dariku. Barangsiapa yang membuatnya marah, itu artinya juga
membuatku marah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3714].
حسين مني وأنا من حسين أحب الله من أحب
حسينا حسين سبط من الأسباط
“Husain
termasuk bagian dariku dan aku termasuk bagian dari Husain. Allah akan
mencintai siapa saja yang mencintai Husain. Husain adalah satu umat di antara
umat-umat lain dalam kebaikan” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3775,
Ahmad 4/172 dan dalam Al-Fadlaail no. 1361, Ibnu Abi Syaibah 12/102,
Ibnu Maajah no. 144, Ibnu Hibbaan no. 6971, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir
22/no. 702, Al-Haakim 3/177, dan lain-lain; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah
Ash-Shahiihah no. 1227].
Masih
banyak hadits-hadits lain semisal.
‘Aliy,
Faathimah, dan Al-Husain radliyallaahu ‘anhum merupakan bagian dari
(Ahlul-Bait) Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Mungkin
saja mereka akan berkilah bahwa lafadh hadits إنهم
مني (‘mereka adalah bagian
dariku’) bukan berasal dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
namun semata-mata hanya tambahan dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu
‘anhu semata.
Pembelaan
diri semacam itu tentu saja sudah keluar dari bahasan ilmu hadits yang ma’ruf,
sebab tambahan lafadh dari seorang shahabat adalah diterima selama tidak ada
bukti valid bahwasannya itu mudraj dari perkataan Abu Sa’iid. Sangat
jelas Abu Sa’iid mengatakan :
"Lalu
aku (Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam) berkata : ‘Mereka adalah
bagian dariku !'.
Artinya,
Abu Sa’iid memang benar-benar meriwayatkan sesuai dengan yang ia dengar dari
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan lafadh tersebut. Dikuatkan
lagi dengan kesaksian Asmaa’ binti Abi Bakr radliyallaahu ‘anhumaa yang
membawakan lafadh semisal :
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ
عَنْ نَافِعِ بْنِ عُمَرَ قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ أَسْمَاءَ
بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَتْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي عَلَى الْحَوْضِ حَتَّى أَنْظُرَ مَنْ يَرِدُ
عَلَيَّ مِنْكُمْ وَسَيُؤْخَذُ نَاسٌ دُونِي فَأَقُولُ يَا رَبِّ مِنِّي وَمِنْ
أُمَّتِي فَيُقَالُ هَلْ شَعَرْتَ مَا عَمِلُوا بَعْدَكَ وَاللَّهِ مَا بَرِحُوا
يَرْجِعُونَ عَلَى أَعْقَابِهِمْ
Telah
menceritakan kepadaku Sa’iid bin Abi Maryam, dari Naafi’ bin ‘Umar, ia berkata
: Telah menceritakan kepadaku Ibnu Abi Mulaikah, dari Asmaa’ binti Abi Bakr radliyallaahu
‘anhaa, ia berkata : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
: “Aku akan berdiri di atas telaga Haudl, kemudian aku akan melihat beberapa
orang akan datang kepadaku di antara kalian, dan beberapa manusia dihalau
dariku, dan aku akan berkata : ‘Ya Rabb, mereka bagian dariku dan dari
ummatku’. Kemudian akan dikatakan : ‘Apakah kamu mengetahui apa yang mereka
perbuat sepeninggalmu?’. Demi Allah, mereka telah berbalik ke belakang (murtad)”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6593].
Setelah
mereka (orang-orang Syi’ah) tidak punya alasan untuk melemahkan dari sisi ini,
mungkin mereka beralasan bahwa Ahlul-Bait adalah golongan yang dikecualikan
dari sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Sebab, kata
mereka – mungkin - , banyak nash-nash yang menyatakan keutamaan Ahlul-Bait dan
menyatakan bahwa mereka (‘Aliy, Faathimah, Al-Hasan, dan Al-Husain) termasuk
penduduk surga.
Dengan
alasan yang sama kita juga dapat katakan kepada mereka : Begitu pula dengan
para shahabat. Banyak nash-nash yang menyatakan bahwa para shahabat yang mereka
kafirkan termasuk penduduk surga. Sebagian kecil diantaranya :
حدثنا قتيبة حدثنا عبد العزيز بن محمد عن
عبد الرحمن بن حميد عن أبيه عن عبد الرحمن بن عوف قال قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم : أبو بكر في الجنة وعمر في الجنة وعثمان في الجنة وعلي في الجنة وطلحة في
الجنة والزبير في الجنة وعبد الرحمن بن عوف في الجنة وسعد في الجنة وسعيد في الجنة
وأبو عبيدة بن الجراح في الجنة
Telah
menceritakan kepada kami Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami
‘Abdul-‘Aziiz bin Muhammad, dari ‘Abdurrahmaan bin Humaid, dari ayahnya, dari
‘Abdurrahmaan bin ‘Auf, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam : “Abu Bakr di surga, ‘Umar di surga, ‘Utsmaan di
surga, ‘Aliy di surga, Thalhah di surga, Az-Zubair di surga, ‘Abdurrahmaan in
‘Auf di surga, Sa’d di surga, Sa’iid di surga, dan Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarraah
di surga” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3747. Diriwayatkan juga oleh
Ahmad 1/193 dan dalam Al-Fadlaail no. 278, An-Nasaa’iy dalam Fadlaailush-Shahaabah
no. 91, Abu Ya’laa no. 835, Ibnu Hibbaan no. 7002, dan yang lainnya; shahih].
عن عائشة أن جبريل جاء بصورتها في خرقة
حرير خضراء إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : إن هذه زوجتك في الدنيا والآخرة
Dari
‘Aaisyah ia berkata : “Bahwasannya Jibriil datang kepada Nabi shallallaahu
'alaihi wa sallam bersama gambar Aisyah dalam secarik kain sutera hijau,
lalu berkata : ‘Sesungguhnya ini adalah isterimu di dunia dan akhirat’”
[Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3880, Ishaaq bin Rahawaih no. 1237, dan
yang lainnya; shahih].
حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ يَزِيدَ
الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ قَالَ حَدَّثَنِي ثَوْرُ بْنُ
يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ أَنَّ عُمَيْرَ بْنَ الْأَسْوَدِ
الْعَنْسِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ أَتَى عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ وَهُوَ نَازِلٌ
فِي سَاحَةِ حِمْصَ وَهُوَ فِي بِنَاءٍ لَهُ وَمَعَهُ أُمُّ حَرَامٍ قَالَ
عُمَيْرٌ فَحَدَّثَتْنَا أُمُّ حَرَامٍ أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ
الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا قَالَتْ أُمُّ حَرَامٍ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَنَا فِيهِمْ قَالَ أَنْتِ فِيهِمْ ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ قَيْصَرَ
مَغْفُورٌ لَهُمْ فَقُلْتُ أَنَا فِيهِمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا
Telah
menceritakan kepadaku Ishaaq bin Yaziid Ad-Dimasyqiy : Telah menceritakan
kepada kami Yahyaa bin Hamzah, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Tsaur
bin Yaziid, dari Khaalid bin Ma’daan : Bahwasannya ‘Umair bin Al-Aswad
Al-‘Ansiy telah menceritakan kepadanya : Bahwa dia pernah menemui 'Ubaadah bin
Ash-Shaamit ketika dia sedang singgah dalam perjalanan menuju Himsh. Saat itu
dia sedang berada di rumahnya, dan Ummu Haram ada bersamanya. 'Umair berkata :
Maka Ummu Haram bercerita kepada kami bahwa dia pernah mendengar Nabi shallallaahu
'alaihi wa sallam bersabda : "Pasukan dari umatku yang pertama kali
berperang dengan mengarungi lautan, telah diwajibkan padanya (pahala surga)".
Ummu Haram berkata : Aku katakan : "Wahai Rasulullah, apakah aku termasuk
di antara mereka ?". Beliau bersabda : "Ya, kamu termasuk dari
mereka". Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kembali bersabda :
"Pasukan dari umatku yang pertama kali akan memerangi kota Qaishar
(Romawi) akan diberikan ampunan (dari dosa)". Aku katakan : "Apakah
aku termasuk di antara mereka, wahai Rasulullah ?". Beliau menjawab : “Tidak"
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2924].
Adalah
Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhumaa menjadi pemimpin
pasukan yang berperang di lautan tersebut.[1]
Adakah
orang-orang Syi’ah juga mengecualikan mereka sebagaimana mereka mengecualikan
Ahlul-Bait ?. Jika mereka tidak mengecualikan para shahabat yang tersebut di
atas, maka sudah selayaknya mereka juga tidak mengecualikan Ahlul-Bait dari
golongan orang yang terusir dari Haudl Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Ahlul-Bait lebih spesifik penyebutannya dibandingkan para shahabat di atas. Itu
jika mereka ingin konsisten. Namun, kita lihat saja bagaimana ulah dan dalih
orang Syi’ah dalam hal ini.
Saya
hanya ingin menasihatkan kepada orang-orang Syi’ah agar jangan menggunakan
hadits Haudl di atas untuk mencela para shahabat. Jika nasihat ini tidak
diindahkan, sama saja mereka membiarkan diri mereka ‘harus’ mencela Ahlul-Bait
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Dan
bagi rekan-rekan Ahlus-Sunnah, justru hadits ini semakin menunjukkan kepada
kita bagaimana keamanahan para shahabat dalam menyampaikan hadits. Hadits Haudl
di atas diriwayatkan oleh beberapa orang shahabat, diantaranya : Ibnu ‘Abbaas,
Asmaa’, Abu Sa’iid Al-Khudriy, Sahl bin Sa’iid, dan yang lainnya yang notabene
‘terancam’ dengan hadits yang mereka bawakan – menurut prasangka orang Syi’ah.
Semoga Allah ta’ala meridlai para shahabat dan Ahlul-Bait Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam yang shaalih dengan limpahan pahala yang berlipat.
Saya
tidak akan berbasah peluh untuk menuliskan penjelasan hadits Haudl tadi, sebab
telah banyak ikhwan yang mendahuluinya, diantaranya : http://abu-hanan.blogspot.com/2007/03/terusirnya-ahlul-bidah-dari-telaga-al.html
dan http://mirajulummah.com/2010/04/09/mereka-yang-terusir-dari-telaga-haudl/.
Wallaahu
ta’ala a’lam.
[abul-jauzaa’
– bogor – 18:48 – 13112010].
[1] Lihat pembahasan tentang shahabat
Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhumaa ini di : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/06/hadits-muawiyyah-mati-tidak-dalam-agama.html
dan http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/09/takhrij-hadits-ya-allah-jadikanlah.html.
afwan ust cba liat tulisan ini
BalasHapushttp://hizbut-tahrir.or.id/2008/02/18/bolehkah-menasehati-penguasa-di-tempat-umum-baik-secara-langsung-maupun-melalui-demonstrasi/..,
gmn mnurut USt..,syuran
Saudara anonim saya sarankan membaca artikel muslim.or.id dengan judul Amar Ma’ruf Nahi Mungkar (3) silakan membaca.
BalasHapusastagfirullahal adhim
BalasHapusastaghfirullahal adzim. Sebagaimana mahaguru nya (ibn taymiyyah)beginilah jadinya para pengikutnya. ya Allah jadikan kami menjadi pecintaMuyRasulMu dan ahlilbaitnya dan masukkanlah kami dalam golongan orang2 yg mendapatkan syafaatnya dan meneguk telaga haudh. Amin.
BalasHapusPerkataan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : إنهم مني (‘mereka adalah bagian dariku’) merupakan lafadh yang mengarah pertama kami kepada Ahlul-Bait beliau. Makna inilah...
BalasHapus-------
Mungkin maksud Ustadz adalah "pertama kali" bukan "pertama kami". Apakah demikian Ustadz?
Benar, salah ketik. Terima kasih masukannya, jazaakallaahu khairan. Telah saya perbaiki.
BalasHapus