Disebutkan
dalam Shahihain, dari Hudzaifah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila
hendak berangkat tidur biasa membaca :
بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوتُ
وَأَحْيَا
“Dengan
menyebut nama-Mu ya Allah aku mati dan hidup”.
dan
apabila beliau bangun dari tidurnya membaca :
الْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَحْيَانَا
بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
“Segala puji hanya milik
Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami. Dan kepada-Nya
tempat kembali”.[1]
أن النبي صلى الله عليه و سلم كان إذا أوى إلى فراشه كل ليلة جمع كفيه ثم نفث فيهما { قل هو الله أحد } و { قل أعوذ برب الفلق } و { قل أعوذ برب الناس } ثم يمسح بهما ما استطاع من جسده يبدأ بهما على رأسه ووجهه وما أقبل من جسده يفعل ذلك ثلاث مرات
“Bahwasannya
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila
beranjak ke tempat tidurnya pada setiap malam, beliau menghimpun dua telapak
tangannya, kemudian meniupkan padanya sambil membaca : ‘Qul huwallaahu ahad (surat Al-Ikhlash), Qul a’uudzu bi-rabbil-falaq (surat Al-Falaq), dan Qul a’uudzu bi-rabbin-naas (surat
An-Naas)’. Setelah itu mengusapkan kedua telapak tangannya itu ke seluruh
tubuhnya yang mampu untuk diusap, dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian
depan. Beliau melakukannya tiga kali”.[2]
Dalam
Shahih Al-Bukhariy, dari Abu Hurairah
bahwasannya ada seseorang yang mendatanginya dan mengais-ngais harta zakat.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah
mengangkat Abu Hurairah radliyallaahu
‘anhu sebagai penjaga harta zakat tersebut untuk beberapa malam. Ketika
menginjak malam ketiga, ia (Abu Hurairah) berkata : “Sungguh akan aku hadapkan
engkau kepada Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam !”. Orang tersebut berkata : “Lepaskanlah aku. Akan aku
ajarkan kepada engkau beberapa kalimat yang Allah akan memberikan manfaat
kepadamu dengannya” – sedangkan Abu Hurairah adalah seorang yang sangat
bersemangat dalam kebaikan - . Orang itu melanjutkan : “Apabila engkau beranjak
menuju dari tempat tidurmu, bacalah ayat kursiy : ‘Allaahu laa ilaha illaa huwal-hayyul-qayyuum’ – hingga akhir ayat.
Sesungguhnya dengan membaca itu, kamu senantiasa dalam perlindungan Allah.
Syaithan tidak akan mendekatimu hingga waktu shubuh. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
:
صدقك وهو كذوب
“Ia telah jujur kepadamu
kali ini, padahal ia seorang pendusta”.[3]
Al-Imam
Ahmad meriwayatkan kisah yang semisal dalam Musnad-nya
yang dibawakan oleh Abud-Dardaa’[4].
Diriwayatkan pula oleh Ath-Thabaraniy dalam Mu’jam-nya
yang dibawakan oleh Ubay bin Ka’b.[5]
Dalam
Shahihain, dari Abu Mas’ud
Al-Anshariy, dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
من قرأ بالآيتين من آخر سورة البقرة في ليلة كفتاه
“Barangsiapa membaca dua
ayat terakhir surat Al-Baqarah di malam hari, maka dua ayat itu telah
mencukupinya”.[6]
Yang
benar, maknanya adalah : mencukupinya dari segala macam kejelekan yang akan
menimpanya. Dan ada yang mengatakan : mencukupinya dari shalat malam[7],
namun ini tidak benar sama sekali.
Telah
berkata ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu
‘anhu :
ما كنت أرى أحدا يعقل ينام قبل أن يقرأ الآيات الثلاث الأواخر من سورة البقرة
“Aku
tidak pernah melihat seorang pun (di antara shahabat) berpikir untuk tidur
sebelum membaca tiga ayat terakhir surat Al-Baqarah”.[8]
Dalam
Shahihain, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
:
إذا قام أحدكم عن فراشه ثم رجع إليه فلينفضه بصنفة إزاره ثلاث مرات فإنه لا يدري ما خلفه عليه بعده وإذا اضطجع فليقل : بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ رَبِّي وَضَعتُ جَنْبِي، وَبِكَ أَرْفَعُهُ، فَإِنْ أَمْسَكْتَ نَفْسِي فَارْحَمْهَا، وَإِنْ أَرْسَلْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا تَحْفَظُ بِهِ عَبَادَكَ الصَّالِحِينَ.
“Apabila salah seorang di
antara kalian bangun dari tempat tidurnya, kemudian kembali lagi, hendaklah ia mengibas-ngibaskan
kainnya tiga kali (sebelum tibur pada tempat tidurnya). Sesungguhnya ia tidak
mengetahui apa yang terjadi saat ia meninggalkannya. Dan apabila berbaring,
hendaklah ia membaca : ‘Dengan menyebut nama-Mu ya Allah, Rabb-ku, aku
meletakkan lambungku (tidur), dan dengan-Mu pula aku mengangkatnya (bangun).
Apabila Engkau menahan diriku (mati), sayangilah aku. Namun bila Engkau
melepaskannya (hidup), peliharalah ia sebagaimana Engkau telah pelihara
dengannya hamba-hamba-Mu yang shalih”.[9]
Masih
dari Abu Hurairah – sebagaimana terdapat dalam Shahihain - , dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
إذا استيقظ أحدكم فليقل : أَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي عَافَانِي فِي جَسَدِي، وَرَدَّ عَلَيَّ رُوحِيْ، وَأَذِنَ لِي بِذِكْرِهِ.
“Apabila salah seorang di
antara kalian bangun tidur, hendaklah ia membaca : ‘Segala puji bagi Allah yang
telah memberikan ‘afiat kepada tubuhku, mengembalikan kepadaku ruhku, dan
memberikan ijin kepadaku untuk kembali berdzikir kepada-Nya”.[10]
Telah
disebutkan sebelumnya tentang hadits ‘Aliy (bin Abi Thaalib) dan wasiat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada
Faathimah radliyallaahu ta’ala ‘anhumaa
: Agar membaca tasbih sebanyak tiga
puluh tiga kali, membaca tahmid
sebanyak tiga puluh tiga kali, dan membaca takbir
tiga puluh empat kali, kemudian beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
هو خير لكما من خادم
“Hal itu lebih baik bagimu
daripada seorang pembantu”.[11]
Telah
berkata Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah – semoga Allah mensucikan ruhnya - :
بلغنا أنه من حافظ على هذه
الكلمات لم يأخذه إعياء فيما يعانيه من شغل ومن غيره
“Telah diberitahukan kepada kami bahwa
barangsiapa yang menjaga kalimat-kalimat ini, maka ia tidak akan merasa letih
karena kesibukan atau yang lainnya”.[12]
Diriwayatkan
dalam Sunan Abi Dawud dari Hafshah
Ummul-Mukminiin : Bahwasannya Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam apabila hendak tidur, beliau meletakkan tangan kanannya
di bawah pipi kanannya, kemudian membaca :
اللَّهُمَّ
قِنِيْ عَذَابَكَ، يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ
“Ya Allah, jauhkanlah aku
dari ‘adzab-Mu pada hari Engkau membangkitkan hamba-hamba-Mu” –
tiga kali. At-Tirmidziy berkata : “Hadits hasan”.[13]
Muslim
meriwayatkan dalam Shahih-nya dari
Anas bin Maalik : Bahwasannya Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam apabila hendak beristirahat di tempat tidurnya, beliau membaca :
الْحَمْدُ للهِ
الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقانَا وَكَفَانَا وَآوَانَا، فَكَمْ مِمَّنْ لا كَافِيَ
لَهُ، وَلا مُؤْوِي.
“Segala puji bagi Allah yang
telah memberikan makan kami, memberi minum kami, mencukupi kami, dan memberikan
tempat kepada kami. Betapa banyak orang yang tidak mempunyai siapa yang
mencukupinya dan memberi tempat kepadanya”.[14]
Dan
dalam Shahih-nya pula, dari Ibnu
‘Umar, bahwasannya beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah menyuruh seorang laki-laki bila hendak menuju
tempat tidurnya agar membaca :
اللَّهُمَّ
خَلَقْتَ نَفْسِي، وَأَنْتَ تَتَوَفَّاهَا، لَكَ مَمَاتُهَاوَمَحْيَاهَا، إِنْ
أَحْيَيْتَهَا فَاحْفَظْهَا، وَإِنْ أَمَتَّهَا فَاغْفِرْلَهَا، اللَّهُمَّ إِنِّي
أَسْأَلُكَ الْعَافِيَّةَ.
“Ya Allah, sesungguhnya
Engkau menciptakan diriku, dan Engkau-lah yang mematikannya. Mati dan hidupnya
hanya milik-Mu. Apabila Engkau menghidupkannya, maka peliharalah ia. Dan
apabila Engkau mematikannya, ampunilah ia. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon
kepada-Mu ‘afiyah (keselamatan)”.
Ibnu
‘Umar berkata : “Aku mendengarnya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.[15]
At-Tirmidziy
meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
من قال حين يأوي إلى فراشه : أَسْتَغْفِرُ اللهَ الَّذِيْ لا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ - ثلاث مرات - غفر الله ذنوبه وإن كانت مثل زبد البحر وإن كانت عدد رمل عالج وإن كانت عدد أيام الدنيا
“Barangsiapa yang membaca
ketika ia menuju tempat tidurnya : ‘Aku mohon ampun kepada Allah, tiada tuhan
yang berhak disembah melainkan Dia, Yang Maha Hidup lagi terus-menerus mengurus
makhluknya. Aku bertaubat kepada-Nya’ – sebanyak tiga kali – niscaya Allah akan
mengampuni dosa-dosanya meskipun dosanya itu seperti buih lautan, sebanyak
pasir, atau sebanyak hari-hari di dunia”.[16]
Dalam
Shahih Muslim dari Abu Hurairah :
Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam apabila hendak istirahat di tempat tidurnya, beliau membaca :
اللَّهُمَّ
رَبَّ السَّمَاوَاتِ وَرَبَّ الْأَرْضِ، وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، رَبَّنَا
وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى، مُنْزِلَ التَّوْرَاةِ
وَالْإِنْجِيلِ وَالْفُرْقَانِ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ ذِي شَرٍّ أَنْتَ
آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ، أَنْتَ الْأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ
الْآخِرُ فَلَيْسَ بَعدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ
شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْباطِنُ فَلَيْسَ دُونَكَ شَيْءٌ، اقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ،
وَأَغْنِنَا مِنَ الْفَقْرِ.
“Ya Allah, Rabb langit, Rabb
bumi, dan Rabb ‘Arsy yang agung. Rabb kami dan Rabb segala sesuatu. Yang
menumbuhkan benih dan biji-bijian. Yang menurunkan Taurat, Injil, dan
Al-Furqaan (Al-Qur’an). Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan segala sesuatu
yang mendatangkan kejahatan. Engkau-lah yang memegang jambulnya. Engkau-lah
yang awal, tidak ada sesuatu pun sebelum-Mu. Engkau-lah yang akhir, tidak ada
sesuatupun setelah-Mu. Engkaulah yang dhahir, tidak ada sesuatu pun di atas-Mu.
Dan Engkaulah yang bathin, tidak ada sesuatu pun di bawah-Mu. Bayarlah hutang
kami, dan cukupilah kami dari kekurangan”.[17]
Al-Bukhari
dan Muslim membawakan hadits dari Al-Barraa’ bin ‘Aazib, ia berkata : Telah
bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam :
إذا أتيت مضجعك فتوضأ وضوءك للصلاة ثم اضطجع على شقك الأيمن وقل : اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْلَمْتُ نَفْسِي إِلَيْكَ، وَوَجَّهْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ، وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ، رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ، لا مَلْجَأَ وَلا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ، آمَنْتُ بِكِتَابِكَ أَنْزَلْتَ، وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ فإن مت مت على الفطرة واجعلهن آخر ما تقول
“Apabila engkau mendatangi
tempat tidurmu, hendaklah engkau berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat.
Kemudian berbaringlah pada lambung kananmu, dan bacalah : ‘Ya Allah,
sesungguhnya aku menyerahkan diriku kepada-Mu, menghadapkan wajahku kepada-Mu,
menyerahkan urusanku kepada-Mu; karena berharap dan takut kepada-Mu. Tidak ada
tempat berlindung dan menyelamatkan diri kecuali kepada-Mu. Aku beriman kepada
kitab-Mu yang Engkau turunkan dan nabi-Mu yang Engkau utus’. Apabila ia
meninggal (setelah membaca doa tersebut), maka ia meninggal di atas fithrah.
Maka, jadikanlah kalimat tersebut sebagai akhir perkataan yang engkau ucapkan”.[18]
Dzikir yang Diucapkan Ketika
Terbangun di tengah Tidur di Waktu Malam
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhariy dalam Shahih-nya,
dari ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit, dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
من تعار من الليل فقال : لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، اَلْحَمْدُ للهِ، وَسُبْحَانَ اللهِ، وَاللهُ أَكْبَرُ، وَلا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ ثم قال : اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي أو دعا استجيب له فإن توضأ وصلى قبلت صلاته
“Barangsiapa yang terbangun
di waktu malam, hendaklah ia membaca : ‘Tidak ada tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah, tidak ada sekutuh bagi-Nya. Baginya kerajaan dan bagi-Nya segala
pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Segala puji bagi Allah, Maha
Suci Allah, dan Allah Maha Besar. Tidak ada daya upaya dan kekuatan melainkan
dari Allah semata’. Kemudian
membaca : ‘Ya Allah ampunilah aku’ ;
atau berdoa – niscaya akan dikabulkan. Apabila ia berwudlu lalu shalat, niscaya
akan diterima shalatnya itu (oleh Allah)”.[19]
At-Tirmidziy
meriwayatkan dari Abu Umaamah, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
:
من أوى إلى فراشه طاهرا وذكر
الله تعالى حتى يدركه النعاس لم ينقلب ساعة من الليل يسأل الله تعالى فيها خيرا
إلا أعطاه إياه
“Barangsiapa yang hendak
beristirahat di tempat tidurnya dalam keadaan suci, lalu berdzikir kepada Allah
ta’ala hingga terasa ngantuk, dan ia tidak membalikkan tubuhnya sesaat di waktu
malam untuk berdoa memohon kepada Allah kebaikan dari kebaikan dunia dan
akhirat, niscaya Allah akan memberikannya”. Hadits hasan.[20]
Dalam
Sunan Abi Dawud, dari ‘Aisyah :
Bahwasannya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam apabila bangun dari tidurnya di waktu malam, beliau
membaca :
لا إله إلا أنت سبحانك اللهم
أستغفرك لذنبي وأسألك رحمتك اللهم زدني علما ولا تزغ قلبي بعد إذ هديتني وهب لي من
لدنك رحمة إنك أنت الوهاب
“Tidak ada tuhan yang berhak
disembah melainkan Engkau. Maha Suci Engkau. Ya Allah, aku mohon ampun
kepada-Mu atas segala dosaku, dan aku mohon kepada-Mu rahmat-Mu. Ya Allah,
tambahkanlah aku ilmu, dan jangan Engkau halangi hatiku (dari kebenaran)
setelah Engkau memberikan petunjuk kepadaku. Dan berikanlah kepadaku rahmat
dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi”.[21]
[selesai
– diambil dari kitab Al-Waabilush-Shayyib wa
Raafi’ul-Kalimith-Thayyib oleh Ibnul-Qayyim, hal. 247-255, tahqiq :
‘Abdurrahman bin Hasan bin Qaaid, isyraf : Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid,
Daarul-‘Aalamil-Fawaaid – oleh Abul-Jauzaa’ for http://abul-jauzaa.blogspot.com].
[1] Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy no. 6324,
namun tidak terdapat dalam Shahih Muslim hadits
semisal dari Hudzaifah radliyallaahu
‘anhu. Muslim membawakan hadits tersebut dalam Shahih-nya no. 2711 dari Al-Barraa’ bin ‘Aazib radliyallaahu ‘anhu.
[2] Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy no. 5017
& 5748. Sedangkan lafadh Muslim (no. 2192) adalah :
كان إذا اشتكى يقرأ على نفسه بالمعوذات.
وينفث.....
“Apabila sakit, maka beliau membaca
untuk dirinya sendiri Mu’awwidzaat (surat Al-Falaq dan An-Naas), dan
meniupkannya….” – dan tidak ada padanya penyebutan bahwa
perbuatan tersebut dilakukan saat hendak tidur pada setiap malamnya.
[3] Shahih
Al-Bukhariy no. 2311, 3275, 5010 secara mu’allaq
dengan shighah jazm. Dan di-maushul (sambung)-kan oleh An-Nasa’iy
dalam ‘Amalul-Yaum wal-Lailah no.
909, Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya
no. 2424, dan yang lainnya.
Lihat
: Taghliiqut-Ta’liiq 3/295-297 dan Nataaijul-Afkaar 3/43-48.
[Kisah
selengkapnya adalah sebagai berikut :
وكلني رسول الله
صلى الله عليه وسلم بحفظ زكاة رمضان، فأتاني آت، فجعل يحثو من الطعام، فأخذته
وقلت: والله لأرفعنك إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال: إني محتاج وعلي عيال
ولي حاجة شديدة، قال: فخليت عنه، فأصبحت فقال النبي صلى الله عليه وسلم: (يا أبا
هريرة ما فعل أسيرك البارحة). قال: قلت: يا رسول الله، شكا حاجة شديدة، وعيالا
فرحمته فخليت سبيله، قال: (أما إنه قد كذبك، وسيعود). فعرفت أنه سيعود، لقول رسول
الله صلى الله عليه وسلم: (إنه سيعود). فرصدته، فجاء يحثو من الطعام، فأخذته فقلت:
لأرفعنك إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال: دعني فإني محتاج وعلي عيال، لا
أعود، فرحمته فخليت سبيله، فأصبحت فقال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم: (يا
أباهريرة ما فعل أسيرك). قلت: يا رسول الله شكا حاجة شديدة وعيالا، فرحمته فخليت
سبيله، قال: (أما إنه كذبك، وسيعود). فرصدته الثالثة، فجاء يحثو من الطعام، فأخذته
فقلت: لأرفعنك إلى رسول الله، وهذا آخر ثلاث مرات تزعم لا تعود، ثم تعود، قال:
دعني أعلمك كلمات ينفعك الله بها، قلت ما هو؟ قال: إذا أويت إلى فراشك، فاقرأ آية
الكرسي: {الله لا إله إلا هو الحي القيوم}. حتى تختم الآية، فإنك لن يزال عليك من
الله حافظ، ولا يقربنك شيطان حتى تصبح، فخليت سبيله فأصبحت، فقال لي رسول الله صلى
الله عليه وسلم: (ما فعل أسيرك البارحة). قلت: يا رسول الله، زعم أنه يعلمني كلمات
ينفعني الله بها فخليت سبيله، قال: (ما هي). قلت: قال لي: إذا أويت إلى فراشك،
فاقرأ آية الكرسي من أولها حتى تختم: {الله لا إله إلا هو الحي القيوم}. وقال لي:
لن يزال عليك من الله حافظ، ولا يقربك شيطان حتى تصبح - وكانوا أحرص شيء على الخير
- فقال النبي صلى الله عليه وسلم: (أما إنه قد صدقك وهو كذوب، تعلم من تخاطب منذ
ثلاث ليال يا أبا هريرة). قال: لا، قال: (ذاك شيطان).
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
menugaskan aku untuk menjaga harta zakat di bulan Ramadlan. Lalu seorang
pendatang mendekatiku dan mengais-ngais makanan. Aku pun menangkapnya dan
berkata kepadanya : “Demi Allah, sungguh aku akan hadapkan kamu kepada
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”.
Ia berkata : “Sesungguhnya aku adalah orang yang membutuhkan. Aku mempunyai
keluarga yang mempunyai kebutuhan mendesak”. Akupun melepaskan orang itu. Pada
pagi harinya, Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam berkata : “Wahai Abu
Hurairah, apa yang dilakukan tawananmu tadi malam ?”. Aku berkata : “Wahai
Rasulullah, ia mengeluh bahwa ia mempunyai kebutuhan yang mendesak dan
tanggungan keluarga. Aku merasa kasihan padanya dan kemudian kulepaskan”.
Beliau bersabda : “Sesungguhnya ia telah
mendustaimu dan ia akan kembali lagi. Ketahuilah, ia akan kembali lagi”.
Berdasarkan sabda beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam bahwa ia akan kembali lagi, maka akupun mengintainya.
(Ternyata benar), orang itu kembali lagi dan mengais-ngais makanan. Akupun
menangkapnya. Aku berkata : “Akan aku hadapkan engkau kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. Ia
berkata : “Lepaskan aku, sesunguhnya aku orang yang membutuhkan dan mempunyai
tanggungan keluarga. Aku berjanji untuk tidak kembali lagi”. Aku pun merasa
kasihan kepadanya dan kulepaskanlah ia. Pada pagi harinya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: “Wahai Abu Hurairah, apa yang telah
dilakukan oleh tawananmu ?”. Aku berkata : “Wahai Rasulullah, ia mengeluh
bahwa ia mempunyai kebutuhan yang mendesak dan mempunyai tanggungan keluarga.
Akupun merasa kasihan kepadanya dan kemudian kulepaskan”. Beliau bersabda : “Sesungguhnya ia telah mendustaimu, dan ia
akan kembali lagi”. Aku pun kembali mengintainya untuk yang ketiga
kalinya,(dan ternyata benar) ia datang mengais-ngais makanan. Aku pun
menangkapnya. Aku berkata : “Sungguh aku akan menghadapkanmu kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Sudah
tiga kali, dan ini yang terakhir. Kamu telah berjanji untuk tidak kembali,
namun ternyata kamu masih kembali”. Ia berkata : “Lepaskanlah aku ! Aku akan
mengajarimu beberapa kalimat yang Allah akan memberikan manfaat kepadamu
dengannya”. Aku berkata : “Apa itu ?”. Ia berkata : “Apabila engkau beranjak
menuju tempat tidurmu, maka bacalah ayat Kursiy Allaahu laa ilaaha illaa huwal-hayyul-qayyuum, hingga akhir ayat.
Sesungguhnya dengan membaca itu, kamu senantiasa dalam perlindungan Allah.
Syaithan tidak akan mendekatimu hingga waktu shubuh”. Maka kulepaskan dia.
Pada
pagi harinya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam bersabda : “Apa yang
dilakukan tawananmu semalam ?”. Aku berkata : “Wahai Rasulullah, ia mengaku
telah mengajari yang Allah akan memberikan manfaat kepadaku dengannya”. Maka
akupun melepaskannya. Beliau bertanya : “Apa
itu ?”. Aku berkata : “Ia berkata kepada kepadaku bahwa apabila aku
beranjak menuju tempat tidurku, hendaknya aku membaca ayat Kursiy dari awal
hingga akhir : Allaahu laa ilaaha illaa
huwal-hayyul-qayyuum. Ia berkata kepadaku : ‘Kamu akan senantiasa berada
dalam lindungan Allah dan syaithan tidak akan mendekatimu hingga waktu shubuh –
mereka (para shahabat) paling menginginkan kebaikan - . Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: “Sesungguhnya ia telah jujur kepadamu
kali ini, padahal ia seorang pendusta. Tahukah siapa yang telah engkau ajak
bicara semenjak tiga hari ini wahai Abu Hurairah ?”. Abu Hurairah menjawab
: “Tidak”. Beliau bersabda : “Ia adalah
syaithan” ] – Abul-Jauzaa’.
[4] Kisah tersebut tidak ada dalam Musnad Ahmad dari hadits Abud-Dardaa’ radliyallaahu ‘anhu. Akan tetapi ia ada
dalam Al-Musnad 7/787 dari hadits Abu
Ayyub Al-Anshariy radliyallaahu ‘anhu,
dan dihasankan oleh At-Tirmidziy no. 2880.
[5] Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir 1/201.
Dishahihkan
oleh Ibnu Hibbaan no. 784 dan Al-Haakim 1/562 tanpa mendapat komentar
Adz-Dzahabiy.
Diriwayatkan
pula oleh Adl-Dliyaa’ dalam Al-Mukhtaarah
4/37.
[6] Shahih
Al-Bukhariy no. 4008 & 5040 dan Shahih
Muslim no. 807-808.
[7] Lihat : An-Nihaayah
oleh Ibnul-Atsiir 4/193, Al-Mufhim oleh
Al-Qurthubiy 2/435, dan Fathul-Baariy
oleh Ibnu Hajar 8/673, dan ia berkata setelah membawakan perkataan ini dan perkataan yang lainnya : ‘Oleh karena itu
aku katakan : Diperbolehkan untuk memilih keseluruhan makna yang telah lalu”.
[8] Diriwayatkan oleh Ad-Darimiy 2/906 dengan
sanad yang padanya terdapat rawi yang tidak disebutkan namanya.
Abu
Bakr bin Abi Dawud menyebutkan nama perawi tersebut dalam kitabnya Sysrii’atul-Muqaari’ sebagaimana dalam Nataaijul-Afkaar 3/92 yang dishahihkan
sanadnya oleh An-Nawawiy dalam Al-Adzkaar
1/273 sesuai persyaratan Al-Bukhariy dan Muslim. Al-‘Ainiy mengikuti
mengikuti penghukuman ini (dalam tashhiih)
dalam Al-‘Ilmul-Hayyib (165).
Ibnu
Hajar berkata : “Dalam sanad ini terdapat ‘illat
yaitu perselisihan Abu Ishaaq dalam penyebutan guru (syaikh)-nya. Hal ini menurunkannya dari derajat shahih”.
[9] Shahih
Al-Bukhari no. 6320 dan Shahih Muslim
no. 2714.
[10] Hadits ini sebenarnya merupakan bagian
hadits Abu Hurairah sebelumnya yang diriwayatkan oleh Syaikhaan (Al-Bukhariy dan Muslim), namun keduanya tidak
meriwayatkannya (secara lengkap dengan tambahan lafadh tersebut) karena
termasuk bagian yang Muhammad bin ‘Ajlaan bersendirian dalam periwayatan. Ia
seorang yang jujur (shaduuq), namun
dalam hapalannya ada sesuatu. Lebih khusus lagi, riwayatnya yang berasal dari
Al-Maqburiy, dan ini termasuk di antaranya.
Hadits
ini diriwayatkan secara lengkap – dengan bagian lafadh ini – dari riwayat Ibnu
‘Ajlaan oleh At-Tirmidziy no. 3401, dan ia berkata : “Hadits hasan”. Dihasankan pula oleh Ibnu Hajar dalam An-Nataaij 1/113.
[Hadits
tersebut dishahihkan oleh Al-Albaniy dalam Shahih
Sunan At-Tirmidziy 3/396-397]. - Abu Al-Jauzaa.
[11] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3705 dan
Muslim no. 2727 dari hadits ‘Aliy radliyallaahu
‘anhu.
[Selengkapnya
hadits tersebut adalah sebagai berikut :
عن علي: أن فاطمة
عليها السلام شكت ما تلقى من أثر الرحى، فأتى النبي صلى الله عليه وسلم سبي،
فانطلقت فلم تجده فوجدت عائشة فأخبرتها، فلما جاء النبي صلى الله عليه وسلم أخبرته
عائشة بمجيء فاطمة، فجاء النبي صلى الله عليه وسلم إلينا وقد أخذنا مضاجعنا، فذهبت
لأقوم، فقال: (على مكانكما). فقعد بيننا، حتى وجدت برد قدميه على صدري، وقال: (ألا
أعلمكما خيرا مما سألتماني، إذا أخذتما مضاجعكما، تكبران أربعا وثلاثين، وتسبحان
ثلاثا وثلاثين، وتحمدان ثلاثا وثلاثين، فهو خير لكما من خادم).
Dari ‘Aliy : Suatu
ketika tangan Fathimah ‘alaihas-salaam sakit
karena banyak bekerja, kemudian ada seorang tawanan perang dibawa kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Mendengar itu, Fathimah datang ke tempat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam (meminta tawanan tersebu sebagai
pembantunya), tetapi dia tidak berjumpa dengan beliau dan hanya berjumpa dengan
‘Aisyah. Fathimah memberitahukan maksud kedatangannya kepada ‘Aisyah. Ketika
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang,
‘Aisyah memberitahukan kepada beliau tentang kedatangan Fathimah dengan maksud
tersebut. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam pun mendatangi kami ketika kami sedang berbaring. Aku ingin
bangun, namun beliau bersabda : “Tetaplah
di tempatmu (tidak usah bangun)”. Beliau duduk di antara kami berdua,
sehingga aku merasakan dinginnya telapak kaki beliau yang menyentuh dadaku.
Beliau bersabda : “Maukah kalian aku
ajarkan sesuatu yang lebih baik daripada yang kalian minta dariku ?. Apabila kalian
beranjak tidur, bacalah takbir (Allaahu akbar) sebanyak tiga puluh empat kali,
tasbih (subhaanallaah) sebanyak tiga puluh tiga kali, dan tahmid sebanyak tiga
puluh tiga kali. Hal itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu” - ini adalah lafadh Al-Bukhariy] - Abul-Jauzaa’.
[12] Al-Kalimuth-Thayyib
hal. 78.
[13] Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 5045,
An-Nasa’iy dalam ‘Amalul-Yaum wal-Lailah
no. 761-762, Ahmad 8/573, Abu Ya’laa 12/483, Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir 23/215-216, dan yang lainnya.
Ibnu
Hajar berkata dalam Nataaijul-Afkaar
3/49 : “Hadits ini hasan”. Lihat juga pada 1/145-146.
Ia
(Ibnu Hajar) berkata dalam Fathul-Baariy
(11/119) : “Diriwayatkan pula dengan sanad shahih dari Hafshah, dan padanya ada
tambahan : ‘Doa itu diucapkan tiga kali’” [selesai].
Adapun
yang dinukil Mushannif (yaitu
Ibnul-Qayyim) dari At-Tirmidziy, maka ini adalah komentarnya terhadap hadits
Al-Barraa’ bin ‘Aazib radliyallaahu ‘anhu.
Hadits
Al-Baraa’ ini diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 1215, At-Tirmidziy no. 3399, An-Nasa’iy dalam ‘Amalul-Yaum wal-Lailah no. 752, Ibnu
Maajah no. 3877, dan yang lainnya. Namun dalam riwayat ini tidak ada perkataan
: “(Diucapkan) tiga kali”.
Dishahihkan
oleh Ibnu Hibban no. 5522 dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 8/215.
Dihasankan
oleh Ibnu Hajar dalam An-Nataaij 3/51,
dan ia menshahihkannya dalam Al-Fath
11/191.
Dalam
sanadnya terdapat banyak perselisihan. Lihat : ‘Ilal At-Tirmidziy Al-Kabiir (360-361), dan ‘Ilal Ad-Daruquthniy (3/167-168).
Hadits
ini juga diriwayatkan oleh Hudzaifah bin Al-Yamaan dengan sanad shahih, dan
beberapa orang dari shahabat dengan sanad yang padanya ada pembicaraan. Di sini
juga tidak ada tambahan : “(Diucapkan) tiga kali”.
Adapun
penetapan (keshahihan) hadits Hafshah oleh mushannif
perlu dicermati, khususnya pada ‘Aashim bin Abin-Nujuud, perawi hadits ini,
yang telah goncang (idlthirab) dalam
membawakan riwayat – sehingga diketahui ini menunjukkan ketiadaan sifat dlabth darinya. Wallaahu a’lam.
Lihat
: Silsilah Ash-Shahiihah no. 2754.
[Kesimpulan
: Hadits ini shahih tanpa ada tambahan lafadh : “(Dibaca) tiga kali”] – Abu Al-Jauzaa’.
[14] Shahih
Muslim no. 2715.
[15] Shahih
Muslim no. 2712.
[16] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 3397,
Ahmad 4/29-30, Abu Ya’laa 2/495, Al-Baihaqiy dalam Al-Asmaa’ wash-Shifaat 1/287, dan Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah 5/106-107 dengan sanad dla’if.
At-Tirmidziy
berkata – sebagaimana dalam Tuhfatul-Asyraf
3/420 - : “Ghariib, kami tidak
mengetahuinya kecuali dari hadits Al-Washaafiy”.
Adapun
dalam versi cetakan, ia (At-Tirmidziy) berkata : “Ini adalah hadits hasan ghariib”.
Al-Baghawiy
berkata : “Ini adalah hadits gharib”.
Dalam
riwayat At-Tirmidzi terdapat tambahan : “meskipun
sejumlah daun pepohonan” yang tidak tertuliskan dalam hadits di atas.
Terdapat
hadits lain tanpa ada taqyid
membacanya saat hendak tidur pada riwayat lain dari Abu Sa’id, namun sayangnya
tidak shahih.
Juga
ada riwayat lain yang semisal tanpa ada taqyid
membacanya saat hendak tidur dari sejumlah shahabat.
[Di-dla’ifkan-kan oleh Al-Albaniy dalam Dla’if Sunan At-Tirmidziy hal. 371] –
Abu Al-Jauzaa’.
[17] Shahih
Muslim no. 2713.
Dan
lafadh hadits yang dibawakan Muslim adalah : “Adalah Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan kami apabila kami hendak menuju tempat
tidur untuk membaca : …. (doa dimaksud)…”.
Dalam
riwayat Muslim tersebut disebutkan :
أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ
“Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan
segala sesuatu”
dan
riwayat lain disebutkan :
مِنْ شَرِّ كُلِّ دَابَّةٍ
“dari kejahatan semua binatang”
sebagai
pengganti lafadh : “dari kejahatan segala
sesuatu yang mendatangkan kejahatan” dalam hadits di atas.
Adapun
lafadh yang disebutkan oleh Mushannif (yaitu
Ibnul-Qayyim) dimana ia mengikuti penyebutannya dalam kitab Al-Kalimuth-Thayyib (80) adalah lafadh
At-Tirmidziy no. 3400 dan Abu Dawud no. 5051.
[18] Shahih
Al-Bukhariy no. 247, 6311, 6313, 6315, 7488 dan Muslim no. 2710. Dalam
riwayat Shahihain tersebut setelah
kalimat :
وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ
“menyerahkan urusanku kepada-Mu”
disambung
dengan kalimat :
وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ
“aku menyandarkan punggungku kepada-Mu”.
Kalimat
ini tidak disebutkan oleh Mushannif dalam
hadits di atas.
[19] Shahih
Al-Bukhariy no. 1154.
Setelah
kalimat : wa subhaanallaahi disambung
dengan : wa laa ilaha illallaah,
dimana hal ini tidak disebutkan oleh Al-Mushannif
dalam kitabnya.
[20] Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3526,
Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir 8/125,
dan Ibnus-Sunniy dalam ‘Amalul-Yaum
wal-Lailah no. 721.
At-Tirmidziy
berkata : “Hadits ini hasan ghariib.
Dan hadits ini telah diriwayatkan juga dari Syahr bin Hausyab, dari Abu
Dhabyah, dari ‘Amr bin ‘Abasah, dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam”.
Ibnu
Hajar berkata dalam Nataaijul-Afkaar 3/82
: “Diriwayatkan oleh Ibnus-Sunniy dari jalan Ibrahim bin Al-‘Allaa’, dari
Isma’il bin ‘Ayyaasy; dan riwayatnya (Isma’il) dari orang-orang Hijaz (Hijaaziyyin) adalah dla’if. Ini termasuk salah satu diantaranya. Nama gurunya adalah :
‘Abdullah bin ‘Abdirrahman, ia adalah orang Makkah (Makkiy). Adapun Syahr, maka padanya ada pembicaraan. Dan
diperselisihkan sanad hadits tersebut”.
Diriwayatkan
pula oleh Syahr dari jalan lain yang lebih bagus dari ini, yaitu oleh Abu Dawud
no. 5042, An-Nasa’iy dalam ‘Amalul-Yaum
wal-Lailah no. 805-806, Ibnu Majah no. 3881, dan yang lainnya dengan sanad jayyid.
Hadits
tersebut dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam An-Nataaij
3/83.
[21] Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 5061,
An-Nasa’iy dalam ‘Amalul-Yaum wal-Lailah
no. 865, Muhammad bin Nashr dalam Qiyaamul-Lail
no. 108 (secara ringkas), Ath-Thabaraniy dalam Ad-Du’aa 2/1153, Al-Baihaqiy dalam Ad-Da’awaatul-Kabiir 2/125-126, dan yang lainnya dengan sanad dla’if.
Hadits
ini dishahihkan oleh Ibnu Hibbaan no. 5531 dan Al-Haakim 1/540 tanpa ada
komentar dari Adz-Dzahabiy.
Ibnu
Hajar berkata dalam Nataaijul-Afkaar
1/118-119 : “Hadits ini hasan…. rijal-nya
adalah rijal Ash-Shahiih kecuali
‘Abdullah bin Al-Waliid. Ia adalah orang Mesir yang diperselisihkan
keadaannya”.
‘Abdullah
bin Al-Waliid disebutkan oleh Ibnu Abi Haatim dalam Al-Jarh wat-Ta’diil 5/187 tanpa menyebutkan padanya jarh maupun ta’dil. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat 7/11. Adapun Ad-Daaruquthniy mengatakan – sebagaimana
terdapat dalam Suaalaat Al-Barqaaniy
hal. 41 no. 270 - : “Ia tidaklah dianggap”. Ini (perkataan Ad-Daruquthniy)
merupakan jarh yang sifatnya keras.
ijin copas ustadz.
BalasHapusالسلام عليكم
BalasHapusUstadz, bagaimana hukumnya bermakmum pada orang yang tidak hafal doa perlindungan dari 4 hal di akhir tasyahud? Apa betul tidak sah?
wa'alaikumus-salaam.
BalasHapussah.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMau nitip pertanyaan lagi ustadz. kalau seseorang sudah memegang kotoran kemudian membersihkan zat tersebut sampai hilang,, tetapi masih ada baunya, kemudian menyentuh benda lain, apakah benda yang disentuhnya itu berubah statusnya menjadi najis?
BalasHapusJika memang sudah yakin bersih, maka tidak berubah jadi najis.
BalasHapuswallaahu a'lam.