عن أبي عامر الأشعري سمع النبي صلى الله عليه وسلم يقول : ((ليكوننّ من أمتي أقوام يَستَحِلُونَ الحِرَّ والحَريرَ والخمْرَ والمَعَازف)).
Dari Abu ‘Aamir Al-Asy’ariy, ia mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, alat musik (al-ma’aazif)”.[1]
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya (10/51) secara mu’allaq dengan lafadh jazm, dari jalan Hisyaam bin ‘Ammaar : Telah menceritakan kepada kami Shadaqah bin Khaalid : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Yaziid bin Jaabir : Telah menceritakan kepada kami ‘Athiyyah bin Qais Al-Kilaabiy : Telah menceritakan kepadaku ‘Abdurrahman bin Ghunm Al-Asy’ariy, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Aamir atau Abu Maalik Al-Asy’ariy.
Diriwayatkan pula dari jalan Hisyaam bin ‘Ammaar secara maushul oleh : Al-Baihaqiy dalam As-Sunan Al-Kubraa (1/221), Al-Aajurriy dalam Tahriimun-Nard (hal. 292), Ath-Thabaraniy dalam Al-Mu’jamul-Kabiir (3/319) dan dalam Musnad Asy-Syaamiyyiin (1/334), Da’laj dalam Musnad Al-Muqalliin (hal. 35), Ibnu Hibbaan dalam Shahih-nya (8/265), Adz-Dzahabiy dalam As-Siyar (21/158) dan dalam Tadzkiratul-Huffaadh (4/1377), Al-Mizziy dalam Tahdziibul-Kamaal (ق/941/2/ط), Ibnu Hajar dalam Taghliiqut-Ta’liiq (5/155), serta Ibnu ‘Asaakir dalam Taarikh Dimasyq (hal. 155) dari beberapa jalan, dari Hisyaam (bin ‘Ammaar) dengan kelanjutan sanad seperti di atas.
Hisyaam bin ‘Ammaar dan Shadaqah bin Khaalid tidak bersendirian dalam periwayatan tersebut. Ada mutaba’ah bagi mereka berdua :
1. ‘Abdul-Wahhaab bin Najdah : Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Bakr, dari ‘Abdurrahman bin Yaziid, dengan kelanjutan sanadnya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya (4/319) dengan sanad shahih.
2. ‘Abdurrahman bin Ibraahiim, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Bakr, dengan kelanjutan sanadnya. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam As-Sunan Al-Kubraa (3/272) dengan sanad shahih.
3. ‘Isa bin Ahmad Al-‘Asqalaaniy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Bakr, dengan kelanjutan sanadnya. Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir dalam Taariikh Dimasyq (hal. 156) dengan sanad shahih.
Di sini, ‘Athiyyah bin Qais pun tidak bersendirian, namun ia mempunyai dua mutaba’ah :
1. Maalik bin Abi Maryam, dari ‘Abdurrahman bin Ghunm, dengan kelanjutan sanadnya.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dalam At-Taarikh Al-Kabiir (1/305); Ibnu Hazm dalam Al-Muhallaa (9/57); Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf (8/107); dan Ibnu Maajah dalam As-Sunan (2/1333); Abu Dawud dalam As-Sunan (3/329); Al-Baihaqiy dalam Sunan-nya (8/295), Al-Aadaab (hal. 423), dan Syu’abul-Iman (9/341); Adz-Dzahabiy dalam As-Siyar (20/271), Ibnu Hajar dalam Taghliiqut-Ta’liiq (5/20); Ibnu Hibbaan dalam Shahih-nya (5/161); An-Naisaabuuriy dalam Al-Manaahiy (ق/219/ط); Al-Aajurriy dalam Tahriimun-Nard (hal. 299); Ahmad dalam Al-Musnad (5/342); Ath-Thabaraniy dalam Al-Mu’jamul-Kabiir (3/320); Al-Muhaamiliy dalam Al-Aamaaliy (hal. 101); serta As-Sahmiy dalam Taarikh Jurjaan (hal. 115). Sanad riwayat ini hasan dengan mutaba’at-nya, dikarenakan Maalik bin Abi Maryam. Ia seorang perawi berstatus maqbuul sebagaimana dalam At-Taqriib oleh Ibnu Hajar (hal. 917), yaitu jika ada mutaba’ah sebagaimana di sini. Jika tidak, maka ia adalah layyinul-hadiits.
2. Ibrahim bin ‘Abdil-Hamiid bin Dzi Himaayah, dari seseorang yang telah mengkhabarkannya, dari Abu Maalik Al-Asy’ariy.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dalam At-Taariikh Al-Kabiir (1/304). Sanad riwayat ini adalah hasan dengan mutaba’at-nya. Perawi mubham yang ada di pertengahan sanad, maka kuat perkiraannya ia adalah ‘Abdurrahman bin Ghunm.
Kesimpulan : Hadits ini shahih tanpa ada keraguan sedikitpun. Wal-hamdulillaahi rabbil-‘aalamiin.
NB : Takhrij hadits bisa juga dilihat di : Hukum Musik Dan Nyanyian (2).
[Dinukil oleh Abu Al-Jauzaa’ Al-Bogoriy dari kitab Al-Adlwaaul-Atsariyyah fii Bayaani Inkaaris-Salaf Ba’dluhum ‘alaa Ba’dlin fil-Masaailil-Khilaafiyyah Al-Fiqhiyyah karya Abu ‘Abdirrahman Fauziy bin ‘Abdillah bin Muhammad Al-Atsariy, hal. 64-66; Maktabah Al-Furqaan].
[1] Lihat Al-Muhalla oleh Ibnu Hazm (9/55), Tahriim Aalaatith-Tharb oleh Al-Albaaniy (hal. 5), dan Al-Kaasyif oleh Al-Atsariy (hal. 21).
afawan akhi, benarkah hadis ini termasuk mu'allaqotnya shahih bukhari?
BalasHapusbukankah dalam kasus seperti ini, hukumnya seperti hadis 'an'anah? jika muushonnif bukan termasuk mudallis maka riwayatnya dibawa ke maushul..
al-Iroqy berkata,
أما الذي...لشيخه عزا بقال فكذي
عنعنة كخبر المعازف...لاتصغ لابن الحزم المخالف
Sebagian 'ulama memang mengatakan bahwa hadits di atas termasuk hadits mu'allaq-nya Al-Bukhaariy, sebab di situ Al-Bukhaariy menggunakan lafadh periwayatan :
BalasHapuswa qaala Hisyaam bin 'Ammaar....
Jenis lafadh ini bukan lafadh tahdits yang mengisyaratkan bahwa Al-Bukhaariy tidak bertemu atau menerima hadits tersebut dari Hisyaam secara langsung.
Namun ulama lain telah memberikan jawaban sebagaimana yang antum katakan, bahwa itu termasuk maushul-nya Al-Bukhaariy, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul-Qayyim dalam Ighaatsatul-Lahfaan dan Tahdziibus-Sunan.
Wallaahu a'lam.
shighoh yg dipakai memang termasuk muhtamilah, bukan shighah sharihah, tapi hisyam termasuk syaikhnya bukhari dan bukhari bukan termasuk mudallis... jadi isyarat bukhari tidak menerima langsung, apalagi tidak bertemu jauh sekali..
BalasHapusana rasa masalah ini pantas diangkat ketika membantah orang yg mendhaifkan hadis ini. dg cara inilah jg para ulama (di antaranya iroqy) membantah ibnu hazm...
wallahu 'alam
Saya sepakat dengan antum dalam hal ini. Hisyaam bin 'Ammaar memang syaikh-nya Al-Bukhariy. Dalam Shahih Al-Bukhariy pun, muallif (Al-Bukhariy) sering membawakan dengan lafadh tahdits. Jadi kalau ia bawakan dengan shighah bukan tahdits, maka hukumnya tetap bersambung, karena Al-Bukhariy bukan mudallis. Ya, benar, seperti pembahasan hadits mu'an'an.
BalasHapus'Alaa kulli haal, dalam artikel hukum Nyanyian dan musik pun, apa yang antum katakan tersebut juga saya bawakan.
Terima kasih atas komentarnya.
Adapun ulama yang menghalalkan musik sebagaimana diantaranya diungkapkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya, Nailul Authar adalah sbb: Ulama Madinah dan lainnya, seperti ulama Dzahiri dan jama’ah ahlu Sufi memberikan kemudahan pada nyanyian walaupun dengan gitar dan biola.” Juga diriwayatkan oleh Abu Manshur Al-Bagdadi As-Syafi’i dalam kitabnya bahwa Abdullah bin Ja’far menganggap bahwa nyanyi tidak apa-apa, bahkan membolehkan budak-budak wanita untuk menyanyi dan beliau sendiri mendengarkan alunan suaranya. Dan hal itu terjadi di masa khilafah Amirul Mukminin Ali ra. Begitu juga Abu Manshur meriwayatkan hal serupa pada Qodhi Syuraikh, Said bin Al Musayyib, Atho bin abi Ribah, Az-Zuhri dan Asy-Sya’bi. Imam Al-Haramain dalam kitabnya, An-Nihayah dan Ibnu Abi Ad-Dunya yang menukil dari Al-Itsbaat Al-Muarikhiin; bahwa Abdullah bin Zubair memiliki budak-budak wanita dan gitar. Dan Ibnu Umar pernah kerumahnya ternyata disampingnya ada gitar , Ibnu Umar berkata: ”Apa ini wahai sahabat Rasulullah saw. kemudian Ibnu Zubair mengambilkan untuknya, Ibnu Umar merenungi kemudian berkata:” Ini mizan Syami( alat musik) dari Syam?”. Berkata Ibnu Zubair:” Dengan ini akal seseorang bisa seimbang.” Dan diriwayatkan dari Ar-Rowayani dari Al-Qofaal bahwa madzhab Malik bin Anas membolehkan nyanyian dengan alat musik. Demikianlah pendapat ulama tentang mendengarkan alat musik. Dan jika diteliti dengan cermat, maka ulama muta’akhirin yang mengharamkan alat musik karena mereka mengambil sikap waro’ (hati-hati). Mereka melihat kerusakan yang timbul dimasanya. Sedangkan ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi’in menghalalkan alat musik karena mereka melihat memang tidak ada dalil baik dari Al-Qur’an maupun hadits yang jelas mengharamkannya. Sehingga dikembalikan pada hukum asalnya yaitu mubah.
BalasHapusOleh karena itu bagi umat Islam yang mendengarkan nyanyian dan musik harus memperhatikan faktor-faktor berikut:
/...........
............
Bagaimana Pak Ustadz dengan hadis-hadis berikut ?
Bisakah musik menjadi halal dg kategori tertentu ?
http://www.syariahonline.com/v2/masalah-umum/1881-hukum-bermain-musik.html
Penyebutan beberapa ulama yang dikatakan membolehkan musik oleh Asy-Syaukaaniy sebenarnya sangat boleh untuk dikritisi, sebab sudah banyak bukti ketidakvalidan penisbatan ini.
BalasHapusBahkan, banyak ulama mengklaim adanya ijma' untuk pengharaman musik. Silakan antum baca :
Hukum Musik dan Nyanyian (1).
Hukum Musik dan Nyanyian (2).
Hukum Musik dan Nyanyian (3).
Haramnya Musik dan Ijma'.
Semoga ada manfaatnya.
Coba antum baca link yang saya berikan di atas.
BalasHapussimak ini juga..
BalasHapushttp://www.ustsarwat.com/0.php?id_berita=132
Tulisan Ustadz Sarwat tersebut kurang lebih merupakan terjemahan dari penjelasanh Dr. Yuusuf Al-Qaradlawiy. Telah ada artikel lanjutan dari yang di atas di :
BalasHapusHukum Musik dan Nyanyian (1
Hukum Musik dan Nyanyian (2)
Hukum Musik dan Nyanyian (3)