Adz-Dzahabiy
rahimahullah berkata :
لا يكاد يوجد الحق فيما اتفق أئمة الاجتهاد
الأربعة على خلافه ، مع اعترافنا أن اتفاقهم على مسألة لا يكون إجماع الأمة ،
ونهاب أن نجزم بمسألة اتفقوا عليها بأن الحق في خلافها
"Hampir
tidak didapati ada kebenaran yang menyelisihi sesuatu yang disepakati para imam
mujtahid yang empat (Abu Haniifah, Maalik, Asy-Syaafi'iy, dan Ahmad), meskipun
kita mengetahui kesepakatan mereka terhadap satu masalah bukanlah kesepakan (ijma')
umat. Dan kami takut untuk menyatakan kebenaran menyelisihi kesepakatan mereka
atas satu permasalahan" [Siyaru A'laamin-Nubalaa', 7/116-117].
Perkataan
Adz-Dzahabiy di atas semakna dengan perkataan gurunya - Syaikhul-Islaam Ibnu
Taimiyyah rahimahumallah - yang berkata:
وقول القائل: لا أتقيد بأحد هؤلاء الأئمة
الأربعة، إن أراد به أنه لا يتقيد بواحد بعينه دون الباقين، فقد أحسن، بل هو
الصواب من القولين، وإن أراد أني لا أتقيد بها كلها، بل أخالفها، فهو مخطئ في
الغالب قطعًا؛ إذ الحق لا يخرج عن هذه الأربعة في عامة الشريعة
"Tentang
perkataan seseorang : 'Aku tidak terikat dengan seorang pun diantara imam yang
empat'. Apabila ia menginginkan dengannya adalah dirinya tidak terikat dengan
satu orang saja (dari kalangan imam) tanpa yang lain, maka ini perkataan yang
baik. Bahkan itulah yang benar dari dua pendapat yang ada. Namun apabila ia
menginginkan dengannya : 'sesungguhnya aku tidak terikat sama sekali dengan
mereka semuanya, bahkan aku menyelisihinya', maka ia pasti keliru dalam
kebanyakan perkara, karena kebenaran dalam kebanyakan perkara syari'at tidak
keluar dari ijtihad empat imam" [Mukhtashar Al-Fataawaa Al-Mishriyyah,
hal. 61].
Perkataan
mereka memberikan beberapa faedah, diantaranya:
1.
Kebenaran secara umum
tidak keluar dari ijtihad imam empat, terlebih kesepakatan mereka. Mengutamakan
pendapat para ulama yang sudah dikenal keluasan ilmunya dalam permasalahan
agama merupakan sikap salaf dan ulama kita terdahulu.
Ishaaq bin Rahawaih rahimahullah
berkata:
إذا
اجتمع الثوري و الأوزاعي ومالك على أمر فهو سنة
"Apabila (pendapat)
Ats-Tsauriy, Al-Auzaa'iy, dan Maalik berkumpul dalam satu perkara, maka itulah
sunnah".
Maksudnya, secara
umum adalah kebenaran. Hal itu dikarenakan pengetahuan mereka yang mendalam
terhadap sunnah [Shalaahul-Ummah fii 'Uluwwil-Himmah, 2/186].
2.
Seandainya ada
seseorang yang akan keluar dari pendapat imam yang empat atau pendapat jumhur
ulama dalam satu permasalahan dengan mengikuti ulama lain semisal mereka, wajib
berhati-hati dan perlu benar-benar dikaji/diteliti secara ekstra. Tidak boleh kita
mengikuti pendapat yang tidak memiliki pendahulunya di kalangan ulama/salaf.
Al-Imaam Ahmad bin Hanbal rahimahullah:
إيَّاكَ
أنْ تتكلمَ في مسألةٍ ليسَ لكَ فيها إمامٌ
“Jauhilah berbicara dalam
satu permasalahan yang engkau tidak memiliki pendahulunya” [Siyaru
A’laamin-Nubalaa’, 11/296].
Syaikhul-Islaam Ibnu
Taimiyyah rahimahullah berkata:
وكل
قول ينفرد به المتأخر عن المتقدمين ولم يسبقه إليه أحد منهم فإنه يكون خطأ كما قال
الإمام أحمد بن حنبل : إياك أن تتكلم في مسألة ليس لك فيها إمام
“Semua perkataan yang
muncul bersendirian dari kalangan muta’akhkhiriin (orang-orang
belakangan) tanpa didahului dari kalangan mutaqaddimiin, dan tidak ada
seorang pun ulama mutaqaddimii pun yang berpendapat seperti itu, maka
pendapatnya itu keliru. Al-Imaam Ahmad bin Hanbal berkata : ‘Jauhilah berbicara
dalam satu permasalahan yang engkau tidak memiliki imam (sebelumnya)” [Al-Fataawaa
Al-Kubraa, 1/340].
Praktek ulama dalam
permasalahan ini banyak. Saya ambilkan satu contoh kasus dari Al-Muzanniy rahimahullah.
Ia (Al-Muzanniy) yang merajihkan pendapat Asy-Syaafi’iy rahimahumallah
yang terdahulu (qadiim) tentang bolehnya mengusap jurmuuq (khuff
besar yang dipakai di atas khuff kecil – Abul-Jauzaa’), daripada
pendapat baru Asy-Syaafi’iy (jadiid) yang melarangnya. Al-Muzanniy rahimahullah
berkata:
ولا يمسح على جرموقين
قال في القديم يمسح عليهما (قال المزني) قلت أنا ولا أعلم بين العلماء في ذلك
اختلافا وقوله معهم أولى به من انفراده عنهم
“(Asy-Syaafi’iy
berkata) : ‘Tidak boleh mengusap dua jurmuuq’. Ia berkata dalam al-qadiim
(pendapatnya terdahulu) : ‘Boleh mengusap keduanya’. Al-Muzanniy berkata : Aku
katakan : ‘Aku tidak mengetahui para ulama berselisih dalam permasalahan tersebut.
Perkataannya (Asy-Syaafi’iy) yang berkesesuaian dengan mereka lebih diutamakan
daripada kebersendirian pendapatnya dari mereka…” [Al-Mukhtashar, hal.
19].
Al-Muzanniy wafat
tahun 264 H dan Asy-Syaafi’iy – gurunya – rahimahumallah wafat tahun 204
H. Lantas, bagaimana halnya pendapat nyleneh yang baru muncul abad 19
atau 20 masehi ?
Atau contoh lain, Ibnu
Baththaal Al-Maalikiy yang merajihkan salah satu riwayat Maalik bin Anas rahimahumallah
yang berkesesuaian dengan pendapat jumhur ulama dalam masalah mengucapkan takbir ketika mulai berdiri dari tasyahud awal saat menuju raka’at ketiga.
An-Nawawiy rahimahullah mengatakan:
وعن مالك روايتان
(أحدهما) هكذا (والثانية) وهو أن شرعته أنه لا يكبر في قيامه فإذا انتصب قائما
ابتدأ التكبير قال ابن بطال المالكى وهذا الذى يوافق الجمهور أولي
“Dan dari Maalik ada
dua riwayat. Pertama, adalah yang tadi (yaitu disunnahkannya takbir saat mulai berdiri
dari tasyahud awal menuju raka’at ketiga – Abul-Jauzaa’); sedangkan
yang kedua, tidak disyari’atkan bertakbir saat berdiri. Apabila telah lurus
berdiri, ia mulai bertakbir. Ibnu Baththaal Al-Maalikiy berkata : ‘Dan
pendapat yang berkesesuaian dengan jumhur (yaitu riwayat pendapat Maalik yang pertama)
lebih diutamakan….” [Al-Majmuu’, 3/462].
3.
Pendapat imam yang
empat atau kesepakat mereka atau pendapat jumhur ulama bukan merupakan ijmaa',
sehingga kebenaran tidak terbatas pada pendapat mereka. Syaikhul-Islaam rahimahullah
berkata:
أن
أهل السنة لم يقل أحد منهم إن إجماع الأئمة الأربعة حجة معصومة ولا قال إن الحق
منحصر فيها وإن ما خرج عنها باطل بل إذا قال من ليس من أتباع الأئمة كسفيان الثوري
والأوزعي والليث بن سعد ومن قبلهم ومن بعدهم من المجتهدين قولا يخالف قول الأئمة الأربعة
رد ما تنازعوا فيه إلى الله ورسوله وكان القول الراجح هو القول الذي قام عليه
الدليل
"Tidak dikatakan
oleh seorang ulama Ahlus-Sunnah pun bahwa kesepakatan imam empat merupakan
hujjah yang ma'shum (pasti benar, tidak mungkin salah). Tidak pula
mereka mengatakan : 'sesungguhnya kebenaran terbatas pada kesepakatan mereka
(imam empat) dan apa yang keluar darinya (pasti) batil/salah'. Akan tetapi
seharusnya apabila ada orang yang statusnya bukan pengikut para imam (yang
empat) seperti Sufyaan Ats-Tsauriy, Al-Auzaa'iy, Al-Laits bin Sa'd, dan
orang-orang sebelum atau setelah mereka dari kalangan mujtahid yang
mengemukakan sebuah pendapat yang menyelisihi pendapat imam empat; maka
perselisihan mereka pada perkara tersebut harus dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Pendapat yang kuat (raajih) adalah pendapat yang berdiri di atas
dalil" [Minhaajus-Sunnah, 3/412].
Dalam prakteknya, harus
memperhatikan poin nomor 2.
4.
Kebenaran tidak
selalu mengikuti seorang ulama - siapapun dia - dalam setiap pendapatnya. Tidak
ada yang ma'shum dari kesalahan selain Nabi ﷺ,
sebagaimana sabda beliau ﷺ:
كُلُّ
ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Semua anak Adam
banyak berbuat kesalahan, dan sebaik-baik orang yang banyak berbuat kesalahan
adalah orang-orang yang banyak bertaubat” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy
no. 2499, Ahmad 3/198, Ibnu Abi Syaibah 13/187, dan yang lainnya; dishahihkan
oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan At-Tirmidziy 2/604].
Mujaahid rahimahullah
berkata :
لَيْسَ
أَحَدٌ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلا يُؤْخَذُ مِنْ
قَوْلِهِ، وَيُتْرَكُ إِلا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Tidak ada seorang
pun setelah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dimana perkataannya
dapat diambil dan ditinggalkan, kecuali Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Juz’u Raf’il-Yadain, hal. 153 no.
179; shahih].
5.
Barangsiapa ragu terhadap
satu permasalahan yang ia tidak tampak baginya mana yang benar/rajih dan yang salah/marjuh,
hendaknya ia mengambil pendapat jumhur ulama. Abu Zinaad rahimahullah
berkata:
وَرُبَّمَا
اخْتَلَفُوا فِي الشَّيْءِ فَأَخَذْنَا بِقَوْلِ أَكْثَرِهِمْ وَأَفْضَلِهِمْ
رَأْيًا
“Dan kadang
mereka (salaf)[1]
berselisih tentang sesuatu, maka (dalam hal ini) kami mengambil pendapat kebanyakan (jumhur) dari
mereka dan yang paling baik pandangannya” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa,
3/186].
Pendapat
jumhur ulama atau kesepakatan imam empat secara umum lebih dekat pada
kebenaran.
Wallaahu
a'lam.
[abul-jauzaa’
– 02022020].
[1] Dalam riwayat lain dari Ath-Thahawiy dalam Syarh
Ma’aanil-Aatsaar disebutkan, yaitu Sa’iid bin Al-Musayyib, ‘Urwah bin
Az-Zubair, Al-Qaasim bin Muhammad, Abu Bakr bin ‘Abdirrahmaan, Khaarijah bin
Zaid, ‘Ubaidullah bin ‘Abdillah, Sulaimaan bin Yasaar, dan para ulama lain dari
kalangan fuqahaa’ taabi’iin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar