Ahlul-bid’ah
adalah golongan yang sangat membenci dan memusuhi Ahlus-Sunnah. Mereka mempunyai
banyak perbendaharaan makar terhadap Ahlus-Sunnah. Keinginan mereka untuk memadamkan
dakwah Ahlus-Sunnah padam sangatlah besar. Makar mereka terhadap Ahlus-Sunnah membuat mereka sangat benci
terhadap nash-nash samawiyyah dan berangan-angan seandainya itu semua hilang tercabut dari sisi Ahlus-Sunnah.
قال أحمد بن حنبل:
أخبرني رجل من أصحاب الحديث أن يحيى ابن صالح قال: لو ترك أصحاب الحديث عشرة
أحاديث - يعني هذه التي في الرؤية - ثم قال أحمد: كأنه نزع إلى رأي جهم .
قلت: والمعتزلة تقول: لو أن المحدثين تركوا ألف حديث في الصفات والاسماء والرؤية، والنزول، لاصابوا.
والقدرية تقول: لو أنهم تركوا سبعين حديثا في إثبات القدر.
والرافضة تقول: لو أن الجمهور تركوا من الاحاديث التي يدعون صحتها ألف حديث، لاصابوا، وكثير من ذوي الرأي يردون أحاديث شافه بها الحافظ المفتي المجتهد أبو هريرة رسول الله صلى الله عليه وسلم، ويزعمون أنه ما كان فقيها، ويأتوننا بأحاديث ساقطة، أو لا يعرف لها إسناد أصلا محتجين بها.
قلت: والمعتزلة تقول: لو أن المحدثين تركوا ألف حديث في الصفات والاسماء والرؤية، والنزول، لاصابوا.
والقدرية تقول: لو أنهم تركوا سبعين حديثا في إثبات القدر.
والرافضة تقول: لو أن الجمهور تركوا من الاحاديث التي يدعون صحتها ألف حديث، لاصابوا، وكثير من ذوي الرأي يردون أحاديث شافه بها الحافظ المفتي المجتهد أبو هريرة رسول الله صلى الله عليه وسلم، ويزعمون أنه ما كان فقيها، ويأتوننا بأحاديث ساقطة، أو لا يعرف لها إسناد أصلا محتجين بها.
“Telah
berkata Ahmad bin Hanbal : Telah mengkhabarkan kepadaku seorang laki-laki dari
kalangan ahli hadits bahwasannya Yahyaa bin Shaalih[1]
berkata : ‘Seandainya ashhaabul-hadiits meninggalkan sepuluh hadits - yaitu hadits-hadits yang berkaitan dengan ru’yah
(melihat Allah di hari kiamat)’. Lalu Ahmad berkata : ‘Sepertinya ia mengambil pendapat Jahm
(bin Shafwaan)’.[2]
Aku
(Adz-Dzahabiy) berkata : Dan golongan Mu’tazilah berkata : ‘Seandainya para
ahli hadits (muhadditsiin) meninggalkan seribu hadits tentang
sifat-sifat dan nama-nama Allah, ru’yah, serta nuzuul; niscaya
mereka berada di atas kebenaran’. Golongan Qadariyyah berkata : ‘Seandainya
para ahli hadits meninggalkan tujuhpuluh hadits yang menetapkan qadar’.
Golongan Raafidlah berkata : ‘Seandainya mayoritas umat Islam meninggalkan seribu
hadits yang dianggap sebagai hadits-hadits shahih, niscaya mereka berada di
atas kebenaran’. Dan banyak orang rasionalis menolak hadits-hadits yang diambil
oleh Al-Haafidh Al-Muftiy Al-Mujtahid Abu Hurairah dari Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam, dan menganggap ia (Abu Hurairah) bukan seorang yang faqiih.
Dan kemudian mereka mendatangkan kepada kita hadits-hadits lemah atau yang
tidak mempunyai sanad yang layak dijadikan hujjah” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’,
10/455].
Ibnul-Qayyim
rahimahullah berkata:
ولهذا تجد كثيرا من
هؤلاء لا يحب تبليغ النصوص النبوية أو إظهارها وإشاعتها وقد يشترطون في أماكن
يقفونها أن لا يقرأ فيها أحاديث الصفات وكان بعض متأخريهم وهو أفضلهم عندهم كلف
بإعدام كتب السنة المصنفة في الصفات وكتمانها وإخفائها وبلغني عن كثير منهم أنه
كان يهم بالقيام والانصراف عند ختم صحيح البخاري وما فيه من التوحيد والرد على
الجهمية وسمع منه الطعن في محمد بن إسماعيل وما ذنب البخاري وقد بلغ ما قاله رسول
الله وقال آخر من هؤلاء لقد شان البخاري صحيحه بهذا الذي أتى به في آخره ومعلوم أن
هذه مضادة صريحة لما يحبه الله ورسوله من التبليغ عنه حيث يقول ليبلغ الشاهد
الغائب
“Oleh
karena itu, engkau akan dapatkan banyak di antara mereka (Ahlul-Bid’ah) tidak
menyukai penyampaian nash-nash nabawiyyah, usaha-usaha untuk menampakkannya,
dan juga menyebarkannya. Mereka
juga memberikan syarat saat membacakan nash-nash agar tidak dibacakan padanya hadits-hadits
tentang sifat (Allah). Dan sebagian generasi belakangan dari mereka yang
dianggap orang paling utama di sisi mereka, membebani diri mereka untuk
memusnahkan buku-buku sunnah yang ditulis dalam masalah sifat-sifat, menutupinya,
serta menyembunyikannya. Telah disampaikan kepadaku dari kebanyakan mereka mempertimbangkan
untuk berdiri dan pergi saat pembahasan bagian akhir kitab Shahiih
Al-Bukhaariy dan apa yang terdapat di dalamnya tentang ketauhidan dan
bantahan terhadap Jahmiyyah. Dan terdengar pula dari mereka celaan terhadap
Muhammad bin Ismaa’iil (Al-Bukhaariy). Apa gerangan dosa Al-Bukhaariy, padahal ia
hanya menyampaikan hadits yang disabdakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam ?. Dan sebagian yang lain dari mereka berkata : ‘Sungguh Al-Bukhaariy
telah memperburuk kitab Shahiih-nya dengan beberapa bab yang ada di akhir
kitab tersebut’. Perkataan ini jelas bertentangan dengan sesuatu yang dicintai
Allah dan Rasul-Nya, yaitu hadits yang bersi sabda Nabi : ‘Hendaknya yang
hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir’” [Ash-Shawaa’iqul-Mursalah,
3/1039 – via syamilah].
Ketika mereka benar-benar kuat,
tidak hanya nash yang ingin mereka hilangkan, melainkan juga para pengembannya
dari kalangan ulama serta orang-orang yang mengikuti dan menjalankan dari
kalangan Ahlus-Sunnah secara umum.
Contoh kecil adalah seperti
yang dikatakan Ibnu ‘Imaad Al-Hanbaliy rahimahullah tentang kejahatan
Ismaa’iil Ash-Shafawiy, salah seorang raja daulah Shafawiyyah di ‘Iraan yang
berpaham Syi’ah :
وكان عسكره يسجدون
له ويأتمرون بأمره وكاد يدعي الربوبية وقتل العلماء وأحرق كتبهم ومصاحفهم ونبش
قبور المشايخ من أهل السنة وأخرج عظامهم وأحرقها وكان إذا قتل أميرا أباح زوجته
وأمواله لشخص آخر ....
“Para tentaranya biasa sujud
kepadanya dan mematuhi segala perintahnya. Ia mendakwakan ke-rububiyyah-an
dirinya, membunuh para ulama, membakar kitab-kitab dan tulisan-tulisan mereka.
Mereka juga membongkar kubur para ulama Ahlus-Sunnah dengan mengeluarkan
tulang-tulang mereka lalu membakarnya. Apabila membunuh seorang amir, maka
istri dan hartanya diberikan kepada orang lain…..” [Syadzdzaraatudz-Dzahaab, 8/143].
Begitu pula yang terjadi belum
lama ini ketika orang-orang Syi’ah Huutsiy menyerbu, memblokade, dan mengebom pusat
pengkajian hadits di Dammaaj, Yaman - pimpinan Asy-Syaikh Al-Mujaahid Yahyaa
bin ‘Aliy Al-Hajuuriy hafidhahullah.
Semoga Allah melindungi
Ahlus-Sunnah dimanapun mereka berada dan menghancurkan makar Ahlul-Bid’ah.
رَبَّنَا لا
تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ
أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang
kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor - 13061435/13042014 – 22:35 –
mengambil faedah dari buku Raf’ul-‘Ilm karya Muhammad bin ‘Abdillah
Al-Imaam, hal. 60-62; Daarul-Aatsaar, Cet. 1/1430 H].
[1] Yahyaa bin
Shaalih Al-Wuhaadhiy, Abu Zakariyyaa/Abu Shaalih Asy-Syaamiy Ad-Dimasyqiy/Al-Himshiy
(يحيى بن صالح الوحاظي ،
أبو زكريا ، و يقال أبو صالح ، الشامي الدمشقي ، و يقال الحمصي); seorang tsiqah lagi hujjah,
namun berpemahaman tajahhum (Jahmiyyah). Termasuk thabaqah ke-9,
lahir tahun 137 H/147 H, dan wafat tahun 222 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib hal.
1057 no. 7618 dan Ar-Ruwaatuts-Tsiqaat Al-Mutakallamu fiihim bimaa Laa
Yuujibu Raddahum oleh Adz-Dzahabiy, hal. 194 no. 87].
[2] Al-‘Ilal, hal. 525-526 no. 1232.
Kalau mayoritas ahlul bid'ah di Indonesia angan-angannya bukan "Seandainya para ahli hadits meninggalkan seribu hadits...." setahu ana bahkan mereka masih memegangi hadits-hadits shahih, namun bid'ah mereka adalah melakukan tradisi-tradisi warisan umat sebelum mereka. Wallahua'lam.
BalasHapusKalau pelaku bid'ah di Indonesia rata2 tidak bisa menerima kebenaran meskipun hal tersebut bersumber dari nash yang sahih, karena artinya mereka melakukan pengingkaran terhadap ajaran guru/kyai-nya. Semoga pintu hidayah senantiasa terbuka bagi kita semua.
BalasHapus