Allah
ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا * وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا
“Hai
orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang
sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang” [QS. Al-Ahzaab : 41-42].
Qataadah rahimahullah berkata
tentang ayat di atas : ‘Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu
pagi dan petang’ :
صلاة الصبح، وصلاة العصر
“Shalat Shubuh dan shalat
‘Ashar” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq dalam At-Tafsiir no. 2354, dan
dibawakan Ibnu Abi Haatim dalam Tafsiir-nya no. 17702].
Meski di atas disebutkan
shalat, akan tetapi makna menunjukkan waktu Shubuh dan ‘Ashar.
Al-Jauhariy rahimahullah berkata:
والأَصيلُ: الوقت بعد العصر
إلى المغرب
“Dan al-ashiil artinya
adalah waktu setelah ‘Ashar hingga Maghrib” [Ash-Shihaah fil-Lughah,
1/15 – via Syamilah].
Penulis kitab Mukhtaarush-Shihaah
(1/11) mengatakan hal yang sama.
Allah ta’ala berfirman:
وَاذْكُرْ رَبَّكَ كَثِيرًا
وَسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالإبْكَارِ
“Dan
sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang
dan pagi hari” [QS. Aali
‘Imraan : 41].
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ
بِالْعَشِيِّ وَالإبْكَارِ
“Dan bertasbihlah seraya
memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi” [QS. Al-Mukmin : 55].
Qataadah rahimahullah berkata
tentang makna ayat : ‘pada waktu petang dan pagi’:
صَلاةُ الْفَجْرِ وَصَلاةُ
الْعَصْرِ وَكُلُّ شَيْءٍ فِي الْقُرْآنِ مِنْ ذِكْرِ التَّسْبِيحِ فَهِيَ
الصَّلاةُ
“Shalat Shubuh dan shalat
‘Ashar. Dan segala sesuatu di dalam Al-Qur’an yang menyebutkan tasbiih, maka
artinya adalah shalat” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq dalam Tafsiir-nya
no. 2683].
Mujaahid rahimahullah berkata
tentang makna ayat : ‘pada waktu petang dan pagi’:
الإِبْكَارُ: أَوَّلُ
الْفَجْرِ، وَالْعَشِيُّ: مَيْلُ الشَّمْسِ حَتَّى تَغِيبَ
“Al-ibkaar
adalah awal waktu fajar, sedangkan al-‘asyiy adalah condongnya
matahari (di siang hari) hingga terbenamnya” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy
dalam Jaami’ul-Bayaan, 2/392-393 dan Al-Bukhaariy no. 3246; shahih].
Allah ta’ala berfirman:
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ
قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ
“Dan
bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam
(nya)” [QS. Qaaf : 39].
Beberapa
ayat di atas menjelaskan perintah dan sekaligus keutamaan berdzikir pada waktu sebelum
terbit dan terbenamnya matahari. Itu dikuatkan oleh riwayat berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَأَنْ أَقْعُدَ مَعَ
قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَعَالَى مِنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ
أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَةً مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيل، وَلَأَنْ
أَقْعُدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللَّهَ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى أَنْ تَغْرُبَ
الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مَنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَةً "
Dari
Anas bin Maalik, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam : “Aku duduk bersama orang-orang yang berdzikir kepada Allah
ta’ala mulai shalat Shubuh hingga terbit matahari lebih aku senangi daripada
memerdekakan empat orang budak dari anak Ismaa’iil. Dan aku duduk bersama orang-orang
yang berdzikir kepada Allah mulai shalat ‘Ashar hingga tenggelam matahari lebih
aku senangi daripada memerdekakan empat orang budak” [Diriwayatkan oleh Abu
Daawud no. 3667, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 8/38 (8/68) no. 15960, Adl-Dliyaa’
dalam Al-Mukhtarah no. 2173, dan yang lainnya; dihasankan oleh
Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 2/413].
Riwayat ini menjelaskan pada
kita tentang keutamaan berdzikir di waktu pagi dan sore hari, yaitu sebelum
terbit dan tenggelamnya matahari.
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ بَزِيعٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الأَعْلَى، حَدَّثَنَا دَاوُدُ، عَنْ عَمْرِو
بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: " مَنْ قَالَ: لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَحْدَهُ لا شَرِيكَ
لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، مِائَتَيْ
مَرَّةٍ لَمْ يُدْرِكْهُ أَحَدٌ بَعْدَهُ، إِلا مَنْ قَالَ مِثْلَ مَا قَالَ أَوْ أَفْضَلَ
"
Telah
mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah bin Bazii’ : Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdul-A’laa : Telah menceritakan kepada kami Daawud,
dari ‘Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam, beliau bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan ‘Laa ilaha
illallaahu wahdahu laa syariika lahu, lahul-mulku wa lahul-hamdu wa huwa ‘alaa
kulli syai-in qadiir’ sebanyak dua ratus kali, tidak akan disamai oleh
seorang pun kecuali orang yang mengucapkan semisal dengannya atau lebih banyak”
[Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa no. 10336; sanadnya
shahih].
Dalam riwayat lain disebutkan
dengan lafadh:
مَنْ قَالَ: لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ،
وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ مِائَةَ مَرَّةٍ إِذَا أَصْبَحَ، وَمِائَةَ مَرَّةٍ إِذَا أَمْسَى، لَمْ يَأْتِ
أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِنْهُ إِلا مَنْ قَالَ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ "
“Barangsiapa
yang mengucapkan ‘Laa ilaha illallaahu wahdahu laa syariika lahu, lahul-mulku
wa lahul-hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai-in qadiir’ sebanyak seratus kali di
pagi hari dan seratus kali di sore hari (amsaa), tidak akan disamai oleh
seorang pun kecuali orang yang mengucapkan semisal dengannya atau lebih banyak”
[idem no. 10335; sanadnya shahih].
Dalam
riwayat lain dari jalur
Al-Auzaa’iy dari ‘Amru bin Syu’aib; disebutkan dengan lafadh:
.....قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا......
“……sebelum terbit matahari
dan sebelum tenggelamnya…..“
[Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa no. 10588 dan dalam ‘Amalul-Yaum
wal-Lailah hal. 476-477 no. 821 dan Ath-Thabaraaniy dalam Asy-Syaamiyyiin
no. 516; sanadnya shahih].
Tiga riwayat di atas saling
menjelaskan bahwa kata al-masaa’ maknanya adalah sore sebelum tenggelam
matahari. Ini sesuai dengan makna dalam bahasa Arab itu sendiri.
المساء: بالفتح ج أمسية، الزمان
ما بعد الظهر إلى المغرب
“Al-masaa’,
jamaknya amsiyyah; yaitu waktu antara dhuhur hingga maghrib” [Mu’jamu
Lughatil-Fuqahaa’, hal. 424].
والمَساء بعذ الظهر إِلى
صلاة المغرب وقال بعضهم إِلى نصف الليل
“Al-masaa’, adalah waktu
setelah shalat Dhuhur hingga shalat maghrib. Dan sebagian mereka berkata : ‘Hingga
pertengahan malam” [Lisaanul-‘Arab, hal. 4206].
( المساء ) ما يقابل الصباح وزمان يمتد من
الظهر إلى المغرب أو إلى نصف الليل ( ج ) أمسية
“(Al-masaa’) adalah
kebalikan dari ash-shabaah dan waktu yang terbentang dari dhuhur hingga
maghrib atau hingga pertengahan malam. Jamaknya amsiyyah” [Al-Mu’jamul-Wasiith,
hal. 870].
Jika kita perhatikan dalil-dalil
yang disebutkan di atas, lafadh-lafadh anjuran untuk berdzikir di waktu sore
dengan menggunakan lafadh al-masaa’, maksudnya adalah waktu setelah ‘ashar
hingga maghrib sebelum terbenamnya matahari.[1] Inilah pendapat yang
dikuatkan oleh Ibnul-Qayyim [Al-Waabilush-Shayyib, hal. 239-240].
Hal ini dikecualikan apabila
ada keterangan dzikir tersebut diucapkan pada waktu malam (setelah tenggelamnya
matahari) – karena makna al-masaa’ menurut sebagian ulama juga meliputi
waktu hingga pertengahan malam. Misalnya dzikir sayyidul-istighfar:
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ:
اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ،
وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ،
وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا
أَنْتَ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، إِذَا قَالَ حِينَ يُمْسِي فَمَاتَ،
دَخَلَ الْجَنَّةَ، أَوْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَإِذَا قَالَ حِينَ يُصْبِحُ
فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ مِثْلَهُ "
Dari Syaddaad bin Aus, dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Ucapan sayyidul-istighfaar adalah
: ‘Ya Allah, Engkau adalah Rabbku, tidak ada ilah (yang berhak disembah dengan
benar) kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku
akan setia dengan perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku mengakui nikmat-Mu
(yang diberikan) kepadaku dan aku mengakui dosaku. Oleh karena itu, ampunilah
aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosaku kecuali Engkau. Aku
berlindung kepada-Mu dari kejelekan (apa) yang kuperbuat’. Apabila seseorang mengucapkannya pada sore hari
lalu meninggal, niscaya ia masuk surga – atau : ia termasuk penduduk surga. Dan
apabila seseorang membacanya pada pagi hari lalu meninggal pada hari itu, ia
pun mendapat ganjaran yang sama” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6323].
Dalam riwayat lain disebutkan dengan lafadh:
وَمَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ
مُوقِنًا بِهَا فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ،
وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ،
فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
“Dan
barangsiapa yang mengucapkannya pada siang hari dengan penuh
keyakinan lalu meninggal sebelum sore hari, maka ia termasuk penduduk surga. Dan
barangsiapa yang mengucapkannya pada waktu malam dengan penuh keyakinan sebelum pagi
hari, maka ia
termasuk dari peduduk
surga” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6306].
Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – 13032014 – 01:00].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ إِذَا أَصْبَحَ: اللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ أَمْسَيْنَا،
وَبِكَ نَحْيَا وَبِكَ نَمُوتُ، وَإِلَيْكَ النُّشُورُ، وَإِذَا أَمْسَى قَالَ: اللَّهُمَّ
بِكَ أَمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا وَبِكَ نَمُوتُ، وَإِلَيْكَ النُّشُورُ "
Dari
Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bahwasannya
beliau apabila memasuki waktu shubuh mengucapkan: ‘Ya Allah, dengan rahmat
dan pertolongan-Mu kami memasuki waktu pagi, dan dengan rahmat dan
pertolongan-Mu kami memasuki waktu sore. Dengan rahmat dan kehendak-Mu kami
hidup, dan dengan rahmat dan kehendak-Mu kami mati. Dan kepada-Mu kebangkitan
(bagi semua makhluk)’.
Dan apabila memasuki waktu sore mengucapkan : ‘Ya Allah, dengan rahmat dan
pertolongan-Mu kami memasuki waktu sore, dan dengan rahmat dan pertolongan-Mu
kami memasuki waktu pagi. Dengan rahmat dan kehendak-Mu kami hidup, dan dengan
rahmat dan kehendak-Mu kami mati. Dan kepada-Mu tempat kembali (bagi semua
makhluk)” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 5068; dishahihkan oleh
Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 3/246-247].
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمْسَى، قَالَ: " أَمْسَيْنَا وَأَمْسَى الْمُلْكُ
لِلَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ
". قَالَ الْحَسَنُ: فَحَدَّثَنِي الزُّبَيْدُ أَنَّهُ حَفِظَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ
فِي هَذَا: لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، اللَّهُمَّ
أَسْأَلُكَ خَيْرَ هَذِهِ اللَّيْلَةِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذِهِ اللَّيْلَةِ،
وَشَرِّ مَا بَعْدَهَا، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوءِ الْكِبَرِ،
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ
"
Dari
‘Abdullah bin Mas’uud, ia berkata : Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam apabila memasuki waktu sore mengucapkan : ‘Kami telah memasuki
waktu sore dan kerajaan hanya milik Allah, segala puji hanya milik Allah. Tidak
ada ilah (yang berhak disembah dengan benar) kecuali Allah Yang Maha Esa, tiada
sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pujian. Dialah Yang Maha Kuasa
atas segala sesuatu. Wahai Rabb, aku mohon kepada-Mu kebaikan di malam ini dan
kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan malam ini dan
kejahatan sesudahnya. Wahai Rabb, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan
kejelekan hari tua. Wahai Rabb, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan neraka
dan kubur” [Diriwayatkan
oleh Muslim no. 2723].
"والمَساء بعذ الظهر إِلى صلاة المغرب وقال بعضهم إِلى ..."
BalasHapusMungkin maksudnya "ba'da" ya Tadz?
-syukron-
Iya
BalasHapusCoba perhatikan syaikh ath thariifiy berikut:
BalasHapushttp://www.youtube.com/watch?v=CLFooqtLAUs
Beliau mengatakan dzikir:
... أَمْسَيْنَا وَأَمْسَى الْمُلْكُ لِلَّهِ
maka ini dibaca PADA SAAT TERBENAM matahari, atau SETELAHnya.
(simak bagian akhir video diatas)
Bukankah dalam dzikir diatas disebutkan:
اللَّهُمَّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ هَذِهِ اللَّيْلَةِ
Apa makna :
هَذِهِ اللَّيْلَةِ
Apa tepat dibaca pada waktu ashar atau sebelum terbenam matahari?
Bukankah ini sejelas-jelasnya taqyid? bahwa yang diinginkan dalam dzikir diatas adalah pada waktu setelah terbenamnya?
Maka kata beliau, jika ada taqyid; yang menegaskan "waktu malam" maka dibacanya setelah terbenamnya matahari.
Dan yang demikian pula diamalkan oleh salafush shaalih, pada hadits:
مَنْ قَالَ حِينَ يُمْسِى ثَلاَثَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ لَمْ يَضُرَّهُ حُمَةٌ تِلْكَ اللَّيْلَةَ
“Barangsiapa mengucapkan ketika waktu MASAA’ (petang) “a’udzu bi kalimaatillahit taammaati min syarri maa kholaq” (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakanNya) sebanyak tiga kali, maka tidak ada racun yang akan membahayakannya pada MALAM itu.”
Berkata Suheil bin Abi Shaalih (seorang tabi'in) :
فَكانَ أَهْلُنا تعلَّموها فَكانوا يقولونَها كلَّ ليلةٍ فلُدِغَت جاريةٌ منهم فلم تجِدْ لَها وجعًا
Keluarga kami mempelajari bacaan ini, dan kami biasa mengucapkannya SETIAP MALAM. Pernah suatu ketika anak perempuan dari keluarga tadi tersengat; Namun ternyata anak perempuan dari keluarga tadi tidak mendapati sakit apa-apa.
(HR at Tirmidziy, dishahiihkan al albaaniy)
Maka kalau tanpa taqyid, lebih utama antara ashar dan maghrib. Adapun dengan taqyid "layl" (malam); maka dibaca diantara saat terbenam matahari atau setelahnya.
Wallaahu a'lam
....“Barangsiapa yang mengucapkan ‘Laa ilaha illallaahu wahdahu laa syariika lahu, lahul-mulku wa lahul-hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai-in qadiir’ sebanyak dua ratus kali,....
BalasHapusDua ratus kali atau seratus kali yang benarnya ustadz....?
Abu Zuhriy,....
BalasHapusPerkataan antum :
"Beliau mengatakan dzikir:
... أَمْسَيْنَا وَأَمْسَى الْمُلْكُ لِلَّهِ
maka ini dibaca PADA SAAT TERBENAM matahari, atau SETELAHnya.
(simak bagian akhir video diatas)
Bukankah dalam dzikir diatas disebutkan:
اللَّهُمَّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ هَذِهِ اللَّيْلَةِ
Apa makna :
هَذِهِ اللَّيْلَةِ
Apa tepat dibaca pada waktu ashar atau sebelum terbenam matahari?"
Bisa diucapkan sebelum terbenar matahari, karena sesuai dengan makna bahasanya, yaitu agar si pengucap diberikan kebaikan dan perlindungan pada malam yang segera akan ia hadapi. Tidak ada musykilah. Ini seperti dzikir/doa orang yang hendak melakukan safar:
اللهم إنا نسألك في سفرنا هذا البر والتقوى ومن العمل ما ترضى
"Ya Allah, sesungguhnya kamu mohon kepada-Mu kebaikan dan ketaqwaan dalam safar kami ini, dan juga kami memohon amalan yang Engka ridlai....."
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam mengucapkan doa ini ketika masih di rumahnya hendak melakukan perjalanan safar (belum dalam perjalanan safar).
Perkataan antum:
Dan yang demikian pula diamalkan oleh salafush shaalih, pada hadits:
مَنْ قَالَ حِينَ يُمْسِى ثَلاَثَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ لَمْ يَضُرَّهُ حُمَةٌ تِلْكَ اللَّيْلَةَ
“Barangsiapa mengucapkan ketika waktu MASAA’ (petang) “a’udzu bi kalimaatillahit taammaati min syarri maa kholaq” (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakanNya) sebanyak tiga kali, maka tidak ada racun yang akan membahayakannya pada MALAM itu.”
Berkata Suheil bin Abi Shaalih (seorang tabi'in) :
فَكانَ أَهْلُنا تعلَّموها فَكانوا يقولونَها كلَّ ليلةٍ فلُدِغَت جاريةٌ منهم فلم تجِدْ لَها وجعًا
Keluarga kami mempelajari bacaan ini, dan kami biasa mengucapkannya SETIAP MALAM. Pernah suatu ketika anak perempuan dari keluarga tadi tersengat; Namun ternyata anak perempuan dari keluarga tadi tidak mendapati sakit apa-apa.
(HR at Tirmidziy, dishahiihkan al albaaniy)
Mungkin lebih tepat dituliskan sebagian as-salafush-shaalih. Karena di atas saya sebutkan sebagian salaf memahami dzikir sore itu adalah dzikir sebelum matahari terbenam.
Nah,... justru riwayat di atas merupakan tambahan keterangan bahwa dzikir itu diucapkan pada waktu setelah matahari terbenam.
Anyway,... coba antum pahami artikel di atas.
Dzikir sore jika disebutkan secara umum, maka maknanya adalah sebelum matahari terbenam. Itulah yang disebutkan dalam keumuman ayat, hadits, dan makna dalam bahasa Arabnya. Contoh definitifnya pun ada, yaitu dzikir Laa ilaha illallaahu wahdahu laa syariika lahu, lahul-mulku wa lahul-hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai-in qadiir - bahwa yang dimaksud sore dalam waktu dzikir tersebut adalah sebelum matahari terbenam. Namun jika ada keterangan tambahan bahwa dzikir itu diucapkan pada waktu malam (setelah terbenamnya matahari), maka dzikir itu diucapkan setelah terbenam matahari.
Sesuatu yang telah terperinci tidak bisa dirincikan lagi. Maksudnya, beberapa nash di atas sudah jelas disebutkan dengan lafadh sebelum tenggelamnya matahari. Bagaimana itu bisa ditaqyid dengan setelah tenggelamnya matahari atau waktu malam ?. Ini tidak diterima secara kaedah. Yang benar, itu merupakan tambahan keterangan saja sebagaimana telah saya sebutkan di atas.
=====
Unknown,.... 200 kali yang terdiri 100 di waktu pagi dan 100 di waktu sore.
wallaahu a'lam.
OOT ni pak ust.
BalasHapus"Seharusnya, berwudu di keran itu cukup satu kali saja, tidak perlu sampai tiga kali. Kan tidak ada hukumnya wudu sampai tiga kali itu," ungkap Din saat membuka Musyawarah Nasional Majelis Tarjih Muhammadiyah ke 28 di Palembang, Jumat (28/2).
Tak sebatas itu saja, Din juga menyebut menolak ajaran agama yang mengharuskan setiap muslim berwudu di air yang tergenang meski sudah memenuhi dua kula. Sebab, kata dia, air yang tidak mengalir tersebut bisa jadi terdapat penyakit dan kuman-kuman yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
"Kalau sudah begitu, mending saya tayamum saja. Karena air wudu di dalam tempat yang tergenang meski dua kula pasti menyimpan penyakit," tukasnya.
http://www.merdeka.com/peristiwa/tak-hanya-air-kemasan-din-juga-soroti-cara-berwudu-muslim.html
bgmn tanggapan pak ust. abul juazaa
Bukankah disebutkan diatas:
BalasHapusوالمَساء بعذ الظهر إِلى صلاة المغرب وقال بعضهم إِلى نصف الليل
( المساء ) ما يقابل الصباح وزمان يمتد من الظهر إلى المغرب أو إلى نصف الليل ( ج ) أمسية
Perhatikan:
إِلى نصف الليل
???
=============
Kemudian bagaimana dengan riwayat berikut:
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى سَفَرٍ ، وَهُوَ صَائِمٌ ، فَلَمَّا غَرَبَتِ الشَّمْسُ قَالَ لِبَعْضِ الْقَوْمِ : يَا فُلاَنُ قُمْ ، فَاجْدَحْ لَنَا
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَلَوْ أَمْسَيْتَ . قَالَ : انْزِلْ ، فَاجْدَحْ لَنَا
قَالَ : إنَّ عَلَيْكَ نَهَارًا . قَالَ : انْزِلْ ، فَاجْدَحْ لَنَا
فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، لَوْ أَمْسَيْتَ . قَالَ : انْزِلْ ، فَاجْدَحْ لَنَا
فَنَزَلَ فَجَدَحَ لَهُمْ ، فَشَرِبَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ثُمَّ قَالَ : إِذَا رَأَيْتُمُ اللَّيْلَ قَدْ أَقْبَلَ مِنْ هَا هُنَا ، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
???
Allaah berfirman:
فسبحان الله حين تمسون
Berkata ibnu ‘Abbaas:
المغرب والعشاء
penafsiran diatas disepakati al mujaahid dan imam asy syaafi'iy
Apa ibnu 'abbaas tidak paham makna al masaa'?
Ataukah semakin membuktikan bahwa waktu tersebut juga masuk pada waktu masaa'? (tanpa perlu membuang riwayat-riwayat yang ada?)
Sebagaimana didefinisikan oleh ahli bahasa diatas?
Bukankah disebutkan diatas:
BalasHapusوالمَساء بعذ الظهر إِلى صلاة المغرب وقال بعضهم إِلى نصف الليل
( المساء ) ما يقابل الصباح وزمان يمتد من الظهر إلى المغرب أو إلى نصف الليل ( ج ) أمسية
Perhatikan:
إِلى نصف الليل
???
=============
Kemudian bagaimana dengan riwayat berikut:
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى سَفَرٍ ، وَهُوَ صَائِمٌ ، فَلَمَّا غَرَبَتِ الشَّمْسُ قَالَ لِبَعْضِ الْقَوْمِ : يَا فُلاَنُ قُمْ ، فَاجْدَحْ لَنَا
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَلَوْ أَمْسَيْتَ . قَالَ : انْزِلْ ، فَاجْدَحْ لَنَا
قَالَ : إنَّ عَلَيْكَ نَهَارًا . قَالَ : انْزِلْ ، فَاجْدَحْ لَنَا
فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، لَوْ أَمْسَيْتَ . قَالَ : انْزِلْ ، فَاجْدَحْ لَنَا
فَنَزَلَ فَجَدَحَ لَهُمْ ، فَشَرِبَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ثُمَّ قَالَ : إِذَا رَأَيْتُمُ اللَّيْلَ قَدْ أَقْبَلَ مِنْ هَا هُنَا ، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
???
Allaah berfirman:
فسبحان الله حين تمسون
Berkata ibnu ‘Abbaas:
المغرب والعشاء
penafsiran diatas disepakati al mujaahid, qatadah, adh dhahaak, sa'id ibnu jubair, ibnu zayd, demikian pula yg ditafsirkan ath thabariy, ibnu katsiir, al qurthubiy; termasuk juga imam asy syaafi'iy.
Apa mereka tidak paham makna ayat diatas?
Ataukah justru semakin membuktikan bahwa waktu tersebut juga termasuk pada waktu masaa'? (tanpa perlu membuang riwayat-riwayat yang ada?)
Sebagaimana didefinisikan oleh ahli bahasa diatas?
Abu Zuhriy,.... ya, itu sudah saya perhatikan ketika saya membaca kamus secara langsung. Dalam kamus, yang saya pahami, pokok artinya adalah antara Dhuhur hingga Maghrib. Hanya saja sebagian ulama ada yang menambahi hingga pertengahan malam. Tapi silakan cermati dalil lain yang menjelaskan makna kata al-ashiil dan 'asyiy. Juga hadits keutamaan khusus dzikir sebelum matahari terbit dan tenggelam. Ini semua menunjukkan bahwa dzikir sore yang dianjurkan itu adalah setelah 'ashar hingga maghrib.
BalasHapusAdapun riwayat tentang buka puasa,... ya itu qarinah yang sangat jelas bahwa makna al-masaa' yang terbentang dari waktu Dhuhur hingga pertengahan malam, dikhususkan awal malam. Mudah pemahamannya.
Tentang riwayat Ibnu 'Abbaas, saya juga sudah membaca beberapa jalur periwayatannya. Ini bukan masalah apakah Ibnu 'Abbaas tidak paham makna al-masaa'. Akan tetapi ayat yang antum sebut itu menyebutkan beberapa kata tentang waktu yang disebutkan secara bersamaan:
فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ (17) وَلَهُ الْحَمْدُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ (18) [الروم : 17 ، 18]
“Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh. Dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu Zuhur.” (Ar Rum : 17-18)
Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa ayat tersebut berbicara mengenai waktu-waktu shalat.
Kata Al-'asyiy dan al-masaa' itu sebenarnya kata yang punya makna sama atau hampir sama. Hanya saja, al-asyiy itu tidak meliputi malam. Jika dua kata itu disebutkan berbarengan, maka menuntut pembedaan.
Ringkasnya..... kita perlu melihat konteks nashnya.
Ia... "sesuai konteks nash"
BalasHapusMakanya itu adanya keutamaan "sebelum terbenam matahari" bukan berarti justru mengkhususkan bahwa masaa' itu cuma itu saja.
Terbukti dalam riwayat lain, al masaa' itu bahkan dikhususkan pada awal malam. Bahkan dalam hadits diatas, al masaa' dan al asyiyy tidak disebutkan secara bersamaan.
Maka ana lebih condong kepada perajihan syaikh ath thariifiy... bahwa al masaa' itu antara zhuhur sampai pertengahan malam... Yang dzikir-dzikir tentangnya diamalkan berdasarkan konteks hadits...
- Jika tanpa ada pengkaitan "malam", apalagi jika dikaitkan secara khusus "sebelum terbenam matahari"; maka lebih utama diwaktu antara ashar dan maghrib (karena ini juga masaa')
- Jika dikaitkan dengan "malam", maka ini dibaca setelah matahari tenggelam.
Dua pemahaman diatas sama sekali tidak bertentangan, karena memang al masaa' itu dari zhuhur hingga pertengahan malam... Dan pendapat ini ana dapati lebih baik, karena menjama' seluruh riwayat-riwayat yg ada, tanpa perlu membuang riwayat-riwayat lainnya.
Artikel di atas sama sekali tidak 'membuang' riwayat-riwayat lain. Antum hanya bolak-balik saja.
BalasHapus1. Al-masaa' secara bahasa adalah asalnya waktu dari dhuhur hingga maghrib. Ulama lain menambahkan hingga tengah malam.
2. Keutamaan berdzikir secara umum di waktu sore adalah sebelum matahari tenggelam.
3. Ada nash yang sharih yang menyebutkan bahwa dzikir sore dengan lafadh amsaa maksudnya adalah sebelum matahari terbenam. Ini sesuai dengan keumuman yang ada di point 2.
4. Ada nash sharih yang menyebutkan bahwa dzikir sore dengan lafadh amsaa itu adalah setelah terbenamnya matahari (malam).
Artikel di atas ingin menyimpulkan bahwa dzikir yang disebutkan dengan lafadh amsaa atau masaa' jika tidak ditambahkan keterangan setelah terbenamnya matahari (malam), maka dilakukan sebelum terbenamnya matahari. Namun jika terdapat lafadh yang secara tekstual atau makna menunjukkan dilakukan waktu malam, maka dilakukan waktu malam.
Keutamaan umum dzikir petang itu memang tekstual nashnya sebelum terbenamnya matahari. Di atas sudah disebutkan dalilnya. Adapun jika ada nash lain yang menjelaskan keutamaan dzikir tertentu yang disebutkan setelah matahari terbgenam, maka itu merupakan tambahan dari keumumannya.
NB : Kita di sini bicara waktu yang disunnahkan atau waktu terbaik untuk dzikir sore.
Jadi,... dzikir pada waktu malam - menurut pemahaman saya - bukan merupakan taqyiid atas nash-nash yang ada, akan tetapi merupakan ziyaadah atau bisa juga dilihat sebagai istitsnaa'.
BalasHapusMenurut pengamatan ana antara Abul Jauzaa dan Abu Zuhriy kok tidak ada perbedaan ya? memiliki pendapat yang sama, tapi kok kayak terjadi perdebadatan?
BalasHapus==============
Abu Zuhriy: "- Jika tanpa ada pengkaitan "malam", apalagi jika dikaitkan secara khusus "sebelum terbenam matahari"; maka lebih utama diwaktu antara ashar dan maghrib (karena ini juga masaa') "
Abul Jauzaa: "2. Keutamaan berdzikir secara umum di waktu sore adalah sebelum matahari tenggelam."
### dua kalimat itu menurut ana sama
=====================
Abu Zuhriy: "- Jika dikaitkan dengan "malam", maka ini dibaca setelah matahari tenggelam."
Abul Jauzaa: "4. Ada nash sharih yang menyebutkan bahwa dzikir sore dengan lafadh amsaa itu adalah setelah terbenamnya matahari (malam).
Di artikel, Abul Jauzaa juga sudah mengatakan: "Hal ini dikecualikan apabila ada keterangan dzikir tersebut diucapkan pada waktu malam (setelah tenggelamnya matahari) – karena makna al-masaa’ menurut sebagian ulama juga meliputi waktu hingga pertengahan malam."
### ini juga sama menurut ana
======================
### Lalu apa yang diperdebatkan????
ALLAHUL MUSTA'AAN
-------------------
@@ Atau ana yang tidak paham ya?
===================