Allah
ta’ala berfirman :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ
وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي
الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ
وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, al-ghaarimiin (orang-orang yang
berutang), untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana” [QS. At-Taubah : 60].
Ath-Thabariy
rahimahullah berkata :
وأما "الغارمون"،
فالذين استدانوا في غير معصية الله، ثم لم يجدوا قضاء في عين ولا عَرَض
“Adapun
al-ghaarimuun adalah orang-orang yang berhutang bukan dalam rangka
bermaksiat kepada Allah, kemudian tidak bisa membayarnya dengan uangnya atau
harta bendanya” [Jaami’ul-Bayaan, 14/317].
Al-Qurthubiy
rahimahullah berkata :
{وَالْغَارِمِينَ} هم الذين ركبهم الدين ولا
وفاء عندهم به، ولا خلاف فيه. اللهم إلا من ادّان في سفاهة فإنه لا يعطى منها ولا
من غيرها إلا أن يتوب. ويعطى منها من له مال وعليه دين محيط به ما يقضي به دينه،
فإن لم يكن له مال وعليه دين فهو فقير وغارم فيعطى بالوصفين
“Al-ghaarimiin, mereka
itu adalah orang-orang yang terlilit hutang namun tidak bisa membayarnya. Tidak
ada perbedaan pendapat tentang hal itu. Dikecualikan bagi orang yang berhutang
untuk satu kebodohan (kemaksiatan), maka ia tidak diberikan bagian dari zakat harta
atau yang lainnya, kecuali jika ia bertaubat. Zakat harta juga diberikan kepada
orang yang mempunyai harta namun mempunyai tanggungan hutang yang sangat banyak.
Jika yang bersangkutan tidak punya harta namun punya tanggungan hutang, maka
statusnya seorang faqir dan ghaarim sehingga diberikan harta zakat
dengan dua sifat ini” [Al-Jaami’ li-Ahkaamil-Qur’aan, 8/184-185].
Ibnu Katsiir rahimahullah berkata
:
وأما الغارمون: فهم أقسام:
فمنهم من تحمّل حمالة أو ضمن دينا فلزمه فأجحف بماله، أو غرم في أداء دينه أو في
معصية ثم تاب، فهؤلاء يدفع إليهم. والأصل في هذا الباب حديث قَبِيصة بن مخارق
الهلالي قال: تحملت حمالة فأتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم أسأله فيها، فقال:
"أقم حتى تأتينا الصدقة، فنأمر لك بها". قال: ثم قال: "يا قَبِيصة،
إن المسألة لا تحل إلا لأحد ثلاثة: رجل تحمَّل حمالة فحلت له المسألة حتى يصيبها،
ثم يمسك. ورجل أصابته جائحة اجتاحت ماله، فحلت له المسألة حتى يصيب قواما من عيش:
أو قال: سدادًا من عيش -ورجل أصابته فاقة حتى يقوم ثلاثة من ذوي الحجا من قومه،
فيقولون: لقد أصابت فلانا فاقة فحلت له المسألة، حتى يصيب قواما من عيش -أو قال
سدادا من عيش -فما سواهن من المسألة سحت، يأكلها صاحبها سحتا". رواه مسلم
“Al-ghaarimuun itu
terdiri dari beberapa macam. Diantaranya adalah orang yang terkena denda atau
tanggungan hutang yang mesti dibayar sehingga menghabiskan hartanya, orang yang
terkena denda untuk membayar hutang, atau membayar denda akibat perbuatan
maksiat setelah ia bertaubat; maka zakat harta boleh diberikan kepada
mereka. Dasar dalam bab/permasalahan ini adalah hadits Qabiishah bin Mukhaariq
Al-Hilaaliy, ia berkata : “Aku memiliki tanggungan denda, maka aku datang kepada
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta bagian zakat. Lalu
beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Tunggulah sampai datang
zakat kepada kami, lalu kami akan memberimu bagian dengannya’. Kemudian
beliau bersabda : ‘Wahai Qabiishah,
sesungguhnya meminta-minta tidak diperbolehkan kecuali salah satu dari tiga
orang : (1) orang yang terkena denda, maka ia diperbolehkan meminta-minta
hingga ia dapat melunasinya, lalu ia berhenti meminta-minta; (2) orang yang
mengalami musibah sehingga menghabiskan harta bendanya, maka dihalalkan baginya
untuk meminta-minta hingga dapat mencukupi kebutuhan hidupnya; (3) orang yang
jatuh miskin hingga ada tiga orang berakal dari kaumnya berkata : ‘Fulaan telah
jatuh miskin’ – maka dihalalkan baginya untuk meminta-minta hingga dapat
meuncukupi kebutuhan hidupnya. Orang yang meminta-minta selain dari tiga orang tersebut, maka ia telah memakan harta yang haram’. Diriwayatkan oleh Muslim”
[Tafsiir Al-Qur’aanil-‘Adhiim, 4/168].
قَالَ: ثنا أَبُو أَحْمَدَ، قَالَ:
ثنا مَعْقِلُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ، قَالَ: سَأَلْنَا الزُّهْرِيَّ " عَنِ الْغَارِمِينَ،
قَالَ: أَصْحَابُ الدَّيْنِ "
Telah
menceritakan kepada kami Abu Ahmad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami
Ma’qil bin ‘Ubaidillah, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Az-Zuhriy
tentang makna al-ghaarimiin. Ia menjawab : “Orang yang mempunyai hutang” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy
dalam Tafsiir-nya 14/318; hasan].
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ
بْنُ مُوسَى، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ الْأَسْوَدِ، عَنْ مُجَاهِدٍ، قَالَ: " ثَلَاثَةٌ
مِنَ الْغَارِمِينَ: رَجُلٌ ذَهَبَ السَّيْلُ بِمَالِهِ، وَرَجُلٌ أَصَابَهُ حَرِيقٌ
فَذَهَبَ بِمَالِهِ، وَرَجُلٌ لَهُ عِيَالٌ وَلَيْسَ لَهُ مَالٌ فَهُوَ يُدَانُ وَيُنْفَقُ
عَلَى عِيَالِهِ "
Telah
menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin Muusaa, dari ‘Utsmaan bin Al-Aswad,
dari Mujaahid, ia berkata : “Ada tiga orang dari kalangan al-ghaarimiin :
‘orang yang hartanya habis diterjang banjir, orang yang hartanya habis karena
kebakaran, dan orang yang punya tanggungan keluarga namun tidak punya harta,
lalu ia berhutang untuk menafkahi keluarganya tersebut” [Diriwayatkan oleh Ibnu
Abi Syaibah no. 10754; shahih].
حَدَّثَنَا بِشْرٌ، قَالَ: ثنا
يَزِيدُ، قَالَ: ثنا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ " أَمَّا الْغَارِمُونَ: فَقَوْمٌ
غَرَّقَتْهُمُ الدُّيُونُ، فِي غَيْرِ إِمْلاقٍ، وَلا تَبْذِيرٍ، وَلا فَسَادٍ
"
Telah
menceritakan kepada kami Bisyr, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yaziid,
ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid, dari Qataadah, ia berkata :
“Adapun al-ghaarimuun adalah kaum yang tenggelam dalam hutang yang
sangat banyak, bukan akibat perbuatan cari muka, tabdziir, dan kerusakan”
[Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy dalam Tafsiir-nya 14/318; shahih].
Catatan
penting dari penjelasan para ulama di atas adalah bahwa orang yang terlilit
hutang berhak memperoleh harta zakat dengan syarat hutangnya tersebut bukan
hutang karena kemaksiatan dan kedhaliman. Bukan pula orang yang berhutang termasuk orang yang
jahat atau pelaku maksiat. Jika ia diberikan bagian harta zakat, maka
(dikhawatirkan) ia akan bertambah nekat (dalam kemaksiatannya) karena merasa
dibantu – kecuali jika yang bersangkutan telah bertaubat.
Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 12011435/16112013 – 00:20].
Asslmualaikum..tq ya ustad atas ilmunya..sgt memudahkn pemahaman buat saya yg masih tingkat awam gini ;) (teman dr mlysia)
BalasHapus