Pertanyaan :
“Kami membaca sebuah jawaban dari Anda, Fadliilatusy-Syaikh,
atas salah satu pertanyaan bahwasannya siapa saja yang tidak beramal dengan jawaarih
(anggota tubuh)-nya, bukanlah seorang mukmin.
Lalu, apakah diperbolehkan bagi kita untuk mengatakan ia seorang muslim,
namun kita tidak memutlakkan padanya nama iman (mukmin) ?
Hal itu dikarenakan kami mendapati sebuah perkataan dari Ibnu Mandah
dalam kitab Al-Iimaan (1/198) yang menyebutkan sesuatu yang menunjukkan
bahwa perkataan Laa ilaha illallaah, mewajibkan nama Islam (muslim) dan
mengharamkan harta dan darah orang yang mengucapkannya. Ibnu Mandah menyebutkan
padanya hadits Al-Miqdaad dalam Shahiihain saat salah seorang shahabat
berkata : Aku bertanya : ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu seandainya aku
berselisih dengan seseorang dari kalangan musyrikin dalam perkelahian, lalu ia berhasil memotong (salah satu)
tanganku. Ketika aku berhasil menjatuhkannya/mengalahkannya, ia mengucapkan Laa
ilaha illallaah. Apakah aku boleh membunuhnya ?’. Beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam menjawab : ‘Bahkan, lepaskanlah ia’.
Ini adalah perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahullah
yang ternukil dari kitab Fathul-Majiid. Pendapat itulah yang dipegang
An-Nawawiy dalam Syarh Muslim. Juga termasuk perkataan (pendapat) Ibnu
Rajab Al-Hanbaliy, Ibnu Hajar Al-‘Asqalaaniy, Ibnu Khuzaimah, dan Al-Ghunaimaan[1]. Juga
termasuk pendapat Al-Albaaniy yang dituduh Quthubiyyuun berpemahaman irjaa’.
Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzaan hafidhahullah menjawab :
Ini adalah perkataan sebagian Ahlus-Sunnah yang
dinukil Syaikhul-Islaam dalam Al-Majmuu’. Akan tetapi pendapat yang
benar dari perkataan ulama adalah kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Perjanjian antara kaim dan
mereka adalah shalat. Barangsiapa yang meninggalkannya, sungguh ia telah kafir’.
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda : ‘(Batas) antara
seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat’. Akan tetapi : Tidak
boleh memutlakkan kalimat irjaa’ kepada orang yang tidak mengkafirkan
orang yang meninggalkan shalat. Dan Asy-Syaikh Al-Albaaniy termasuk
Ahlus-Sunnah. Adalah keliruan lagi jauh dari kebenaran bagi orang yang mengatakan ia
(Al-Albaaniy) adalah murji’. Tidak didapatkan darinya satu perkataan
yang menunjukkan pada ‘aqidah irjaa’.
Meskipun kami tidak menyepakatinya dalam sebagian permasalahan,
di antaranya : ‘selamatnya orang (dari kekekalan neraka) orang yang
tidak beramal dengan anggota badannya’[2]; akan
tetapi perhatikanlah bahwa : ia (Al-Albaaniy) termasuk Ahlus-Sunnah, dan perkataannya adalah perkataan
Ahlus-Sunnah[3]"
[selesai – diterjemahkan oleh
Abul-Jauzaa’ dari Al-As-ilah Al-‘Iraaqiyyah hal. 29-30].
Teks :
قرأنا لكم فضيلة الشيخ جواباً لأحد الاسئلة
أن من لم يعمل بجوارحه لا يجوز أن يكون مؤمناً , فهل يجوز لنا أن نقول إنه مسلم ولانطلق
عليه اسم الإيمان ؟!
لأننا وجدنا قولاً لابن منده في كتاب الإيمان
(1/198) ذكر فيه ما يدل على أن قول لا إله إلا الله يوجب اسم الإسلام ويحرم مال قائلها
ودمه.
وذكر فيه حديث المقداد في الصحيحين حيث قال
قلت يا رسول الله أرأيت إن اختلفت أنا ورجل من المشركين في ضربتين فقطع يدي فلما هويت
إليه قال لا إله إلا الله أأقتله؟ أم أدعه؟قال بل دعه.
وهذا قول لشيخ الاسلام ابن تيميه نقلاً عن
كتاب فتح المجيد , وبه قال النووي في شرح مسلم , وهذا قول ابن رجب الحنبلي , وابن حجر
العسقلاني ، وابن خزيمه ، والغنيمان وهو قول الشيخ الالباني الذي اتهمه القطبيون بالإرجاء
!.
فهل يجوز لنا هذا الإطلاق ؟
وهل قائله من المرجئة ـ بارك الله فيكم ـ
؟.
ج5 : هذا القول لبعض من أهل السنة نقله شيخ
الإسلام في المجموع.
ولكن على الصحيح من قولي العلماء : كفر تارك
الصلاة , قال صلى الله عليه وسلم: ((العهد الذي بينناوبينهم الصلاة من تركها فقد كفر
)) , وقال (صلى الله عليه وسلم ) : ((بين الرجل وبين الكفر ترك الصلاة)).
ولكن :
لا يجوز إطلاق كلمة الإرجاء على من لم يكفّرتارك
الصلاة.
والشيخ الألباني من أهل السنة.
وأخطأ وجانب الصواب من قال إنه مرجئ !
فلا يوجد له قول يدل على الأرجاء.
وإن كنا لا نوافقه على البعض من المسائل ؛
من بينها : نجاة من لم يعمل بجوارحه.
ولكن انتبهوا : هو من أهل السنة.
وقوله هو قول اهل السن.
Scan lembaran kitabnya adalah sebagai berikut :
[1]
Beliau adalah
seorang ulama sunnah, pakar ‘aqidah : Asy-Syaikh Dr. ‘Abdullah Al-Ghunaimaan hafidhahullah
. Ceramah beliau bisa dilihat di : http://youtu.be/4eIxYDZ9EvA
[3] Jawaban beliau hafidhahullah ini
serupa dengan jawaban Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah saat dijukan pertanyaan
sebagai berikut :
العُلماءُ الذينَ قَلوا بعدم كُفْرِ مَنْ تَرَكَ أَعمالَ الْجوارح - مع
تَلَفُّظِهِ بالشهادتين، ووجودِ أصلِ الْإيمان القلبي؛ هل هم من المُرجئة ؟!
“Ulama yang berpendapat tidak
kafirnya orang yang meninggalkan amal-amal jawaarih (anggota
badan) yang bersamaan dengan orang tersebut mengucapkan dua kalimat syahadat
dan keberadaan ashlul-iimaan di hatinya; apakah mereka (ulama
tersebut) termasuk golongan Murji’ah ?”.
Beliau menjawab :
هذا من أهل السنة والجماعة؛ فمن ترك الصيام، أو الزكاة، أو الحج : لا شك أڽَّ
ذلك كبيرة عند العلماء؛ ولكن على الصواب : لا يكفر كفرا أكبر.
أما تركُ الصلاة : فالراجح : أنه كافر كفرا أكبر إذا تعمد تركها.
وأما تركُ الزكاة والصيام والحج : فإنه كفر دون كفر.
أما تركُ الصلاة : فالراجح : أنه كافر كفرا أكبر إذا تعمد تركها.
وأما تركُ الزكاة والصيام والحج : فإنه كفر دون كفر.
“Mereka ini termasuk
Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah. Barangsiapa yang meninggalkan puasa, zakat, atau
haji; maka tidak diragukan bahwa hal itu termasuk dosa besar menurut para
ulama. Akan tetapi yang benar dalam permasalahan ini : Tidak dikafirkan dengan kufur
akbar (murtad).
Adapun permasalahan
meninggalkan shalat, yang raajih : Ia dihukumi kafir
akbar apabila sengaja meninggalkannya. Sedangkan meninggalkan zakat, puasa, dan
haji; maka ia adalah kufrun duuna kufrin (kufur ashghar)” [Majmuu’
Al-Fataawaa, 28/144-145].
Assalamu`alaikum dari Thalibul Ilmi Bernama Mas Apri
BalasHapusUstadz,maaf melenceng dari tema ,tapi masih ada hubungan fatwa di atas,mohon jelaskan gmana hukum meninggalkan shalat arena malas apakah kufur akbar atau asghar? Klo kufur akbar apakah si pelaku ingin bertaubat wajib membaca syahadat lagi atau tidak,serta juga mandi sebagaimana orang kafir masuk Islam setelah mereka mengucapkan syahadat biasanya kan disunnahkan mandi? Mohon dijelaskan ustadz.
Syekh Al-Fauzan telah menolak secara resmi penisbatan kitab Al-As'ilah Al-Iraqiyyah kepada beliau, sebagaimana jawaban beliau thd surat yang diajukan oleh Syekh Al-Rajihi thd beliau, dan beliau membalas dengan tulisan tangannya langsung di surat itu. Dapat dilihat di sini.
BalasHapusMengapa antum berlarut-larut dalam kejahilan ini Akhil kariim? Apa yang begitu istemewa Al-halabi di mata antum. Telah terbukti sekali lagi Al-Halabi berdusta dengan menerbitkan kitab dengan penisbatan palsu atas nama Syekh Fauzan ini. Hampir semua Masyayikh hadits dan Tullabul ilm senior tahu tentang skandal Al-As'ilah Al-Iraqiyyah ini. Dengan antum membahasny akan kelihatan konyol.
Kenapa antum tidak menterjemahkan kitab turats yang lebih bermanfaat? kitab Al-Khatib Al-Baghdadi, atau Abu Thohir As-Silafi. Mengingat antum punya Ihtimam besar dalam Ulumul Hadits.
Allah yahdiika
He..he..he.. saya sudah tahu tentang hal itu, dan memang saya sengaja mempostingnya di sini dengan berbagai faedah. Dan saya sudah mengira Anda akan akan 'datang' mengkhabarkannya.
BalasHapusPertama, yang bersaksi itu bukan 'Aliy Al-Halabiy sebagai bayangan konyol Anda, akan tetapi Abu Manaar Al-'Iraaqiy. Dan ia tidak sendiri, akan tetapi bersama ikhwah 'Iraaq lainnya. 'Aliy Al-Halabiy hanyalah mengumpulkan dan menyusunnya.
Kedua, fatwa tersebut terdapat tanda tangan dari Syaikh Shaalih Al-Fauzaan hafidhahullah. Di atas sudah saya bawakan scan lembaran kitabnya. Adakah yang lebih meyakinkan daripada bukti ini ?.
Ketiga, sudah menjadi pemakluman yang amat sangat bahwasannya orang yang lebih besar dari Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzaan, semisal Az-Zuhriy rahimahullah pernah lupa meriwayatkan hadits (sebagaimana dalam kasus hadits pernikahan tanpa wali dari jalan Sulaimaan bin Muusaa). Lantas, apa halangannya jika dalam hal ini Syaikh lupa dan buktinya beliau sendiri telah menuliskan tanda tangannya ?.
Keempat, 'Abdul-'Aziiz bin Faishaal Ar-Raajihiy itu bukan murid Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah yang terkenal itu. Murid Ibnu Baaz yang namanya mirip dengannya itu adalah Asy-Syaikh 'Abdul-'Aziiz bin 'Abdillah Ar-Raajihiy hafidhahullah. Adapun Ibnu Faishaal ini hanyalah seorang thaalibul-'ilmi saja.
Kelima, ada tulisan dari Syaikh 'Aliy Al-Halabiy yang berkaitan dengan ini, barangkali Anda mau membacanya - walau saya gak terlalu yakin akan hal itu sebagaimana teklah diketahui dari tabiat Anda - :
تذكير الشيخ الفوزان بما أخذه النسيان: "كلمة علمية حول الأسئلة العراقية.
Semoga pikiran Anda lebih dapat terbuka dari sikap 'dendam kesumat' (walau Anda mengingkarinya) terhadap Al-Halabiy, tanpa mencermati dan menelaah apa yang dikatakannya. Sama kasusnya seperti tuduhan Anda terhadapnya dengan memanfaatkan fatwa Lajnah dan Raf'ul-Laaaimah tanpa ada penelitian dan muthala'ah terhadap kitab yang dikritik dan juga penelusuran dalam kitab-kitab turats yang menjadi maraji'.
"yang bersaksi itu bukan 'Aliy Al-Halabiy sebagai bayangan konyol Anda"
BalasHapusAlhamduliLLah ana sudah tentang itu, namun mengingat Abu Manar ini kemudian tewas tahun itu juga (circa 2004) akibat invasi militer Amerika ke Iraq, dan TIDAK ADA saksi yang lainnya yang mengajukan pertanyaan ini ke Syekh Al-Fauzan sebagaimana klaim Al-Halabi. Jadi tidak ada yng bisa memverikasikan kebenaran surat itu Selain Syekh Al-Fauzan, dimana dia telah menolak penisbatan itu.
Al-Halabi kemudian mencoba men-tabrir /justifikasi buku ini dengan qo'idah Bab man haddatsa tsumma nasiya. Bahwa Syekh fauzan lupa tentang ini.
Seperti Al-Halabi mencari dalil ketika dia berteriak-teriak ketika berdebat dengan Abu Ruhaym dan Muhammad bin Ibrahim Syaqrah. Kemudian dia membuat kaidah bolehnya berteriak-teriak.
Ala kulli hal , Syekh Fawzan ingatannya masih kuat dan bagus ALhamduliLLah , tidak yang seperti yang dituduhkan oleh Al-Halabi. Dan kemungkinan tanda tangan di manuskrip itu palsu. Coba bandingkan tanda tangan Syekh Al-Fauzan yang disini dengan naskah Abu Manar tersebut.
"Juga termasuk pendapat Al-Albaaniy yang dituduh Quthubiyyuun berpemahaman irjaa’ "
Yang sungguh aneh bahwa Syekh Al-Albani tidak pernah membuat bantahan thd orang yang menuduhnya dengan Irja sebagimana ia membuat bantahan thd Al-Buthi, Abu Ghuddah. Atau Seperti banthannya yang luar biasa keras thd 2 Ulama Saudi: Ismail Al-Anshori, dan Hamud Al-Tuwayjiri.
Siapa yang antum maksud dengan Qutubiyyun? Syekh Bakr Abu Zayd? Bin Jibrin kah? atau Syekh Bin Baz kah?. Sudah ma'lum pembelaan kedua Syekh besar tersebut terhadap Sayyid Qutb.
Mau tahu pendapat Syekh Bin Baz tentang Sayyid Qutb, lihat tautan2 dibawah ini dari situs remsi Syekh Bin Baz langsung:
Buku Sayyid Qutb termasuk yang dianjurkan utk dibaca
http://www.binbaz.org.sa/mat/10678
http://www.binbaz.org.sa/mat/10727
Tahukah antum bahwa kitab karangan Muhammad Qutb menjadi kurikullum resmi di Darul Hadits Al-Khoyriyyah, tempat Syekh Muhammad Jamil Zaynu dan Syekh Muhammad bin Adam Al-Etiyubi mengajar?
lihat yang nomor 19
Para masyayikh salafiyyah mesir serpti Abu ishaq, Muhammad Ismail Muqoddam, Yasir Burhami memuji Sayyid Qutb. Apakah mereka Qutbiyyun, akhi?
Anda ini kalau bicara kok menjadi kemana-mana si ya. Apa si yang ingin Anda dagangkan. Fokus saja bicara tentang verifikasi akan hal ini.
BalasHapusKalau Anda tahu tentang hal itu, kenapa Anda mengatakan bahwa Al-Halabiy telah berdusta dalam fatwa ini ?. Ini menjadi qarinah bahwa sebelumnya memang Anda tidak tahu hakekatnya. Padahal jelas di situ ada tulisan tangan dan tanda tangan Abu Manaar Al-'Iraaqiy, dan ia adalah seorang yang telah sangat dikenal di kalangan salafiyyin 'Iraaq. Bahkan hingga saat ini. Kalaupun Al-Halabiy pandai memalsukan tanda tangan Syaikh Al-Fauzaan, apakah ia kemudian menjadi pandai sekali memalsukan tulisan tangan dan tanda tangan Abu Manaar sekaligus ?. Coba pikir dengan kepala yang jernih.
Meninggal atau tidaknya Abu Manaar bukan menjadi pangkal masalahnya, karena yang menjadi 'ibrah adalah penyampaian khabarnya. Inilah yang masyhur dalam ilmu riwayat.
Lucu sekali Anda berdalih dengan masalah tanda tangan. Saya membaca fatwa Syaikh Shaalih Al-Fauzaan beserta tanda tangan beliau itu bukan hanya sekali atau dua kali. Dan tanda tangan beliau yang ada dalam kitab Al-As-ilah Al-'Iraaqiyyah adalah sama. Dan yang menyaksikan manuskrip fatwa itu ada, yaitu Abul-Bukhaariy, Husain Al-Khaalid, dan yang lainnya dan mereka memang memberikan kesaksian. Dan sebagian di antara mereka masih hidup. Di antaranya, coba baca di sini. Oleh karena itu, maaf, alasan Anda lemah.
Kemudian Anda tanya tentang siapakah Quthubiyyuun ?. Kok tanya ke saya mengenai isi fatwa itu. Sengaja saya gak kasih komentar apa-apa agar saya tidak terlalu capek menanggapi komentar yang ada, di antaranya seperti Anda. Itu istilah Quthubiyyuun itu ada dalam teks fatwa, bukan dari saya.
Sebenarnya saya bisa menanggapi lebih jauh tentang Sayyid Quthb berikut link-link perkataan ulama yang Anda tuliskan, karena itu bukan tujuan dituliskannya artikel di atas. Tapi berhubung kita sedang bicara Syaikh Al-Fauzaan, maka link berikut telah dituliskan bagaimana pandangan beliau terhadap Sayyid Quthb :
http://abusalma.wordpress.com/2007/08/04/fatwa-ulama-umat-terhadap-sayyid-quthb-2/.
Maaf, jika hanya copi paste.
Sebagai tambahan kecil atas perkataan Anda :
BalasHapus"Yang sungguh aneh bahwa Syekh Al-Albani tidak pernah membuat bantahan thd orang yang menuduhnya dengan Irja sebagimana ia membuat bantahan thd Al-Buthi, Abu Ghuddah. Atau Seperti banthannya yang luar biasa keras thd 2 Ulama Saudi: Ismail Al-Anshori, dan Hamud Al-Tuwayjiri" [selesai].
Tuduhan irjaa' kepada Syaikh Al-Albaaniy ini hanyalah muncul di era penghujung usia beliau. Namun bukan berarti beliau tidak pernah membantah. Syaikh 'Aliy - mungkin Anda akan berkata : 'lagi-lagi Al-Halabiy ! - telah membawakan fotokopian manuskrip tulisan tangan Syaikh Al-Albaaniy ketika memberikan catatan dan beberapa bantahan singkat atas kitab Dhaahiratul-Irjaa' nya Safar Al-Hawaliy, dalam kitab Ad-Durarul-Mutalaailah hal. 97-103.
NB : Terkait dengan sebelumnya, setahu saya yang wafat itu adalah Abul-Bukhaariy, bukan Abu Manaar Al-'Iraaqiy. Wallaahu a'lam.
Kelihatan banget yang amat keras terhadap syaikh 'aliy adalah takfiriyun dan tsauriyun (seperti kata syaikh ibnul utsaimin)...
BalasHapusdan dapat kita lihat sangat jelas sekali dalam dialog diatas..
mereka ini yang dahulunya mencela syaikh al albaaniy, sekarang pindah kepada murid terbaiknya, syaikh 'ali al halaby..
sungguh sangat disayangkan, orang-orang yang KATANYA "anti quthbiyyun" malah satu barisan dengan mereka.. (sampai-sampai tanpa disadari, mereka pun turut mengambil sumber/petikan dari "buku bantahan" dari ulama quthbiyun terhadap syaikh 'ali)
sedemikian bencikah dengan syaikh 'ali sampai-sampai kitab quthbiyyun pun turut dijadikan rujukan "hanya untuk membantah" beliau?
ckckck
baru 'ngeh' kalo ternyata @abu ruqayyah pembela sayyid quthb
BalasHapustak kira dia salafy 'tetangga sebelah'
"Kelihatan banget yang amat keras terhadap syaikh 'aliy adalah takfiriyun dan tsauriyun (seperti kata syaikh ibnul utsaimin)"
BalasHapus@anonim & @abdullah diatas, antum bisa membuktikan dimana perkataan SYekh Utasymiin diatas? pasti tidak bisa, karena tidak ada perkataan Syekh Utsaymin seperti itu. Tipikal jahil yang tidak bisa Bahasa Arab, termakan propaganda kebohongan ustadznya.
Tahukah antum Syekh Jibrin dan Sykeh Bakr Abu Zayd membela Sayyid Qutb? Bahkan SYekh Bin Baz menganjurkan bolehnya membaca kitab2 SQ -jika antum bisa membaca arab ada pada tautan yang ana tulis di komen sebelumnya.
Begitu pula Syekh ALawi Abdul Qadir A-Saqqaf (pengasuh situs dorar.net), dia bahkan mentakhrij hadits2 yang ada di tafsir Sayyid Qutb. Bahkan mengarang buku tentang Murji'ah
Apakah antum berdua bisa memberikan tambahan mengenai skan dal Al-Halabi terhadap pemalsuan Surat Syekh Fauzan ini?
"tak kira dia salafy tetangga sebelah"
Contoh perkataan Jahil Murakkab, mencoba mengkategorikan manusia berdasarkan ilmunya yang sempit. Wal Iyadzu Billah
@Abul Jauzaa Syekh Abdul Aziz Ar-Rajihi tersebut memang orang yang berbeda dengan SYekh Ar-Rajihi senior, tetapi beliau juga murid langsung dari SYekh Bin Baz.
Sekali lagi apakah mungkin SYekh Fauzan membubuhkan tanda tangannya begitu saja kepada orang yang ia tidak kenal?
جمعنا الله تحت ظله في يوم لا ظل إلا ظله
Ibnu Faishaal itu masih muda banget. Mungkin dengan Anda tua-an Anda. Dia itu kelahiran 1974. Di saudi sana, nama dia bukan termasuk jajaran ulama. Dia hanyalah thaalibul-ilmi muda. No offensive, this is reality.
BalasHapusCoba Anda perhatikan jawaban Syaikh Al-Fauzaan dalam berbagai versi jawaban, bahwa beliau itu tidak mengingkari tanda tangannya (karena beliau memang belum melihat langsung kitab dan tanda tangan yang beliau bubuhkan).
Lagi-lagi Al-Halabiy yang dijadikan sasaran. Memang kalau penyakit sudah kronis dan akut, susah hilangnya.
Tentang perkataan Anda :
antum bisa membuktikan dimana perkataan SYekh Utasymiin diatas? pasti tidak bisa, karena tidak ada perkataan Syekh Utsaymin seperti itu. Tipikal jahil yang tidak bisa Bahasa Arab, termakan propaganda kebohongan ustadznya [selesai].
Kalau Anda menyebut orang lain tipikal jahil bahasa Arab (padahal mungkin Anda cuma menduga-duga saja), maka saya katakan bahwa perkataan Anda itu adalah perkataan orang bertipikal pongah dan congkak. Gak ngrasa ya ?.
Saya bisa buktikan itu karena memang perkataan Syaikh Ibnu 'Utsaimiin rahimahullah yang seperti itu.
NB : Saya gak akan membahas SQ lebih jauh, malah melenceng kemana-mana.
Berhubung saya sudah mengetahui polemik ini jauh hari sebelum protes Anda (Abu Ruqayyah), maka :
BalasHapusKalau difokuskan, Anda menafikkan isi kitab Al-As'ilah Al-'Iraaqiyyah berdasarkan penafikan dari Syaikh Al-Fauzaan. Itu intinya.
Adapun saya, menetapkan isi kitab ini berdasarkan persaksian 9 orang yang menyaksikan dan kemudian 9 orang itu merupakan orang-orang yang dikenal dan ditazkiyyahi oleh Abu Manaar Al-'Iraaqiy. Di antara mereka masih hidup hingga kini; dan keberadaan tanda tangan dari Syaikh Al-Fauzaan. Abul-Manaar adalah orang yang masyhur di 'Iraaq dan ia dikenal dekat dengan ulama kibar 'Iraaq yang belum lama meninggal : Asy-Syaikh Hamdiy bin 'Abdil-Majiid As-Salafiy rahimahullah. Ia tidak pernah terlibat dengan isu irjaa' sebelumnya sehingga ada alasan ia dan rekan-rekan perlu merekayasa tanya-jawab yang diatasnamakan pada ulama besar. Kalau mau dibilang konspirasi untuk melakukan dusta secara berjama'ah, kok rasa-rasanya gak masuk akal saya. Entah Anda.
Perkataan Anda yang mengatakan bahwa Al-Halabiy memalsukan tanda tangan atau memalsukan isi kitab, menurut saya tidak logis. Kontsruksi logikanya nol besar. Jelas-jelas Al-Halabiy hanya mengumpulkan, menyusun, dan memberikan ta'liq. Kenapa kesalahan itu lagi-lagi ditimpakan pada Al-Halabiy. Penyakit !!
Kalau mau jujur, cobalah Anda baca suratnya Ibnu Faishal Ar-Raajihiy itu. Isi suratnya itu global yang menyebutkan peristiwa dan bab/permasalahan yang diperbincangkan dalam kitab dan orang-orang yang bertanya kepada beliau. Jawaban beliau pun juga global, dan diantaranya mengatakan bahwa ia tidak mengenal orang yang bertanya. Padahal, sudah maklum dalam kaedah bahwa tidak dipersyaratkan seorang mufti mengenal orang yang meminta fatwa.
Kalau Anda bilang bahwa ingatan Syaikh masih baik sehingga dengannya syaikh pasti tidak lupa, bagaimana menurut Anda dengan Az-Zuhriy ?. Apakah ketika ia lupa menyampaikan hadits pada Sulaimaan bin Muusaa kondisi ingatannya sudah buruk ?. Banyak contoh lain yang lebih besar dari Syaikh Al-Fauzaan dari kalangan ulama terdahulu. Intinya, Anda jangan lupakan sisi kemanusiaan bahwa seseorang bisa saja lupa dan keliru. Maka, yang dijadikan i'tibar dalam mahkamah itu (salah satunya yang primer) adalah persaksian.
Seandainya Anda mampu untuk menunjukkan kepada saya bahwa penafikkan Syaikh Al-Fauzaan itu mengindikasikan qarinah bahwa beliau pernah membaca kitab itu (soal jawabnya) dan kemudian mengatakan (misalmnya) : "tanya jawab ini palsu, dan ini bukan tanda tanganku", atau : "tanda tangan yang ada di kitab ini adalah palsu", sehingga dengannya saya mendapat satu keyakinan bahwa semua itu rekayasa, saya mau rujuk kok. Dengan senang hati akan saya hapus artikel di atas. Saya juga enggan untuk menyimpan kedustaan dalam blog saya yang kemudian membebani saya kelak (di akhirat).
Tapi kalau Anda tidak bisa membawakan itu, ya sebaiknya tidak usah memperpanjang masalah ini dan malah ngomongin yang tidak ada kaitannya dengan kontent artikel di atas. Saya tahu permasalahan Al-Asilah Al-'Iraaqiyyah itu jauh-jauh hari sebelum Anda mengkhabarkan kepada saya.