Ada yang berkata :
وإذا كانت متابعة أحكام المشرِّعين غير ما شرعه
الله تعتبر شركاً، وقد حكم الله على هؤلاء الأتباع بالشرك كما قال سبحانه: { وَإِنْ
أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ } [الأنعام/121] [107]. فكيف بحال هؤلاء
المشرعين؟
“Seandainya mengikuti hukum-hukum pembuat syari’at selain
yang disyari’atkan Allah dianggap sebagai kesyirikan, dan Allah ta’ala pun
telah menghukumi orang yang mengikuti (hukum selain yang disyari’atkan Allah
tersebut) dengan kesyirikan sebagaimana yang difirmankan Allah ta’ala : ‘dan
jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang
musyrik’ (QS. Al-An’aam : 121); lantas bagaimana halnya mereka yang
berstatus sebagai pembuat syari’at ?” [Hukmullah wa Maa Yunaafiihi hal.
39, dan Nawaaqidlul-Iimaan Al-Qauliyyah wal-‘Amaliyyah hal. 313].[1]
Tidak diragukan lagi bahwa statement ini dipengaruhi oleh
perkataan Sayyid Quthb terhadap QS. Al-An’aam ayat 121 :
إن من أطاع بشرًا في شريعة من عند نفسه ولو في
جزئية صغيرة فإنَّما هو مشرك، وإن كان في الأصل مسلمًا، ثم فعلها فإنما خرج بِهَا
من الإسلام إلى الشرك أيضًا.. مهما بقي بعد ذلك يقول: أشهد أن لا إله إلا الله
بلسانه، بينما هو يتلقى من غير الله، ويطيع غير الله
“Sesungguhnya barangsiapa yang mentaati seorang manusia
dalam hal syari’at dari dirinya, meskipun dalam satu bagian (perkara) yang
kecil, maka ia adalah musyrik. Meskipun orang itu asalnya seorang muslim, lalu melakukan
perbuatan itu, maka ia telah keluar dari
Islam menuju kesyirikan juga. Dan meskipun setelah itu ia mengucapkan : asyhadu
an laa ilaaha illallaah dengan lisannya, namun ia masih mengambil syari’at
selain Allah dan mentaati selain Allah...” [Fii Dhilaalil-Qur’aan,
3/1198].
Dan sebenarnya, penafsiran ala Haruuriy Khaarijiy
(Khawaarij) inilah yang menjadi sebab penyelewengan para pemuda dan gegabah
dalam pengkafiran masyarakat Islam. Oleh karena itu, hendaklah orang yang
membaca kitab Adh-Dhilaal untuk berhati-hati dari beberapa penyelewengan
yang berbahaya lagi merusak ini.
Ibnul-‘Arabiy rahimahullah berkata (tentang tafsir
ayat tersebut) :
إنما يكون المؤمن بطاعة المشرك مشركًا إذا أطاعه
في اعتقاده الذي هو محل الكفر والإيمان، فإذا أطاعه في الفعل وعقده سليم مستمر على
التوحيد والتصديق فهو عاصٍ، فافهموا ذلك في كل موضع
“Seorang mukmin yang mentaati orang musyrik dianggap
sebagai musyrik hanyalah jika ketaatannya berasal dari keyakinan (i’tiqaad)-nya
yang menjadi tempat kekafiran dan keimanan. Jika ketaatannya hanyalah sebatas
perbuatan saja dimana keyakinannya masih selamat tetap di atas ketauhidan dan tashdiiq,
maka statusnya adalah orang yang bermaksiat (bukan musyrik yang keluar dari
Islam – Abul-Jauzaa’). Pahamilah hal tersebut di setiap tempat...” [Ahkaamul-Qur’aan,
3/752].
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata :
دلت الآية على أن من استحل شيئًا مما حرم الله
تعالى صار به مشركًا، وقد حرم الله سبحانه الميتة نصًّا، فإذا قبل تحليلها من غيره
فقد أشرك.
“Ayat
ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang menghalalkan sesuatu yang diharamkan
Allah ta’ala[2], maka ia
menjadi musyrik. Allah subhaanahu wa ta’ala telah mengharamkan bangkai secara
nash, Maka jika ia menerima penghalalannya dari selain Allah, maka ia telah
berbuat syirik” [Al-Jaami’ li-Ahkaamil-Qur’aan, 7/77-78].
Kemudian Al-Qurthubiy memberikan syahid dengan
perkataan Ibnul-‘Arabiy rahimahumallah di atas.
Az-Zujaaj rahimahullah berkata :
في قوله تعالى: وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ
لَمُشْرِكُونَ دليل على أن كل من أحل شيئًا مما حرم الله تعالى، أو حرم شيئًا مما
أحل الله تعالى فهو مشرك، وإنما سمي مشركًا؛ لأنه أثبت حاكمًا سوى الله تعالى،
وهذا هو الشرك
“Dalam firman-Nya ta’ala : ‘dan jika kamu
menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik’
(QS. Al-An’aam : 121) merupakan dalil bahwa setiap orang yang menghalalkan
sesuatu yang diharamkan Allah ta’ala atau mengharamkan sesuatu yang
dihalalkan Allah ta’ala, maka ia musyrik. Ia dinamakan musyrik karena ia
telah menetapkan hakim selain Allah ta’ala (dalam perkara halal dan
haram- Abul-Jauzaa’), dan ini merupakan kesyirikan”
[selesai – dinukil Abul-Jauzaa’ dari kitab Al-Hukmu
bi-Ghairi Maa Anzalallaah oleh Dr. Khaalid Al-‘Anbariy[3]
yang dipublikasikan oleh Islamancient[4]
- 20092012].
Baca juga artikel : Syubhat
QS. At-Taubah Ayat 31.
[3] Baca pujian para ulama tentang kitab ini
dalam artikel : Pujian
Ulama terhadap Kitab Al-Hukmu bi-Ghairi Maa Anzalallaah karya Dr.
Khaalid Al-‘Anbariy.
Pertanyaan:
BalasHapus1. Apa faidah nawaqidul Islam bagi bagi kaum muslimin??
2. Bagaimana juklak Nawaqidul Islam??
Syukran
Assalaamu'alaikum, ustadz, mhn dibedah kitab Tahkiimul Qawaaniin karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aalu Syaikh yang sering dijadikan pegangan kalangan Takfiiriy! Syukran
BalasHapus