Menghina Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
dan syari’at yang dibawanya merupakan tabiat orang-orang kuffaar yang
telah mentradisi semenjak dulu kala. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam telah banyak menerima banyak tuduhan dan hinaan/cacian. Diantaranya,
mereka menghina beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai tukang
sihir yang banyak berdusta, sebagaimana terdapat dalam ayat :
وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ
مِنْهُمْ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ
“Dan mereka heran karena mereka
kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan
orang-orang kafir berkata: "Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak
berdusta" [QS. Shaad : 4].
Menghina beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
sebagai seorang penyair gila, sebagaimana terdapat dalam ayat :
وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو
آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ
“Dan mereka berkata: "Apakah
sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang
penyair gila?" [QS.
Ash-Shaaffat : 36].
Menghina beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
sebagai pengarang atau plagiator kitab suci, sebagaimana terdapat dalam ayat :
وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا
بَيِّنَاتٍ قَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُمْ هَذَا سِحْرٌ
مُبِينٌ * أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ
“Dan apabila dibacakan kepada
mereka ayat-ayat Kami yang menjelaskan, berkatalah orang-orang yang mengingkari
kebenaran ketika kebenaran itu datang kepada mereka: "Ini adalah sihir
yang nyata". Bahkan mereka mengatakan: "Dia (Muhammad) telah
mengada-adakannya (Al Qur'an)" [QS. Al-Ahqaaf : 7-8].
أَنَّى لَهُمُ الذِّكْرَى وَقَدْ
جَاءَهُمْ رَسُولٌ مُبِينٌ * ثُمَّ تَوَلَّوْا عَنْهُ وَقَالُوا مُعَلَّمٌ
مَجْنُونٌ
“Bagaimanakah mereka dapat
menerima peringatan, padahal telah datang kepada mereka seorang rasul yang
memberi penjelasan, kemudian mereka berpaling daripadanya dan berkata:
"Dia adalah seorang yang menerima ajaran (dari orang lain) lagi pula
seorang yang gila” [QS. Ad-Dukhaan
: 13-14].
Dan yang lainnya.....
Menyakiti Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan
menghina, mencaci, atau menuduh dengan tuduhan-tuduhan yang tidak pantas lagi keji
merupakan sesuatu yang besar dalam Islam. Haram hukumnya. Allah ta’ala berfirman
:
وَمِنْهُمُ الَّذِينَ يُؤْذُونَ
النَّبِيَّ وَيَقُولُونَ هُوَ أُذُنٌ قُلْ أُذُنُ خَيْرٍ لَكُمْ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِينَ وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ * يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ
لَكُمْ لِيُرْضُوكُمْ وَاللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَقُّ أَنْ يُرْضُوهُ إِنْ كَانُوا
مُؤْمِنِينَ * أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّهُ مَنْ يُحَادِدِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدًا فِيهَا ذَلِكَ الْخِزْيُ الْعَظِيمُ * يَحْذَرُ
الْمُنَافِقُونَ أَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي
قُلُوبِهِمْ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ * وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ
وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ * لا تَعْتَذِرُوا قَدْ
كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ
طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
“Di antara mereka (orang-orang
munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: "Nabi mempercayai semua
apa yang didengarnya". Katakanlah: "Ia mempercayai semua yang baik
bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi
rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu". Dan orang-orang yang
menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih. Mereka bersumpah kepada
kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridaanmu, padahal Allah dan Rasul-Nya
itulah yang lebih patut mereka cari keridaannya jika mereka adalah orang-orang
yang mukmin”. Tidakkah mereka (orang-orang munafik itu) mengetahui bahwasanya
Barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya neraka Jahanamlah
baginya, dia kekal di dalamnya. Itu adalah kehinaan yang besar. Orang-orang
yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang
menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka:
"Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya)".
Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu. Dan jika kamu
tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka
akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main
saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya
kamu selalu berolok-olok?". Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir
sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka
tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka
adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa” [QS. At-Taubah : 61].
إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ
عَذَابًا مُهِينًا
“Sesungguhnya orang-orang yang
menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat,
dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan” [QS. Al-Ahzaab : 57].
Para ulama mengambil istinbath dengan ayat-ayat di
atas tentang kafirnya orang yang menghina/mencaci/mencela Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam, halal darahnya[1]. Mereka menetapkan adanya ijma’
akan hal tersebut.
Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu berkata :
لا يُقْتَلُ أَحَدٌ بِسَبِّ أَحَدٍ، إِلا
مَنْ سَبَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Seseorang tidaklah dibunuh karena mencela/mencaci orang
lain, kecuali orang yang mencela/mencaci Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam Ad-Diyaat no. 340; sanadnya
hasan].
Ishaaq bin Raahawaih rahimahullah (w. 238 H) berkata
:
أجمع المسلمون على أن من سبَّ الله ، أو
سبَّ رسولَه صلى الله عليه وسلم ، أو دفع شيئاً مما أنزل الله عزَّ وجلَّ ، أو قتل
نبيَّاً من أنبياء الله، أَنَّه كافر بذلك وإِنْ كان مُقِرَّاً بكلِّ ما أنزل الله
“Kaum muslimin bersepakat bahwa orang yang mencaci Allah
dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam, atau menolak sesuatu dari
yang diturunkan Allah ‘azza wa jalla, atau membunuh nabi dari nabi-nabi
Allah; maka ia kafir dengan sebab itu, meskipun ia mengakui semua (syari’at)
yang diturunkan Allah” [Ash-Shaarimul-Masluul oleh Ibnu Taimiyyah, 2/15.
Juga dalam Al-Istidzkaar oleh Ibnu ‘Abdil-Barr, 4/226].
Muhammad bin Sahnuun Al-Maalikiy rahimahullah (w.
265 H) berkata :
أجمع العلماء أَنَّ شاتمَ النبيِّ صلى
الله عليه وسلم لمتنقِّصَ له كافرٌ ، والوعيدُ جارٍ عليه بعذاب الله له، وحكمه عند
الأمَّة : القتل ، ومن شكَّ في كفرِه وعذابِه كفَر
“Para ulama bersepakat bahwa orang yang mencaci Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam untuk merendahkan beliau adalah kafir. Dan ancamannya
adalah adzab Allah, hukumnya di sisi umat adalah dibunuh. Barangsiapa yang ragu
akan kekafirannya dan adzabnya (kelak di akhirat), maka kafir” [Asy-Syifaa’
oleh Al-Qaadliy ‘Iyaadl, 2/312].
Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
ونقل أبو بكرٍ الفارسيّ أحد أئمَّة
الشافعيَّة في كتاب الإجماع أَنَّ من سبَّ النّبيَّ صلى الله عليه وسلم ممَّا هو
قذفٌ صريحٌ كفر باتِّفاق العلماء
“Dan Abu Bakr Al-Faarisiy – salah seorang imam madzhab
Asy-Syaafi’iyyah – menukil dalam kitab Al-Ijmaa’ bahwasannya siapa saja
yang mencela/mencaci Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan
tuduhan-tuduhan palsu secara terang-terangan adalah kekufuran berdasarkan
kesepakatan ulama” [Fathul-Baariy, 12/282].
Allah ta’ala telah memerintahkan kaum muslimin menghormati
beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan menjaga adab-adab.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا
تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلا تَجْهَرُوا لَهُ
بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ
لا تَشْعُرُونَ * إِنَّ الَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَ رَسُولِ
اللَّهِ أُولَئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى لَهُمْ
مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara
Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana
kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak
hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. Sesungguhnya
orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah
orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka
ampunan dan pahala yang besar”
[QS. Al-Hujuraat : 2-3].
Tentang sebab turunnya ayat, Al-Bukhaariy rahimahullah
berkata :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ،
أَخْبَرَنَا وَكِيعٌ، أَخْبَرَنَا نَافِعُ بْنُ عُمَرَ، عَنْ ابْنِ أَبِي
مُلَيْكَةَ، قَالَ: كَادَ الْخَيِّرَانِ أَنْ يَهْلِكَا أَبُو بَكْرٍ، وَعُمَرُ
لَمَّا قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفْدُ بَنِي
تَمِيمٍ أَشَارَ أَحَدُهُمَا بِالْأَقْرَعِ بْنِ حَابِسٍ التَّمِيمِيِّ
الْحَنْظَلِيِّ أَخِي بَنِي مُجَاشِعٍ وَأَشَارَ الْآخَرُ بِغَيْرِهِ، فَقَالَ
أَبُو بَكْرٍ لِعُمَرَ: إِنَّمَا أَرَدْتَ خِلَافِي، فَقَالَ عُمَرُ: مَا أَرَدْتُ
خِلَافَكَ، فَارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمَا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَنَزَلَتْ: يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ
فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ إِلَى قَوْلِهِ عَظِيمٌ "، قَالَ ابْنُ أَبِي
مُلَيْكَةَ: قَالَ ابْنُ الزُّبَيْرِ: فَكَانَ عُمَرُ بَعْدُ وَلَمْ يَذْكُرْ
ذَلِكَ عَنْ أَبِيهِ يَعْنِي أَبَا بَكْرٍ إِذَا حَدَّثَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِحَدِيثٍ حَدَّثَهُ كَأَخِي السِّرَارِ لَمْ يُسْمِعْهُ حَتَّى
يَسْتَفْهِمَهُ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muqaatil :
Telah mengkhabarkan kepada kami Wakii’ : Telah mengkhabarkan kepada kami Naafi’
bin ‘Umar, dari Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata : Hampir-hampir dua orang manusia
terbaik binasa, yaitu Abu Bakr dan ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa. Ketika
delegasi Bani Tamiim datang kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
salah seorang di antara keduanya mengisyaratkan agar Al-Aqra’ bin Haabis
At-Tamiimiy Al-Handhaliy saudara Bani Mujaasyi’ (untuk menjadi pimpinan
mereka), sedangkan yang lainnya mengisyaratkan orang yang lain. Abu Bakr
berkata kepada ‘Umar : “Engkau hanyalah ingin menyelisihiku saja !”. ‘Umar
berkata : “Aku tidak ingin menyelisihimu !”. Suara keduanya pun meninggi di
sisi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu turunlah ayat : ‘Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara
Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana
kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak
hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. Sesungguhnya
orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah
orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka
ampunan dan pahala yang besar’ (QS. Al-Hujuraat : 2-3). Ibnu Abi Mulaikah
berkata : Ibnuz-Zubair berkata : “Setelah itu ‘Umar – dan ia tidak menyebut
dari ayahnya, yaitu Abu Bakr – apabila berbicara kepada Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam dengan satu pembicaraan, ia berbicara dengan berbisik
sehingga beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta kejelasan darinya
(dikarenakan saking pelannya suara ‘Umar)” [Shahiih Al-Bukhaariy no.
7302].
Masih berkaitan dengan ayat ini, ada kisah menarik
tentang Tsaabit bin Qais radliyallaahu ‘anhu :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّهُ
قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ: يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا
تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ إِلَى آخِرِ الآيَةِ، جَلَسَ
ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ فِي بَيْتِهِ، وَقَالَ: " أَنَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ،
وَاحْتَبَسَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَعْدَ بْنَ مُعَاذٍ، فَقَالَ: يَا أَبَا
عَمْرٍو، مَا شَأْنُ ثَابِتٍ، اشْتَكَى؟ قَالَ سَعْدٌ: إِنَّهُ لَجَارِي، وَمَا
عَلِمْتُ لَهُ بِشَكْوَى، قَالَ: فَأَتَاهُ سَعْدٌ، فَذَكَرَ لَهُ قَوْلَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ثَابِتٌ: أُنْزِلَتْ هَذِهِ
الآيَةُ وَلَقَدْ عَلِمْتُمْ أَنِّي مِنْ أَرْفَعِكُمْ صَوْتًا عَلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنَا مِنَ أَهْلِ النَّارِ، فَذَكَرَ
ذَلِكَ سَعْدٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " بَلْ هُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّة
".
Dari Anas bin Maalik radliyallaahu ‘anhu, ia
berkata : Ketika turun ayat : ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi... hingga akhir ayat (QS.
Al-Hujuraat : 2), maka Tsaabit bin Qais duduk di rumahnya dan berkata : “Aku
termasuk penduduk nereka”[2]. Setelah itu, ia pun
berhenti bicara kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. (Karena
tidak melihat Tsaabit), lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bertanya kepada Sa’d bin Mu’aadz : “Wahai Abu ‘Amru, bagaimana keadaan
Tsaabit. Apakah ia sakit ?”. Sa’d berkata : “Sesungguhnya ia baik-baik
saja, dan aku tidak mengetahui kalau ia sedang sakit”. Lalu Sa’d menemui
Tsaabit dan menyebutkan perkataan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
tadi. Tsaabit berkata : “Ayat ini (QS. Al-Hujuraat : 2) telah diturunkan,
sedangkan kalian mengetahui bahwa aku adalah orang yang paling keras suaranya
di antara kalian ketika berbicara dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, sehingga aku termasuk penduduk neraka”. Sa’d menyebutkan perkataan
Tsaabit itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau
bersabda : “Bahkan ia termasuk penduduk surga[3]” [Diriwayatkan oleh Muslim
no. 119].
Dua riwayat di atas menjelaskan kepada kita bagaimana
adab para shahabat di hadapan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
yang tidak mengeraskan suaranya di hadapan beliau. Dan QS. Al-Hujuraat ayat 2-3
merupakan dalil terlarangnya untuk mengeraskan suara di hadapan Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam. Bahkan, para ulama memakruhkan meninggikan suara ketika
beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah wafat di samping makam
beliau. Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
وقال العلماء: يكره رفع الصوت عند قبره،
كما كان يكره في حياته؛ لأنه محترم حيا وفي قبره، صلوات الله وسلامه عليه، دائما.
ثم نهى عن الجهر له بالقول كما يجهر الرجل لمخاطبه ممن عداه، بل يخاطب بسكينة
ووقار وتعظيم؛ ولهذا قال: { وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ
لِبَعْضٍ } ، كما قال: { لا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ
بَعْضِكُمْ بَعْضًا } [النور : 63] .
“Para ulama berkata : Dimakruhkan meninggikan
(mengeraskan) suara di sisi kubur beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam[4] sebagaimana dimakruhkan
saat beliau masih hidup, karena beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah
seorang yang terhormat baik ketika masih hidup atau setelah meninggalnya. Dan
setelah itu, dilarang untuk mengeraskan suara saat berbicara dengan Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam seperti kerasnya suara seseorang ketika berbicara dengan
selain beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, hendaklah ia
berbicara dengan pelan, tenang, dan penuh penghormatan. Oleh karena itu Allah ta’ala
berfirman : ‘dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras
sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain’
(QS. Al-Hujuraat : 2), sebagaimana firman-Nya yang lain : ‘Janganlah kamu
jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada
sebahagian (yang lain)’ (QS. An-Nuur : 63)” [Tafsiir Ibni Katsiir,
7/368].
Jika sekedar mengeraskan suara saja tidak boleh meski tanpa
bermaksud menentang atau mencela, lantas bagaimana keadaannya dengan orang yang
terang-terangan mencela, menghina, mencaci, dan merendahkan kehormatan beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam ?.
Innoncence of Muslims
Beberapa hari ini terjadi booming berita di
berbagai media karena beredarnya film berjudul ‘Innoncence of Muslim’
yang dibuat oleh Nakoula Basseley Nakoula alias Sam Bacile[5], kafir tulen penganut
Kristen Koptik. Tidak lama berselang setelahnya, muncul pula pelecehan dalam
bentuk kartun Nabi oleh surat kabar Chalie Hebdo di Prancis. Tidaklah terlalu
mengherankan sebenarnya, karena mereka ini hanyalah mengikuti para pendahulunya
dari kaum kuffar yang mencela Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam sebagaimana telah disebutkan di atas.
Marah ?. Tentu saja. Kemarahan itu sebuah keniscayaan
dari keimanan seorang muslim karena melihat kehormatan Allah ta’ala dilanggar.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّهَا، قَالَتْ: مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا، فَإِنْ
كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ وَمَا انْتَقَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِنَفْسِهِ إِلَّا أَنْ تُنْتَهَكَ حُرْمَةُ اللَّهِ
فَيَنْتَقِمَ لِلَّهِ بِهَا
Dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, bahwasannya ia
pernah berkata : “Tidaklah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
dihadapkan dua pilihan, kecuali beliau akan mengambil yang paling mudah selama
hal itu tidak terkandung dosa. Namun jika ia terkandung dosa, maka beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling jauh darinya. Dan
tidaklah beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam membalas karena dirinya, kecuali
apabila kehormatan Allah dilanggar, maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
marah karenanya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3560 & 6126 &
6786 & 6853, Muslim no. 2327, dan yang lainnya].
Sungguh sangat disayangkan apabila kemarahan kita kemudian
tersalurkan pada media yang tidak benar. Perhatikan video berikut :
Inikah wujud pembelaan terhadap syari’at ?. Orang-orang
kafir tidak takut dengan aksi pembakaran ban dan pembakaran bendera. Begitu
juga mereka tidak takut dengan lemparan-lembaran batu dan botol bekas. Justru
aksi dalam video di atas – yang mereka anggap sebagai jihad – lebih menampakkan
wajah Islam yang akrab dengan kekerasan dan premanisme. Hampir tidak ada
bedanya dengan demonstrasi para preman seperti dalam video berikut :
Apalagi di luar negeri keluar fatwa bodoh dan konyol dari
organisasi nyentrik Al-Qaaidah yang menyerukan membunuh para diplomat
Amerika yang ada di negara-negara muslim.[6] Apa hubungan antara film Innoncence
Muslims dengan para diplomat itu ?. Apakah karena pembuat film Innoncence
Muslims (Nakoula Basseley) berkewarganegaraan Amerika, lantas semua orang
Amerika dihukumi sama dengan orang itu ?.
Ketika marah, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam tidak pernah berlaku dhalim. Misalnya, kemarahan beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam terhadap Kisraa (penguasa Persia) yang merobek surat yang
beliau kirimkan, tidaklah ditimpakan kepada Heraklius (penguasa Romawi), meski
keduanya sama-sama kafir dan tidak menerima dakwah beliau shallallaahu ‘alaihi
wa sallam. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam hanya mendoakan
kebinasaan secara khusus kepada Kisraa’ atas sikap dan kesombongannya tersebut.
Kemarahan kita mesti tersalurkan secara cerdas dan
bermartabat. Harus tegas, namun tidak kasar dan berandal. Tidakkah kita sadar bahwa
kaum muslimin tidak semuanya berkumpul di negeri berpenduduk mayoritas beragama
Islam ?. Bukankah berbagai penghinaan dan pelecahan tersebut muncul dari negeri
yang dihuni oleh mayoritas beragama kafir ?. Tidakkah kita sadar bahwa
tindakan-tindakan itu merupakan bentuk intimidasi terselubung terhadap
saudara-saudara kita yang tinggal di negeri mereka ?.
Namun dibalik itu, tidakkah kita sadar segala macam
tindakan itu menggambarkan betapa galaunya mereka melihat perkembangan Islam yang
cukup pesat di negeri mereka ?.[7] Jika di atas kita membaca
berbagai nash yang menyatakan halalnya darah orang yang menghina/mencaci Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam, maka perhatikan pula nash berikut :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ،
أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي يُونُسُ، عَنْ ابْنِ شِهَابٍ،
قَالَ: حَدَّثَنِي عُرْوَةُ، أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَتْهُ أَنَّهَا قَالَتْ
لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ أَتَى عَلَيْكَ يَوْمٌ كَانَ
أَشَدَّ مِنْ يَوْمِ أُحُدٍ؟، قَالَ: " لَقَدْ لَقِيتُ مِنْ قَوْمِكِ مَا
لَقِيتُ وَكَانَ أَشَدَّ مَا لَقِيتُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْعَقَبَةِ إِذْ عَرَضْتُ
نَفْسِي عَلَى ابْنِ عَبْدِ يَالِيلَ بْنِ عَبْدِ كُلَالٍ فَلَمْ يُجِبْنِي إِلَى
مَا أَرَدْتُ فَانْطَلَقْتُ، وَأَنَا مَهْمُومٌ عَلَى وَجْهِي فَلَمْ أَسْتَفِقْ
إِلَّا وَأَنَا بِقَرْنِ الثَّعَالِبِ فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا أَنَا
بِسَحَابَةٍ قَدْ أَظَلَّتْنِي فَنَظَرْتُ، فَإِذَا فِيهَا جِبْرِيلُ فَنَادَانِي،
فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمِكَ لَكَ وَمَا رَدُّوا عَلَيْكَ
وَقَدْ بَعَثَ إِلَيْكَ مَلَكَ الْجِبَالِ لِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فِيهِمْ
فَنَادَانِي مَلَكُ الْجِبَالِ فَسَلَّمَ عَلَيَّ، ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ،
فَقَالَ: ذَلِكَ فِيمَا شِئْتَ إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمُ
الْأَخْشَبَيْنِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: بَلْ
أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ
لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yuusuf :
Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb, ia berkata : Telah mengkhabarkan
kepadaku Yuunus, dari Ibnu Syihaab, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ‘Urwah,
bahwasannya ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa istri Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam pernah menceritakan kepadanya, bahwasannya ia berkata kepada Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Pernahkah engkau mengalami hari yang
lebih pedih dari hari Perang Uhud?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: “Aku sering mendapatkan (gangguan) dari kaummu. Yang paling menyakitkan dari
mereka adalah pada waktu hari ‘Aqabah, saat aku mengajak Ibnu ‘Abdi Yaaliil bin
‘Abdi Kulaal masuk Islam namun ia tidak menyambut ajakan yang kuinginkan. Aku
pun beranjak pergi dengan hati yang sedih. Aku tidak tersadar kecuali setelah
tiba di Qarnul-Tsa’aalib. Aku angkat kepalaku ke langit, tiba-tiba ada segumpal
awan menaungiku. Aku pun melihatnya. Ternyata padanya terdapat Jibriil, lalu ia
memanggilku. Ia berkata : ‘Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu
kepadamu dan tentang penolakan mereka terhadapmu. Dan Allah telah mengutus
malaikat penjaga gunung kepadamu agar engkau memerintahkan apa yang engkau kehendaki
(terhadap kaummu itu)’. Lalu malaikat penjaga gunung memanggilku dan
mengucapkan salam kepadaku. Kemudian ia berkata : ‘Wahai Muhammad, itu terserah
padamu. Jika engkau menginginkan, aku akan menimpakan dua gunung kepada mereka”.
Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Bahkan aku
berharap Allah mengeluarkan dari tulang-tulang sulbi mereka keturunan yang
menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya sedikitpun” [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 3231].
Seandainya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sangat
menginginkan orang-orang yang mentauhidkan Allah meski bapak-bapak mereka kafir
dan menyakiti beliau; salahkah kita berharap hal yang serupa ?. Beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersikap seperti itu ketika beliau shallallaahu ‘alaihi
wa sallam belum mempunyai kekuatan, pendukung, dan sangat mengharapkan
keislaman kaumnya. Mungkin keadaan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam sama
halnya dengan keadaan kaum muslimin saat ini. Lemah dan belum punya kekuatan.[8]
Alhamdulillah, sebagian kaum muslimin masih ada yang mendayagunakan
potensi akal sehatnya dalam menyikapi film murahan tersebut. Kaum muslimin di
Inggris, tepatnya di London, membagi-bagikan Al-Qur’an secara gratis dengan
tujuan agar orang kafir di sana dapat mengenal Islam melalui diri mereka
sendiri, bukan melalui film murahan tersebut.[9]
Alhamdulillah, banyak ulama dan penuntut ilmu, dalam dan luar negeri,
menyikapinya secara elegan. Memberikan penerangan sekaligus contoh bahwa Islam
tidaklah seperti gambaran negatif sebagian orang.
Terakhir, mari kita simak penjelasan Asy-Syaikh Shaalih
Al-Fauzaan hafidhahullah dalam permasalahan ini. Beliau pernah ditanya :
فضيلة الشيخ وفقكم الله أسئلة كثيرة جدا
تسأل عن توجيه فضيلتكم لطلبة العلم و لغيرهم حول ما حدث مؤخرا بشأن الفيلم المسيء
للنبي صلى لله عليه و سلم ما توجيه فضيلتكم في هذا ؟
“Fadliilatusy-Syaikh, banyak sekali pertanyaan
yang masuk yang meminta arahan/nasihatmu bagi penuntut ilmu dan yang lainnya
tentang permasalah yang terjadi akhir-akhir ini, yaitu film yang menghina Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam. Apakah nasihatmu dalam hal ini ?”.
Beliau hafidhahullah menjawab :
توجيهنا حيال ذلك الهدوء وعدم يعني
الإنكار بهذه الطريقة مظاهرات أو اعتداء على الأبرياء أو إتلاف أموال هذا لا يجوز
و كان الذي يجب أن الذي يتولى الرد عليه هم العلماء ما هم العوام العلماء يردون
على هذه الأمور و التزام الهدوء هم يريدون التشويش علينا ويريدون إثارتنا هذا الذي
يريدون و يريدون أن نتقاتل بيننا الجنود يمنعون و هؤلاء يبغون يهاجمون فيحصل ضرب و
يحصل قتل ويحصل تجريح و يحصل ... هم يريدون هذا.
الهدوء الهدوء ويتولى الرد عليهم أهل العلم و البصيرة أو لا يرد عليهم و لا يَسْوُون أن نرد عليهم كان المشركون يقولون للرسول: ساحر كاهن كذاب إلى آخره و الله يأمره بالصبر - يأمر رسوله بالصبر - و لم يتظاهرون في مكة و لم يهدموا شيء من بيوت المشركين و لم يقتلوا أحدا، الصبر و الهدوء حتى ييسر الله - سبحانه و تعالى - للمسلمين فرجا، الواجب هو الهدوء خصوصا في هذه الأيام و هذه الفتن و هذه الشرور الآن القائمة في بلاد المسلمين فيجب الهدوء و عدم التسرع في هذه الأمور و العوام ما يصلحون للمواجهة في هذا جهال ما يدرون ما يواجه هذا إلا أهل العلم و البصيرة نعم
الهدوء الهدوء ويتولى الرد عليهم أهل العلم و البصيرة أو لا يرد عليهم و لا يَسْوُون أن نرد عليهم كان المشركون يقولون للرسول: ساحر كاهن كذاب إلى آخره و الله يأمره بالصبر - يأمر رسوله بالصبر - و لم يتظاهرون في مكة و لم يهدموا شيء من بيوت المشركين و لم يقتلوا أحدا، الصبر و الهدوء حتى ييسر الله - سبحانه و تعالى - للمسلمين فرجا، الواجب هو الهدوء خصوصا في هذه الأيام و هذه الفتن و هذه الشرور الآن القائمة في بلاد المسلمين فيجب الهدوء و عدم التسرع في هذه الأمور و العوام ما يصلحون للمواجهة في هذا جهال ما يدرون ما يواجه هذا إلا أهل العلم و البصيرة نعم
“Nasihat kami yang pertama adalah agar kita tenang dan
tidak melakukan pengingkaran dengan cara demonstrasi atau melakukan penyerangan
terhadap orang-orang yang tidak ada kaitannya dan pengrusakan harta benda. Ini
tidak diperbolehkan. Dan orang yang berkewajiban membantahnya adalah para
ulama, bukan orang awam. Para ulama lah yang melakukan bantahan terhadap
perkara-perkara ini. Dan tetaplah untuk tenang. Mereka (orang kafir)
menginginkan terjadinya kekacauan pada diri kita dan memprovokasi kita. Inilah
yang mereka inginkan. Mereka menginginkan kita saling berantem. Aparat keamanan
mencegah para demonstran, dan para demonstran berusaha menyerang aparat.
Terjadilah pemukulan, pembunuhan, penganiayaan, dan yang lainnya. Mereka
(orang-orang kafir) menginginkan semua hal ini....
Hendaklah tetap tenang dan menyerahkan bantahan terhadap
mereka kepada ahli ilmu dan bashiirah (para ulama). Atau bahkan (mungkin)
tidak perlu membantah mereka. Kita tidak mesti membantah mereka (yang menghina
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam). Dulu orang-orang musyrik menyebut
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : tukang sihir, dukun,
pendusta, dan yang lainnya. Namun Allah memerintahkan beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam untuk bersabar. Para shahabat tidak melakukan demonstrasi
di Makkah, tidak merobohkan rumah orang-orang musyrik, dan bahkan tidak
membunuh seorang pun di antara mereka. Tetap sabar dan tenang hingga Allah subhaanahu
wa ta’ala memberikan kemudahan jalan keluar. Tetap tenang, khususnya pada hari-hari ini,
serta dalam menghadapi berbagai fitnah dan kejelekan ini yang terjadi di
negeri-negeri kaum muslimin. (Sekali lagi) tetap tenang dan tidak tergesa-gesa
dalam perkara-perkara ini. Orang-orang awam tidak boleh menghadapi permasalahan
ini. Mereka itu bodoh, tidak mengetahui. Tidak boleh menghadapi permasalahan
ini kecuali ahli ilmu dan bashiirah (ulama). Na’am...” [sumber : http://www.alfawzan.af.org.sa/node/14095].
Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – ciomas permai, 23092012, 03:06].
[1] Ini jika
pelakunya muslim, maka ia kafir dengan sebab celaan/caciannya tersebut dan
halal dibunuh sesuai dengan syari’at Islam yang berlaku padanya.
Lantas bagaimana dengan orang kafir yang mencela/mencaci
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ?. Al-Mundziriy rahimahullah
berkata setelah menyebutkan ijma’ wajib dihukum bunuh bagi muslim yang
mencela/mencaci Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
وَإِنَّمَا
الْخِلَاف إِذَا كَانَ ذِمِّيًّا ، فَقَالَ الشَّافِعِيّ يُقْتَل وَتَبْرَأ مِنْهُ
الذِّمَّة ، وَقَالَ أَبُو حَنِيفَة لَا يُقْتَل مَا هُمْ عَلَيْهِ مِنْ الشِّرْك
أَعْظَم ، وَقَالَ مَالِك مَنْ شَتَمَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مِنْ الْيَهُود وَالنَّصَارَى قُتِلَ إِلَّا أَنْ يُسْلِم
“Perbedaan pendapat yang ada hanyalah jika orang yang
mencela itu berstatus dzimmiy. Asy-Syaafi’iy berpendapat pelakunya
dibunuh dan lepas darinya jaminan (dengan sebab perbuatannya tersebut). Abu
Haniifah berpendapat pelakunya tidak dibunuh, karena kesyirikan yang ada
padanya lebih besar. Maalik berkata : Barangsiapa yang mencaci Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam dari kalangan Yahudi dan Nashara, maka dibunuh kecuali
jika kemudian ia masuk Islam” [‘Aunul-Ma’buud, 9/394].
Yang raajih – wallaahu a’lam - , maka
dirinci sebagaimana pendapat Maalik rahimahullah :
a.
Orang kafir mencela/mencaci Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam secara terang-terangan dan tidak bertaubat dengan masuk Islam,
maka ia boleh dibunuh. Dalilnya adalah kisah pembunuhan Ka’b bin Al-Asyraf,
dimana dalam riwayat di sebutkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam :
مَنْ
لِكَعْبِ بْنِ الْأَشْرَفِ، فَإِنَّهُ قَدْ آذَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Siapakah yang akan (mencari) Ka’b bin Al-Asyraf.
Sesungguhnya ia telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya ?......” [selengkapnya baca artikel : Pembunuhan Terencana].
Juga riwayat berikut :
عَنِ
ابْن عَبَّاسٍ، أَنَّ أَعْمَى كَانَتْ لَهُ أُمُّ وَلَدٍ تَشْتُمُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَقَعُ فِيهِ فَيَنْهَاهَا فَلَا تَنْتَهِي
وَيَزْجُرُهَا فَلَا تَنْزَجِرُ، قَالَ: فَلَمَّا كَانَتْ ذَاتَ لَيْلَةٍ جَعَلَتْ
تَقَعُ فِي النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَشْتُمُهُ، فَأَخَذَ
الْمِغْوَلَ فَوَضَعَهُ فِي بَطْنِهَا وَاتَّكَأَ عَلَيْهَا فَقَتَلَهَا فَوَقَعَ
بَيْنَ رِجْلَيْهَا طِفْلٌ، فَلَطَّخَتْ مَا هُنَاكَ بِالدَّمِ فَلَمَّا أَصْبَحَ
ذُكِرَ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَمَعَ النَّاسَ
فَقَالَ: أَنْشُدُ اللَّهَ رَجُلًا فَعَلَ مَا فَعَلَ لِي عَلَيْهِ حَقٌّ إِلَّا
قَامَ فَقَامَ الْأَعْمَى يَتَخَطَّى النَّاسَ وَهُوَ يَتَزَلْزَلُ حَتَّى قَعَدَ
بَيْنَ يَدَيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ أَنَا صَاحِبُهَا كَانَتْ تَشْتُمُكَ وَتَقَعُ فِيكَ فَأَنْهَاهَا فَلَا
تَنْتَهِي وَأَزْجُرُهَا فَلَا تَنْزَجِرُ وَلِي مِنْهَا ابْنَانِ مِثْلُ
اللُّؤْلُؤَتَيْنِ وَكَانَتْ بِي رَفِيقَةً فَلَمَّا كَانَ الْبَارِحَةَ جَعَلَتْ
تَشْتُمُكَ وَتَقَعُ فِيكَ فَأَخَذْتُ الْمِغْوَلَ فَوَضَعْتُهُ فِي بَطْنِهَا
وَاتَّكَأْتُ عَلَيْهَا حَتَّى قَتَلْتُهَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: أَلَا اشْهَدُوا أَنَّ دَمَهَا هَدَرٌ "
Dari Ibnu ‘Abbaas : Bahwasannya ada seorang laki-laki
buta yang mempunyai ummu walad (budak wanita yang melahirkan anak dari
tuannya) yang biasa mencaci Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan
merendahkannya. Laki-laki tersebut telah mencegahnya, namun ia (ummu walad)
tidak mau berhenti. Laki-laki itu juga telah melarangnya, namun tetap saja tidak
mau. Hingga pada satu malam, ummu walad itu kembali mencaci dan
merendahkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Laki-laki itu lalu
mengambil pedang dan meletakkan di perut budaknya, dan kemudian ia menekannya
hingga membunuhnya. Akibatnya, keluarlah dua orang janin dari antara kedua
kakinya. Darahnya menodai tempat tidurnya. Di pagi harinya, peristiwa itu
disebutkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam mengumpulkan orang-orang dan bersabda : “Aku bersumpah
dengan nama Allah agar laki-laki yang melakukan perbuatan itu berdiri sekarang
juga di hadapanku”. Lalu, laki-laki buta itu berdiri dan berjalan melewati
orang-orang dengan gemetar hingga kemudian duduk di hadapan Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam. Ia berkata : “Wahai Rasulullah, akulah pembunuhnya. Wanita
itu biasa mencaci dan merendahkanmu. Aku sudah mencegahnya, namun ia tidak mau
berhenti. Dan aku pun telah melarangnya, namun tetap saja tidak mau. Aku
mempunyai anak darinya yang sangat cantik laksana dua buah mutiara. Wanita itu
adalah teman hidupku. Namun kemarin, ia kembali mencaci dan merendahkanmu.
Kemudian aku pun mengambil pedang lalu aku letakkan di perutnya dan aku tekan
hingga aku membunuhnya”. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Saksikanlah bahwa darah wanita itu sia-sia” [Diriwayatkan oleh Abu
Daawud no. 4361, An-Nasaa’iy no. 4070, dan yang lainnya; shahih].
Para ulama mengatakan bahwa ummul-walad tersebut
adalah seorang kafir dzimmiy.
b.
Jika orang yang mencela tersebut kafir, dan kemudian
bertaubat dan masuk Islam, maka ia tidak dibunuh dengan dasar keumuman firman
Allah ta’ala :
قُلْ
لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ وَإِنْ
يَعُودُوا فَقَدْ مَضَتْ سُنَّةُ الأوَّلِينَ
“Katakanlah kepada orang-orang
yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah
akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika
mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunah (Allah
terhadap) orang-orang dahulu" [QS.
Al-Anfaal : 38].
عَنْ
السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ، قَالَ: كُنْتُ قَائِمًا فِي الْمَسْجِدِ فَحَصَبَنِي
رَجُلٌ فَنَظَرْتُ، فَإِذَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ، فَقَالَ: اذْهَبْ فَأْتِنِي
بِهَذَيْنِ، فَجِئْتُهُ بِهِمَا، قَالَ: مَنْ أَنْتُمَا أَوْ مِنْ أَيْنَ
أَنْتُمَا؟ قَالَا: مِنْ أَهْلِ الطَّائِفِ، قَالَ: " لَوْ كُنْتُمَا مِنْ
أَهْلِ الْبَلَدِ لَأَوْجَعْتُكُمَا تَرْفَعَانِ أَصْوَاتَكُمَا فِي مَسْجِدِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "
Dari As-Saaib bin Yaziid, ia berkata : “Aku pernah berdiri
di masjid, lalu tiba-tiba ada orang yang melempar batu kerikil kepadaku. Lalu
aku melihat, dan ternyata orang yang melempar itu adalah ‘Umar bin Al-Khaththaab.
Ia berkata : “Pergilah, dan bawa kedua orang itu kepadaku”. Aku pun datang
kepadanya dengan membawa kedua orang tersebut. Ia (Umar) bertanya : “Siapa nama
kalian berdua ?” - atau - “Dari mana kalian berdua berasal?”. Keduanya menjawab
: “Dari penduduk Thaa’if”. ‘Umar berkata : “Kalau kamu berdua berasal dari
penduduk negeri ini (Madiinah), niscaya kalian berdua akan aku hukum. Kalian telah
mengeraskan suara di masjid Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 740].
[8] Yaitu,
belum punya kekuatan untuk ‘menciduk’ pelaku penghinaan yang tinggal di negeri
kafir yang dilindungi oleh kaumnya.
Di footenote dituliskan:
BalasHapus“Wahai Rasulullah, akulah pembunuhnya. Wanita itu biasa mencaci dan merendahkanmu. Aku sudah mencegahnya, namun ia tidak mau berhenti. Dan aku pun telah melarangnya, namun tetap saja tidak mau. Aku mempunyai anak darinya yang sangat cantik laksana dua buah mutiara. Wanita itu adalah teman hidupku. Namun kemarin, ia kembali mencaci dan merendahkanmu. Kemudian aku pun mengambil pedang lalu aku letakkan di perutnya dan aku tekan hingga aku membunuhnya”. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Saksikanlah bahwa darah wanita itu sia-sia”
[Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4361, An-Nasaa’iy no. 4070, dan yang lainnya; shahih].
Bagaimana syarah ulamaaa' akan hal ini? Apakah benar pemahaman bahwa membunuh orang yang mencaci nabi (setelah nasihat) boleh dilakukan meskipun bukan pihak yang berwenang (penguasa)?
Jazakallahu khair
Afwan keluar tema, apa pendapat antum dengan artikel ini ;
BalasHapushttp://ustadzaris.com/syirik-minta-doa-orang-mati
mohon tanggapanya, wa jazakumullohu khairan
Coba antum baca artikel :
BalasHapusAhmad bin Hanbal dan Tawassul dengan Perantaraan (Diri) Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam (beserta komentar yang ada di bawahnya).
Semoga ada manfaatnya.
mohon penjelasan makna ' raa'ina ' dalam surah an-nisa' ayat 46 .
BalasHapusdan bagaimana tanggapan ustad dengan pertanyaan akhi anonim diatas ( no.1 ) karena jujur saja sepertinya pemerintah membiarkan bahkan memelihara orang2 yang jelas2 menghina Rasulullah shalallahu alaihi wassalam
Tentang hadits orang buta tersebut, justru di situ menunjukkan bahwa pembunuhan atau hukuman yang dijatuhkan harus sepengetahuan atau dengan izin penguasa. Hal itu dikarenakan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam sempat marah dan menginginkan si pembunuh hadir di hadapan beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam. Hanya saja kemudian setelah mendengar pengakuan dan alasan dari orang buta tersebut, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam membenarkan alasannya dan menyatakan bahwa darah wanita itu sia-sia.
BalasHapuswallaahu a'lam.
NB : Seandainya ada doa yang mustajab, maka doa itu hendaknya diucapkan kepada penguasa, sebagaimana dikatakan oleh sebagian salaf.
baarokallohu fiikum
BalasHapusalhamdulillah, syukron ustadz atas artikelnya, like it...
entah kenapa saudara-saudara kita jadi seperti kehilangan 'kecerdasannya' dalam menghadapi perang pemikiran yang justru butuh kecerdasan dan kedewasaan dalam bertindak...
Maaf pak ustadz,
BalasHapusBagaimana dengan yang lagi hangat muslim sedunia serukan boikot Google & Youtube karena tidak mau meremove dari database mereka.
Terimakasih.
Angga.