Salah satu tokoh/aktifis Hizbut-Tahriir yang bernama Dr. Muhammad bin ‘Abdillah Al-Mis’ariy – semoga Allah memberikan petunjuk kepadanya – pernah berkata :
فيما يتعلق بمعاوية بن أبي سفيان، قلت في معرض ردي على سؤال من أحد الأخوة الشيعة الحضور أنني اعتبر معاوية (مغتصبا) وأنني أعتقد أنه سيلقى جزاءه من الله يوم القيامة على ما ارتكبه من جرائم ولكني لم أكفره بل انني أكدت على أنني اعتبر عهده أصلح من عهد آل سعود
“Berkaitan dengan Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan, aku telah mengatakan dalam jawabanku terhadap pertanyan salah seorang saudara dari kalangan Syi’ah yang hadir, bahwasannya aku menganggap Mu’aawiyyah adalah seorang perampas ! Dan saya berkeyakinan ia pasti akan menerima balasannya dari Allah pada hari kiamat atas kejahatan yang dilakukannya. Akan tetapi aku tidak mengkafirkannya. Bahkan aku berkeyakinan masa pemerintahannya lebih baik daripada masa pemerintahan keluarga Su’uud” [selebaran resmi Comittee for the Defence of Legitimate Rights in Saudi Arabia (اللجنة الدفاع عن الحقوق الشرعية); tanggal 22/10/1415 atau 23/3/1995 M].
Pencelaan ini, salah satunya, disebabkan oleh fikrah resmi Hizbut-Tahriir yang telah mendepak Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhu dari jajaran shahabat Nabi, sebagaimana dituturkan oleh pendirinya, Taqiyyuddiin An-Nabhaaniy rahimahullah :
معاوية بن أبي سفيان رأى الرسول واجتمع به, وكل من رأى الرسول واجتمع به فهو صحابي, فالنتيجة أن معاوية بن أبي سفيان صحابي, وهذه النتيجة خطأ, فليس كل من رأى الرسول واجتمع به صحابي, وإلا لكان أبو لهب صحابياً
“Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan pernah melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkumpul dengannya. Dan setiap orang yang pernah melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkumpul dengannya, maka ia disebut shahabat. Maka kesimpulannya, Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan termasuk shahabat. Kesimpulan ini keliru. Tidaklah setiap orang yang pernah melihat melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkumpul dengannya itu disebut sebagai shahabat. Jika tidak demikian, niscaya Abu Lahab juga termasuk shahabat (dengan definisi ini)” [Asy-Syakhshiyyah Al-Islaamiyyah, 1/43].
Tentang definisi shahabat dan kekeliruan pemahaman An-Nabhaaniy ini bisa rekan-rekan baca dari tulisan Al-Akh Al-Ustaadz Abu Salmaa hafidhahullah berjudul : Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan, Shahabat yang Terdhalimi.
Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhumaa tetaplah salah seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, meskipun Al-Mis’ariy dan Hizbut-Tahriir tidak suka. Inilah pandangan ulama salaf tentang diri Mu’aawiyyah.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ مُكْرَمٍ، ثنا سُرَيْجُ بْنُ يُونُسَ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَجَاءٍ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ الأَسْوَدِ، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، قَالَ: قِيلَ لابْنِ عَبَّاسٍ: إِنَّ مُعَاوِيَةَ أَوْتَرَ بِرَكْعَةٍ فَقَالَ: " دَعَوْنَا مِنْ مُعَاوِيَةَ فَإِنَّهُ قَدْ صَحِبَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Husain bin Mukram : Telah menceritakan kepada kami Suraij bin Yuunus : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Rajaa’, dari ‘Utsmaan bin Al-Aswad, dari Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata : Dikatakan kepada Ibnu ‘Abbaas : “Sesungguhnya Mu’aawiyyah shalat witir satu raka’at saja”. Ibnu ‘Abbaas berkata : “Tinggalkan kami dari urusan Mu’aawiyyah, karena ia telah bershahabat dengan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir no. 11247; sanadnya hasan atau shahih. Diriwayatkan juga oleh Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah 3/514].
Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa jelas menyebutkan Mu’aawiyyah adalah shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
وَأَنْبَأَنَا ابْنُ نَاجِيَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ الْجَوْهَرِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، قَالَ: سَمِعْتُهُ وَقِيلَ لَهُ: " أَيُّمَا أَفْضَلُ مُعَاوِيَةُ أَوْ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ؟ فَقَالَ: أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا يُقَاسُ بِهِمْ أَحَدٌ "
Telah memberitakan kepada kami Ibnu Naajiyyah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Sa’iid Al-Jauhariy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Usaamah. Ia (Ibraahiim) berkata : Aku mendengarnya (Abu Usaamah) dan dikatakan kepadanya : “Mana yang lebih utama : Mu’aawiyyah ataukah ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz ?”. Maka ia menjawab : “Shahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tidak boleh dibandingkan dengan mereka seorang pun” [Diriwayatkan oleh Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah 3/520; shahih].
Abu Usaamah, namanya adalah Hammaad bin Usaamah, salah seorang ulama shighaaru atbaa’ut-taabi’iin. Ia menyebut Mu’aawiyyah sebagai shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang tidak dapat dibandingkan dengan ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz rahimahullah.
وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ شَهْرَيَارَ، قَالَ: حَدَّثَنَا فَضْلُ بْنُ زِيَادٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا رَبَاحُ بْنُ الْجَرَّاحِ الْمَوْصِلِيُّ، قَالَ: سَمِعْتُ رَجُلا، يَسْأَلُ الْمُعَافَى بْنَ عِمْرَانَ فَقَالَ: يَا أَبَا مَسْعُودٍ، أَيْنَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ مِنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ؟ فَرَأَيْتُهُ غَضِبَ غَضَبًا شَدِيدًا وَقَالَ: لا يُقَاسُ بِأَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدٌ، مُعَاوِيَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَاتِبُهُ وَصَاحِبُهُ وَصِهْرُهُ وَأَمِينُهُ عَلَى وَحْيِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Syahrayaar : Telah menceritakan kepada kami Fadhl bin Ziyaad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Rabbaah bin Al-Jarraah Al-Maushiiliy, ia berkata : Aku mendengar seseorang bertanya kepada Al-Mu’aafaa bin ‘Imraan. Ia berkata : “Wahai Abu Mas’uud, dimanakah kedudukan ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz dibandingkan Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan ?”. Maka aku (Rabbaah) melihatnya (Al-Mu’aafaa) sangat marah, lalu berkata : “Tidak boleh dibandingkan seorang pun dengan shahabat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Mu’aawiyyah radliyallaahu ‘anhu adalah sekretaris beliau, shahabat beliau, kerabat beliau, dan kepercayaan beliau atas wahyu Allah ‘azza wa jalla (untuk menulisnya)[1]” [Diriwayatkan oleh Al-Aajurriy 3/520; sanadnya hasan].
Al-Mu’aafaa bin ‘Imraan Al-Azdiy rahimahullah adalah salah seorang ulama shighaaru atbaa’ut-taabi’iin.
Perkataan siapakah yang layak diterima antara tokoh Hizbut-Tahriir dengan tokoh ulama salaf ?. Tak perlu diperhatikan apa yang dikatakan oleh An-Nabhaaniy rahimahullah dan orang-orang yang ta’ashub dengannya……
Bagi Al-Mis’ariy, ia tidak akan menggubris sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa salam :
إِذَا ذُكِرَ أَصْحَابِي فَأَمْسِكُوا
“Apabila disebutkan shahabat-shahabatku, maka diamlah” [Diriwayatkan Abu Nu’aim dalam Tatsbiitul-Imaamah no. 162 & 199, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir no. 10448, ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Amaaliy fii Aatsaarish-Shahaabah no. 51, Ibnu Baththah dalam Al-Ibaanah no. 709 & 1073, dan yang lainnya; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Ash-Shahiihah no. 34].
Maksudnya, jika disebutkan perselisihan dan kejelekan dari para shahabat. Adapun kebaikan dan keutamaan mereka, maka dianjurkan untuk disebutkan.
Mu’aawiyyah tidak pernah berniat merampas kekhalifahan ‘Aliy dan Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhum seperti sangkaan buruk Al-Mis’ariy. Peperangan Mu’aawiyyah disebabkan ijtihadnya dalam menuntut darah ‘Utsmaan bin ‘Affaan radliyallaahu ‘anhumaa yang meninggal secara dhalim. Ibnu Hazm rahimahullah berkata :
ولم ينكر معاوية قط فضل علي وإستحقاقه الخلافة لكن اجتهاده أداه إلى أن رأى تقديم أخذ القود من قتلة عثمان رضي الله عنه على البيعة ورأى نفسه أحق بطلب دم عثمان
“Dan Mu’aawiyyah tidaklah mengingkari sedikitpun keutamaan ‘Aliy dan haknya atas khilafah. Akan tetapi ijtihadnya mengantarkannya pada pendapat untuk mendahulukan menuntut balas orang yang melakukan pembunuhan terhadap ‘Utsmaan daripada urusan bai’at. Dan ia memandang dirinya adalah orang yang paling berhak menuntut darah ‘Utsmaan…” [Al-Fishaal, 4/240-241].
Menjadi kesenangan tersendiri bagi Al-Mis'ariy jika ia membicarakan perselisihan antara Mu’aawiyyah dengan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhum. Akhirnya, ia pun rela memberikan hiburan kepada ‘saudaranya’ dari kalangan Syi’ah dengan mencela Mu’aawiyyah radliyallaahu ‘anhu.
Adapun segala celaan Al-Mis’ariy terhadap Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhu, tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap diri Mu’aawiyyah. Seandainya Ibnul-Mubaarak rahimahullah ditanya tentang Al-Mis’ariy dan Mu’aawiyyah, maka kedudukan Al-Mis’ariy tidaklah lebih tinggi daripada kotoran yang menempel di hidung Mu’aawiyyah radliyallaahu ‘anhu.[2]
Inilah pujian dari sebagian shahabat kepada diri Mu’aawiyyah radliyallaahu ‘anhu yang dicela oleh Al-Mis’ariy :
Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa berkata :
لَيْسَ أَحَدٌ مِنَّا أَعْلَمَ مِنْ مُعَاوِيَةَ
“Tidak ada seorang pun dari kami yang lebih ‘alim daripada Mu’aawiyyah” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 4641 dan darinya Ibnul-Mundzir dalam Al-Ausath no. 2655; sanadnya hasan].
Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa berkata :
مَا رَأَيْتُ رَجُلا بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَسْوَدَ مِنْ مُعَاوِيَةَ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: وَلا عُمَرُ؟ فَقَالَ: عُمَرُ كَانَ خَيْرًا مِنْهُ، وَكَانَ هُوَ أَسْوَدَ مِنْهُ
“Aku tidak pernah melihat laki-laki setelah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang lebih dermawan dibandingkan Mu’aawiyyah”. Seorang laki-laki berkata kepadanya : “Tidak juga ‘Umar ?”. Ibnu ‘Umar berkata : “’Umar lebih baik darinya. Akan tetapi Mu’aawiyyah lebih dermawan darinya” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal no. 677 & 679, Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 2781, Ibnu Abi ‘Aashim dalam Al-Aahaadul-Matsaaniy no. 514, dan yang lainnya; shahih].
Ummu Habiibah, istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, senantiasa mengharapkan kebaikan bagi Mu’aawiyyah radliyallaahu ‘anhumaa, sebagaimana dalam doanya :
اللَّهُمَّ أَمْتِعْنِي بِزَوْجِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِأَبِي أَبِي سُفْيَانَ، وَبِأَخِي مُعَاوِيَة
“Ya Allah, berikanlah aku kenikmatan (panjangkanlah usiaku) bersama suamiku, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, ayahku Abu Sufyaan, dan saudaraku Mu'awiyah…” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2663].
Pujian dari kalangan taabi’iin :
Abu Ishaaq As-Sabii’iy rahimahullah berkata :
كَانَ مُعَاوِيَةُ وَكَانَ وَكَانَ، وَمَا رَأَيْنَا بَعْدَهُ مِثْلَهُ
“Adalah Mu’aawiyyah, tidak pernah kami melihat seorang pun semisalnya setelahnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat, 8/489; shahih].
Qabiishah bin Jaabir rahimahullah berkata :
وَصَحِبْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ، فَمَا رَأَيْتُ رَجُلًا أَثْقَلَ حِلْمًا، وَلَا أَبْطَأَ جَهْلًا، وَلَا أَبْعَدَ أَنَاةً مِنْهُ،
“Aku telah bershahabat dengan Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan. Maka, aku tidak pernah melihat laki-laki yang lebih berat akalnya (pandai), lebih lambat/sedikit kebodohannya, dan lebih cekatan dibandingkan dia” [Diriwayatkan oleh Al-Fasawiy dalam Al-Ma’rifah 1/458, Ibnu Abi ‘Aashim dalam Al-Aahaadul-Matsaaniy no. 507, Al-Bukhaariy dalam Al-Kabiir 7/175; hasan].
Sebagian salaf bahkan telah menyebut Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhu sebagai paman orang-orang beriman.
أَخْبَرَنِي أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَطَرٍ، وَزَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى، أَنَّ أَبَا طَالِبٍ حَدَّثَهُمْ، أَنَّهُ سَأَلَ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، " أَقُولُ: مُعَاوِيَةُ خَالُ الْمُؤْمِنِينَ، وَابْنُ عُمَرَ خَالُ الْمُؤْمِنِينَ؟ قَالَ: نَعَمْ، مُعَاوِيَةُ أَخُو أُمِّ حَبِيبَةَ بِنْتِ أَبِي سُفْيَانَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَحِمَهُمَا، وَابْنُ عُمَرَ أَخُو حَفْصَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَحِمَهُمَا، قُلْتُ: أَقُولُ: مُعَاوِيَةُ خَالُ الْمُؤْمِنِينَ؟ قَالَ: نَعَمْ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin mathar dan Zakariyyaa bin Yahyaa, bahwasannya Abu Thaalib telah menceritakan kepada mereka, bahwa ia pernah bertanya kepada Abu ‘Abdillah (Ahmad bin Hanbal). Aku (Abu Thaalib) berkata : “Apakah Mu’aawiyyah adalah paman orang-orang beriman, dan Ibnu ‘Umar juga paman orang-orang beriman ?”. Ia menjawab : “Benar. Mu’aawiyyah adalah saudara laki-laki Ummu Habiibah binti Abi Sufyaan, istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan semoga Allah merahmati keduanya. Adapun Ibnu ‘Umar adalah saudara laki-laki Hafshah istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, semoga Allah merahmati keduanya”. Aku berkata : “(Kalau begitu) aku katakan Mu’aawiyyah itu paman orang-orang beriman ?”. Ia menjawab : “Ya” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah no. 655; sanadnya shahih].
حدثنا أبو مسلم حدثني أبي أحمد حدثني أبي عبد الله قال قال رجل للحكم ما تقول في معاوية قال ذاك خال كل مؤمن
Telah menceritakan kepada kami Abu Muslim : Telah menceritakan kepadaku Abu Ahmad : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Abdillah, ia berkata : Telah berkata seorang laki-laki kepada Al-Hakam : “Apa yang engkau katakan tentang Mu’aawiyyah ?”. Ia menjawab : “Ia adalah paman bagi setiap orang yang beriman” [Diriwayatkan oleh Al-‘Ijliy dalam Ma’rifatuts-Tsiqaat 1/314; sanadnya shahih].
Al-Hakam bin Hisyaam Ats-Tsaqafiy adalah salah seorang ulama dari kalangan kibaaru atbaa’ut-taabi’iin.
Mu’aawiyyah memang kelak akan dibalas oleh Allah ta’ala, sebagaimana dikatakan Al-Mis’ariy. Hanya saja, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengkhabarkan bahwa Mu’aawiyyah kelak akan dibalas dengan jannah, sedangkan Al-Mis’ariy berkeyakinan Mu’aawiyyah akan dibalas dengan ‘adzab. Tentang balasan jannah, tentu ada dalilnya :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْخُلُ عَلَى أُمِّ حَرَامٍ بِنْتِ مِلْحَانَ فَتُطْعِمُهُ وَكَانَتْ أُمُّ حَرَامٍ تَحْتَ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ فَدَخَلَ عَلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَأَطْعَمَتْهُ ثُمَّ جَلَسَتْ تَفْلِي رَأْسَهُ فَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ يَضْحَكُ قَالَتْ فَقُلْتُ مَا يُضْحِكُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَرْكَبُونَ ثَبَجَ هَذَا الْبَحْرِ مُلُوكًا عَلَى الْأَسِرَّةِ أَوْ مِثْلَ الْمُلُوكِ عَلَى الْأَسِرَّةِ يَشُكُّ أَيَّهُمَا قَالَ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَدَعَا لَهَا ثُمَّ وَضَعَ رَأْسَهُ فَنَامَ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ يَضْحَكُ قَالَتْ فَقُلْتُ مَا يُضْحِكُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَا قَالَ فِي الْأُولَى قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ قَالَ أَنْتِ مِنْ الْأَوَّلِينَ فَرَكِبَتْ أُمُّ حَرَامٍ بِنْتُ مِلْحَانَ الْبَحْرَ فِي زَمَنِ مُعَاوِيَةَ فَصُرِعَتْ عَنْ دَابَّتِهَا حِينَ خَرَجَتْ مِنْ الْبَحْرِ فَهَلَكَتْ
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Yahyaa, ia berkata : Aku membacakan (hadits) di hadapan Maalik, dari Ishaaq bin ‘Abdillah bin Abi Thalhah, dari Anas bin Maalik : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui Ummu Haram binti Milhan - isteri ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit – yang kemudian ia (Ummu Haram) menghidangkan makanan untuk beliau. Setelah itu Ummu Haram menyisir rambut beliau, hingga Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam tertidur. Tiba-tiba beliau terbangun sambil tertawa. Ummu Haram bertanya : "Apa yang menyebabkanmu tertawa wahai Rasulullah ?". Beliau bersabda : “Sekelompok umatku diperlihatkan Allah ta'ala kepadaku. Mereka berperang di jalan Allah mengarungi lautan dengan kapal, yaitu para raja di atas singgasana atau bagaikan para raja di atas singgasana" - perawi ragu antara keduanya - . Ummu Haram berkata : "Wahai Rasulullah, doakanlah agar aku termasuk di antara mereka." Kemudian beliau mendoakannya. Setelah itu beliau meletakkan kepalanya hingga tertidur. Tiba-tiba beliau terbangun sambil tertawa. Ummu Haram berkata : Lalu aku kembali bertanya : "Wahai Rasulullah, apa yang membuatmu tertawa ?". Beliau menjawab : "Sekelompok umatku diperlihatkan Allah Ta'ala kepadaku, mereka berperang di jalan Allah…" - sebagaimana sabda beliau yang pertama - . Ummu Haram berkata : Lalu aku berkata : "Wahai Rasulullah, doakanlah agar aku termasuk di antara mereka !". Beliau bersabda : "Kamu termasuk dari rombongan pertama". Pada masa (kepemimpinan) Mu'aawiyah, Ummu Haram turut dalam pasukan Islam berlayar ke lautan (untuk berperang di jalan Allah). Ketika mendarat, dia terjatuh dari kendaraannya hingga meninggal dunia [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1912].
حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ يَزِيدَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ قَالَ حَدَّثَنِي ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ أَنَّ عُمَيْرَ بْنَ الْأَسْوَدِ الْعَنْسِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ أَتَى عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ وَهُوَ نَازِلٌ فِي سَاحَةِ حِمْصَ وَهُوَ فِي بِنَاءٍ لَهُ وَمَعَهُ أُمُّ حَرَامٍ قَالَ عُمَيْرٌ فَحَدَّثَتْنَا أُمُّ حَرَامٍ أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا قَالَتْ أُمُّ حَرَامٍ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا فِيهِمْ قَالَ أَنْتِ فِيهِمْ ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ قَيْصَرَ مَغْفُورٌ لَهُمْ فَقُلْتُ أَنَا فِيهِمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا
Telah menceritakan kepadaku Ishaaq bin Yaziid Ad-Dimasyqiy : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Hamzah, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Tsaur bin Yaziid, dari Khaalid bin Ma’daan : Bahwasannya ‘Umair bin Al-Aswad Al-‘Ansiy telah menceritakan kepadanya : Bahwa dia pernah menemui 'Ubaadah bin Ash-Shaamit ketika dia sedang singgah dalam perjalanan menuju Himsh. Saat itu dia sedang berada di rumahnya, dan Ummu Haram ada bersamanya. 'Umair berkata : Maka Ummu Haram bercerita kepada kami bahwa dia pernah mendengar Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Pasukan dari umatku yang pertama kali berperang dengan mengarungi lautan, telah diwajibkan padanya (pahala surga)". Ummu Haram berkata : Aku katakan : "Wahai Rasulullah, apakah aku termasuk di antara mereka ?". Beliau bersabda : "Ya, kamu termasuk dari mereka". Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kembali bersabda : "Pasukan dari umatku yang pertama kali akan memerangi kota Qaishar (Romawi) akan diberikan ampunan (dari dosa)". Aku katakan : "Apakah aku termasuk di antara mereka, wahai Rasulullah ?". Beliau menjawab : “Tidak" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2924].
Al-Muhallab rahimahullah berkata :
في هذا الحديث منقبةٌ لمعاوية، لأنه أول من غزا البحر، ومنقبةٌ لولده يزيد لأنه أول من غزا مدينةَ قيصر
“Dalam hadits ini (terdapat petunjuk tentang) kebajikan yang dilakukan Mu’aawiyyah, karena ia adalah orang yang pertama kali (memimpin) peperangan di lautan; dan juga kebajikan yang dilakukan anaknya, Yaziid, karena ia adalah orang yang pertama kami memerangi kota Qaishar” [Fathul-Baariy, 6/102].
Al-Firyaabiy rahimahullah berkata :
وكان أول من غزا [يعني البحر] معاويةُ في زمن عثمان بن عفان رحمة الله عليهما
“Orang yang pertama kali berperang di lautan adalah Mu’aawiyyah di jaman (kekhalifahan) ‘Utsmaan bin ‘Affaan – semoga Allah memberikan rahmat kepada mereka berdua” [Asy-Syarii’ah, 3/501 no. 1980, tahqiq : Al-Waliid bin Muhammad bin Saif An-Nashr; Muassasah Al-Qurthubah, Cet. 1/1417].
Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata :
لم يختَلفْ أهلُ السِّـيَر فيما عَلمتُ أن غَزاةَ معاوية هذه المذكورةُ في حديثِ هذا الباب إذْ غَزَتْ معه أمُّ حَرَام كانت في خِلافة عُثمان
“Tidak ada perselisihan di kalangan ahli sirah sepanjang yang aku ketahui bahwa peperangan Mu’aawiyyah (di lautan) pada hadits dalam bab ini, saat Ummu Haram ikut berperang bersamanya, terjadi pada masa kekhilafahan ‘Utsmaan” [At-Tamhiid, 1/242 – melalui perantaraan Min Fadlaaili wa Akhbaari Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan].
Lantas, apa modal Al-Mis’ariy memastikan adzab bagi Mu’aawiyyah (karena merampas kekhilafahan) ?.
Sirosis hawa nafsu telah berjangkit dalam hatinya, yang jika si empunya tidak waspada, akan berubah menjadi kanker mematikan yang membuat celaka dunia dan akhiratnya.
So,…. seandainya ada orang Hizbut-Tahriir mengetahui kedudukan mulia Mu’aawiyyah di mata Ahlus-Sunnah, akankah ia berani mengkoreksi An-Nabhaaniy dan sebagian tokoh mereka seperti Al-Mis’ariy secara terang-terangan dan lantang ?. Biasanya sih, orang Hizbut-Tahriir tidak punya nyali lebih untuk mengkritik tokoh-tokoh mereka. Tapi harapan saya, orang-orang Hizbut-Tahriir ada yang berani lantang menyerukan kebenaran membela Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhu. Jika kenyataannya malah sebaliknya dan ‘mlempem’, tidaklah terlalu salah jika dikatakan Hizbut-Tahriir sepaham dengan Syi’ah dalam urusan mencela shahabat Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhumaa. Ujung-ujungnya : SESAT !!.
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’ – sardonoharjo, ngaglik, sleman, yogyakarta].
[1] Mu’aawiyyah adalah orang kepercayaan beliau sehingga diangkat sebagai sekretaris beliau sebagaimana riwayat :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنِي الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي رَبِيعَةُ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنِي أَبُو كَبْشَةَ السَّلُولِيُّ، أَنَّهُ سَمِعَ سَهْلَ ابْنَ الْحَنْظَلِيَّةِ الْأَنْصَارِيَّ صَاحِبَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ عُيَيْنَةَ، والْأَقْرَعَ سَأَلَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا، " فَأَمَرَ مُعَاوِيَةَ أَنْ يَكْتُبَ بِهِ لَهُمَا، فَفَعَلَ وَخَتَمَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَرَ بِدَفْعِهِ إِلَيْهِمَا "
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillah : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim : Telah menceritakan kepadaku ‘Abdurrahmaan bin Yaziid bin Jaabir, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Rabii’ah bin Yaziid : Telah menceritakan kepadaku Abu Kabsyah As-Saluuliy, bahwasannya ia mendengar Sahl bin Al-Handhaliyyah Al-Anshaariy, salah seorang shahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya ‘Uyainah dan Al-Aqra’ pernah bertanya sesuatu kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau memerintahkan Mu’aawiyyah agar menuliskannya bagi mereka berdua. Mu’aawiyyah melakukannya yang kemudian distempel oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menyampaikannya kepada mereka berdua…” [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/180; sanadnya shahih].
[2] Al-Aajurriy rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ شَهْرَيَارَ الْبَلْخِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الصَّمَدِ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الْوَهَّابِ الْوَرَّاقُ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: سَمِعْتُ رَجُلا، بِمَرْوَ، قَالَ لابْنِ الْمُبَارَكِ: مُعَاوِيَةُ خَيْرٌ أَوْ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ؟ قَالَ: فَقَالَ ابْنُ الْمُبَارَكِ: " تُرَابٌ دَخَلَ فِي أَنْفِ مُعَاوِيَةَ رَحِمَهُ اللَّهُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرٌ أَوْ أَفْضَلُ مِنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr Muhammad bin Al-Husain bin Syahrayaar Al-Balkhiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdish-Shamad, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ‘Abdul-Wahhaab Al-Warraaq, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ‘Abdurrahmaan bin ‘Abdillah bin ‘Amru, ia berkata : Aku mendengar seorang laki-laki di negeri Marwa berkata kepada Ibnul-Mubaarak : “Mu’aawiyyah lebih baik ataukah ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz ?”. Ia menjawab : “Tanah yang masuk di hidung Mu’aawiyyah rahimahullah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam lebih baik atau lebih utama daripada ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz” [Asy-Syarii’ah, 3/520; sanadnya shahih].
Sudah dimaklumi bahwa Al-Mis’ariy tidak akan pernah meraih kedudukan ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz rahimahullah. Lantas,… bagaimana bisa ia dibandingkan dengan Mu’aawiyyah radliyallaahu 'anhu yang ia cela ?.
Sekedar informasi, ada sebuah interview dengan Dr. Mohammed Jaber - Kotua (Komite Eksekutif Hizbut Tahrir di Libanon) yang juga seorang penganut Syi'ah.
BalasHapusIslamic movement: Hizbut Tahrir's new drive in the Levant – An interview with Dr. Mohammed Jaber
http://religion.info/english/interviews/article_474.shtml
-----
Mahan Abedin - HT claims to be non-sectarian, but do you sincerely believe that all HT chapters around the world follow this policy?
Mohammed Jaber - There is an HT ideological-political training book called the “Fundamentals of Islam” - issued in 1953 - which clearly states that adherents of the Jaafari school of Islam (i.e. Twelver Shi'as) are fully-fledged believers who have the right to play an active role in the Islamic state, including acceding to the highest political-religious office, namely that of the Khalifah (i.e. Caliph). I can sincerely and categorically claim that there is no sectarianism in HT at all. Anyone who adopts sectarian beliefs or attitudes has stepped out of the HT ideological framework.
.....
Mahan Abedin - I have heard that you met the late Ayatollah Ruhollah Khomeini in Paris back in late 1978, a few months before the victory of the Islamic revolution. What was your assessment of the late Ayatollah Khomeini and what is your assessment of the Islamic revolution in Iran?
Mohammed Jaber - When I met Imam Khomeini back in 1978, the HT delegation delivered a letter to the Imam and we asked His Eminence if his movement had a project to create a global Islamic state and we also asked him if they had prepared a constitution. We impressed upon the Imam the importance of devising a proper constitution for the Islamic state. We told him in no uncertain terms that HT was prepared to assist the Iranians in building the Islamic state, even if this state was dominated by Twelver Shi'as. But we had one condition, namely that this state must belong to all the Muslims. It shouldn't be an Iranian national state.
-----
Mudah-mudahan, jamaah Hizbut Tahrir itu diberikan hidayah oleh Allah ta'ala, agar mereka sadar, bahwa mencela sahabat Nabi itu adalah perbuatan tercela.
BalasHapusApa mereka ingat, siapa mereka itu dan siapa sahabat Nabi yang sudah dimaklumkan oleh Allah ta'ala akan ridhoNya....
MasyaAllah
BalasHapusArtikel yg sangat bagus dan menperdalam hormat saya kpd Mu'aawiyyah radhiallahu'anh..
Jazakallahu khairan
Assalamu'alaykum Wa Rahmatullah Ust.
BalasHapussy mau nanya :
ketika orang syiah berkata,"bagaimana mungkin sunni menjadikan Muawiyah diakui sebagai orang yang tsiqah dari golongan sahabat,sementara ia sendiri yang memulai menyuruh para khatib di mimbar di masa pemerintahannya untuk menistakan ahlulbait,bukankah itu termasuk yang memulai kerusakan pelaknatan yang sangat besar bagi kalian?
Kita jawabnya apa,ustadz?
Mu'aawiyyah dan 'Aliy radliyallaahu 'anhumaa itu saling melaknat satu dengan yang lainnya. Ini adalah perselisihan antara mereka berdua. Laknat secara ta'yin itu tidak boleh diucapkan oleh siapapun. Tidak bagi Mu'aawiyyah, tidak juga bagi 'Aliy. Perselisihan mereka telah usai, tidak banyak manfaatnya kita ulang-ulang kembali. Sikap kita adalah memenuhi hak Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam yang bersabda : "Ketika disebutkan (perselisihan yang terjadi pada) shahabatku, maka diamlah". Kita diam, dan tidak menyebutkan shahabat kecuali dengan kebaikan. Adapun Syi'ah, sudah ma'ruf mereka adalah para pembangkang sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Mereka tidak sudi melaksanakan perintahnya shallallaahu 'alaihi wa sallam, dan akan terus mencari-cari kekeliruan para shahabat.
BalasHapusBetul sekali
BalasHapusGila bener Al-Mis’ariy...
BalasHapusGila bener Al-Mis’ariy...
Apa maunya dia??
Apa dia mau menjadikan dirinya serupa dengan orang2 Rafidhah??
Orang ini benar2 telah menyimpang dari kebenaran.
bagi saudaraku yg mengikuti & membela "kekeliruan" HTI, simaklah postingan ini dg seksama, ini adalah nasehat yg sangat berguna buat antum, shg antum bisa mengenali kembali, di mana kebenaran mesti dicari......
BalasHapusmohon di jelaskan apa yang disebut " Laknat secara ta'yin , tersebut " , sehingga kita dapat menghindarinya.
BalasHapuskalau bisa diberikan contohnya , dari kehidupan masa sekarang saja.
Sebelumnya...... perkataan itu saya maksudkan dalam bingkai sesama muslim/mukmin yang bersaudara.
BalasHapusLa'nat secara ta'yin itu adalah laknat yang langsung menyebut pada individu. Misalnya ada seorang muslim yang bernama Ahmad yang kita lihat melakukan kemaksiatan. Maka kita katakan padanya : "Semoga laknat Allah tertimpa padamu wahai Ahmad".
Kira-kira begitu maksudnya.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan baca :
http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=16.
Di situ diterangkan lebih lengkap tentang larangan laknat.
sukron ustad ,alhamdulillah .
BalasHapussemoga kita dijauhkan Allah ya ustad dari yang demikian itu , cuma link-nya yang kurang tepat .
Maksudnya link di darus-salaf ?. Di situ diterangkan tentang anjuran Menjaga Lisan dari Mengutuk/Melaknat.
BalasHapuscukup ustad , supaya tidak timbul fitnah dan saya banyak mengambil dari tulisan ustad
BalasHapusPak Abu, ada link tentang nukilan apa yang dikatakan doktor tersebut nggak?
BalasHapusAda dalam kitab Madaarikun-Nadhaar karya Syaikh 'Abdul-Maalik Ar-Ramadlaaniy - versi Arabic.
BalasHapusKalau versi link, silakan anda copi sebagian kalimat arabicnya, lalu paste-kan ke google. Klik enter, insya Allah akan nemu....
kalau melaknat anaknya bagaimana?
BalasHapussebab katanya, anaknya itu membunuh 10 ribu muslim madinah, memerkosa muslimah di masjid-masjid dan lainnya.
Madaarikun-Nadhaar karya Syaikh 'Abdul-Maalik Ar-Ramadlaaniy - versi Arabic.
BalasHapusBab apa ustadz?
Silakan buka halaman 243-244. Punya saya cetakan ke-8, tahun 1429 H, Daarul-Furqaan.
BalasHapusustadz, perkataan Syaikh Taqiyyudin di atas diambil dari buku cetakan ke berapa? soalnya pada cetakan ke enam yg dimuat di situs HTI, kalimat ttg Mu'awiyah radhiyallahu 'anhu itu tidak ada.
BalasHapusjazakallahu khair
Sejatinya saya dalam membawakan perkataan An-Nabhaaniy di atas mengutip dari tulisan 'Aliy bin Muhammad Abu Haniyyah - yang kemudian diterjemahkan sebagiannya oleh al-akh Abu Salmaa. Dan pernyataan pengingkaran An-Nabhaaniy status kebershahabatan Mu'aawiyyah ini banyak disinggung di forum-forum ilmiah misalnya kulalsalafiyeen, ahlalhdeeth, alukah, daan yang lainnya. Sampai saat ini saya tidak menemukan radd (bantahan) dari Hizbut-Tahriir tentang kritikan tersebut, baik dalam bahasa Arab ataupun Indonesia.
BalasHapusSaya punya buku Asy-Syakhsiyyah Al-Islaamiyyah Cet. ke-6 jilid 1 dan 2. Namun saya belum meneliti dan membaca di halaman berapakah nukilan di atas berada (karena saya hanya membaca sekilas-sekilas). Nanti kalau ketemu, saya beritahukan. Atau mungkin rekan-rekan yang lain dapat membantunya.
bukunya diambil dari sini ustadz http://hizbut-tahrir.or.id/2009/01/09/syakhshiyah-islamiyah/
BalasHapusnah, pada halaman 59, setelah kata بلاد إسلامية, itu [seharusnya] muncul pernyataan tentang Mu'awiyah radhiyallahu 'anhu yang ustadz cantumkan di atas.
Saya katakan [seharusnya], karena saya menemukannya di situs lain, bukan di buku tsb. adapun yg di buku tsb, tidak ada.
kalo tulisan 'Aliy bin Muhammad Abu Haniyyah itu ada dimana ya ustadz?
Ya benar,.... menurut teks Asy-Syakhsiyyah Al-Islaamiyyah sebagaimana tertera di http://www.alagidah.com/vb/showthread.php?t=13, kalimat tentang Mu'aawiyyah itu ada di Bab Khaththa' Manhaj Al-Mutakallimiin,... yaitu setelah kalimat :
BalasHapusولهذا جاءت النتيجة خطأ، فإن إسبانيا واجتمع به، وكل من بلاد إسلامية
Namun entahlah, kok kalimat Mu'aawiyyah tadi jadi hilang.
Mungkin saja dihilangkan, sebab menurut admin mantanht, kitab Syakhsiyyah Cet. 6 itu sudah gak asli karangan An-Nabhaaniy. Bisa dibaca :
DAN TAQIYYUDDIN PUN TERNYATA MASIH HIDUP HINGGA KINI.
NB : Kalimat nukilan yang saya tulis di atas pun, dalam Cet. 6 pun berubah lafadhnya menjadi :
ولهذا جاءت النتيجة خطأ، فإ إسبانيا بلاد إسلامية
Adapun tulisan 'Aliy Abu Haniyyah, tersebar di beberapa situs. Di antaranya :
http://www.al-sunna.net/articles/file.php?id=3475.
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=245691.
dan yang lainnya.
Kalau boleh tahu, selain dalam kitab As-Syakhsiyyah, perkataan An-Nabhaaniy tentang Mu'aawiyyah itu ada di kitab apa ?
na'amn ustadz, saya sudah baca juga yang tentang kitab An-Nabhaaniy yang sudah direvisi, tapi di link tsb hanya membahas perubahan kitab yg judulnya Nizhamul Islam. Adapun tentang kitab Syakhshiyah Islamiyah ini, cuma disinggung bahwa ada tambahan takhrij dan sedikit redaksi. Padahal buktinya sudah jelas bahwa pada kitab Nizhamul Islam itu bukan sekedar tambahan takhrij atau "sedikit" redaksi tapi penambahan pasal. Saya khawatir kita Syakhshiyah juga mengalami nasib yang sama, dalam hal ini mengalami pengurangan. Tadi saya diberitahu teman saya yang HT, beliau berkata:
BalasHapus"Saya tidak tahu itu kutipan dari mana. Kalaupun ada di buku-buku yang lama, maka itu dihapus oleh buku-buku yang baru. "
kuat keyakinan saya bahwa setiap revisi perubahannya bukan sekedar takhrij atau perbaikan redaksi kalimat.
ditambah, ada syabab HTI lain yang mengatakan bahwa itu ada di bab Khaththa' Manhaj Al-Mutakallimiin. dari mana syabab HTI tsb tahu kalo ada di bab tsb? Sampai saat ini teman saya tsb belum membalas.
Saya tidak tahu lagi tulisan Syaikh An-Nabhaaniy tentang Mu'awiyah. yang ada, tulisan di kitab2 HT yang lain semisal نظام الحكم في الإسلام
Kalau dilihat dari penjelasan admin mantanht, revisi kitab itu sudah masuk dalam mengubah isi kitab. Menambah, mengurangi, dan mengganti. Ketika saya cocokkan kalimat dalam bab Khaththa' Manhaj Al-Mutakallimiin, ada beberapa revisi kalimat dan pengurangan (termasuk penghilangan kalimat Mu'aawiyyah tadi).
BalasHapusDengan memperhatikan penjelasan admin mantanht, dan juga penjelasan Asy-Syaikh 'Aliy Abu Haniyyah dan juga Asy-Syaikh 'Abdurrahmaan Ad-Dimasyqiy (dan saya percaya kepada dua orang ulama ini); kok saya percaya bahwa kalimat tentang Mu'aawiyyah di atas memang benar-benar dikatakan oleh An-Nabhaaniy dalam kitab Asy-Syakhsiyyah. Adapun jika kenyataannya kalimat itu sudah tidak ada lagi, .... maka saya sudah lama kehilangan kepercayaan saya atas kejujuran Hizbut-Tahriir......
teman saya sudah bales ustadz, katanya itu di edisi keempat. yang edisi ke enamnya sudah dihilangkan.
BalasHapuskita berlindung dari sifat khianat.
Ada dua catatan yang perlu kami sampaikan:
BalasHapusSATU: Al Masy'ari bukan seorang Syabab HT, sehingga pernyataannya tidak boleh dianggap sebagai pernyataan HT.
DUA. Jika memang benar HT tidak menganggap Mu'awiyyah bin Abi Sufyan bukan seorang shohabat, maka bukan berarti HT mencela beliau dengan celaan yg serupa dengan kaum syi'ah dlm mencela beliau.
Ini bisa ditinjau dari beberapa segi, antara lain, bahwa HT tidak seperti syi'ah dalam mengingkari keabsahan imamah/khilafah yg beliau duduki. HT mengakui beliau sebagai kholifah, menganggap setiap kelompok yg menentang beliau sebagai bughot, mengakui jasa besar beliau dalam penyebaran islam melalui jihad, mengakui jasa beliau dalam mengokohkan stabilitas politik dalam negeri.
Hal lain yg berbeda dengan syi'ah secara jelas adalah bahwa HT memakai hadits2 yg beliau riwayatkan, ini jelas terdapat dalam kitab2 HT, antara lain, dalam syakhshiyyah jilid dua, An Nabhani mengatakan:
"Al Bukhori telah meriwayatkan dari jalan Mu'awiyah bin Abi Sufyan yg berkata: telah bersabda rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallama:
"من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين"
Lihat, halaman 10. Dan ada beberapa hadits lain di kitab-kitab HT. Jadi, HT menerima periwayatan beliau, tidak seperti syi'ah.
Terkait dengan kritik HT terhadap tindakan beliau yang "mewariskan" ba'iat untuk mjd kholifah kepada putranya Yazid, maka itu memang benar. HT menyayangkan hal tersebut, dan menganggap hal itu sebagai langkah yg tidak semestinya dilakukan. Tapi, ini tidak menunjukkan bahwa HT serupa dengan syi'ah, karena kritik ini juga disampaikan oleh Abdur Rahman bin Abi Bakr, yang menyebut "kebijakan" itu sebagai praktek tradisi/sunnah kaisar dan kisra, bukan sunnah nabi. Terlebih lagi, kritik terhadap seseorang dan menunjukkan kesalahan seseorang bukan berarti mencela orang tersebut dan memusuhinya seperti permusuhan kaum syi'ah. Jika kita mengatakan bahwa Ma'idz dan ghomidiyyah radhiyallahu 'anhuma pernah berzina dan dirajam oleh Rasulullah, untuk menunjukkan suatu pelajaran, maka ini bukan celaan. Begitu pula jika kita mengatakan bahwa Ummul Mu'minin Aisyah radhiyallaahu 'anhaa pernah melawan kholifah yang syah (Ali radhiyallahu 'anhu), itu bukan berarti kita mencela pribadi beliau, meski memimpin gerakan bersenjata melawan kholifah sah jelas-jelas kita akui sebagai pelanggaran.
Atas dasar itu, sikap HT terhadap mu'awiyyah bin Abi Sufyan sangat berbeda dengan sikap syi'ah terhadap beliau. Menganggap sikap HT sama dengan syi'ah adalah anggapan yang sangat ekstrem. Kita boleh membenci HT, tapi kita tetap harus berbuat adil meski terhadap pihak yg kita benci. Karena ketidak-adilan itu akan menjadi urusan kita sendiri tatkalah kita dimintai pertanggungjawaban.
Sepertinya Anda tidak kenal dengan Muhammad Al-Mis'ariy. Pertama, dia sendiri mengakui bahwa ia adalah syabab Hizbut-Tahriir. Kedua, saya telah mendapat pengakuan lisan dari seorang syabab dan sekaligus da'i Hizbut-Tahrir di kota Bogor bahwa Muhammad Al-Mis'ariy termasuk syabab Hizbut-Tahriir. Sekali lagi, kalau Anda tidak kenal dengan Muhammad Al-Mis'raiy - dimana orang ini 'terkenal' di Timur Tengah dekade tahun 1990-an sampai tahun 2000 - maka hak Anda adalah tidak berkomentar apapun tentang Al-Mis'ariy. Setuju ?.
BalasHapusJika Anda termasuk syabab Hizbut-Tahriir, maka pembelaan Anda kepada hizb Anda bukanlah hal yang aneh bagi saya.
Memang benar Hizbut-Tahriir itu - dalam hal ini dilakoni oleh Taqiyyuddiin An-Nabhaniy - telah mengeluarkan Mu'aawiyyah dari jajaran shahabat. Buktinya juga sudah dibawakan di atas. Sekarang saya akan tanya kepada Anda dengan pertanyaan yang sangat sederhana :
"Jika An-Nabhaaniy berpendapat Mu'aawiyyah bukan termasuk shahabat Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, sementara para ulama salaf mengatakan ia termasuk shahabat Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam; mana dari dua pendapat ini yang akan Anda pilih ?".
Jika Anda tidak bersikap seperti Al-Mis'ariy, saya ucapkan alhamdulillah. Dan memang itulah yang saya harapkan. Saya tidak merasa bergembira ataupun senang jika para aktifis Hizbut-Tahriir mencela Mu'aawiyyah dan menyelisihi Ahlus-Sunnah dalam penyikapan terhadapnya. Justru saya sangat berharap orang seperti Anda - jika Anda syabab HT - dapat mengoreksi kekeliruan HT tanpa malu-malu, meskipun itu dilakukan oleh An-Nabhaaniy atau tokoh-tokoh Hizbut-Tahriir yang lain. Karena yang seharusnya Anda bela itu adalah kebenaran, bukan hizb. Bukan pula tokoh.
ane ingin menambahkan beberapa hal ustadz Abul jauzaa.. berikut ini ane kutipkan paragraf lengkap syakhsiyyah jilid 4 yang dipermasalahkan(edisi indonesia ini) :
BalasHapus"Misalnya dikatakan orang : Penduduk Spanyol bukan muslim, dan setiap negeri yang penduduknya bukan muslim bukan negeri islam, maka natijahnya Spanyol bukan negara islam. Natijah ini salah, dan kesalahannya timbul dari kesalahan premis yang kedua. Perkataan “setiap negeri yang penduduknya bukan muslim bukan negeri islam” itu adalah pernyataan yang salah karena suatu negeri merupakan negeri islam apabila diperintah dengan hukum islam atau apabila mayoritas penduduknya muslim, oleh karena itu terdapat natijah yang salah karena Spanyol negeri islam.
Dan contoh lain misalnya: Muawiyah bin Abi Sufyan telah melihat Rasulullah Saw dan berkumpul dengan beliau, dan setiap orang yang melihat rasul dan berkumpul dengan beliau adalah sahabat maka natijahnya Muawiyah bin Abi Sufyan adalah sahabat, dan natijah ini salah. Bukan setiap orang yang melihat rasul dan berkumpul dengan beliau itu sahabat kalau tidak maka Abu Lahab seorang sahabat,akan tetapi seorang sahabat adalah setiap orang yang terbukti padanya itu arti bersahabat seperti berperang bersama beliau sekali atau dua kali, atau bersahabat setahun atau dua tahun.
Misal lain : Amerika negeri yang tinggi sisi ekonominya,setiap negara yang tinggi sisi ekonominya adalah negara yang maju, maka natijahnya Amerika adalah negara yang maju. Natijah ini benar dinisbahkan kepada Amerika. Padahal salah satu premisnya tidak benar. Tidak setiap negara yang tinggi sisi ekonominya adalah negara yang maju, akan tetapi negara yang maju itu adalah negara yang tinggi sisi pemikirannya, maka timbul dugaan dari premis yang natijahnya benar bahwa premis-premis yang diambil darinya natijah tersebut adalah benar, dan timbul dari semua yang demikian itu bahwa kuwait, Qatar, Saudi Arabia masing-masing adalah negeri yang maju karena segi ekonominya tinggi padahal sebenarnya dia adalah negeri-negeri yang bukan maju (bangkit).
Demikianlah setiap permasalahan, yang mana kebenaran natijahnya bersandarkan kepada kebenaran premis-premisnya, dan kebenaran premis-premisnya tidak menjamin, karena kadang terjadi didalamnya kekeliruan, oleh karena itu merupakan suatu kesalahan dalam menunjukkan suatu bukti berdasarkan kepada asas mantiq (pemikiran yang bersifat logika )."
bisa dibaca disana bahwa An-Nabhany tidak sedang menggugurkan status sahabat Muawiyyah ra. tapi sedang membahas cara2 penarikan kesimpulan yang salah dari orang2 yang hanya mengandalkan manthiq..
sehingga ane pikir wajar di edisi 6 paragraf tersebut dihapus karena takut multiinterpretatif yang bisa jadi bahan fitnah oleh orang2 yang gemar membuat fitnah.. semoga Allah melindungi kita dari segala macam fitnah..
terus tentang Al-Mis'ary setahu ane beliau telah keluar dari HT sejak tahun 90-an.. jadi tidak tepat menyatakan ucapannya sebagai ucapan HT..
ane ga kenal Al-Mis'ary.. menurut ane memang sangat berlebihan untuk mengharapkan adzab kepada sahabat ra. tapi ane pikir Al-Mis'ary tidak menafikan kemuliaan Muawiyyah ra. sebagai seorang sahabat Rasul saw. dalam pernyataannya Al-Mis'ary menyatakan bahwa pemerintahan Mu'awiyyah ra. lebih baik dari keluarga ibnu Su'ud.. jadi jelas kalo Al-Mis'ary masih menganggap keutamaan Mu'awiyyah sebagai seorang sahabat Rasul saw.
Anda boleh membela Hizbut-Tahriir. Namun pembelaan Anda kali ini adalah pembelaan buta. Terlalu kentara aroma irrasionalnya.
BalasHapusBagaimana bisa dikatakan An-Nabhaaniy tidak sedang menggugurkan status kebershahabatan Mu'aawiyyah, sementara ia mencontohkan kekeliruan pemutlakan setiap orang yang bertemu dengan Nabi sebagai shahabat dengan menggunakan Mu'aawiyyah ?. Seandainya Anda berkilah itu dihadapan anak-anak yang belum tamyiiz, mungkin mereka akan mengangguk-angguk mendengar pembelaan Anda ini.
Kalimat setahu Anda bahwa Al-Mis'ariy telah keluar dari HT tahun 90-an dapat referensi dari mana ?. Kalau yang saya tahu, Al-Mis'ariy mengatakan perkataan keji di atas tahun 1995 dan masih berstatus dan mengaku sebagai syabab Hizbut-Tahrir. Dan saya dikasih tahu seorang da'i HTI bahwa Al-Mis'ariy anggota HT itu sekitar 4 tahun yang lalu (2008).
Lagi-lagi, pembelaan Anda kepada Al-Mis'riy sudah irrasional. Bagaimana bisa ya, Anda mengatakan Al-Mis'ariy tidak menafikkan kemuliaan Mu'aawiyyah sebagai shahabat Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam ?. Seandainya Anda bukan anggota HTI, niscaya Anda dapat berpikir lebih jernih dalam masalah ini.
NB : Jadi, menurut Anda, orang-orang HT berhak menambah, mengurangi, dan merubah kitab-kitab An-Nabhaaniy ya setelah beliau wafat ? dan kemudian penambahan, pengurangan, dann perubahan tadi tetap disandarkan kepada An-Nabhaaniy ?.
menanggapi sedikit komen dari syauqi, terutama di frase ini.
BalasHapus.....maka natijahnya Muawiyah bin Abi Sufyan adalah sahabat, dan natijah ini salah.....
Monggo dibaca ulang, mo dipenggal seperti itu ato mo dibaca keseluruhan paragraf.
Assalamu'alayka,yaa akhi syauqi ..
BalasHapus[Quote:]
"Muawiyah bin Abi Sufyan telah melihat Rasulullah Saw dan berkumpul dengan beliau, dan setiap orang yang melihat rasul dan berkumpul dengan beliau adalah sahabat maka natijahnya Muawiyah bin Abi Sufyan adalah sahabat,
dan natijah ini salah.
Bukan setiap orang yang melihat rasul dan berkumpul dengan beliau itu sahabat kalau tidak maka Abu Lahab seorang sahabat,akan tetapi seorang sahabat adalah setiap orang yang terbukti padanya itu arti bersahabat seperti berperang bersama beliau sekali atau dua kali, atau bersahabat setahun atau dua tahun. "
= = = = = = = = =
[Pertama]
Menurut Anda sendiri..
Mu'awiyyah -radliyallahu'anhu- sudah berapa tahun bershahabat dengan Nabiyullah Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam ?
sebulan, dua bulan, tiga bulan .. ?
[Kedua]
Kalo Natijah di atas salah,
means Mu'awiyyah BUKAN SHAHABAT
...
kalo BUKAN SHAHABAT lantas siapa?
orang munafik di sekitar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam?
musuh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam?
[Ketiga]
Menurut anda,
dimana tempat Mu'awiyyah kelak ?
di Neraka ?
atau di Jannah seperti yang telah di khabarkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ?
[Keempat]
Mu'awiyyah pernah di doakan Nabi Shallallahu 'Alihi Wasallam dengan kebaikan.
Bagaimana dengan Al-Mis'ary, An-Nabhaaniy ?
[Kelima]
Demi Allah !
Debu yang masuk ke dalam hidung Mu'awiyyah -radliyallahu'anhu- ketika menemani Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berjihad adalah lebih baik dari anda, saya, dan orang-orang yang datang belakangan !
Wallohu ta'ala a'laam
@ ust. Abul Jauzaa..
BalasHapussekalian untuk orang awam juga..
yang sedang An-Nabhaniy jelaskan adalah metodologi-metodologi yang salah yang biasa digunakan ahli manthiq.. kesimpulan An-Nabhaniy pada paragraf tersebut adalah setelah kalimat yang dipermasalahkan oleh Ustadz.. biar ane kutip ulang :
"Bukan setiap orang yang melihat rasul dan berkumpul dengan beliau itu sahabat kalau tidak maka Abu Lahab seorang sahabat,akan tetapi seorang sahabat adalah setiap orang yang terbukti padanya itu arti bersahabat seperti berperang bersama beliau sekali atau dua kali, atau bersahabat setahun atau dua tahun."
Artinya An-Nabhaniy menganggap kesimpulan status sahabat Mu'awiyyah ra. jika menggunakan metodologi yang beliau jelaskan adalah salah.. jadi sekali lagi.. yang An-Nabhaniy kritisi dalam paragraf tersebut adalah metodologi.. makna tersuratnya dari paragraf tersebut adalah Mua'wiyyah ra. adalah seorang sahabat jika sesuai dengan definisi yang An-Nabhaniy katakan diakhir paragraf..
Apakah An-Nabhaniy telah membangun pemikiran tentang status sahabat dari Mu'awiyyah ra. dengan premis definisi sahabat yang beliau susun sendiri? wallahu'alam.. tidak ada kesimpulan yang pasti tentang itu..
makanya wa bilang paragraf tersebut multiinterpretatif.. dan dapat membangun fitnah..
sehingga saran ane Ustadz Abul Jauzaa tabayyun dulu ke An-Nabhani atau orang2 yang dekat dengan beliau.. supaya jelas pandangan An-Nabhani terhadap status sahabat dari Mu'awiyyah ra.
ane sendiri udah ngaji di HT selama 9 tahun.. meski ampe sekarang belum jadi anggota.. dan belum pernah ane dapatkan pemahaman dari HT bahwa syarikah tidak menganggap Mu'awiyyah ra. sebagai sahabat.. ane sejak lama udah baca An-Nihayah wal Bidayah Ibnu Katsir dan sangat mengakui status sahabat Mu'awiyyah ra. dan sadar akan kemuliaannya meskipun beliau pernah salah..
ane belum dapet dalil yang menyatakan semua sahabat bakal masuk surga.. yang ane tahu cuman dalil 10 sahabat yang dijamin masuk surga.. jadinya kalo masalah apakah Mu'awiyyah ra. bakal di surga atau neraka buat ane masih wallahu'alam.. tentunya kita akan senantiasa mendo'akan Rasul saw., para sahabatnya ra., para salafushshaleh, dan seluruh saudara kita Ummat Islam diseluruh penjuru dunia supaya mendapatkan pengampunan dari Allah..
dan sayapun sama sekali tidak menyanggah bahwa apapun amal yang saya lakukan tidak lebih baik dari kotoran hidung Mu'awiyyah ra.
tentang Al-Mis'ary.. ane tahunya dari syabab HT juga ustadz.. gini saja.. dalam hal ini supaya ilmiah, kita perlu sumber yang otoritatif yang memberikan penjelasan tentang status Al-Mis'ary.. da'i HT yang Ustadz Abul Jauzaa katakan itu otoritatif tidak? sebaiknya Ustadz Abul Jauzaa tanyanya ke DPP HTI.. baru klaimnya jadi ilmiah..
tentang sikap Al-Mis'ary sebenernya terhadap Mu'awiyyah ra... ane sederhana mikirnya ustadz.. menyatakan Mu'awiyyah ra. perampas itu tidak sama dengan menyanggah bahwa diri sendiri lebih baik dari kotoran hidung Mu'awiyyah ra.. sepertinya Al-Mis'ary telalu berapi2 dalam menjelaskan kekeliruan Mu'awiyyah ra.. tapi itu tidak berarti memperlakukan Mu'awiyyah sama seperti orang syi'ah memperlakukan beliau ra. apakah Al-Mis'ary memang selalu menghina Mu'awiyyah ra. dalam setiap pertemuan? tidak menerima hadistnya? dll. sudah ditabayyun belum ke Al-Mis'ary nya?
terus tentang kitab syakhsiyyah edisi baru.. kitab2 edisi baru itu harusnya dinisbatkannya pada An-Nabhani dan HT Press.. karena tetep kontribusi utamanya An-Nabhani dan proses editing dari syarikah..
Saya rasa, saya tidak akan menambah sesuatu tentang An-Nabhaaniy dari apa yang telah saya tulis sebelumnya. Karena saya menganggap pembelaan Anda terhadap An-Nabhaaniy itu adalah pembelaan buta, tidak masuk akal. Saran saya, berapologilah yang baik, karena tulisan (pembelaan) Anda di atas dibaca oleh orang-orang dewasa yang cukup mengerti bahasa manusia. Baik dengan kemasan bahasa Arabnya, ataupun dalam kemasan bahasa Indonesianya. Sangat jelas kok maksud perkataan An-Nabhaaniy. Sejelas matahari di siang hari. So, pembelaan buta Anda hanyalah akan menjatuhkan kredibilitas Anda semata.....
BalasHapusTentang shahabat,.... kalau Anda cuma tahu 10 shahabat yang dijamin masuk surga, saran saya, perdalam lagi ngaji Anda. Jangan cuma mbahas politik saja ala HTI. Kaji itu hadits-hadits Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam kutub sittah. Kitab Fadlaailush-Shahaabah itu sudah banyak ditulis para imam.
Saya kasih tahu ya,.... banyak shahabat yang dijamin masuk surga berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam selain 10 shahabat yang Anda ketahui. Misalnya : istri-istri Nabi, Al-Hasan bin 'Aliy, Al-Husain bin 'Aliy, Faathimah bintu Rasulillah, veteran Badr, Sa'd bin Mu'aadz, Ja'far bin Abi Thaalib,.... dan yang lainnya masih banyak. Termasuk dalam hal ini adalah Mu'aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu 'anhum.
Tentang sikap Anda terhadap Mis'ariy,... ya, saya sangat paham, karena Anda jarang buka kitab-kitab Fadlaailush-Shahaabah. Dan sangat patut diduga, jarang membaca bagaimana sikap mereka terhadap perselisihan dan kekeliruan shahabat. Bagaimana para ulama sangat menjaga adab, bahkan dalam pemilihan kata jika membicarakan mereka. Ya itulah ulama. Beda dengan 'pemikiran sederhana' Anda.
Kalau kitabnya An-Nabhaaniy sudah diedit (ditambahi, dikurangi, atau diubah); ya itu namanya bukan asli kitabnya An-Nabhaaniy. Dimana-mana aturannya juga begitu. Kalaupun ada yang mentahqiq dan mentahdzib, harus dicantumkan keterangan jelas bahwa kitab itu telah ditahqiq dan ditahdzib oleh Fulan. Metodenya juga dijelaskan. Kalau tidak seperti itu, itu namanya dusta dan curang.
@ustadz abul jauzaa,
BalasHapusini ada komentar dan masukan dari mas syauqi yang sebenarnya untuk ustadz tapi bilangnya ke saya. mungkin mas syauqi kelupaan untuk menuliskannya di sini. saya kopaskan saya ya, mas syauqi? biar ustadz abul jauzaa bisa sekalian jawab, siapa tahu bisa jadi masukan buat beliau untuk memperbaiki redaksi kalimat:
[kutipan]
yang saya inginkan dari diskusi ini adalah menclearkan fitnah dari orang2 yang gemar menyebar fitnah.. menyatakan diri ingin menasihati tapi tidak ada sedikitpun usaha untuk berprasangka baik.. tetapi lebih suka menyeret dan menambah2 masalah.. biar saya kutip tulisan ustadz Abul Jauzaa :
"Menjadi kesenangan tersendiri bagi Al-Mis'ariy jika ia membicarakan perselisihan antara Mu’aawiyyah dengan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhum. Akhirnya, ia pun rela memberikan hiburan kepada ‘saudaranya’ dari kalangan Syi’ah dengan mencela Mu’aawiyyah radliyallaahu ‘anhu."
menganggap Al-Mis'ary senang dalam perbuatannya, dan bahkan dikatakan menghibur "saudara"nya tanpa dasar sama sekali.. semua orang juga bisa lihat.. siapa sih yang tendensius? semoga Allah melindungi dari fitnah2 yang begitu keji..
[selesai kutipan]
monggo kalau ustadz mau jawab. kalo nggak pun, gpp tadz. cuma menyampaikan aja, supaya gak salah alamat :)
Saya pun paham bagaimana usaha orang-orang HTI untuk memadamkan apa yang mereka sebut sebagai 'fitnah'. Kalau yang dimaksud dengan fitnah ini adalah kedustaan, maka saya katakan saya tidak dusta. Begitulah omongan Al-Mis'ariy dalam selebaran resmi Comittee for the Defence of Legitimate Rights in Saudi Arabia (اللجنة الدفاع عن الحقوق الشرعية); tanggal 22/10/1415 atau 23/3/1995 M. Fotokopiannya ada dalam kitab Madaarikun-Nadhaar. Semua orang yang paham bahasa Arab pun tahu bahwa uslub bahasa Al-Mis'ariy adalah uslub bahasa pelecehan dan kebencian terhadap Mu'aawiyyah. Namun saya pun maklum - sebagaimana pengalaman saya ketika berbicara dengan orang HTI - mereka akan membuat pembelaan dan penakwilan yang luar biasa yang justru terkesan mengada-ada. Antum dapat lihat dalam komentar pembelaan mas Syauqi di atas : Lucu.
BalasHapusSaya dengan sadar menuliskan bahwa Al-Mis'ariy itu memang sedang 'menghibur' dan berbasa-basi dengan Syi'ah yang terkenal dengan laknat dan caci makinya terhadap Mu'aawiyyah.
Silakan dinilai sendiri. Kalau yang bersangkutan mau membela An-Nabhaaniy dan Al-Mis'ariy, maka saya hanya katakan : "Inilah contoh ta'ashub hizbiy yang ada pada Hizbut-Tahriir".
yah kalo ustadz ga mau bertabayyun kepada An-Nabhani silakan saja..
BalasHapusane ngasih saran tersebut karena ane dah banyak baca kitab2 An-Nabhani.. dan gaya beliau memang khas untuk menjelaskan konteks yang spesifik dan mendetail.. inilah kacamata saya.. dan bukan kacamata ta'ashub seperti yang diduga2.. seperti yg ane bilang ane dah ngaji di HT 9 taun tapi lom jadi anggota.. kenapa lom jadi anggota? soalnya ane sendiri banyak mengkritisi pemikiran2 syarikah..
dan makanya ane bisa melihat makna tersirat dan tersurat dari pernyataan An-Nabhani.. selain karena pengalaman ane selama 9 tahun dimana ga ada kok hal yang dibicarakan di page ini yaitu seputar Mu'awiyyah ra. senior2 saya di HT juga kaget, ada yah hal yang dibicarakan disini ituh?
bisa dilihat dalam paragraf tersebut An-Nabhani belum menyatakan bahwa Mu'awiyyah ra. tidak memiliki sifat sahabat dalam definisi diakhir paragrafnya.. oleh karena itu menurut saya orang2 yang mengenal gaya berpikir An-Nabhani akan lebih kritis pada kesimpulannya dibanding kesimpulan Ustadz..
kalo Ustadz abul-jauzaa tidak mau berprasangka baik terhadap saya dan masih menganggap saya melakukan pembelaan buta ya sudah.. saya bisa ngomong apalagi..
Jazakallaah khairaan tambahan pengetahuannya Ustadz insya Allah ntar saya cari2 lagi hadist2nya tentang para sahabat ra...
Insya Allah ane juga ga cuman ngomongin politik doang kok Ustadz.. tahun2 belakangan ini ane lebih sering ngebahas hujjah2 tentang akad2 ekonomi yang syar'i.. selain itu perkara2 nafsiyah yang membahas tentang kebahagiaan.. kalo analisis politik mah ane juga cenderung skeptis ustadz.. hal tersebut tidak bisa melahirkan nilai kebenaran yang pasti dan hanya spekulatif..
tentang Al-Mis'ary pemikiran saya memang sederhana ustadz.. dan saya kira ga ada hubungannya dengan konsekuensi penjagaan adab.. yang kita bicarakan khan tuduhan terhadap Al-Mis'ary.. menurut saya menyamakan dua hal khass yang berbeda merupakan logical fallacy.. menambah2kannya hanya merupakan asumsi.. karena hal tersebut merupakan asumsi maka tidak memiliki nilai kebenaran yang kuat.. ketika kemudian yang dipermasalahkan adalah seorang saudara seiman, maka saya cenderung untuk tidak memberikan asumsi sifat2 buruk terlebih dahulu.. seperti yang saya katakan, perbuatan Al-Mis'ary memang sangat berlebihan.. tapi mengatakannya serupa dengan syi'ah, saya ga dapat memahaminya ustadz..
Nah yang saya maksud dengan fitnah adalah asumsi2 ini ustadz.. ditambah tidak ada usaha tabayyun sama sekali.. apalagi mengkaitkannya dengan syi'ah sementara saya tahu banyak peristiwa antara HT dengan syi'ah.. sangat berbeda dengan yang diasumsikan Ustadz.. perlukah saya ceritakan contohnya ustadz?
jujur saja memang hal ini yang sering membuat hati saya panas Ustadz.. waktu SMA saya ngaji di berbagai tempat, termasuk tempat yang bisa dibilang satu mazhab dengan Ustadz Abul Jauzaa.. tiga tahun saya jalani dan membanding2kannya.. kesimpulan saya adalah bahwa masing2 punya hujjah yang cukup kuat tapi perbedaan pola pikir diantara mereka terlalu kompleks untuk bisa disatukan.. dan sampai sekarang saya masih membaca tulisan2 dari berbagai kajian.. tulisan Ustadz juga sering saya baca dan saya akui Ushul Hadist ustadz sangat mumpuni.. namun yang sangat saya sesalkan banyak gesekan2 yang tidak perlu akibat tidak memahami pola pikir di masing2 kajian.. saya yang pernah mengkaji diberbagai kajian menyadari hal tersebut dan merasa frustasi karena hal2 yang meretakkan ukhuwah tersebut..
dan sampai sekarang pun saya belum benar2 yakin akan fokus dimana(saya bilang khan kalo saya belum jadi anggota HT..)
yah sedikit uneg2 dari saya ajah ustadz..
ngomong2 tabayyun tentang status Al-Mis'ary dalam keanggotaan HTnya gimana ustadz? mau dijalankan?
kelupaan.. kalo soal buku, setau ane karena buku2 seperti itu memang fokusnya buat dihalaqahkan.. dan di halaqah dijelasin perkembangan penulisan kitab2 tersebut.. kata musyrif2 ane sih kitab2 tersebut memang ga bisa dibaca sendiri.. tapi harus dihalaqahkan buat bener2 memahami isinya.. dijelaskan maksud tiap2 paragraf, dikaitkan dengan kondisi ummat dan pemikiran2 dikitab2 yang lain.. jadi sepertinya ini kitab yang hanya cocok dikonsumsi didalam karena jelas metode pembahasannya tapi dipaksakan buat keluar..
BalasHapusSebenarnya kalau Anda tidak mengulang angka 9 tahun, saya tidak akan mengatakan ini : Mas, .... saya kenal HT lebih lama daripada Anda. Meskipun saya tidak mengkaji secara khusus kitab-kitab mutabanat dari Hizbut-Tahriir, namun saya cukup kenal dengan pokok-pokok pikiran mereka. Saya sudah 'cukup lelah' berbicara dan berdiskusi dengan mereka. So, ini hanya suplemen informasi bagi Anda saja.
BalasHapusAnda tahu nggak si makna tabayyun ?. Jangan-jangan gak tahu. Definisi tabayyun secara istilah adalah mengerahkan kemampuan untuk mencari pengetahuan akan hakekat suatu hal yang dimaksudkan. Tabayyun itu gak mesti harus bertemu dengan orangnya dan bertanya kepadanya. Kalau ini yang Anda maksud dengan tabayyun, maka Anda salah besar. Tabayyun itu bisa dilakukan melalui perantaraan kitab atau rekaman atau yang lainnya. Jika telah jelas suatu hal bagi seseorang tanpa ada kemungkinan yang lain, maka boleh baginya untuk menghukumi sebagaimana dhahirnya. Misalnya : Saya mendengar si Fulan melalui perantaraan kaset rekaman suaranya mengatakan : "Sujud pada berhala itu diperbolehkan". Maka pada saat itu saya boleh mengatakan : Si Fulan telah mengatakan kalimat kekufuran (yang dapat mengeluarkannya dari agama). Saya tidak wajib untuk menemuinya dan bertanya kepadanya, karena kalimat yang ia ucapkan adalah bathil dari seluruh segi. Makanya itu, para ulama dari masa ke masa memberikan bantahan dan sanggahan kepada ahlul-bida' berdasarkan kitab yang mereka tuliskan. Nah,... dalam hal ini, perkataan An-Nabhaaniy itu sangat jelas bahwa ia mengeluarkan Mu'aawiyyah dari kelompok shahabat Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Mas,... jangan anggap orang lain terlalu bodoh untuk memahami perkataan An-Nabhaaniy. Perkataan An-Nabhaaniy di atas bukanlah uslub perkataan/kalimat yang rumit, serumit kalimat/perkataan Abul-Hasan Al-Asy'ariy ketika menyanggah Mu'tazilah. Deskriptif sederhana saja saya kira, nothing's special. Oleh karena itu, banyak ulama dan forum ilmiah luar negeri (Timur Tengah), mengkritik keras perkataan An-Nabhaaniy di atas.
So, it's very clear.....
Sama halnya dengan Al-Mis'ariy. Apanya yang mau saya klarifikasi atau tabayyun-kan mengenai Al-Mis'ariy ?. Lha wong dia sendiri ketika mengatakannya mengaku masih anggota/da'i/syabab Hizbut-Tahriir. Jadi, saya berkata itu berdasarkan yang ia katakan sendiri. Lagi pula, saya juga sudah tanyakan itu pada syabab HTI sendiri, dan ia mengakuinya. Kurang apalagi ?. Ke DPP HTI ?. Ck..ck...ck... inilah persyaratan-persyaratan verifikasi imajiner dalam tabayyun yang tidak dikenal para ulama. Orang HTI pun - misalnya - ketika mengkritik Salafy, juga gak ada verifikasi ketemuan dan tanya-tanya segala tu. Mereka hanya menulis, menghukumi, dan membuat bantahan.
Saya mengkaitkan celaan Al-Mis'ariy dengan Syi'ah apakah keliru ?. Al-Mis'ariy tokoh HT (minimal waktu itu, saat ia mengucapkan celaan busuknya kepada Mu'aawiyyah); dan tidak ada satupun tokoh HT yang mengingkarinya secara resmi. Mencela dan melecehkan Mu'aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu 'anhu adalah salah satu syi'ar Syi'ah. Tidakkah Anda tahu hal ini ?. Apakah murabi' Anda tidak pernah mengajarkan hal ini ?. Kalau Anda memang tidak tahu, ya naas lah bagi Anda. Pantaslah Anda menganggap orang yang mencela Mis'ariy sebagai orang yang salah pikir (logical fallacy), karena Anda sendiri tidak tahu apa yang Anda omongkan. Anda tidak tahu bagaimana 'aqidah Ahlus-Sunnah terhadap para shahabat. Bagaimana seharusnya bersikap kepada mereka (para shahabat). Ya, mungkin saja, murabbi' Anda tidak pernah membahas kitab-kitab para ulama, namun hanya sibuk membahas kitab-kitab 'mutabanat' HT saja. Wajar saya kira......
Yang cukup mengherankan dari saudara Syauqi ini adalah,
BalasHapus1. Sama herannya dengan ustadz Abul Jauzaa, antum sudah 9 tahun mengaji di HT dan tidak tahu bahwa di beberapa kitab di HT ada celaan terhadap Mu'awiyah. Kami ambil contoh yang dihimpun oleh ustadz Abu Salma di antaranya, Kitab Nizhamul Hukmi Fil Islam, Al Kurasah, Izalatul Utrubah. Itu belum termasuk perkataan syabab HT semisal Al Mis'ary di atas. Lebih anehnya, antum sama sekali tidak tahu bahwa ada perbincangan di HT mengenai status Mu'awiyah sebagai sahabat Nabi? Tidakkah aneh bagi antum ada fakta2 yang menunjukkan pendiskreditan Mu'awiyah di kalangan HT, kalau bukan karena anggapan bahwa status beliau bukan sahabat Nabi?
2. Sekiranya antum mau berpikir jernih, maka daripada antum habis2an membela Al Mis'ary yang pernyataannya jelas2 menyudutkan sahabat Mu'awiyah, mengapa antum tidak berada di sisi Mu'awiyah dalam rangka membela kehormatan beliau? Katanya antum mengakui beliau sebagai sahabat Nabi? Adapun kami, maka bagi kami Mu'awiyah adalah paman kami, paman kaum Muslimin, dan artikel ini adalah bagian dari membela beliau. Saya rasa ketika paman antum dicela, antum jadi orang pertama yang akan membela beliau, kan?
3. Pembelaan yang kental sekali aroma ta'ashshubnya terhadap An Nabhaany rahimahullah, tapi tidak mau mengakui. Antum tidak perlu menyangkal dan membela diri karena itu hanya akan menambah pandangan buruk orang lain terhadap antum. Kalaupun An Nabhaany tidak mengakui status sahabat Mu'awiyyah, maka ini ijtihad beliau, walaupun salah. Dan setahu kami, pendapat beliau itu berdasar pada definisi sahabat menurut Sa'id ibnul Musayyib. Hanya saja, beliau salah karena mengira posisi Mu'awiyah itu di luar definisi tersebut. Seandainya antum memposisikan An Nabhaany sebagai mujtahid, seharusnya antum tahu bahwa beliau bisa salah dan bisa benar, dan INI WAJAR. Jadi tolong jangan membuat orang yang membaca tulisan antum semakin bulat mencap antum sebagai seorang fanatik dan kultus individu, karena memang demikian zhahir yang terlihat. Dalam hal ini, berbaik sangka untuk tidak melihat antum sebagai seorang yang ta'ashshub, amat sulit bagi yang membaca tulisan antum.
Nasehat kami, baik2lah mengaku salah supaya antum tidak semakin banyak berbicara tanpa ilmu. Dengan begitu semoga nasehat ini bisa memperbaiki dan mengilhami langkah2 selanjutnya dari Hizbut Tahrir dalam rangka perbaikan, entah mungkin dengan mengadakan seminar khusus mengenai penegasan status Mu'awiyah sebagai sahabat Nabi yang harus dimuliakan dan haram dicela, mungkin dengan merevisi buku2 HT yang mencela Mu'awiyah, dan lain2. Kami yakin, jika HT memang sepakat dalam status beliau sebagai sahabat, langkah2 di atas kami kira bisa segera dilakukan tanpa banyak pertimbangan. Itu sekiranya HT memang mau menerima kritik.
jazakallaah khairaan atas tambahan ilmu tentang definisi tabayyunnya ustadz..
BalasHapusmengapa ane meminta tabayyun langsung ke penulisnya? karena seperti yang saya bilang kacamata kita berbeda.. pengalaman saya mengkaji diberbagai kajian benar2 menyadari kultur kajian yang sama sekali berbeda di tiap2 kajian.. saya sangat memahami mengapa ustadz abul jauzaa memahami paragraf An-Nabhani seperti itu.. kalo saya elaborasikan, kajian2 yang bermahzab seperti Abul Jauzaa itu memang lebih sering mencermati hujjah dengan common sense sementara HT lebih sering menggunakan logika formal.. makanya cara pandangnya bener2 berbeda.. ane sangat memahami ini..
ditambah ketiadaan informasi ini dikami yang sudah lama mengkaji di HT.. tentunya wajar dong kalo kita berpikir kalo jangan2 ini mah salah paham saja.. makanya menurut saya upaya tabayyun ustadz belum cukup..
Ustadz mungkin tahu HT lebih lama dari saya.. tapi kalo tidak mengkaji di HT ya berarti ga kenal degan kultur kajian, kultur dakwah dan kultur organisasi..
banyak syabab2 HT yang ga up2date dengan info2 seputar organisasi.. misalnya masih ada yang mengira Abdurrahman Al-baghdadi syabab HT.. padahal beliau sudah keluar sejak lama.. ga up2date ini gara2 memang hal2 seperti itu dianggap ga terlalu penting buat dakwah.. bahkan syabab2 HT ga mau meladeni tulisan2 seperti ini berlama2.. yg masih suka meladeni biasanya orang kayak saya yang di grassroot ini ustadz.. kalo kritik apapun dari syabab(termasuk yang seperti ini) disampaikan saja di pertemuan bulanan supaya dijawab dengan lugas oleh ustadz2 HT yang mumpuni.. dan mencukupkan diri demikian.. tidak terlalu peduli dengan omongan orang2 diluar.. kalo ketemu dengan hujjah seperti ini dilapangan saja ketika kontak dakwah, baru paling diladeni..
jadinya ustadz ga bisa menggeneralisir semua orang HT.. sehingga harus ke yang otoritatif..
tentang celaan terhadap Al-Mis'ary ya saya menganggap tuduhan2 tambahan yang hanya suatu asumsi itu tidak memiliki kebenaran yang kuat.. makanya khawatir bisa jadi fitnah.. dan yang akan menilainya adalah Allah.. tapi saya cukup mengerti kok kalo ustadz memahami tambahan tuduhan tersebut dengan common sense saja..
ya sudah mo gimana lagi kalo cara pandangnya udah bener2 beda..
kalo gitu boleh saya cukupkan demikian?
yang penting saya dan teman2 di HT menganggap Mu'awiyyah ra. adalah seorang sahabat Rasul saw. yang memiliki keutamaan yang jauh lebih baik daripada kita..
begitu saja khan ustadz? Jazakallaah Khairaan..
Mas Syauqi,... inilahh barangkali yang saya sebut dengan 'capek' kalau berbicara dengan orang HTI (terlepas Anda sudah masuk sebagai anggota ataukah belum secara formal). Mas Syauqi,... sekali lagi, jangan anggap orang lain itu tidak bisa memahami teks perkataan An-Nabhaaniy atau Al-Mis'ariy - dan hanya orang HT lah yang punya otoritas menafsirkannya. Lalu apa bedanya Anda dengan para second line-nya Gus Dur kalau begitu ?..
BalasHapusSaya pernah belajar ilmu logika di kampus, dan hasilnya juga gak jelek-jelek amat. Di kampus pun saya belajar sedikit ilmu filsafat, dan saya tahu kerangka dasar bangunannya. Dan saya pun tidak asing-asing banget dengan tulisan-tulisan ilmiah dalam bentuk jurnal, skripsi,tesis, desertasi, ataupun sekedar opini-opini. Saya yakin rekan-rekan Pembaca di sini pun punya pengalaman tidak jauh dari saya. Jadi kalau Anda mengatakan bahwa HTI cenderung menggunakan logika formal, sehingga orang-orang di luar HT merasa kesulitan dalam memahami alur pikir orang-orang HT; maka Anda keliru. Tidak ada yang istimewa dengan HT. Ilmu 'logika' itu juga dipelajari mas di luar HT. Ilmu ushul fiqh itu sebenarnya banyak berkembang dari ilmu logika.
So,... perkataan An-Nabhaaniy tadi adalah keliru bin baathil dari segala segi. Mau dari segi logika formal atau sekedar melihat secara tekstual saja. Hanya saja saya paham,.... orang-orang HT itu senang sekali menjadi juru tafsir untuk menutupi kekeliruan tokoh-tokohnya.
Permasalahannya sederhana sebenarnya,... di HT itu ditanamkan satu keyakinan bahwa kitab-kitab mutabanat itu tidak boleh dikritik. Kalau pun dikritik, maka tidak boleh terang-terangan. Harus bisik-bisik. Coba, tunjukkan kepada saya, adakah dinamika dari orang-orang HT yang mengkritik kitab-kitab mutabanatnya ?. Tentu saja yang saya maksud adalah dinamika yang berkembang di kalangan tokoh-tokohnya dan ustadz-ustadznya.
Coba Anda baca sekali lagi pada artikel di atas. Dari mana Anda dapat menyimpulkan bahwa saya menggeneralisir ?. Dari judul ?. He...he...he... ternyata Anda harus belajar lagi dong ilmu 'logika'. Dalam judul saya memang menyebutkan HT. Namun dalam isi, saya fokus pada dua tokoh saja, yaitu : Al-Mis'ariy dan An-Nabhaaniy. Dalam ilmu ushul fiqh kan dikenal dengan penyebutan keseluruhan namun yang dimaksudkan sebagiannya. Dalam arti, yang mencela Mu'aawiyyah itu bukan seluruh anggota HT, tapi Al-Mis'ariy. Adapun kontribusi An-Nabhaaniy adalah ia telah menjelaskan definisinya yang salah tentang shahabat, dan kemudian mengeluarkan Mu'aawiyyah darinya. Ini adalah pemikiran An-Nabhaaniy dalam kitab mutabanat HT. Jadi, kalau ada orang HT yang mencela Mu'aawiyyah - seperti Al-Mis'ariy - ya wajar. Dan perhatikan bagian akhir artikel di atas :
"So,…. seandainya ada orang Hizbut-Tahriir mengetahui kedudukan mulia Mu’aawiyyah di mata Ahlus-Sunnah, akankah ia berani mengkoreksi An-Nabhaaniy dan sebagian tokoh mereka seperti Al-Mis’ariy secara terang-terangan dan lantang ?. Biasanya sih, orang Hizbut-Tahriir tidak punya nyali lebih untuk mengkritik tokoh-tokoh mereka. Tapi harapan saya, orang-orang Hizbut-Tahriir ada yang berani lantang menyerukan kebenaran membela Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhu" [selesai].
Ini saya katakan dengan keyakinan bahwa ada sebenarnya orang HT itu tahu kedudukan Mu'aawiyyah, termasuk Anda - saya harapkan. Namun saya juga tahu doktrinase HT itu tidak boleh mengkritik pemikiran muassis-nya, yaitu An-Nabhaaniy. Adakah yang berani ?.
Itu saja.
ada sekelompok orang yang merasa dirinya dan kelompoknya sendiri yang paham "ucapan" atau "kitab" mereka?
BalasHapusgubraks !!! ... bahasa alien kali?
tapi dia paham "ucapan" dan "kitab" orang lain? ajiiibbbb...
bla...bla...
wake up dude...
ini yang terakhir dari ane Ustadz.. soalnya ane juga sudah lelah berusaha menjelaskan..
BalasHapusane sudah jelaskan makna tersirat yg terbatas dan makna tersurat dari paragraf tersebut.. tapi ustadz memahaminya dengan common sense saja.. ya sudah..
kalo ustadz menganggap saya ta'ashub ya sudah.. biar Allah saja yang menilai..
kitabnya saja udah direvisi.. yang merevisi tentunya petinggi HT yang merupakan murid dan rekan An-Nabhani.. tentunya mereka yang lebih mengenal beliau.. dan ketika mereka memutuskan untuk tidak memuat paragraf yang dipermasalahkan yang multiinterpretatif seperti itu.. jadi bisa dipahami apa yang ingin diungkapkan An-Nabhani sebenarnya..
yang saya bilang generalisasi mah soal otoritatif tidaknya pernyataan syabab HT ustadz terkait status keanggotaan Al-Mis'ary..
kalo dinamika pemikiran2 muthabanat saya cukupkan saja dengan memberi bukti bahwa banyak sekali kitab2 yang direvisi sejak dulu sampai sekarang..
Jazakallah Khairaan untuk ilmu2nya Ustadz..
Semoga di atas memang yang terakhir.
BalasHapusTentang revisi, maka itu dilakukan setelah bertahun-tahun pasca meninggalnya An-Nabhaaniy. Jadi, kalau di atas saya mengatakan bahwa An-Nabhaaniy mengatakan kalimat di atas, memang benar. Namun kemudian kalimat itu disunat alias dihapus oleh orang-orang setelahnya, maka itu tidak mengubah esensi bahwa An-Nabhaaniy pernah mengatakannya. Justru revisi-revisi itu menunjukkan buku-buku An-Nabhaaniy saat inii sudah tidak asli lagi, karena revisi itu tetap dinisbatkan pada An-Nabhaaniy. Bukan pada orang yang merevisi.
Kalau revisi-revisi itu dikatakan sebagai dinamika, ya monggo saja. Yang dinamakan dinamika kritikan itu adalah jelas, lantang, dan tanpa basa-basi. Seperti kalau HTI mengkritik pemerintah itu lo mas... Tersebar di banyak tulisan. Ini baru dinamakan dinamika. Seperti halnya dinamika para ulama kita yang tidak terbelenggu ta'ashub. An-Nawawiy, meskipun termasuk ulama besar madzhab Syaafi'iyyah, namun beberapa kali ia keluar dari pendapat madzhabnya. Dan itu ditegaskan secara jelas dalam kitab-kitabnya, seperti misal : Al-Majmuu'. Kalau revisi macam yang Anda sampaikan itu mah,... namanya pengkelabuhan. Ada nggak yang kalimat yang mengatakan : "Dalam hal ini, pendapat An-Nabhaaniy adalah keliru" (atau kalimat semisal) ?.
INI BUAT YG BERAFILIASI SAMA UST. ABDUL HAKIM ABDAT:
BalasHapusGAK USAH NGAKU-NGAKU SALAFI:
SYEIKH AS SEWEED, BERKATA :
"Adapun Abdul Hakim Amir Abdat dari satu sisi lebih parah dari mereka, dan sisi lain sama saja. Bahwasannya dia ini, dari satu sisi lebih parah karena dia otodidak dan tidak jelas belajarnya, sehingga lebih parah karena banyak menjawab dengan pikirannya sendiri. Memang dengan hadits tetapi kemudian hadits diterangkan dengan pikirannya sendiri,…"
"…Ini kekurangan ajarannya Abdul Hakim ini disebabkan karena dia menafsirkan seenak sendiri dan memahami seenaknya sendiri. Tafsirnya dengan Qultu, saya katakan, saya berkata, begitu. Ya.., di dalam riwayat ini…ini… dan saya katakan, seakan-akan dia kedudukannya seperti para ulama, padahal dari mana dia belajarnya?"
"…Sampai disebutkan oleh Syaikh Yahya Al Hajuri di Yaman, ketika ditanyakan tentang Abdul Hakim , "Siapa?", lalu diterangkan kemudian sampai pada pantalon (celana tipis yang biasa dipakai untuk acara resmi ala Barat, berpadu dengan jas dan dasinya, red), “Hah huwa Mubanthal (pemakai panthalon, celana panjang biasa yang memperlihatkan bentuk pantatnya dan kemaluannya itu)", "Iya syaikh", "Allah, yakfi, yakfi, yakfihi annahu mubantol". "Cukup kamu katakan dengan dia memakai panthalon saja untuk dikatakan, "Jangan mengaji sama dia”, sudah cukup bagi saya, apalagi yang lebih dari itu."
http://fakta.blogsome.com/2008/01/11/abdul-hakim-abdat-pakar-hadits-indonesia/
Sakit jiwa
HapusAne ga heran klo ada dari jamaah ini ada yg schizofren..
HapusTidak sekata pun artikel dan komentar di atas menyinggung Ustadz 'Abdul-Hakim.
BalasHapusTapi mungkin dengan mengcopi paste kalimat di atas di Blog ini, bisul Anda menjadi pecah, mual Anda menjadi reda, dan kerikil dalam sepatu Anda dapat keluar.
Ternyata Anda masih suka mencari jamu palsu untuk menyembuhkan penyakit akut Anda....
Ustadz abul jauzaa ini selera humornya tinggi jg.. sampe pake bhs medis.. hahaha
BalasHapus@anonim : Herbal kadaluarsa masih ditelen aja.. beli obat paten donk..
astaghfirulloh
BalasHapusAlloohul musta'an...
http://hizbut-tahrir.or.id/2009/11/10/sunni-syiah-dalam-naungan-khilafah/
Tidak sekata pun artikel dan komentar di atas menyinggung Ustadz 'Abdul-Hakim.
BalasHapusTapi mungkin dengan mengcopi paste kalimat di atas di Blog ini, bisul Anda menjadi pecah, mual Anda menjadi reda, dan kerikil dalam sepatu Anda dapat keluar.
Ternyata Anda masih suka mencari jamu palsu untuk menyembuhkan penyakit akut Anda....
________
wahai abul jauza al abdattiyun,, antum memang kepala batu dan kelihatan antum itu manusia ta'shub terhadapnya...
artikel itu justru membantah ust abdul hakim...judulnya saja jelas sekali..
syeikh as sewed, mengatakan kurang ajar terhadap abdul hakim..otak antum simpan dimana abul??
kalian semua hizbiyyun !!!
Itulah yang menunjukkan adanya konslet dalam instrumen kepala Anda. Sudah saya katakan, artikel di atas beserta komentar di bawahnya tidak ada yang menyinggung tentang Ustadz Abdul-Hakim. Ini artikel sedang membicarakan Al-Mis'ariy dan HT. Kok Anda yang bak pahlawan kesiangan mengcopas artikelnya faktablogsome?. Anda ini habis salah makan atau bagaimana?.
BalasHapusAdapun otak saya masih tersimpan baik di kepala saya, dan insya Allah masih terjaga kesehatannya. Oleh karenanya, saya menyarankan kepada Anda untuk selalu menjaga kesehatan otak Anda, sehingga, kalau nimbrung di perkataan orang dapat nyambung dan aktual.
membicarakan Al-Mis'ariy dan HT. sama sekali tidak menghilangkan status kalian semua sebagai Halabiyyun, Sururiyun wa Hizbiyyun.
BalasHapusmembahas aqidah salafi/manhaj ahlusunnah, juga tidak menghilangkan status kalian adalah Halabiyyun fanatiq buta.
wahai abul jauza al halabiyyun, begitulah otak anda dangkal sekali memahami apa yang saya sampaikan !
Saudaramu yang dlaif,
pencari al Haq
@ Ini Anonim 27 Mei 2012 14:07, menurut ana kayaknya kapasitasnya dibawah rata2 ikhwah ngaji... Ora Nyambung BLAS!!!
BalasHapusdari: Kang
Assalamu'alaykum
BalasHapusTo : Anonim, 27 Mei 2012 14:07
Saya pernah (bahkan sering) menghadiri majelis ust. as-Sewed, begitu juga dengan ust. abdul hakim.
dan ..
manhaj mereka ~alhamdulillah~ sama.
dakwah yang menyeru kepada sunnah ~alhamdulillah~ tersebar melalui mereka.
tahukah antum ..
yang membuat manhaj mereka berdua (seolah-olah) berbeda adalah,
ketika antum "ber-majelis" bersama :
ustadz nyata.wordpress.com/
dan
ustadz fakta.blogsome.com/
atau blog dan situs yang se-manhaj dengan mereka (nyata & fakta)
'Allohul Musta'an
@Pencari Al Haq berkata : "membahas aqidah salafi/manhaj ahlusunnah, juga tidak menghilangkan status kalian adalah Halabiyyun fanatiq buta."
BalasHapustidak penting statusnya apa. dikatain Halabiyun kek, Abdatiyun kek, yang penting pemabahasannya adalah aqidah dan manhaj salafi/ahlus sunnah. seperti judul salah satu artikel Ustadz Abul Jauzaa : "undzur ila maa qoola walaa tandzur ila man qoola"
Penyakit qila wa qal yg diderita akh anonim ini kyanya kronis.. wong artikel itu sudah dari taun kapan ngomongnya kapan.. update dunk akh..
BalasHapusabi irfan says:
BalasHapustidak penting statusnya apa. dikatain Halabiyun kek, Abdatiyun kek, yang penting pemabahasannya adalah aqidah dan manhaj salafi/ahlus sunnah. seperti judul salah satu artikel Ustadz Abul Jauzaa : "undzur ila maa qoola walaa tandzur ila man qoola"
aku katakan:
jawaban anda/kalia adalah jawaban basi yang selalu dilontarkan oleh para ahli bid'ah untuk mencari alasan tatkala argumentasi mereka sudah ompong...wahai hazibiyyun abuliyyun
pencari al haq
oalah...antum masuk blog sini cuma pingin JIDAL? okay, antum menang dan ana kalah. silakan ambil tropi dan doorprize.
BalasHapusyang jelas, ana akan bersikap obyektif. ana lebih mengutamakan kesesuaian apa yang dibawakan dengan Al Qur'an dan As Sunnah daripada memberi julukan Halabiyun atau Abdatiyun.
yang waras ngalah...
BalasHapusane kok malah melihatnya
"mereka-mereka" itu bukan penuntut ilmu,
tetapi penguntit....
liat aja bahasa dan model penyampaiannya...
provokatif dan memancing.....
sudah saatnya kita ninggalin apa yang mereka coba cuatkan...
hati-hati aja...
http://hizbut-tahrir.or.id/2007/12/27/hizbut-tahrir-muktazilah/
BalasHapusTidak perlu berdiskusi dg orang bodoh dan jahil.
BalasHapusBodoh didalam memahami "istilah sahabat"... Jahil bahkan ahlil fitnah karena dibilang Kitab Syakhshiyah Islamiyah yg menjadi rujukan adalah yg jilid IV (Empat)....
Memang jahat setan memecah belah....
Setelah nyimak.com.khusus blog ini.kesimpulan saya bahwa ada dua kelompok yaitu hizbutsyaiton (sombong) dan hizbullah. Pemikiran dan aplikasi hti tergolong hizbullah. HTI tidak mau pusing dg orang atau kelompok yg mencelanya. Terus menyadarkan umat untuk melanjutkan kehidupan islam. Orang yg seperti abu al jauza ini sibuk koar koar dgn dalih meluruskan hti. Syabab hti insha Allah taat pada SyariatNya.tdk gulul riba fitnah leasing.. Dll.
BalasHapusHTI = mu'tazilah gaya baru to...
BalasHapus@Lumaga Jaya:
BalasHapusAlhamdulillaah, berarti seharusnya antum sudah paham kalau demonstrasi & mencela pemerintah Muslim yang sah itu dosa.
Dan membuat akhwat berdemo itu juga dosa.
Bismillah ...
BalasHapusRame ya komentarnya, ada yang ngotot dengan ketidaktahuannya terhadap Ilmu, ada yang tiba2 muncul dengan tema gak nyambung (dan ini lebih aneh)... Hmmm...
Ya mungkin karena bebasnya berbicara jadi macem-macem aja yang pada komentar ya ... Allahulmusta'an