Allah ta’ala berfirman :
وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita….” [QS. An-Nuur : 31].
Al-Imaam Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
وقوله: { أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ } يعني: لصغرهم لا يفهمون أحوال النساء وعوراتهنّ من كلامهن الرخيم، وتعطفهن في المشية وحركاتهن، فإذا كان الطفل صغيرًا لا يفهم ذلك، فلا بأس بدخوله على النساء .فأما إن كان مراهقا أو قريبا منه، بحيث يعرف ذلك ويدريه، ويفرق بين الشوهاء والحسناء، فلا يمكن من الدخول على النساء
“Dan firman-Nya : ‘atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita’ ; yaitu dikarenakan mereka masih kecil sehingga tidak memahami seluk-beluk tentang wanita dan auratnya, seperti : perkataan mereka yang lembut, gerakan mereka yang lemah gemulai, dan tingkah laku lainnya. Jika anak itu masih kecil yang tidak memahami itu semua, maka tidak mengapa jika ia masuk dalam (majelis) para wanita. Namun jika anak itu sudah mendekati baligh dan dapat memahami dan membedakan antara wanita yang jelek dan cantik, maka tidak diperbolehkan ia masuk di (majelis) para wanita” [Tafsir Ibni Katsiir, 6/49].
Asy-Syaikh ‘Abdurrazzaq ‘Afifiy rahimahullah berkata tentang makna firman Allah : ‘atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita’ (QS. An-Nuur : 31) : “Yaitu anak kecil yang belum mumayyiz yang belum paham dan belum dapat membedakan mana yang cantik dan mana yang jelek, tidak mengetahui apa yang terlihat buruk dari seorang wanita dan apa yang terlihat menarik. Biasanya anak seperti ini adalah anak yang masih berusia di bawah tujuh tahun” [selesai].
Adapun waria (banci), mari kita perhatikan hadits berikut :
عن أم سلمة؛ أن مخنثا كان عندها ورسول الله صلى الله عليه وسلم في البيت. فقال لأخي أم سلمة: يا عبدالله بن أبي أمية! إن فتح الله عليكم الطائف غدا، فإني أدلك على بنت غيلان. فإنها تقبل بأربع وتدبر بثمان. قال فسمعه رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال "لا يدخل هؤلاء عليكم".
Dari Ummu Salamah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam pernah berada di rumah (Ummu Salamah) yang saat itu ada seorang waria (banci) di dekatnya. Maka waria itu berkata kepada saudara laki-laki Ummu Salamah : “Wahai ‘Abdullah bin Abi Umayyah, apabila Allah memenangkan untuk kalian Thaaif esok hari, maka aku akan tunjukkan pada kalian anak perempuan Ghailaan[1]. Ia menghadap dengan empat (lipatan perutnya – karena gemuk), dan membelakangi dengan delapan lipatan. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun mendengar itu dan bersabda : “Jangan biarkan mereka masuk ke rumah kalian !” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy no. 4324, Muslim no. 2180, dan Ahmad 6/290.
عن عائشة. قالت: كان يدخل على أزواج النبي صلى الله عليه وسلم مخنث. فكانوا يعدونه من غير أولى الإربة. قال فدخل النبي صلى الله عليه وسلم يوما وهو عند بعض نسائه. وهو ينعت امرأة. قال: إذا أقبلت أقبلت بأربع. وإذا أدبرت أدبرت بثمان. فقال النبي صلى الله عليه وسلم "ألا أرى هذا يعرف ما ههنا. لا يدخلن عليكن" قالت فحجبوه.
Dari ‘Aisyah, ia berkata : Pernah ada seorang waria (banci) yang diperbolehkan masuk ke rumah istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam karena dianggap mereka tidak punya nafsu syahwat (terhadap wanita). Pada suatu hari, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam masuk dimana ia (waria tersebut) berada di antara istri-istri beliau sedang menceritakan fisik seorang wanita. Ia berkata : “Jika ia menghadap, maka ia menghadap dengan empat (lipatan perut). Dan jika membelakangi, maka ia membelakangi dengan delapan (lipatan). Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidakkah engkau lihat bahwa ia mengetahui tentang apa yang di sini. Jangan biarkan ia masuk ke rumah kalian”. Setelah itu, para istri beliau berhijab dari mereka (para waria)” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2181, Ahmad 6/152, Abu Dawud no. 4108, dan An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa no. 9247].
Al-Imam An-Nawawiy rahimahullah berkata :
ففيه منع المخنث من الدخول على النساء ومنعهن من الظهور عليه
“Hadits ini menunjukkan larangan memasukkan waria (banci) ke majelis para wanita dan larangan para wanita untuk menampakkan diri di hadapannya (waria)”.
Setelah itu beliau melanjutkan penjelasan tentang jenis waria (banci) :
قال العلماء: المخنث ضربان أحدهما من خلق كذلك ولم يتكلف التخلق بأخلاق النساء وزيهن وكلامهن وحركاتهن بل هو خلقة خلقه الله عليها هذا لا ذم عليه ولا عتب ولا إثم ولا عقوبة لأنه معذور لا صنع له في ذلك ولهذا لم ينكر النبي صلى الله عليه وسلم أولاً دخوله على النساء ولا خلقه الذي هو عليه حين كان من أصل خلقته وإنما أنكر عليه بعد ذلك معرفته لأوصاف النساء ولم ينكر صفته وكونه مخنثاً. الضرب الثاني من المخنث هو من لم يكن له ذلك خلقة بل يتكلف أخلاق النساء وحركاتهن وهيآتهن وكلامهن ويتزيا بزيهن، فهذا هو المذموم الذي جاء في الأحاديث الصحيحة لعنه وهو بمعنى الحديث الاَخر: (لعن الله المتشبهات من النساء بالرجال والمتشبهين بالنساء من الرجال) ......
“Para ulama berkata : Waria (banci) ada dua macam. Pertama, bawaan lahir tidak meniru-niru berbuat, berhias, dan berhias seperti wanita. Bahkan ia adalah satu pembawaan yang Allah ciptakan padanya. Jenis seperti ini tidak dicela dan tidak berdoa, karena ia diberi udzur dan ia tidak membuat-buat hal itu atas dirinya. Oleh karena itu, pada awalnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari masuknya mereka di majelis para wanita (sebagaimana hadits di atas) dan tidak pula mengingkari tingkah laku/pembawaan yang ada pada mereka sejak lahir. Beliau hanya mengingkari keberadaan mereka setelah mengetahui mereka menyifati sifat fisik para wanita, tidak pada keberadaan sifat dan keadaan diri mereka yang waria. Kedua, waria (banci) yang dibuat-buat (bukan bawaan lahir) yang mereka itu bertingkah laku meniru wanita dalam berbuat, berhias, dan berhias. Jenis inilah yang tercela sebagaimana terdapat dalam beberapa hadits shahih yang melaknatnya, seperti hadits : ‘Allah telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki’….. [Syarah Shahih Muslim, 7/388].
Jadi, walaupun waria (banci) tersebut merupakan jenis pertama, mereka tetap tidak diperbolehkan masuk ke kalangan wanita karena mereka dihukumi seperti laki-laki. Para wanita tetap wajib berhijab di depan mereka seperti yang dilakukan Ummahatul-Mukminiin.
Wallaahu a’lam.
Semoga tulisan singkat ini ada manfaatnya.
[1] Ia adalah Ibnu Salamah, tokoh Thaaif yang mempunyai sepuluh istri, masuk Islam, lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menceraikan istrinya dan menyisakan empat orang. Adapun anak perempuannya adalah wanita paling cantik di Thaif.
assalamu 'alaikum,
BalasHapusidzin copy paste ustadz ya..
jazakallahu khairan wa barakallahu fik
Silakan...
BalasHapusBarokallohu Fiik atas penjelasannya.
BalasHapusAkh, ada yg ingin saya tanya. Bagaimana bila si banci statusnya telah merubah kelaminnya, dari kelamin pria menjadi kelamin wanita? Apakah ia masih dihukumi spt awal pdhl kelaminnya telah berubah?
Dan bagaimana hukum Islam dalam hal merubah kelamin?
-Tom-
Merubah kelamin adalah haram. Termasuk mengubah ciptaan Allah. Wallaahu a'lam.
BalasHapusAs salam, sya dri Malaysia trima ksih mnulis artikel ini. sangat membantu..bhsa Indonesia waria itu Khunsa yaa?
BalasHapus