Pada kesempatan ini akan coba saya tuliskan studi
singkat tentang satu hadits yang banyak menyebar di kalangan masyarakat tentang
tawassulnya Nabi Adam ‘alaihis-salaam kepada Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi
wa sallam. Hadits ini banyak ditulis di buku buku dan disebarkan di
mimbar-mimbar dengan menegaskan keshahihannya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Padahal
riwayat ini adalah sangat lemah, bahkan palsu (maudlu’). Untuk mempersingkat, berikut
riwayat yang dimaksudkan :
عن عمر بن الخطاب رضى الله تعالى عنه قال
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لما اقترف آدم الخطيئة قال يا رب أسألك بحق محمد
لما غفرت لي فقال الله يا آدم وكيف عرفت محمدا ولم أخلقه قال يا رب لأنك لما
خلقتني بيدك ونفخت في من روحك رفعت رأسي فرأيت على قوائم العرش مكتوبا لا إله إلا
الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى اسمك إلا أحب الخلق إليك فقال الله صدقت
يا آدم إنه لأحب الخلق إلي ادعني بحقه فقد غفرت لك ولولا محمد ما خلقتك
Dari ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ta’ala ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Ketika Adam melakukan kesalahan, ia berkata
: ‘Ya Rabbku, aku meminta kepada-Mu dengan hak Muhammad terhadap apa yang
Engkau ampunkan kepadaku’. Lalu Allah berfirman : ‘Wahai Adam, bagaimana engkau
mengetahui Muhammad, padahal aku belum menciptakannya ?’. Adam berkata : ‘Ya
Rabbku, ketika Engkau menciptakan aku dengan tangan-Mu, dan Engkau tiupkan
kepadaku ruh ciptaan-Mu, aku angkat kepalaku. Kemudian aku lihat di atas
tiang-tiang ‘Arsy tertulis : Laa ilaha illallaah Muhammadun Rasuulullah. Maka
aku tahu bahwa Engkau tidak menghimpun nama-Mu melainkan dengan makhluk yang
paling Engkau cintai’. Kemudian Allah berfirman : ‘Telah Aku beri ampunan
untukmu. Dan seandainya bukan karena Muhammad, tentu Aku tidak akan
menciptakanmu”.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Al-Haakim (2/615),
Al-Baihaqiy dalam Dalaailun-Nubuwwah
(5/488-489), serta Ath-Thabaraniy dalam Ash-Shaghiir
(2/182) dan Al-Ausath (Majma’ul-Bahrain 6/151); dari
jalan-jalannya, dari ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari kakeknya,
dari ‘Umar bin Al-Khaththaab secara marfu’.
Berkata Al-Haakim : “Shahih sanadnya (shahiihul-isnaad), dan ia merupakan
hadits pertama yang aku sebutkan untuk ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dalam
kitab ini”.
Diriwayatkan pula oleh Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah (2/248-249 no. 1012) dari
jalan yang lain dari ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, sebagaimana di atas
secara mauquf. Diriwayatkan pula oleh Al-Aajurriy (2/246 no. 1006) dari jalan
‘Abdurrahman bin Abi Zinaad, dari ayahnya, secara maqthu’.
Berikut beberapa perkataan ulama atas penilaian status hadits
:
1.
Telah
berkata Al-Imam Al-Baihaqiy (Ad-Dalaail 5/489) :
تفَّرد
به عبد الرحمن بن زيد بن أسلم من هذا الوجه عنه وهو ضعيف. والله أعلم.
‘Abdurrahman
bin Zaid bin Aslam menyendiri dalam riwayat darinya, dan ia adalah dla’if. Wallaahu a’lam”.
2.
Telah berkata Syaikhul-Islaam Ibnu
Taimiyyah (At-Tawassul wal-Wasiilah,
hal. 168-169) :
ضعيف
الحديث بعبد الرحمن بن زيد.
“Dla’iiful-hadiits, dengan sebab ‘Abdurrahman bin
Zaid”.
3.
Telah berkata Al-Haafidh
Adz-Dzahabiy saat mengomentari perkataan Al-Haakim :
بل
موضوع. عبد الرحمن واه وعبد الله بن مسلم الفهري لا أدري من ذا.
“Bahkan (hadits itu) maudlu’ (palsu), dan ‘Abdurrahman lemah.
Sedangkan ‘Abdullah bin Muslim Al-Fihriy, aku tidak tahu siapa dia”.
4.
Telah berkata Al-Haafidh Ibnu
‘Abdil-Hadiy (Ash-Shaarimul-Munkiy fir-Radd
‘alas-Subkiy, hal. 60) :
إنه
حديث غير صحيح ولا ثابت، بل هو حديث ضعيف الإسناد جدًا، وقد حكم عليه بعض الأئمة
بالوضع....
“Sesungguhnya
hadits tersebut tidaklah shahih dan tidak tsaabiit.
Bahkan hadits itu sanadnya sangat dla’if.
Sebagian imam telah menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu…”.
5.
Telah berkata Al-Haafidh Al-Haitsamiy saat menghukumi
sanad Ath-Thabaraniy (Majmu’uz-Zawaaid,
8/253) :
وفيه
من لم أعرفهم.
“Dalam sanadnya
terdapat beberapa perawi yang tidak aku ketahui”.
6.
Telah berkata Al-Haafidh Ibnu
Hajar Al-‘Asqalaniy saat menyebutkan biografi ‘Abdurrahman bin Muslim Al-Fihriy
(Lisaanul-Miizaan, 3/359-360) :
"عبد
الله" ابن مسلم أبو الحارث الفهري روى عن إسماعيل بن مسلمة بن قعنب عن عبد
الرحمن بن يزيد بن أسلم خبرا باطلا فيه "يا آدم لولا محمد ما خلقتك"
رواه البيهقي في دلائل النبوة انتهى قلت لا أستبعد أن يكون هو الذي قبله فأنه من
طبقته.
“’Abdullah bin Muslim
Abul-Haarits Al-Fihriy. Meriwayatkan dari Isma’il bin Maslamah bin Qa’nab, dari
‘Abdurrahman bin Yaziid bin Aslam satu khabar bathil, yang di dalamnya terdapat
lafadh : ‘Wahai Adam, seandainya bukan karena Muhammad, tentu Aku
tidak akan menciptakanmu’. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Dalaailun-Nubuwwah - selesai. Aku
katakan : Aku tidak menafikkan bahwa orang yang menerimanya adalah orang yang
sederajat dengannya”.
7.
Dan lain-lain.
Nampak bagi kita bahwa para ulama ahli hadits di atas telah
mendla’ifkan riwayat tersebut.
Berikut perinciannya kedla’ifannya :
a)
‘Abdurrahman
bin Zaid bin Aslam adalah perawi dla’if (bahkan
sangat dla’if).
Al-Bukhari berkata : “Tidak shahih haditsnya” [At-Taariikh Al-Kabiir, 1/618, 263].
“’Ali (bin Al-Madiniy) melemahkannya” [At-Taariikh
Ash-Shaghiir, 2/229]. “Aku tidak meriwayatkan (hadits) darinya” [Tartiib ‘Ilal At-Tirmidziy Al-Kabiir,
lembar ke-72].
Ya’qub bin Sufyaan berkata : Telah berkata Abu
Thaalib, dari Abu ‘Abdillah (Ahmad bin Hanbal). Ia (Abu Thaalib) berkata : “Aku
bertanya kepadanya tentang Usamah bin Zaid bin Aslam. Maka ia menjawab :
‘Usamah bin Zaid, ‘Abdurrahman bin Zaid, dan ‘Abdullah bin Zaid; ketiganya
merupakan anak Zaid bin Aslam. Adapun Usamah dan ‘Abdurrahman saling berdekatan
dalam kedla’ifannya” [Al-Ma’rifah
wat-Taariikh, 1/430].
At-Tirmidziy berkata : “Aku mendengar Muhammad –
yaitu Al-Bukhariy – menyebutkan dari ‘Aliy bin Muhammad, bahwasannya ia
mendlaifkan Abdurrahman bin Zaid bi Aslam. Kemudian berkata : ‘Adapun ‘Abdullah
bin Zaid bin Aslam adalah tsiqah” [Jaami’ At-Tirmidziy, no. 466 dan 719]. “Dla’iiful-hadiits” [Tartiib ‘Ilal At-Tirmidziy Al-Kabiir, lembar ke-17].
Al-Bazzaar berkata : “Para ahli ilmu telah
bersepakat dengan penukilan untuk melemahkan haditsnya. Ia bukanlah hujjah pada
apa-apa yang ia bersendirian dengannya” [Kasyful-Astaar,
no. 194]. “Layyinul-hadiits” [idem, no. 1017 dan 2071]. “Haditsnya
sangat munkar” [idem, no. 2071].
Ibnu Hibban berkata : “Dia suka memutarbalikkan
khabar tanpa ia sadari, sehingga hal itu telah banyak terjadi di dalam
riwayatnya, seperti me-marfu’-kan
riwayat mursal dan sanad yang mauquf. Oleh karena itu, ia berhak
ditinggalkan” [Al-Majruuhiin, 2/22].
Ad-Daaruquthniy menyebutkannya dalam Adl-Dlu’afaa’ wal-Matruukiin (no. 331).
Abu Nu’aim Al-Ashbahaaniy berkata : “Telah
menceritakan riwayat dari ayahnya - ia tidak ada nilainya” [Adl-Dlu’afaa’, no. 122].
Dan lain-lain dari kalangan ahli hadits yang
mendla’ifkannya.
b)
Terdapat beberapa perawi majhul hingga ‘Abdurrahman bin Zaid bin
Aslam.
Diantaranya adalah
yang diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam Ash-Shaghiir
(2/182) : Muhammad bin Dawud bin Aslam Ash-Shadafiy, Ahmad bin Sa’id
Al-Madaniy Al-Fihriy, dan ‘Abdullah bin Isma’il Al-Madaniy adalah orang-orang
yang majhul lagi tidak dikenal.
Hal ini telah diisyaratkan oleh
Al-Haitsamiy dalam Majma’uz-Zawaaid (8/253) sebagaimana telah
lalu penyebutannya.
c)
Adanya idlthiraab.
Kadang diriwayatkan secara mauquf pada ‘Umar (bin Al-Khaththaab),
kadangkala diriwayatkan secara marfu’,
dan kadangkala diriwayatkan secara maqthu’
kepada selain ‘Umar. Ini semua menunjukkan adalah idltiraab pada sanadnya.
Adapun tashhih dari Al-Haakim atas hadits
tersebut di atas, maka ini merupakan satu bentuk tasaahul beliau. Bagaimana dikatakan shahih apabila keadaan
sanadnya seperti dijelaskan di atas ?
Al-Haafidh
Ibnu Hajar mengatakan tashhih Al-Hakim
ini adalah satu hal yang ‘sangat mengherankan’, dimana beliau berkata :
ومن العجيب ما وقع للحاكم أنه أخرج لعبد
الرحمن بن زيد بن أسلم. وقال بعد روايته : "هذا صحيح الإسناد، وهو أول حديث
ذكرته لعبد الرحمن". مع أنه قال في كتابه الذي جمعه في الضعفاء : "عبد
الرحمن بن زيد بن أسلم روى/(ر26/ب) عن أبيه أحاديث موضوعة لا يخفى على من تأملها
من أهل الصنعة أن الحمل فيها عليه".
“Termasuk
dari satu hal mengherankan yang terjadi pada diri Al-Haakim adalah bahwa ia
membawakan riwayat ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam (dalam Al-Mustadrak). Setelah penyebutan riwayatnya, ia berkata : ‘Hadits
ini shahih sanadnya (shahiihul-isnaad), dan ia merupakan
hadits pertama yang aku sebutkan untuk ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam’. Bersamaan
dengan itu ia mengatakan dalam kitab karangannya, yaitu Adl-Dlu’afaa’ : ‘’Abdurrahman bin Zaid bin Aslam meriwayatkan
dari ayahnya hadits-hadits palsu. Tidaklah tersembunyi bagi orang yang memperhatikannya
bahwa kelemahan dalam riwayat tersebut ada padanya (‘Abdurrahman)” [An-Nukat ‘alaa Kitaab Ibnish-Shalaah,
1/318].
Senada dengan Al-Haafidh Ibnu Hajar, Al-Haafidh Ibnu
‘Abdil-Haadiy juga memberikan kritikan terhadap tashhih Al-Haakim yang kemudian di-taqlidi oleh As-Subkiy dalam kitab Syifaa’us-Saqaam sebagai satu yang mengherankan. Beliau berkata :
وإني لاتعجب منه كيف قلد الحاكم في
تصحيحه مع أنه حديث غير صحيح ولا ثابت، بل هو حديث ضعيف الإسناد جداً، وقد حكم
عليه بعض الأئمة بالوضع، وليس إسناده من الحاكم إلى عبد الرحمن بن زيد بصحيح بل
مفتعل على عبد الرحمن كما سنبينه، ولو كان صحيحاً إلى عبد الرحمن لكان ضعيفاً غير
محتج به، لأن عبد الرحمن في طريقه، وقد أخطأ الحاكم وتناقض تناقضاً فاحشاً كما عرف
له ذلك في مواضيع، فإنه قال في كتاب "الضعفاء"، بعد أن ذكر عبد الرحمن
منهم
“Aku sungguh merasa sangat heran
kepadanya. Bagaimana ia (As-Subkiy) bisa mengikuti (ber-taqlid) Al-Haakim, padahal hadits
tersebut tidaklah shahih dan tidak tsaabiit.
Bahkan hadits itu sanadnya sangat dla’if.
Sebagian imam telah menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu. Dan sanadnya – dari Al-Haakim kepada ‘Abdurrahman
bin Zaid – tidaklah shahih, bahkan diada-adakan oleh ‘Abdurrahman sebagaimana
kami jelaskan. Apabila shahih sampai pada ‘Abdurrahman, tetap saja hadits
tersebut adalah dla’if yang tidak boleh berhujjah dengannya. Hal itu
dikarenakan ‘Abdurrahman adalah poros dari segala jalan riwayatnya. Al-Haakim
telah melakukan kekeliruan dan pertentangan yang sangat berat, sebagaimana hal
itu diketahui darinya di berbagai tempat. Sesungguhnya ia telah berkata dalam
kitab Adl-Dlu’afaa’ dan menyebutkan
‘Abdurrahman termasuk di antaranya (dari perawi dla’if)” [Ash-Sharimul-Munkiy,
hal 36. Lihat pula At-Tawassul, Ahkaamuhu
wa Anwaa’uhu hal. 110].
Al-Haakim
telah mengatakan ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam meriwayatkan hadits-hadits
palsu dari ayahnya – dan hadits ini adalah salah satu di antaranya (karena ia
meriwayatkan dari ayahnya).
Kelemahan
riwayat tersebut juga ditunjukkan pada sisi matannya, yaitu :
1.
Lafadh hadits : “Dan seandainya bukan karena
Muhammad, tentu Aku tidak akan menciptakanmu” bertentangan dengan
firman Allah ta’ala :
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” [QS. Adz-Dzaariyaat : 56].
Penciptaan Adam ‘alaihis-salaam tidaklah terkait dengan
sebab musabab keberadaan Rasulullah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
2.
Hadits tersebut menyebutkan bahwa
Allah ta’ala mengampuni Adam ‘alaihis-salaam lantaran tawassulnya
kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam. Padahal Allah ta’ala telah
berfirman :
فَتَلَقَّى
آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ
الرَّحِيمُ
“Kemudian
Adam menerima beberapa ‘kalimat’ dari Rabb-nya, maka Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang” [QS. Al-Baqarah : 37].
Mengenai penafsiran ‘kalimat’ ini, terdapat riwayat dari
Ibnu ‘Abbas yang bertentangan dengan hadits tersebut. Al-Haakim (3/545)
membawakannya sebagai berikut :
عن
بن عباس رضى الله تعالى عنهما فتلقى آدم من ربه كلمات فتاب عليه قال أي رب ألم
تخلقني بيدك قال بلى قال أي رب ألم تنفخ في من روحك قال بلى قال أي رب ألم تسكني
جنتك قال بلى قال أي رب ألم تسبق رحمتك غضبك قال بلى قال أرأيت إن تبت وأصلحت
أراجعي أنت إلى الجنة قال بلى قال فهو قوله { فتلقى آدم من ربه كلمات }
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ta’ala ‘anhuma : “Fatalaqqaa Aadama min-Rabbihi kalimaatin
fataaba ‘alaihi; ia (Ibnu ‘Abbas) berkata : Wahai Rabb-ku, tidakkah Engkau
ciptakan aku dengan tangan-Mu ?”. Allah menjawab : “Ya”. Adam berkata : “Wahai
Rabb-ku, tidakkah Engkau tiupkan padaku ruh dari-Mu ?”. Allah menjawab : “Ya”.
Adam berkata : “Wahai Rabb-ku, tidakkah Engkau tempatkan aku di surga-Mu ?”. Allah menajwab : “Ya”. Adam berkata :
“Bukankah rahmat-Mu telah mendahului murka-Mu ?”. Allah menjawab : “Ya”. Adam
berkata : “Bagaimana jika aku bertaubat dan memperbaiki diri, apakah Engkau
mengembalikan aku ke dalam surga-Mu ?”. Allah menjawab : “Ya”. Itulah firman
Allah : Fatalaqqaa Aadama min-Rabbihi
kalimaat”.
Al-Haakim berkata : “Hadits ini
shahih, namun tidak dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim”. Dan disepakati
oleh Adz-Dzahabiy.
Riwayat ini menunjukkan bahwa
diampuninya Adam ‘alaihis-salaam adalah
karena dia bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya taubat. Bukan karena tawassul kepada Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Kesimpulan :
Hadits tentang tawassulnya Nabi Adam kepada Muhammad adalah
hadits yang sangat lemah, bahkan palsu (maudlu’).
Tidak boleh berhujjah dengannya dalam permasalahan syari’at. Wallaahu a’lam.
Semoga tulisan singkat ini dapat bermanfaat.
[Ditulis oleh Abu Al-Jauzaa’ – Perumahan Ciomas Permai,
Bogor].
Referensi :
1.
Ash-Shaarimul-Munkiy fir-Radd ‘alas-Subkiy oleh Al-Haafidh Muhammad bin Ahmad bin
‘Abdil-Haadiy; Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Cet. 1/1405 H.
2.
Al-Kasyful-Mubdiy li-Tamwiihi Abil-Hasan As-Subkiy :
Takmilatu Ar-Radd ‘alas-Subkiy oleh
Muhammad bin Husain bin Sulaiman bin Ibraahiim Al-Faqiih, tahqiq : Dr. Shaalih
bin ‘Aliy Al-Muhsin & Dr. Abu Bakr bin Saalim Syahaal; Daarul-Fadliilah,
Cet. 1/1422 H.
3.
At-Tawassul : Anwaa’uhu wa Ahkaamuhu
oleh Muhammad Naashiruddin Al-Albaniy; Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. 1/1421 H.
4.
Tuhfatul-Qaari’ fir-Radd ‘alal-Ghummariy
– tercetak dalam Rasaail-fil-‘Aqiidah
oleh Hammad bin Muhammad Al-Anshariy; Maktabah Al-Furqaan.
5.
Silsilah Ad-Dla’iifah
oleh Al-Muhaddits Al-Albaniy; Maktabah Al-Ma’aarif, Cet . 1/1412 H.
6.
Lisaanul-Miizan
oleh Al-Haafidh Ibnu Hajar, Mu’taniy : ‘Abdul-Fattaah Abu Ghuddah; Daarul-Basyaair,
Cet. 1/1423 H.
7.
An-Nukat ‘alaa Kitaab Ibnish-Shalaah
oleh Al-Haafidh Ibnu Hajar Al-‘Asqalaniy, tahqiq : Rabii’ bin Hadiy
Al-Madkhaliy; Universitas Islam Madinah, Cet. 1/1404 H.
8.
Al-Majruuhiin
oleh Al-Imam Ibnu Hibban, tahqiq : Hamdiy bin ‘Abdil-Majiid As-Salafiy;
Daarush-Shumai’iy, Cet. 1/1420 H.
9.
Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil
oleh As-Sayyid Abul-Ma’aathiy An-Nuuriy dkk.; Daar ‘Aalamil-Kutub, Cet. 1/1412
H.
10.
Ar-Raudlud-Daaniy ilal-Mu’jamish-Shaghiir
lith-Thabaraniy, tahqiq : Muhammad Syakuur Mahmuud
Al-Hajj Amiir; Al-Maktab Al-Islaamiy, Cet. 1/1405 H.
11.
Mu’jamul-Bahrain fii Zawaaidil-Mu’jamain oleh
Al-Haafidh Nuuruddin Al-Haitsamiy, tahqiq : ‘Abdul-Quddus bin Muhammad Nadziir;
Maktabah Ar-Rusyd, Cet. 1/1413 H.
12.
Dalaailun-Nubuwwah oleh Al-Imam Abu Bakr Ahmad bin Al-Husain
Al-Baihaqiy, takhrij & ta’liq : Dr. ‘Abdul-Mu’thiy Al-Qal’ajiy;
Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Cet. 1/1408 H.
13.
Al-Mustadrak ‘alash-Shahiihain
(Tatabbu’ul-Auhaam) oleh Al-Haakim An-Naisaburiy, tahqiq : Muqbil
bin Hadiy Al-Wadi’iy; Daarul-Haramain, Cet. 1/1417 H.
14.
Asy-Syarii’ah
oleh Al-Imam Abu Bakr Muhammad bin Al-Husain Al-Aajurriy, tahqiq : Al-Waliid
bin Muhammad Nabiil; Muassasah Al-Qurthubah, Cet. 1/1416 H.
15.
Dll.
mana nih ahli-ahli penyembah kuburan tak ada yang mampir ke blok ini
BalasHapusSalam ostaz, apa tanggapan berkenaan dengan riwayat ini
BalasHapusقد أخرج الحافظ أبو الحسن بن بشران قال : حدثنا أو جعفر محمد ابن عمرو، حدثنا أحمد بن سحاق بن صالح، ثنا محمد بن صالح، ثنا محمد ابن سنان العوقي، ثنا إبراهيم بن طهمان، عن بديل بن ميسرة، عن عبد الله بن شقيق، عن ميسرة قال: قلت: يا رسول الله، متى كنت نبياً ؟ قال: (( لما خلق الله الأرض واستوى إلى السماء فسواهن سبع سماوات ، وخلق العرش،كتب على ساق العرش: محمد رسول الله خاتم الأنبياء، وخلق الله الجنة التي أسكنها آدم وحواء، فكتب اسمي على الأبواب، والأوراق والقباب، والخيام،وآدم بين الروح والجسد،فلما أحياه الله تعالى: نظر إلى العرش فرأى اسمي فأخبره الله أنه سيد ولدك، فلما غرهما الشيطان ، تابا واستشفعا باسمي إليه ) .
وأخرجه ابن الجوزي في الوفا بفضائل المصطفى من طريق ابن بشران
Shaykh `Abd Allah al-Ghumari menyebutkan dalam Murshid al-Ha'ir li Bayan Wad` Hadith Jabir sanadnya sebagai baik dan kuat dan dalam al-Radd al-Muhkam al-Matin ia sebagai shahid yang terkuat kepada jalan sanad Abdul Rahman ibn ziyad. Juga boleh dirujuk kepada Shaykh Mahmud Mamduh dalam Raf` al-Minara (ms. 248).