10 Maret 2009

Keluar Darah Sedikit Membatalkan Shalat ?

Soal : Ketika saya sedang shalat di masjid, tiba-tiba keluar sedikit darah keluar dari bekas lukaku . Apakah hal ini membatalkan shalat atau tidak ?
Jawab : Tidak diragukan lagi bahwasannya darah itu najis, karena darah tersebut adalah haram. Dan setiap yang haram dan mengalir, maka itu najis, seperti halnya bangkai dan khamr.[1] Namun dimaafkan apabila jumlahnya sedikit, dimana hal itu tidak membatalkan wudlu dan tidak pula ada kewajiban mencucinya. Yang wajib hanya bila darah tersebut adalah darah kotor, yaitu darah yang mengendap pada tubuh setiap manusia menurut kadarnya masing-masing. Sebagian ulama Hijaz[2] berpendapat bahwa darah itu tidak membatalkan wudlu. Mereka berdalil dengan riwayat yang menyebutkan bahwa ‘Umar radliyallaahu ‘anhu pernah shalat sementara lukanya terus mengucurkan darah.[3] Akan tetapi perbuatan ‘Umar ini adalah ma’dzuur (diberikan ‘udzur/dimaafkan), karena darah yang keluar dari lukanya tersebut terus-menerus mengalir. Hal itu seperti salsul-baul (kencing yang terus-menerus menetes). Demikian juga dengan kisah seorang shahabat yang pernah terpanah (kakinya) ketika sedang shalat, namun ia terus melanjutkan shalatnya.[4] Apabila ia memutuskan shalatnya, maka darahnya tersebut tetap saja mengalir.
Adapun jika darah itu jumlahnya sedikit, maka dimaafkan. Al-Imam Al-Bukhari menyebutkan satu riwayat bahwasannya Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma pernah memencet jerawatnya hingga keluar darah, dan ia tidak mengulangi karena darah yang keluar sedikit. Begitu juga Ibnu Abi Aufaa radliyallaahu ‘anhu pernah meludah darah, namun ia tetap melanjutkan shalatnya. Riwayat-riwayat di atas merupakan dalil dimaafkannya darah yang keluar apabila jumlahnya sedikit.  Namun telah shahih hadits bahwasannya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إذا أحدث أحدكم في صلاته فليمسك بأنفه ولينصرف
“Apabila salah seorang di antara kalian berhadats[5] ketika shalat, hendaklah ia memegang hidungnya dan berpaling”.[6]
Yaitu, memperbaharui wudlu-nya. Dan ini adalah dalil yang masyhur di kalangan shahabat bahwa orang yang mimisan itu berpaling dari shalatnya (untuk mengulang wudlu­-nya), karena darah itu najis dan termasuk pembatal wudlu. Wallaahu a’lam.
[Al-Fataawaa Asy-Syar’iyyah fii Masaailith-Thibbiyyah oleh Asy-Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al-Jibrin hafidhahullah – dengan tambahan catatan kaki dari Abu Al-Jauzaa’].

Teks Asli :
·         س: إذا خرج مني دم يسير على أثر جرح وأنا أصلي في المسجد، فهل أقطع الصلاة أم لا؟
·         ج: لا شك أن الدم نجس؛ لأنه محرم وكل محرم سائل فهو نجس كالميتة والخمر، ولكن يعفى عن يسيره فلا ينقض الوضوء ولا يجب غسله وإنما يجب من الفاحش، وهو ما يفحش في نفس كل إنسان بحسبه، وقد ذهب بعض أهل الحجاز إلى أن الدم لا ينقض الوضوء واستدلوا بأن عمر صلى وجرحه يثعب دما ولكنه معذور؛ لأن القروح السيالة كسلس البول، وكذا قصة الصحابي الذي رمي وهو يصلي، فاستمر في صلاته، فإن قطعها لا يوقف الدم، فأما اليسير فيعفى عنه، فقد ذكر البخاري أن ابن عمر عصر بثرة فخرج منها الدم ولم يتوضأ لقلته، وبزق ابن أبي أوفى دما فمضى في صلاته، وكل هذا دليل على العفو عن اليسير، لكن قد ثبت أنه - صلى الله عليه وسلم - قال: إذا أحدث أحدكم في صلاته فليمسك بأنفه ولينصرف أي: ليجدد الوضوء، وهذا دليل على أن الرعاف مشهور عندهم أن صاحبه ينصرف من الصلاة؛ لأنه نجس وناقض للوضوء، والله أعلم.




[1]     Allah ta’ala berfirman :
قُلْ لا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ
“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu rijs (kotor)” [QS. Al-An’aam : 145].
Pada ayat di atas, Allah ta’ala menyebut darah yang mengalir sebagai rijs (kotoran).- Abul-Jauzaa’.
[2]     Misalnya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin. Selain beliau – di antara ulama muta-akhkhiriin – yang berpandangan tentang sucinya darah adalah Asy-Syaukani, Shiddiq Hasan Khaan, dan Al-Albani rahimahumullah. – Abul-Jauzaa’.
[3]     Yaitu hadits yang mengisahkan terbunuhnya ‘Umar bin Al-Khaththab radliyallaahu ‘anhu dimana pada hadits tersebut disebutkan :
صلَّى عمر وجُرحه يثعب دماً
“Umar tetap meneruskan shalatnya, sementara itu lukanya terus mengucurkan darah” [shahih, diriwayatkan oleh Malik no. 82, Al-Baihaqi 1/385, dan yang lainnya].- Abul-Jauzaa’.
[4]     Yaitu kisah seorang shahabat Anshar yang sedang melakukan ribath (menjaga tapal perbatasan), dimana dalam riwayat disebutkan :
الذي قام يصلي في الليل، فرماه المشرك بسه، فوضعه، فنزعه، حتى رماه بثلاثة أسهم ثم ركع وسجد في صلاته وهو يموج دماً
“Ia berdiri melakukan shalat di malam hari. Seorang musyrik melemparnya dengan panah sehingga mengenainya. Ia mencabutnya, namun kemudian ia dipanah lagi hingga tiga kali. Ia rukuk, sujud, dan menyelesaikan shalatnya dalam keadaan bercucuran darah” [shahih, diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara mu’allaq 1/336, dan di-maushul-kan leh Ahmad dan yang lainnya].- Abul-Jauzaa’.
[5]     Yaitu mimisan.- Abul-Jauzaa’.
[6]     Diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 1222; lihat Silsilah Ash-Shahiihah 6/1179 no. 2976.- Abul-Jauzaa’.

1 komentar: