16 November 2013

Makna ‘Al-Ghaarimuun’

Allah ta’ala berfirman :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, al-ghaarimiin (orang-orang yang berutang), untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” [QS. At-Taubah : 60].
Ath-Thabariy rahimahullah berkata :
وأما "الغارمون"، فالذين استدانوا في غير معصية الله، ثم لم يجدوا قضاء في عين ولا عَرَض
“Adapun al-ghaarimuun adalah orang-orang yang berhutang bukan dalam rangka bermaksiat kepada Allah, kemudian tidak bisa membayarnya dengan uangnya atau harta bendanya” [Jaami’ul-Bayaan, 14/317].
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata :
{وَالْغَارِمِينَ} هم الذين ركبهم الدين ولا وفاء عندهم به، ولا خلاف فيه. اللهم إلا من ادّان في سفاهة فإنه لا يعطى منها ولا من غيرها إلا أن يتوب. ويعطى منها من له مال وعليه دين محيط به ما يقضي به دينه، فإن لم يكن له مال وعليه دين فهو فقير وغارم فيعطى بالوصفين
Al-ghaarimiin, mereka itu adalah orang-orang yang terlilit hutang namun tidak bisa membayarnya. Tidak ada perbedaan pendapat tentang hal itu. Dikecualikan bagi orang yang berhutang untuk satu kebodohan (kemaksiatan), maka ia tidak diberikan bagian dari zakat harta atau yang lainnya, kecuali jika ia bertaubat. Zakat harta juga diberikan kepada orang yang mempunyai harta namun mempunyai tanggungan hutang yang sangat banyak. Jika yang bersangkutan tidak punya harta namun punya tanggungan hutang, maka statusnya seorang faqir dan ghaarim sehingga diberikan harta zakat dengan dua sifat ini” [Al-Jaami’ li-Ahkaamil-Qur’aan, 8/184-185].
Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
وأما الغارمون: فهم أقسام: فمنهم من تحمّل حمالة أو ضمن دينا فلزمه فأجحف بماله، أو غرم في أداء دينه أو في معصية ثم تاب، فهؤلاء يدفع إليهم. والأصل في هذا الباب حديث قَبِيصة بن مخارق الهلالي قال: تحملت حمالة فأتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم أسأله فيها، فقال: "أقم حتى تأتينا الصدقة، فنأمر لك بها". قال: ثم قال: "يا قَبِيصة، إن المسألة لا تحل إلا لأحد ثلاثة: رجل تحمَّل حمالة فحلت له المسألة حتى يصيبها، ثم يمسك. ورجل أصابته جائحة اجتاحت ماله، فحلت له المسألة حتى يصيب قواما من عيش: أو قال: سدادًا من عيش -ورجل أصابته فاقة حتى يقوم ثلاثة من ذوي الحجا من قومه، فيقولون: لقد أصابت فلانا فاقة فحلت له المسألة، حتى يصيب قواما من عيش -أو قال سدادا من عيش -فما سواهن من المسألة سحت، يأكلها صاحبها سحتا". رواه مسلم
Al-ghaarimuun itu terdiri dari beberapa macam. Diantaranya adalah orang yang terkena denda atau tanggungan hutang yang mesti dibayar sehingga menghabiskan hartanya, orang yang terkena denda untuk membayar hutang, atau membayar denda akibat perbuatan maksiat setelah ia bertaubat; maka zakat harta boleh diberikan kepada mereka. Dasar dalam bab/permasalahan ini adalah hadits Qabiishah bin Mukhaariq Al-Hilaaliy, ia berkata : “Aku memiliki tanggungan denda, maka aku datang kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta bagian zakat. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Tunggulah sampai datang zakat kepada kami, lalu kami akan memberimu bagian dengannya’. Kemudian beliau bersabda :  ‘Wahai Qabiishah, sesungguhnya meminta-minta tidak diperbolehkan kecuali salah satu dari tiga orang : (1) orang yang terkena denda, maka ia diperbolehkan meminta-minta hingga ia dapat melunasinya, lalu ia berhenti meminta-minta; (2) orang yang mengalami musibah sehingga menghabiskan harta bendanya, maka dihalalkan baginya untuk meminta-minta hingga dapat mencukupi kebutuhan hidupnya; (3) orang yang jatuh miskin hingga ada tiga orang berakal dari kaumnya berkata : ‘Fulaan telah jatuh miskin’ – maka dihalalkan baginya untuk meminta-minta hingga dapat meuncukupi kebutuhan hidupnya. Orang yang meminta-minta selain dari tiga orang tersebut, maka ia telah memakan harta yang haram’. Diriwayatkan oleh Muslim” [Tafsiir Al-Qur’aanil-‘Adhiim, 4/168].
قَالَ: ثنا أَبُو أَحْمَدَ، قَالَ: ثنا مَعْقِلُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ، قَالَ: سَأَلْنَا الزُّهْرِيَّ " عَنِ الْغَارِمِينَ، قَالَ: أَصْحَابُ الدَّيْنِ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ma’qil bin ‘Ubaidillah, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Az-Zuhriy tentang makna al-ghaarimiin. Ia menjawab : “Orang yang mempunyai hutang” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy dalam Tafsiir-nya 14/318; hasan].
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ الْأَسْوَدِ، عَنْ مُجَاهِدٍ، قَالَ: " ثَلَاثَةٌ مِنَ الْغَارِمِينَ: رَجُلٌ ذَهَبَ السَّيْلُ بِمَالِهِ، وَرَجُلٌ أَصَابَهُ حَرِيقٌ فَذَهَبَ بِمَالِهِ، وَرَجُلٌ لَهُ عِيَالٌ وَلَيْسَ لَهُ مَالٌ فَهُوَ يُدَانُ وَيُنْفَقُ عَلَى عِيَالِهِ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin Muusaa, dari ‘Utsmaan bin Al-Aswad, dari Mujaahid, ia berkata : “Ada tiga orang dari kalangan al-ghaarimiin : ‘orang yang hartanya habis diterjang banjir, orang yang hartanya habis karena kebakaran, dan orang yang punya tanggungan keluarga namun tidak punya harta, lalu ia berhutang untuk menafkahi keluarganya tersebut” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 10754; shahih].
حَدَّثَنَا بِشْرٌ، قَالَ: ثنا يَزِيدُ، قَالَ: ثنا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ " أَمَّا الْغَارِمُونَ: فَقَوْمٌ غَرَّقَتْهُمُ الدُّيُونُ، فِي غَيْرِ إِمْلاقٍ، وَلا تَبْذِيرٍ، وَلا فَسَادٍ "
Telah menceritakan kepada kami Bisyr, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yaziid, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid, dari Qataadah, ia berkata : “Adapun al-ghaarimuun adalah kaum yang tenggelam dalam hutang yang sangat banyak, bukan akibat perbuatan cari muka, tabdziir, dan kerusakan” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy dalam Tafsiir-nya 14/318; shahih].
Catatan penting dari penjelasan para ulama di atas adalah bahwa orang yang terlilit hutang berhak memperoleh harta zakat dengan syarat hutangnya tersebut bukan hutang karena kemaksiatan dan kedhaliman. Bukan pula orang yang berhutang termasuk orang yang jahat atau pelaku maksiat. Jika ia diberikan bagian harta zakat, maka (dikhawatirkan) ia akan bertambah nekat (dalam kemaksiatannya) karena merasa dibantu – kecuali jika yang bersangkutan telah bertaubat.
Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.

[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 12011435/16112013 – 00:20].

1 komentar:

  1. Asslmualaikum..tq ya ustad atas ilmunya..sgt memudahkn pemahaman buat saya yg masih tingkat awam gini ;) (teman dr mlysia)

    BalasHapus