Allah
ﷻ berfirman:
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى
بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ
"Dan
Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara dhalim, sedang
penduduknya adalah orang-orang mushlih" [QS: Huud : 117].
Allah
ﷻ menggunakan
kata mushlih, bukan shaalih. Ada perbedaan antara keduanya
sebagaimana dijelaskan para ulama. (Orang) shaalih adalah orang yang
kebaikannya untuk dirinya sendiri (dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya yang dibebankan kepada dirinya). Kadang kebaikannya tersebut
berimbas kepada orang lain dan memperbaikinya. Adapun mushlih berasal
dari kata ishlaah yang merupakan lawan kata dari ifsaad, sehingga
mushlih adalah orang yang kebaikannya untuk dirinya dan juga orang lain.
Seorang mushlih, ia berusaha memperbaiki manusia dengan menasihati mereka dan
beramar ma'ruf nahi munkar.
Seperti
tergambar dalam firman Allah ﷻ:
قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ
عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَمَا أُرِيدُ
أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلا الإصْلاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلا
بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“Syu’aib
berkata: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang
nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku daripada-Nya rezeki yang baik
(patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu
(dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali
(mendatangkan) perbaikan (ishlaah) selama aku masih berkesanggupan. Dan
tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada
Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali” [QS. Huud : 88].
Qataadah
rahimahullah berkata tentang firman Allah ﷻ ‘Aku tidak bermaksud kecuali
(mendatangkan) perbaikan (ishlaah)’ di atas:
مَا أُرِيدُ فِيمَا آمُرُكُمْ بِهِ،
وَأَنْهَاكُمْ عَنْهُ، إِلا إِصْلاحَكُمْ وَإِصْلاحَ أَمْرِكُمْ
“(Maknanya)
: Tidaklah yang aku kehendaki dari apa yang aku perintahkan kalian terhadapnya
dan aku larang kalian darinya, kecuali (untuk) memperbaiki kalian dan keadaan
kalian” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy dalam Jaami'ul-Bayaan, 12/549; shahih].
Nabi
ﷺ bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا
فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barangsiapa
di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya.
Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka dengan
hatinya, dan itulah iman yang paling lemah” [Diriwayatkan oleh Muslim no.
49, Abu Daawud no. 1140, Ahmad 3/49 & 3/54, dan yang lainnya].
Orang
yang mengubah kemunkaran dengan tangannya atau dengan lisannya termasuk
diantara cakupan mushlihuun; sedangkan orang yang hanya mengingkari
dalam hatinya, maka ia adalah orang yang shaalih yang tidak mampu
melakukan ishlaah (perbaikan).
Mirip
seperti perbedaan air yang thaahir (الماء
الطاهر) dan air yang thahuur (الماء
الطهور) di lisan para fuqahaa’ kita. Jenis pertama adalah air
suci secara dzatnya namun belum tentu dapat mensucikan selainnya,
sedangkan jenis kedua adalah air suci
lagi mensucikan.
Kembali
pada awal ayat. Adzab Allah ﷻ
tidak menimpa satu kaum selama diantara mereka masih saling menasihati dan
beramar ma'ruf nahi munkar.
Seperti
yang tergambar dalam hadits kapal:
مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ
وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ ، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ
أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا ، فَكَانَ الَّذِينَ فِى أَسْفَلِهَا إِذَا
اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا
خَرَقْنَا فِى نَصِيبِنَا خَرْقًا ، وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا . فَإِنْ
يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا ، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى
أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا
“Perumpamaan
orang yang melaksanakan hukum-hukum Allah dan orang yang melanggarnya adalah
seperti suatu kaum yang berundi pada sebuah kapal. (Dengan undian tersebut),
sebagian diantara mereka ada yang berada di atas, dan sebagian lainnya berada
di bawah. Orang-orang yang berada di bagian bawah ketika ingin mengambil air,
mereka harus melewati orang-orang yang berada di bagian atas. Lalu mereka
berkata : 'Seandainya kita lubangi saja (lantai kapal), tentu kita tidak akan
merepotkan orang-orang yang berada di bagian atas'. Jika orang-orang yang
berada di bagian atas membiarkan keinginan mereka tersebut, niscaya mereka
semua (yang ada di bagian atas maupun bawah) akan binasa. Namun jika mereka
dapat mencegahnya, mereka akan selamat dan selamat pula seisi kapal”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2493].
Orang-orang
yang mencegah rekannya yang hendak melubangi kapal, mereka itulah orang-orang mushlihiin
yang menyelamatkan seluruh isi kapal.
Wallaahu
a’lam.
Semoga yang sedikit ini ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’
– rnn – 2-1-1440].
Syukron, Barakallah fiik Ustadz,
BalasHapusMeskipun terkadang terdapat penumpang kapal yg nampak sulit diingatkan karena merasa lebih paham, lebih pandai, atau setidaknya pandai menyematkan predikat ulama pada dirinya sendiri..