Al-Imaam
Burhaanuddiin Al-Biqaa’iy rahimahullah berkata:
Telah
menceritakan kepada kami Syaikh kami, Syaikhul-Islaam Haafidhul-‘Ashr, Qaadli
Al-Qudlaat, Abul-Fadhl Syihaabuddiin Ahmad bin ‘Aliy bin Hajar Al-Kinaaniy
Al-‘Asqalaaniy, Al-Mishriy Asy-Syaafi’iy; kemudian aku melihat adanya penukilan
(peristiwa ini) dari kitab Al-Haafidh Taqiyyuddiin Al-Faasiy tentang
pengkafiran Ibnu ‘Arabiy, dimana syaikh kami (Ibnu Hajar Al-‘Asqalaaniy) telah
memperbaiki sebagian tulisannya dengan tangannya sendiri. Ia (Ibnu Hajar)
berkata:
“Pada
jaman pemerintahan Adh-Dhaahir Al-Burquuq, ada seseorang yang bernama
Ibnul-Amiin yang sangat fanatik terhadap Ibnu ‘Arabiy, penulis kitab Al-Fushuush.
Dan aku termasuk orang yang banyak menjelaskan aibnya, menampakkan kejelekan
dan kejahatannya. Dan di Mesir waktu itu juga, terdapat seorang syaikh bernama
Asy-Syaikh Shafaa, punya kedekatan dengan Adh-Dhaahir. Ibnul-Amiin mengancamku
dengan melaporkanku kepadanya (Asy-Syaikh Shafaa) sehingga ia menyebutkan di
hadapan sulthaan bahwa di Mesir ada sekelompok orang – aku termasuk diantaranya – yang membicarakan
orang-orang shaalih dengan keburukan dan yang semisalnya. Pada waktu itu,
banyak terjadi kedhaliman, musibah, dan kerugian yang amat sangat. Dan kebetulan
waktu itu aku mempunyai harta, sehingga aku khawatir ia (sulthaan) akan
menghukumku dan aku pun takut akan bencana yang ditimbulkan olehnya (kepadaku).
Aku
berkata (kepada Ibnul-Amiin) : “Sesungguhnya di sini ada sesuatu yang lebih
dekat dari yang engkau inginkan. Yaitu sesuatu
yang sebagian Huffaadh katakan sebagai ketetapan istiqraa’ ketika
ada dua orang yang bermubahalah (saling mendoakan laknat Allah) atas sesuatu
perkara, kemudian berlalu satu tahun bagi orang yang berada di atas kebathilan
di antara mereka berdua. Maka marilah kita bermubahalah untuk mengetahui
siapakah yang berada di atas kebenaran di antara kita dan siapa pula yang
berada di atas kebathilan”. Maka aku dan dia bermubahalah. Aku katakan
kepadanya : “Katakan : ‘Ya Allah, apabila Ibnu ‘Arabiy berada di atas
kesesatan, maka laknatlah aku dengan laknat-Mu”. Lalu ia mengatakannya. Setelah
itu aku berkata : “Ya Allah, seandainya Ibnu ‘Arabiy berada di atas petunjuk,
maka laknatlah aku dengan laknat-Mu”. Kemudian kami berpisah.
Dulu
ia tinggal di Raudlah. Salah seorang anak tentara pernah menjamunya. Karena
satu alasan, ia meninggalkan mereka. Ia keluar di awal waktu malam, dan mereka
pun keluar mengikutinya untuk mengawalnya. (Dalam perjalanan) ia merasakan
sesuatu yang melintas di kakinya. Ia berkata kepada shahabat-shahabatnya : “Ada
sesuatu yang halus melewati kakiku. Coba kalian periksa apakah itu”.
Mereka
pun memeriksanya, namun tidak menemukan apapun. Ia meneruskan perjalanannya.
Tidaklah ia sampai ke rumahnya, kecuali ia dalam keadaan buta. Dan tidaklah
tiba waktu Shubuh, kecuali ia telah meninggal. Peristiwa itu terjadi pada bulan
Dzulqa’dah tahun 797 H, sedangkan mubahalah dilakukan pada bulan Ramdlaan
tahun tersebut. Sewaktu mubahalah terjadi, aku diberitahu oleh orang yang hadir
bahwa orang yang berada di atas kebathilan dalam mubahalah tidak akan hidup
lebih dari satu tahun (pasca mubahalah). Dan hal itu memang terjadi,
segala puji bagi Allah. Aku pun merasa lega dari kejahatannya dan merasa aman
dari perbuatan makarnya....”
[selesai
– diambil dari kitab Tanbiihul-Ghabiy ilaa Takfiiriy Ibnil-‘Arabiy oleh
Burhaanuddiin Al-Biqaa’iy, hal. 149-150, tahqiiq & ta’liiq : ‘Abdurrahmaan
Al-Wakiil; Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Cet. Thn. 1400 H – abul-jauzaa’,
perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor - 10061435/10042014 – 23:50].
Saya sering Mubahala dengan Facebooker Syiah dan seorang Ulama Aswaja asal kalimantan Timur "Dawam". Namun si Munafik itu begitu diajak Mubahala, hanya bisa menyela " Mubahalamu tak akan diterima Allah", tanpa menjawab tantangan "Mubahalaku" juga saya pernah "Mubahala dengan seorang Habib Mumu", ternyata begitu simunafik diajak mubahala, tak pernah nongol di FB-ku
BalasHapusah masak sih....???? :-P
HapusAssalamu'alaikum warahmatullah...ustadz apa sudah betul ucapan mubahalah yang ustadz tulis, Aku katakan kepadanya : “Katakan : ‘Ya Allah, apabila Ibnu ‘Arabiy berada di atas kesesatan, maka laknatlah aku dengan laknat-Mu”. Lalu ia mengatakannya. Setelah itu aku berkata : “Ya Allah, seandainya Ibnu ‘Arabiy berada di atas petunjuk, maka laknatlah aku dengan laknat-Mu”. Kemudian kami berpisah.
BalasHapusMungkin maksud mubahalah seperti ini ya usatdz, Aku katakan kepadanya : “Katakan : ‘Ya Allah, apabila Ibnu ‘Arabiy berada di atas kesesatan, maka laknatlah dia dengan laknat-Mu”. Lalu ia mengatakannya. Setelah itu aku berkata : “Ya Allah, seandainya Ibnu ‘Arabiy berada di atas petunjuk, maka laknatlah aku dengan laknat-Mu”. Kemudian kami berpisah.
mohon koreksiannya ustadz, syukran
Wa'alaikumus-salaam.
BalasHapusMemang benar seperti yang saya tulis di artikel.
akh . ridho ..
BalasHapusmubahalahnya dengan Ibnul-Amiin yang sangat fanatik terhadap Ibnu ‘Arabiy.
bukan dengan Ibnu 'Arabiy-nya
anang dc