Para
ulama berbeda pendapat apabila ada orang kafir mengucapkan salam kepada kita
dengan kalimat yang syar’iy : ‘assalaamu ‘alaikum’ ; apakah kita
menjawab : ‘wa’alaikumus-salaam’ ataukah hanya ‘wa’alaikum’ saja
?. Yang raajih – wallaahu a’lam -, jika orang kafir tersebut
mengucapkan salam kepada kita dengan kalimat yang syar’iy yang fasih lagi jelas,
maka jawabannya adalah kalimat salam yang serupa.[1]
Allah
ta’ala berfirman :
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ
فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
“Apabila
kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan
yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa)” [QS. An-Nisaa’ : 86].
Ada
beberapa riwayat terkait hal ini, yaitu :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بِشْرٍ، قَالَ:
حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ الْمُبَارَكِ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبَّادٌ يَعْنِي
ابْنَ عَبَّادٍ، عَنْ عَاصِمٍ الأَحْوَلِ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ،
قَالَ: كَتَبَ أَبُو مُوسَى
إِلَى رُهْبَانٍ يُسَلِّمُ عَلَيْهِ فِي كِتَابِهِ، فَقِيلَ لَهُ:
أَتُسَلِّمُ عَلَيْهِ وَهُوَ كَافِرٌ؟، قَالَ: " إِنَّهُ كَتَبَ إِلَيَّ
فَسَلَّمَ عَلَيَّ، فَرَدَدْتُ عَلَيْهِ "
Telah
menceritakan kepada kami Yahyaa bin Bisyr, ia berkata : Telah menceritakan kepada
kami Al-Hakam bin Al-Mubaarak, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami
‘Abbaad bin ‘Abbaad, dari ‘Aashim Al-Ahwal, dari Abu ‘Utsmaan An-Nahdiy, ia
berkata : Abu Muusaa (Al-Asy’ariy) pernah menulis surat kepada seorang rahib
dan mengucapkan salam kepadanya di suratnya tersebut. Dikatakan kepadanya :
“Apakah engkau mengucapkan salam kepadanya padahal ia seorang kafir ?”. Abu
Muusaa menjawab : “Ia telah lebih dulu menuliskan surat dan mengucap salam
kepadaku. Lantas aku balas (surat dan salamnya itu) kepadanya” [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad hal. 283 no. 1101; dishahihkan
oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Al-Adabil-Mufrad hal. 425].
Riwayat
ini menunjukkan bahwa memulai salam kepada orang kafir itu terlarang[2]
dan itulah yang masyhur di kalangan shahabat dan taabi’iin waktu itu.
Adapun membalas salam orang kafir, maka – menurut Abu Muusaa radliyallaahu
‘anhu – diperbolehkan.
Al-Bukhaariy
rahimahullah meletakkan riwayat di atas dalam Baab : Apabila Ada
Seorang Kafir Dzimmiy Mengucapkan Salam, Dibalas.
Pembolehan
ini juga merupakan pendapat Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa sebagaimana
riwayat :
حَدَّثَنَا
زَكَرِيَّا، قَالَ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ زُرَارَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا
حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الْجَرِيرِيِّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ،
قَالَ: " مَنْ سَلَّمَ عَلَيْكَ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ فَرُدَّ عَلَيْهِ،
وَإِنْ كَانَ مَجُوسِيًّا، وَذَلِكَ أَنَّ اللَّهَ يَقُولُ: وَإِذَا حُيِّيتُمْ
بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا "
Telah
menceritakan kepada kami Zakariyyaa (bin Daawud Al-Khaffaaf), ia berkata :
Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Zuraarah, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Humaid bin ‘Abdirrahmaan, dari Al-Jurairiy, dari Ibnu
‘Abbaas, ia berkata : “Barangsiapa di antara makhluk Allah yang mengucapkan
salam kepadamu, maka balaslah meskipun ia seorang Majusi. Hal tersebut
dikarenakan Allah ta’ala telah berfirman : ‘Apabila
kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan
yang lebih baik’ (QS. An-Nisaa’ : 86)”
[Diriwayatkan oleh Ibnul-Mundzir dalam Tafsiir-nya no. 2071 dengan sanad
lemah karena keterputusan antara Humaid dengan Al-Jurairiy – namun dikuatkan
dari jalur ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbaas. Dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih
Al-Adabil-Mufrad hal. 427].
Juga sekelompok ulama salaf yang lain :
حَدَّثَنَا
بِشْرٌ، قَالَ: ثنا يَزِيدُ، قَالَ: ثنا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، قَوْلَهُ:
" وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا، يقول:
فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أي: على الْمُسْلِمِينَ، أَوْ رُدُّوهَا: عَلَى
أَهْلِ الْكِتَابِ "
Telah
menceritakan kepada kami Bisyr, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yaziid,
ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid, dari Qataadah tentang
firman-Nya : ‘Apabila kamu dihormati dengan suatu
penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik’ (QS. An-Nisaa’ : 86). Ia (Qataadah) berkata : “Firman
Allah : ‘maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik’, yaitu :
terhadap kaum muslimin, dan firman-Nya : ‘atau balaslah (dengan yang serupa)’,
yaitu : terhadap Ahlul-Kitaab” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy dalam Jaami’ul-Bayaan
8/587-588 no. 10041; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا
إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا سَالِمُ بْنُ نُوحٍ، عَنْ يُونُسَ، عَنِ الْحَسَنِ "
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا لأَهْلِ الإِسْلامِ
أَوْ رُدُّوهَا عَلَى أَهْلِ الشِّرْكِ "
Telah
menceritakan kepada kami Ishaaq : Telah menceritakan kepada kami Saalim bin
Nuuh, dari Yuunus, dari Al-Hasan tentang firman Allah : ‘Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka
balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik’ (QS. An-Nisaa’ : 86); kepada orang Islam; ‘atau
balaslah (dengan yang serupa)’ kepada orang musyrik [Diriwayatkan oleh Abu
Ya’laa no. 1531; sanadnya shahih].
Tentang
riwayat :
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
دِينَارٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِذَا سَلَّمَ
عَلَيْكُمُ الْيَهُودُ فَإِنَّمَا يَقُولُ أَحَدُهُمُ: السَّامُ عَلَيْكَ، فَقُلْ:
وَعَلَيْكَ "
Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yuusuf : telah mengkhabarkan kepada kami
Maalik, dari ‘Abdullah bin Diinaar, dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu
‘anhumaa : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda : “Apabila orang Yahudi mengucapkan salam kepada kalian, maka salah
seorang di antara mereka hanyalah mengucapkan : ‘as-saamu ‘alaika’. Maka
katakanlah : ‘wa ‘alaika” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6257].
Maka
ini tidak menunjukkan bahwa jawaban salam kepada orang kafir yang mengucapkan
salam kepada kita adalah ‘wa ‘alaika/wa ‘alaikum’ saja tanpa
memperhatikan shighah kalimat yang mereka ucapkan. Bahkan hadits ini
menunjukkan ‘illat (sebab) hukum jawaban ‘wa ‘alaika’ yang diberikan
kepada mereka, yaitu karena mereka mengucapkan salam dengan ucapan : as-saamu
‘alaika (semoga engkau binasa/mati).
Suatu
hukum itu berputar bersama ‘illat-nya. Jika ‘illat tidak ada, maka
hukum pun tidak ada – sehingga kembali pada keumuman QS. An-Nisaa’ ayat 86.
Asy-Syaikh
Ibnul-‘Utsaimiin menukil perkataan Ibnul-Qayyim rahimahumallah :
فإذا
زال هذا السبب ، وقال الكتابي : سلام عليكم ورحمة الله فالعدل في التحية أن يرد
عليه نظير سلامه
“‘Apabila
sebab ini hilang, dan ada seorang Ahli Kitab mengucapkan salam : ‘salaamun
‘alaikum wa rahmatullaah’, maka yang ‘adil (seimbang) dalam penghormatan
adalah menjawab salam kepadanya dengan ucapan yang sama” [Majmuu’
Al-Fataawaa, 3/36].
Jika
salam mereka tidak jelas atau bahkan mengandung doa atau kalimat kejelekan pada
kita, maka jawaban kita adalah : wa’alaika – sebagaimana terdapat dalam
hadits.
Selain
Ibnul-Qayyim dan Ibnul-‘Utsaimiin, pendapat ini juga dirajihkan oleh
Al-Albaaniy rahimahumullah sebagaimana yang beliau jelaskan dalam Silsilah
Ash-Shahiihah 2/321-322 no. 704.
Wallaahu
a’lam.
Semoga
ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 29121434/03112013 – 23:55].
[1] Jika orang kafir itu mengucapkan : ‘assalaamu’alaikum’
jawabannya : ‘wa’alaikumus-salaam’, bukan sekedar : ‘wa’alaikum’
saja.
[2] Dengan
dasar hadits :
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي
الدَّرَاوَرْدِيَّ، عَنْ سُهَيْلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَا تَبْدَءُوا
الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ، فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِي
طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ ".
Telah
menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami
‘Abdul-‘Aziiz Ad-Daraawardiy, dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah :
Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
“Janganlah kalian memulai salam kepada orang Yahudi maupun orang Nashara. Apabila
kalian bertemu dengan salah seorang dari mereka di jalan, desaklah ia hingga ke
pinggir jalan” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2167].
An-Nawawiy
rahimahullah berkata :
فَمَذْهَبنَا
تَحْرِيم اِبْتِدَائِهِمْ بِهِ ، وَوُجُوب رَدّه عَلَيْهِمْ بِأَنْ يَقُول :
وَعَلَيْكُمْ ، أَوْ عَلَيْكُمْ فَقَطْ ، وَدَلِيلنَا فِي الِابْتِدَاء قَوْله
صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ( لَا تَبْدَءُوا الْيَهُود وَلَا النَّصَارَى
بِالسَّلَامِ ) وَفِي الرَّدّ قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (
فَقُولُوا : وَعَلَيْكُمْ ) وَبِهَذَا الَّذِي ذَكَرْنَاهُ عَنْ مَذْهَبنَا قَالَ
أَكْثَر الْعُلَمَاء وَعَامَّة السَّلَف
“Madzhab
kami (Syaafi’iyyah) adalah mengharamkan memulai salam, namun wajib membalasnya
dengan jawaban ‘wa’alaikum’ atau ‘’alaikum’ saja. Dalil kami
dalam permasalahan (haramnya) memulai salam adalah sabda Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam : ‘Janganlah kalian memulai salam kepada orang Yahudi
maupun orang Nashara. Dan dalam permasalahan membalas salam (dalilnya)
adalah sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Katakanlah :
wa’alaikum’. Dan apa yang kami sebutkan dari madzhab kami ini merupakan
pendapat jumhur ulama dan umumnya salaf” [Syarh Shahih Muslim, 14/145].
Alhamdulillah, tambah ilmu..
BalasHapusBerarti menjawab salam ahli bid'ah secara umum lebih boleh lagi ya Ustadz?
Barokallohu fiik.