Ada
beberapa hadits yang berkaitan dalam permasalahan ini, yaitu :
Hadits
Pertama
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، أَنّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى بُصَاقًا فِي جِدَارِ
الْقِبْلَةِ فَحَكَّهُ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ، فَقَالَ: " إِذَا
كَانَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلَا يَبْصُقُ قِبَلَ وَجْهِهِ، فَإِنَّ اللَّهَ
قِبَلَ وَجْهِهِ إِذَا صَلَّى "
Dari
‘Abdullah bin ‘Umar : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
pernah melihat ludah di dinding kiblat (masjid), lalu beliau menggosoknya (agar
hilang). Kemudian menghadap ke orang-orang dan bersabda : “Apabila salah
seorang di antara kalian shalat, janganlah meludah ke arah depan karena Allah
berada di hadapannya ketika seseorang sedang shalat” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 406, Muslim no. 547, An-Nasaa’iy no. 724, dan yang lainnya].
Hadits
Kedua
عَنْ حُذَيْفَةَ أَظُنُّهُ، عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَنْ تَفَلَ تُجَاهَ
الْقِبْلَةِ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تَفْلُهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ....... "
Dari
Hudzaifah – aku menyangkanya – dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda : “Barangsiapa yang meludah ke arah kiblat, maka
ia akan datang di hari kiamat dengan membawa ludah di antara dua matanya….”
[Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3824, Ibnu Khuzaimah no. 925 & 1314 &
1663, Ibnu Hibbaan no. 1639, dan yang lainnya; dishahihkan sanadnya oleh
Al-Arna’uth dalam Takhrij-nya terhadap Shahiih Ibni Hibbaan
4/518].
Hadits Ketiga
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " الْبُزَاقُ فِي
الْمَسْجِدِ خَطِيئَةٌ، وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا "
Dari Anas bin Maalik, ia
berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Meludah
di masjid adalah kesalahan, dan kaffaratnya adalah menimbunnya”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 415, Muslim no. 552, Abu Daawud no. 475,
At-Tirmidziy no. 572, dan yang lainnya].
Hadits Keempat
عَنْ أَنَسٍ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى نُخَامَةً فِي الْقِبْلَةِ، فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِ
حَتَّى رُئِيَ فِي وَجْهِهِ، فَقَامَ فَحَكَّهُ بِيَدِهِ، فَقَالَ: " إِنَّ
أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ أَوْ إِنَّ
رَبَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ، فَلَا يَبْزُقَنَّ أَحَدُكُمْ قِبَلَ
قِبْلَتِهِ، وَلَكِنْ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ تَحْتَ قَدَمَيْهِ، ثُمَّ أَخَذَ طَرَفَ
رِدَائِهِ فَبَصَقَ فِيهِ، ثُمَّ رَدَّ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ، فَقَالَ: أَوْ
يَفْعَلُ هَكَذَا "
Dari Anas : Bahwasannya Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah melihat dahak di kiblat (dinding masjid). Beliau
merasa terganggu akan hal tersebut hingga terlihat di wajah beliau. Lalu beliau
berdiri dan menggosoknya dengan tangan beliau. Beliau shallallaahu ‘alaihi
wa sallam bersabda : “Sesungguhnya salah seorang di antara kalian
apabila berdiri dalam shalatnya, maka ia sedang bermunajat kapada Rabbnya –
atau Rabbnya berada antara dia dan kiblat - . Maka, janganlah salah seorang di
antara kalian meludah ke arah kiblat. Akan tetapi hendaklah ia meludah ke sebelah
kirinya atau di bawah kakinya”. Lalu beliau memegang ujung selendangnya dan
meludah padanya, kemudian menggosok-gosokkan kainnya tersebut. Setelah itu
beliau bersabda : “Atau melakukan yang seperti ini” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy
no. 405, Muslim no. 551, dan yang lainnya].
Hadits
Kelima
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي سَعِيدٍ، أَنّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى نُخَامَةً فِي جِدَارِ الْمَسْجِدِ،
فَتَنَاوَلَ حَصَاةً فَحَكَّهَا، فَقَالَ: " إِذَا تَنَخَّمَ أَحَدُكُمْ، فَلَا
يَتَنَخَّمَنَّ قِبَلَ وَجْهِهِ، وَلَا عَنْ يَمِينِهِ، وَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ
أَوْ تَحْتَ قَدَمِهِ الْيُسْرَى "
Dari
Abu Hurairah dan Abu Sa’iid : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam pernah melihat dahak di dinding masjid. Lalu beliau mengambil
kerikil dan membersihkannya (dengannya). Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi
wa sallam bersabda : “Apabila salah seorang di antara kalian ingin
membuang dahak, janganlah membuangnya ke arah depan (kiblat). Dan hendaklah ia meludah
ke sebelah kirinya atau di bawah kaki kirinya” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 409 & 411].
Hadits Keenam
عَنْ أَبِي ذَرٍّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " عُرِضَتْ عَلَيَّ، أَعْمَالُ أُمَّتِي
حَسَنُهَا وَسَيِّئُهَا، فَوَجَدْتُ فِي مَحَاسِنِ أَعْمَالِهَا، الْأَذَى يُمَاطُ
عَنِ الطَّرِيقِ، وَوَجَدْتُ فِي مَسَاوِي أَعْمَالِهَا، النُّخَاعَةَ، تَكُونُ
فِي الْمَسْجِدِ، لَا تُدْفَنُ "
Dari
Abu Dzarr, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Diperlihatkan
kepadaku amal-amal umatku yang baik dan yang buruk. Lantas aku dapati di antara amal-amal yang baik
tersebut adalah menghilangkan gangguan dari jalan. Dan aku dapati di antara
amal-amal yang buruk tersebut adalah meludah di masjid tanpa menguburnya
(membersihkannya)”
[Diriwayatkan
oleh Muslim no. 553, Ibnu Maajah
no. 3683, dan yang lainnya].
Hadits
Ketujuh
عَنْ سَعْدٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " إِذَا تَنَخَّمَ
أَحَدُكُمْ فِي الْمَسْجِدِ، فَلْيُغَيِّبْ نُخَامَتَهُ، أَنْ تُصِيبَ جِلْدَ
مُؤْمِنٍ أَوْ ثَوْبَهُ فَتُؤْذِيَهُ "
Dari
Sa’d, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: “Apabila salah seorang di antara kalian berdahak di masjid, hendaklah ia
hilangkan dahaknya itu agar tidak mengenai kulit atau pakain orang lain
sehingga menyakitinya” [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/179, Ibnu Khuzaimah no.
1311, dan yang lainnya; hasan].
BEBERAPA FAEDAH :
1.
Haram hukumnya meludah ke arah kiblat ketika shalat, baik di dalam masjid atau di luar masjid sesuai
keumuman hadits no. 1, 2, 4, dan 5.
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hal ini.
2.
Haram hukumnya
meludah di masjid tanpa menimbunnya atau membersihkannya berdasarkan hadits no.
3, 6, dan 7.
3.
Para ulama berbeda
pendapat tentang hukum meludah ke sebelah kiri atau di bawah kaki di dalam masjid
dengan niat membersihkannya[1].
Ibnu Hajar rahimahullah menukil :
قَالَ
الْقَاضِي عِيَاض : إِنَّمَا يَكُون خَطِيئَة إِذَا لَمْ يَدْفِنهُ ، وَأَمَّا
مَنْ أَرَادَ دَفْنه فَلَا . وَرَدَّهُ النَّوَوِيُّ فَقَالَ : هُوَ خِلَافُ
صَرِيحَ الْحَدِيثَ
Al-Qaadliy
‘Iyaadl berkata : ‘Perbuatan tersebut hanyalah menjadi kekeliruan apabila tidak
ditimbun. Adapun orang yang berniat menimbunnya (membersihkannya), maka tidak
mengapa’. An-Nawawiy membantahnya denga perkataannya : ‘Pendapat itu
menyelisihi kejelasan hadits (yang menyatakan bahwa meludah di masjid adalah
satu kekeliruan meski ia berniat untuk membersihkannya)” [Fathul-Baariy,
1/511].
Kemudian
Ibnu Hajar memberikan penjelasan dasar perbedaan keduanya tentang keumuman
dalil yang dipakai beserta pengkhususannya. An-Nawawiy mengambil hadits no. 3
sebagai dalil yang umum (tentang larangan meludah di masjid); dan mengambil hadits
no. 5 sebagai pengkhususan jika terjadi di luar masjid[2].
Adapun Al-Qaadliy ‘Iyaadl menjadikan hadits no. 5 sebagai dalil yang umum (yaitu
boleh meludah di sebelah kiri atau di bawah kaki); dan hadits no. 3 sebagai
pengkhususan bagi orang yang tidak menimbun/membersihkannya (setelah meludah). Pendapat
Al-Qaadliy tersebut disepakati sekelompok ulama diantaranya Ibnu makkiy dalam At-Tanqiib,
Al-Qurthubiy dalam Al-Mufhim, dan yang lainnya. Pendapat mereka
(Al-Qaadliy, Ibnu Makkiy, Al-Qurthubiy, dan yang lainnya) dikuatkan oleh hadits
no. 7 dari Sa’d bin Abi Waqqaash dan hadits Abu Umaamah secara marfuu’ :
مَنْ
تَنَخَّعَ فِي الْمَسْجِدِ فَلَمْ يَدْفِنْهُ فَسَيِّئَةٌ، وَإِنْ دَفَنَهُ حَسَنَةٌ
“Barangsiapa
yang mengeluarkan dahak di masjid tanpa menimbun/membersihkannya, maka itu
adalah kekeliruan. Dan apabila ia menimbunnya, maka itu kebaikan”
[Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir no. 8092 – dihasankan
sanadnya oleh Ibnu Hajar dalam Fathul-Baariy, 1/512].
Kejelekan
dalam hadits di atas di-taqyid jika tidak menimbun/membersihkannya. Dikuatkan
lagi penunjukkan maksud tersebut dalam hadits no. 6 dari Abu Dzarr radliyallaahu
‘anhu.
[silakan
lihat selengkapnya dalam Fathul-Baariy, 1/511-512].
Yang
raajih – wallaahu a’lam – adalah pendapat Al-Qaadliy ‘Iyaadl rahimahullah.
Akan tetapi, keluar dari khillaf dengan tidak meludah di (lantai) masjid
adalah lebih utama.[3]
4.
Ludah atau ingus,
meskipun suci[4],
dapat menyakiti orang lain jika mengenai badan atau baju mereka
sebagaimana dalam hadits no. 7; dan menyakiti orang lain itu terlarang.
5.
Jika ingin meludah
ke sebelah kiri, harus dipastikan tidak ada orang di sebelah kirinya agar tidak
mengenainya sehingga menyakitinya. Menyakiti orang lain dengan langsung
meludahinya lebih besar dosanya daripada menyakitinya karena terkena ludah atau dahak
secara tidak langsung.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
Semoga
ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 07011435/10112013 – 23:20].
[1] Maksudnya jika seseorang terpaksa meludah
di lantai masjid ketika shalat dan kemudian ia berniat menimbun/membersihkannya
setelah usai shalat.
[2] Yaitu sabda beliau shallallaahu ‘alaihi
wa sallam :
وَلْيَبْصُقْ
عَنْ يَسَاره أَوْ تَحْت قَدَمه
“Dan
hendaklah ia meludah ke sebelah kirinya atau di bawah kaki kirinya”.
Hadits
ini – menurut An-Nawawiy – berlaku di luar masjid, dan ini kurang tepat karena
hadits tersebut diucapkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam saat
melihat dahak/ludah yang ada di dinding masjid.
Faedah
:
Tidak
boleh meludah ke sebelah kanan dalam shalat karena di sebelah kanannya ada malaikat,
sebagaimana riwayat lain dari hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu :
إِذَا
قَامَ أَحَدُكُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَلَا يَبْصُقْ أَمَامَهُ، فَإِنَّمَا يُنَاجِي
اللَّهَ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ وَلَا عَنْ يَمِينِهِ، فَإِنَّ عَنْ يَمِينِهِ مَلَكًا،
وَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ تَحْتَ قَدَمِهِ فَيَدْفِنُهَا "
“Apabila
salah seorang di antara kalian berdiri melaksanakan shalat, janganlah meludah ke
arah depannya, karena ia sedang bermunajat Allah selama ia mengerjakan shalat.
Jangan pula meludah ke samping kanan, karena di samping kanannya ada malaikat. Hendaklah
ia meludah ke sebelah kirinya atau di bawah kaki, lalu (setelah selesai shalat)
menimbunnya (membersihkannya)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 416].
[3] Atau dengan meludah ke pakaiannya sebagaimana
ditunjukkan pada hadits no. 4.
[4] Sebagaimana riwayat :
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُ قَالَ فِي الْمَنِيِّ يُصِيبُ الثَّوْبَ: أَمِطْهُ عَنْكَ،
قَالَ أَحَدُهُمَا: بِعُودٍ، أَوْ إِذْخِرَةٍ، وَإِنَّمَا هُوَ بِمَنْزِلَةِ الْبُصَاقِ،
أَوِ الْمُخَاطِ.
Dari
Ibnu ‘Abbaas, bahwasannya ia pernah berkata tentang mani yang mengenai pakaian
: “Hilangkan ia darimu, dengan kayu atau idzkhir. Air mani itu hanyalah seperti
kedudukan ludah atau ingus” [Diriwayatkan oleh Asy-Syaafi’iy dalam Al-Umm
1/69; sanadnya shahih].
Apakah maksud Allah berada di hadapannya?..jazakallahu khoiron
BalasHapus