Fadliilatusy-Syaikh Masyhuur
bin Hasan Aalus Salmaan hafidhahullah dalam majelis pelajaran Shahiih
Al-Imaam Muslim tanggal 25-8-2005 M pernah ditanya : “Apakah engkau
menasihati untuk membaca buku-buku Al-Qaradlaawiy ?”.
“Tidak.
Aku tidak menasihati kalian untuk membaca buku-buku Al-Qaradlaawiy. (Sekali
lagi), aku tidak menasihatinya, bahkan tidak boleh mendengarkan fatwa-fatwanya.
Meskipun Al-Qaradlaawiy mempunyai keluasan dalam penelaahannya/pengetahuannya,
namun ia mempunyai ushuul yang rusak. Pentarjihan-pentarjihannya
mengikuti waaqi’, serta ia condong memilih pendapat-pendapat yang paling
mudah/ringan. Aku pernah berjumpa dengannya pada tahun 1985 M, dan aku mendengar
dengan telingaku bahwa ia (Al-Qaradlaawiy) berkata : ‘Apabila ada orang ‘Arab
bertanya kepadaku tentang nyanyian, aku katakan kepadanya : ‘Haram’. Namun
apabila ada seorang non-‘Arab bertanya kepadaku tentang nyanyian, aku katakan
kepadanya : ‘Halal’. Adakah kesesatan setelah kesesatan ini ?. Pendapatku tidak
berubah tentang Al-Qaradlaawiy. Meskipun
demikian, aku melarang orang untuk mengatakan pada
diri Al-Qaradlaawiy : ‘Anjing menggongong’[1], karena Allah telah
memerintahkan kita untuk berkata-kata baik meskipun kepada orang kafir. Allah
pun memerintahkan kita memperbaiki akhlaq kita terhadap manusia. Dan aku
berpendapat bahwa bantahan terhadap Al-Qaradlaawiy adalah fardlu kifayah
yang tidak ada seorang pun melakukannya saat ini. Aku senantiasa mendorong
diriku untuk melakukannya, dan aku berharap kepada Allah agar menolongku untuk
melakukannya. Hal itu dikarenakan kerusakan yang ada pada Al-Qaradlaawiy bukan semata-mata terletak pada
perkara furuu’ (cabang). Aku telah bekerjasama dengan sebagian ikhwaan
yang membantah Al-Qaradlaawiy. Telah banyak kitab yang dicetak (yang isinya
membantah Al-Qaradlaawiy) - namun
menurutku hal itu belum menyembuhkan luka dan belum menghilangkan rasa dahaga –
yang membahas secara panjang lebar tentang haramnya nyanyian, atau haramnya ini
dan itu. Padahal pokok permasalahannya bukan itu. Perkara yang dibutuhkan
adalah memberikan peringatan tentang penyimpangan-penyimpangan ushuul-nya. Dan aku telah menyebutkan pada
kalian bahwa kebanyakan kekeliruan yang terjadi dalam perkara furuu’ (cabang)
disebabkan penyimpangan-penyimpangan
dalam perkara ushuul, meskipun hal tersebut mungkin tidak nampak jelas pada orang yang berbuat penyimpangan. Maka, menampakkan
cahaya terhadap penyimpangan perkara ushuul dibutuhkan setiap insan/manusia agar mereka
mengetahui setiap masalah yang tersusun dan timbul dari perkara ushuul tersebut. Adapun pembahasan yang
panjang lebar tentang haramnya ini dan itu, maka perpustakaan telah dipenuhi
buku-buku yang menjelaskan haramnya nyanyian. Dan guru kami (yaitu : Asy-Syaikh
Al-Albaaniy rahimahullah) mempunyai bahasan yang sangat indah lagi berharga
dalam bukunya yang berjudul : Tahriim Aalaatith-Tharb. Ada seseorang yang mengambil
buku tersebut dan meringkasnya, lalu ia berkata : Separuh buku tersebut adalah
membantah pendapat Al-Qaradlaawiy (dalam masalah nyanyian dan musik). Meskipun
begitu, ini bukanlah (yang dimaksudkan) bantahan terhadap Al-Qaradlaawiy. Aku
senantiasa berkata : Kita membutuhkan buku yang menyeluruh lagi komprehensif
seperti yang telah dilakukan
saudara kami,
Sulaimaan Al-Khuraasyiy (dalam bantahannya) terhadap Muhammad ‘Imaarah yang
berjudul : Muhammad ‘Imaarah fil-Miizaan.[2] Buku ini termasuk buku
yang terbaik dalam membahas kekeliruan
seseorang yang disertai dengan penelitian dan penyelidikan, serta penjelasan penyimpangan-penyimpangan
perkara ushuul melalui (penelaahan) banyak
perkara furuu'[3]"
[selesai].
[abul-jauzaa' – perumahan ciomas permai, ciapus,
ciomas, bogor - 20121434/25102013 – 08:45 – diterjemahkan dari : Kulalsalafiyeen].
[1]
Maksud beliau hafidhahullah merujuk
pada buku Asy-Syaikh Muqbil Al-Wadii’iy rahimahullah yang berjudul : Iskaatul-Kalb
Al-‘Awiy Yuusuf bin ‘Abdillah Al-Qaradlaawiy (Membungkam Anjing
Menggonggong : Yuusuf bin ‘Abdillah Al-Qaradlaawiy) – yang asalnya merupakan
transkrip muhadlarah beliau rahimahullah (sumber).
link untuk kitab Al-Qaradlaawiy fil-Miizaan nya sepertinya tidak tercantum di catatan kaki no 3 di atas.
BalasHapusustadz, bagaimana dengan para ulama lain yg diketahui memiliki keilmuan yg luas, punya sepak terjang yg baik di tengah umat dan karya2 yg bermanfaat seperti Syaikh Prof. DR. Wahbah Zuhaili, Prof. DR. Musthafa Al Bughaa, Syaikh DR. Abdul Karim Zaidan dll. bagaimana pandangan para ulama tentang beliau2? saya memiliki beberapa karya mereka, dan alhamdulillah sangat bermanfaat.
BalasHapusblog ini sangat bagus, cuma buat orang seperti saya tidak mengerti bahasa arab dengan baik. jadi setiap istilah arab saya tidak mengerti, mungkin ustadz abul jauzaa mau menambahkan vocabulari di bagian bawah tulisan, sekiranya mau
BalasHapusbaik tdknya ahlak seseorang,barometernya bukan perasaan ataupun yg lainya,akan tetapi barometernya adalah syari'at..rosulullooh adalah manusia yang terbaik dan termulia ahlaknya,.tetapi beliau sendiri menyebut khowarij sebagai anjing anjing neraka..para imam salaf telah memberikan contoh bagaimana ahlak kepada para mubtadi'..bahkan sholih alfauzan,diantara ulama ahlussunnah jaman skarang menyebut yusuf qordhowi sebagai babi
BalasHapusSumber 'babi' dari mana ?.
BalasHapusPerkataan 'anjing neraka' diucapkan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam diucapkan dalam konteks umum (yaitu bagi kaum Khawaarij), bukan individu. Dan ingat, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam sendiri yang telah mengajarkan kita untuk berakhlaq baik dengan perkataannya :
إن الرفق لا يكون في شيء إلا زانه ولا ينزع من شيء إلا شانه
”Sesungguhnya kelembutan itu tidak berada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya. Dan tidak dihilangkan darinya kecuali akan menghinakannya” [HR. Muslim no. 2594].
Apa tujuan kita menggunakan perbendaharaan kata kebun binatang ?. Nasihat ?. Nasihat untuk siapa ?. Apakah nasihat itu bertujuan agar si pelaku kesalahan untuk rujuk, atau cuma ingin membuat kesal ?.
Saya pribadi masih belum bisa menalar jika kita menggunakan kata anjing dan babi pada pelaku kesalahan dengan harapan pelakunya dapat rujuk kepada kebenaran.
Dan saya juga 'tidak tahu' (meski sebenarnya tahu) apakah umat akan bersimpatik dengan cara kita yang sangat murah menggunakan perbendaharaan kata binatang dari gajah hingga semut pada setiap pelaku kesalahan atau rival kita.
Saya yakin hati Anda pun bisa memilih mana kata yang enak didengar dan diterima oleh hati dan akal, mana pula yang terdengar sumbang yang membuat hati panas dan kesal.
Kelembutan adalah asas dakwah dan nasihat. Boleh menggunakan kata keras dan kasar jika memang diperlukan dan ada maslahat yang lebih besar.
Tentang pertanyaan hukum nyanyian itu, statement 'bertanya kepadaku tentang nyanyian' sangat umum. Berdasarkan statement yang ditulis, orang Arab dan orang non-Arab itu keduanya bertanya TENTANG NYANYIAN. Nampaknya soalan sebenar dan konteks pertanyaan itu tidak dinyatakan, maka tidak layak kita nak simpulkan bahawa keduanya bercanggah.
BalasHapus