Kami
melihat di antara barisan para penuntut ilmu beberapa orang manusia yang
memiliki bakat besar dan kemampuan menakjubkan yang membuat mereka pantas untuk
mendapatkan kemuliaan ilmu. Hanya saja, rendahnya cita-cita mereka telah memupus
bakat dan merendahkan keelokan keunggulan mereka, sehingga engkau dapati mereka
puas dengan sedikitnya ilmu serta enggan untuk membaca dan muthala’ah.
Mereka tenggelam dalam kesibukan, daripada menuntut ilmu dan mendapatkannya.
Mereka
sangatlah cepat melepaskan apa yang mereka punya dan mencabut barakah
waktu-waktu mereka. Hal itu dikarenakan kufur nikmat menjadi penyeru
kepergiannya (ilmu) sebagaimana syukur nikmat menjadi penyeru penambahannya.
Al-Farraa’
rahimahullah berkata :
لا أرحم أحداً كرحمتي لرجلين : رجل يطلب العلم
ولا فهم له. ورجل يفهم ولا يطلبه، وإني لأعجب ممن في سعته أن يطلب العلم ولا يتعلم
“Tidaklah aku merasa kasihan pada seseorang sebagaimana aku merasa kasihan terhadap
dua jenis orang : (1) orang yang menuntut ilmu namun tidak memahami, dan (2)
orang yang memahami namun tidak menuntutnya/mencarinya. Dan sesungguhnya aku
merasa heran terhadap orang yang
mempunyai keluangan waktu untuk menuntut ilmu, namun tidak belajar” [Jaami’
Bayaanil-‘Ilmi wa Fadhlihi, 1/103].
Ketika
memberikan komentar atas perkataan Abuth-Thayyib Al-Mutanabbiy :
ولم أرَ في عيوب الناس عيباً
كنقص
القادرين على التمام
‘Aku
tidak melihat aib-aib manusia sebagai satu aib,
seperti
kekurangan orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk mencapai kesempurnaan (namun
mereka tidak melakukannya)
maka
Abul-Faraj Ibnul-Jauziy rahimahullah berkata :
فينبغي
للعاقل أن ينتهي إلى غاية ما يمكنه: فلو كان يتصور للآدمي صعود السماوات، لرأيت من
أقبح النقائص رضاه بالأرض، ولو كانت النبوة تحصل بالاجتهاد، رأيت المقصر في
تحصيلها في حضيض، ..... والسيرة الجميلة عند الحكماء: خروج النفس إلى غاية كمالها
الممكن لها في العلم والعمل
“Maka
sudah seharusnya bagi orang yang berakal agar mencapai batas yang ia sanggupi.
Seandainya terbayang bagi seorang anak Adam akan ketinggian langit, sungguh aku
berpandangan bahwa termasuk kekurangan yang paling buruk adalah keridlaannya
dengan bumi. Dan seandainya nubuwwah itu dapat dicapai dengan kesungguhan
usaha, aku berpandangan orang yang malas untuk mencapainya berada pada tempat
yang paling rendah..... Dan perjalanan hidup yang indah menurut para ahli
hikmah adalah : keluarnya jiwa pada puncak kesempurnaan yang memungkinkan
baginya dalam ilmu dan amal”.
Ibnul-Jauziy
rahimahullah melanjutkan :
وفي
الجملة، لا يترك فضيلة يمكن تحصيلها إلا حصلها؛ فإن القنوع حال الأرذال.
فكن رجلًا رجله في الثرى ... وهامة همته في الثُّرَيَّا
ولو أمكنك عبور كل أحد من العلماء والزهاد فافعل فإنهم كانوا رجالًا وأنت رجل، وما قعد من قعد إلا لدناءة الهمة وخساستها.
واعلم أنك في ميدان سباق، والأوقات تنتهب، ولا تخلد إلى كسل، فما فات من فات إلا بالكسل، ولا نال من نال إلا بالجد والعزم،
فكن رجلًا رجله في الثرى ... وهامة همته في الثُّرَيَّا
ولو أمكنك عبور كل أحد من العلماء والزهاد فافعل فإنهم كانوا رجالًا وأنت رجل، وما قعد من قعد إلا لدناءة الهمة وخساستها.
واعلم أنك في ميدان سباق، والأوقات تنتهب، ولا تخلد إلى كسل، فما فات من فات إلا بالكسل، ولا نال من نال إلا بالجد والعزم،
“Dan
secara umum, tidak boleh seseorang meninggalkan keutamaan yang mungkin ia raih,
kecuali ia berusaha untuk meraihnya; karena sesungguhnya rasa puas itu adalah tabiat
orang-orang rendahan.
Jadilah
seorang yang kakinya menjejakkan tanah.....
namun cita-citanya menjulang di bintang kejora
Dan
seandainya memungkinkan bagimu melampaui semua orang dari kalangan ulama dan
orang-orang zuhud, maka lakukanlah, karena mereka adalah manusia sebagaimana
kamu juga manusia. Dan tidaklah seseorang duduk (istirahat) kecuali karena rendah
dan hinanya cita-citanya.
Ketahuilah
bahwa engkau dalam medan perlombaan, sedangkan waktu akan terampas (habis). Janganlah
engkau kekal dalam kemalasan. Dan tidaklah luput orang-orang yang terluput
(dari keutamaan/kebaikan), kecuali karena kemalasan. Dan tidaklah memperoleh
orang-orang yang memperoleh (keutamaan/kebaikan), kecuali dengan kesungguhan
dan tekad” [Shaidul-Khaathir, hal. 159-161].
Wahai
orang-orang yang mengetahui dirinya terdapat tanda-tanda keunggulan dan
kecerdasan, janganlah engkau mengharapkan bagi ilmu satu pengganti. Dan janganlah
engkau sibuk dengan selainnya selamanya. Jika engkau enggan, semoga Allah ta’ala
memberikan kesabaran bagi dirimu, dan membesarkan pahala kaum muslimin pada
dirimu. Betapa besar kerugian dan musibah menimpamu.
دع
عنك ذكر الهوى والمولعين به
وانتهض
إلى منزلٍ عالٍ به الدُّرر
تسلو
بمربئه عن كل غالية
وعن
نعيم لدنيا صفوه كدر
وَعَنْ
نَدِيْمٍ بِهِ يَلْهُوْ مُجَالِسُهُ
وَعَنْ
رِيَاضٍ كَسَاهُ النَّوْرُ وَالزَّهَرُ
انْهَضْ
إِلَى الْعِلْمِ فِي جِدٍّ بِلَا كَسَلٍ
نُهُوْضَ
عَبْدٍ إِلَى الْخَيْرَاتِ يَبْتَدِرُ
وَاصبر
على نيله صبر المحدِّ له
فليس
يدركه من ليس يصطبر
Tinggalkanlah
penyebutan hawa nafsu dan orang-orang yang mencintainya
dan
bangkitlah menuju tempat yang tinggi yang padanya terdapat mutiara
Engkau
terhibur dengan tangga dakiannya dari setiap yang mahal
dari
kenikmatan dunia yang kejernihannya adalah kekeruhan
Dan
dari teman yang ada padanya yang melalaikan teman duduknya
dan
dari kebun yang selimutnya adalah cahaya dan bunga
Bangkitlah
menuju ilmu dengan kesungguhan tanpa kemalasan
(seperti)
bangkitnya seseorang menuju kebaikan dengan segera
Dan
bersabarlah dalam memperolehnya seperti kesabaran orang yang bersungguh-sungguh
padanya
tidaklah
dapat mencapainya orang yang tidak mempunyai kesabaran.[1]
Dan
sesungguhnya perkara paling bermanfaat yang membantu ketinggian cita-cita
adalah : melihat perjalanan hidup salaf – radliyallaahu ‘anhum - ,
karena keadaan mereka merupakan puncak kesempurnaan dalam ilmu dan amal.
Apabila seorang penuntut ilmu melihatnya niscaya ia akan memandang rendah
keadaan dirinya, dan betapa sedikit amalnya dalam pandangan matanya. Maka, ia
akan merusaha menyusul dan meniru mereka. Dan barangsiapa meniru satu kaum,
maka ia termasuk golongan mereka.
Ibnul-Jauziy
rahimahullah berkata :
فالله
الله عليكم بملاحظة سير السلف، ومطالعة تصانيفهم، وأخبارهم، فالاستكثار من مطالعة كتبهم
رؤية لهم
“Maka
demi Allah, hendaklah kalian memperhatikan perjalanan hidup salaf dan menelaah
tulisan-tulisan mereka dan khabar-khabar mereka. Memperbanyak muthala’ah
(telaahan) kitab-kitab mereka sama dengan melihat mereka”.
وليكثر من المطالعة، فإنه يرى من علوم القوم،
وعلو هممهم ما يشحذ خاطره، ويحرك عزيمته للجدّ
“Dan
hendaklah seseorang memperbanyak muthala’ah, karena sesungguhnya ia
melihat ilmu-ilmu satu kaum (salaf) dan tingginya cita-cita mereka yang dapat mengasah
(ketajaman) jiwanya dan menggerakkan tekadnya untuk kesungguhan” [Shaidul-Khaathir,
hal. 440 – dengan perubahan].
[selesai
– dari kitab ‘Awaaiquth-Thalab karya Dr. ‘Abdus-Salaam bin Barjas rahimahullah,
hal. 63-67; Daar Ahlil-Hadiits, Cet. 1/1413 H --- abul-jauzaa’].
[1] Dari qashidah
Asy-Syaikh ‘Abdurrahmaan bin Naashir As-Sa’diy rahimahullah; Al-Fataawaa,
hal. 647.
Tulisan yang indah
BalasHapusNabi 'alaihish shalaatu was salaam bersabda,
BalasHapusلَوْ كَانَ الْإِيْمَانُ عِنْدَ الثُّرَيَا ، لَتَنَاوَلُهُ رِجَالٌ مِنْ فَارِسٍ
"Andai saja keimanan itu menggantung di bintang, niscaya datanglah orang-orang Persia yang akan meraihnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ustadz, hadits ini apakah menunjukkan tingginya cita-cita bangsa Persia secara umum, ataukah hanya khusus bagi Salman Al-Farisi?
Juziitum khairan...
Jazaakallahu khairan ya ustadz atas nasihatnya.
BalasHapusRaihlah ilmu setinggi langit jika memang bisa
BalasHapusTapi ilmu hanya bermakna jika ia diamalkan
Salah satu sebab keMunduran kaum muslimin saat ini
adalah tidak konsekuen antara ilmu dan praktek pengamalannya
pandai dalam berkata-kata, namun perbuatan dan
akhlaknya mengecewakan.
Yang kita butuhkan adalah contoh yang tidak hanya pandai
berkata-kata namun juga bisa menjadi figur, panutan dan tauladan
diummat dalam segala aktifitasnya.
Dalam Amanah, adab, kejujuran, kepemimpinan, pembinaan masyarakat
visi, tanggung jawab, pengarahan dan profesionalitas.
Ia terjun kemasyarakat.
bukan sosok yang terisolasi dan tidak kita bisa kenal
dari kesehariannya kecuali dalam mimbar-mimbar.
karena rasulullah mendidik manusia tidak hanya
di atas mimbar namun juga dalam setiap amal perbuatannya.
Assalamualaikum ya ustadz abul jauzaa,wah rasanya sudah rindu ni akan artikel artikel ustadz,beberapa minggu ini perangkat komputer ana rusak,Alhamdullillah skarang bisa OL lagi,bisa belajar dan menambah ilmu wawasan dengan ustadz lagi..sebelumnya ana minta izin copas artikel dan sumbernya,karena afwan di tempat ana jarang ada buku buku yang merujuk ke pemahaman salaf...
BalasHapusuntuk ustadz abul jauzaa tetap semangat,jangan pernah bosan untuk selalu berbagi ilmu, dan pengetahuannya...
jazzakallahu fikkum....
ustadz, di dalam Qur'an dan hadits nabi banyak didapati perintah dan keutamaan menuntut 'ilmu. Apakah boleh 'ilmu' yg dimaksud difahami adalah 'ilmu dunia ? Seringkali kita dapati sodara2 kita yang semangat menuntut 'ilmu dunia dengan mengambil dalil dari Al Qur'an dan hadits.
BalasHapusataukah yang dimaksud dalam Ayat dan hadits itu hanya dimaksudkan bagi menuntut ilmu agama ?
Subhanallah ustadz... sy kelelahan jiwa, tak memiliki seorang (teman)untuk mengangkat bahu2 sy. mhon nasehat
BalasHapusAfwan ustadz,bagaimana cita2 untuk perkara dunia??apakh jg dgantungkan setinggi2nya
BalasHapus