07 Juni 2011

Sejarah Bid’ah Shalat Raghaaib di Bulan Rajab

Oleh : Al-Haafidh Abu Syaammah Al-Maqdisiy Asy-Syaafi’iy[1]
Adapun shalat Raghaaib yang masyhur di kalangan manusia adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu antara dua waktu ‘Isya’/al-‘isyaa’aini (maksudnya : waktu antara Maghrib dan ‘Isya’ – Abu Al-Jauzaa’) pada malam Jum’at petama di bulan Rajab. Al-Imam Abu Bakr Ath-Thurthuusyi telah menjelaskan bahwa awal muncul dan terjadinya amalan ini. Dalam bahasan sebelumnya dikatakan bahwa shalat pada malam pertengahan bulan Sya’ban juga disebut shalat Raghaaib. Kata Ar-Raghaaib merupakan bentuk jamak/plural dari kata raghbah yang artinya pemberian (anugrah) yang banyak. Berkenaan dengan pengertian tersebut, seorang penyair berkata : “Al-Jauhariy telah bersenandung bait syair ini kepadaku :

ومتى تصبك خصاصة فارج الغنى
وإلى الذي يعطى الرغائب فارغب
“Kapan saja kamu ditimpa kemiskinan, maka harapkanlah kekayaan
dan kepada pemberi anugrah yang banyak, hendaknya kamu mencurahkan kecintaan.
Al-Harawiy berkata dalam kitab Al-Ghariibain, dimana telah memberitakan kepada kami Al-Qaadliy Abul-Qaasim : Telah memberitakan kepada kami Zaahir bin Thaahir : Telah memberitakan kepada kami Abu ‘Abdil-Waahid bin Ahmad bin Al-Qaasim Al-Maliihiy Al-Harawiy dan Abu ‘Utsman Ash-Shaabuuniy, dengan penyimakan dari Al-Maliihiy serta ijazah dari Ash-Shaabuuniy dari kitab yang disusunnya; tentang hadits Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma :
أن لا تدع ركعتي الفجر فإن فيهما الرغائب
“Janganlah engkau meninggalkan dua raka’at fajar, karena di dalamnya terdapat ar-raghaaib”.
Syamar berkata :
الرغائب ما يرغب فيه الواحدة رغيبة يعني الثواب العظيم
Ar-Raghaaib maksudnya apa-apa yang dikehendaki di dalamnya satu hal yang menyenangkan, yaitu pahala yang sangat besar”.
Aku (Abu Syaamah) berkata : Seakan-akan hal itu dinamakan dengan Ar-Raghaaib karena besarnya pahala yang diperoleh orang yang mengerjakannya menurut anggapan orang yang memalsukan hadits yang berkenaan dengan shalat Raghaaib.  Hadits mengenai shalat Raghaaib tidak hanya satu dimana telah mengkhabarkan kepada kami dari Al-Haafidh Abul-Qaasim dengan pendengaran langsung darinya, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Fath Nashr bin Muhammad Al-Faqiih : Telah menceritakan kepada kami Al-Faqiih Abul-Fath Nashr bin Ibraahiim Az-Zaahid : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Sa’d Ahmad bin Mudhaffar Al-Hamdaaniy : Telah menceritakan kepada kami Abu Manshuur Muhammad bin Ahmad Al-Ashbahaaniy : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Hasan ‘Aliy bin ‘Abdillah Al-Hamadzaaniy di Makkah – semoga Allah ta’ala menjaganya - : Telah menceritakan kepada kami Abul-Hasan ‘Aliy bin Muhammad bin Sa’iid Al-Bashriy : Telah menceritakan kepadaku ayahku : Telah menceritakan kepada kami Khalaf bin ‘Abdillah Ash-Shan’aaniy, dari Humaid Ath-Thawiil, dari Anas bin Maalik radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang keutamaan puasa bulan Rajab , yang kemudian beliau melanjutkan :
لا تغفلوا عن ليلة أول جمعة فيه فانها ليلة تسميها الملائكة الرغائب ما من احد يصوم أول خميس في رجب ثم يصلي فيها بين العشاء والعتمة اثني عشر ركعة فذكر صفة الصلاة ثم قال إلا غفر الله له ذنوبه. الحديث
“Janganlah kalian melalaikan (menyia-nyiakan) malam Jum’at pertama pada bulan Rajab, karena pada malam itu dinamakan oleh para malaikat dengan Ar-Raghaaib. Tidak ada seorang pun yang berpuasa pada hari Kamis pertama di bulan Rajab, lalu dia mengerjakan shalat (sunnah) di dalamnya antara waktu Maghrib dan ‘Isya’ sebanyak 12 (duabelas) raka’at – lalu beliau menjelaskan shifat shalat tersebut - , dan kemudian beliau bersabda : “Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya” [Al-Hadiits].[2]
Telah berkata Al-Haafidh Abul-Qaasim : Khalaf telah menyendiri dalam periwayatan dari Humaid (Ath-Thawiil). Aku tidak menulisnya kecuali dari hadits Muhammad bin Sa’iid”. Telah mengkhabarkan dengannya kepada kami Abul-Qaasim Al-Qaadliy dan selainnya dengan sanad ‘aliy.
Mereka berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-Haafidh Abul-Fadhl Muhammad bin Naashir : Telah memberitakan kepada kami Abul-Qaasim bin Mandah : Telah memberitakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillah bin Jahdlam Ash-Shuufiy : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Muhammad bin Sa’iid, kemudian ia menyebutkannya. Ibnu Jahdlam di sini adalah Al-Hamadzaaniy Abul-Hasan[3], mudallis dalam sanad Abul-Qaasim. Ia seorang yang dituduh (melakukan kedustaan dalam hadits ini).  Telah berkata Al-Haafidh Abul-Qaasim dalam Taariikh-nya, dari Abul-Fadhl bin Khairuun, ia berkata :
ومن ذكر أنه مات سنة أربعة عشر يعني وأربعمائة أبو الحسن علي بن عبد الله بن جهضم بمكة صاحب كتاب بهجة الأسرار وقد تكلم فيه
“Telah disebutkan bahwa orang meninggal pada tahun 414 H adalah Abul-Hasan ‘Aliy bin ‘Abdillah bin Jahdlam di Makkah – pemilik kitab Bahjatul-Asraar – . Ada perbincangan mengenai dirinya”.
Asy-Syaikh Abul-Faraj (yaitu : Ibnul-Jauzi - Abu Al-Jauzaa’) berkata :
هذا الحديث موضوع على رسول الله صلى الله عليه و سلم وقد اتهموا ابن جهضم فنسبوه الى الكذب وسمعت شيخنا عبد الوهاب الحافظ يقول رجاله مجهولون وقد فتشت عليهم في جميع الكتب فما وجدتهم
“Hadits ini adalah maudlu’ (palsu) yang disandarkan pada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Mereka telah menuduh Ibnu Jahdlam dengan kedustaan. Aku telah mendengar dari guru kami ‘Abdul-Wahhaab Al-Haafidh mengenai hadits tersebut, ia berkata : ‘Para perawinya (rijaal) adalah majhuul. Aku telah memeriksa perihal diri mereka pada berbagai kitab, namun aku tidak menemuinya”.
Abul-Faraj kembali berkata :
ولقد أبدع من وضعها أي غلا في بدعته فانه يحتاج من يصليها الى أن يصوم وربما كان النهار شديد الحر فإذا صام لم يتمكن من الأكل حتى يصلي المغرب ثم يقف فيها ويقع في ذلك التسبيح الطويل والسجود الطويل فيتأذى غاية الأذى
“Sungguh, orang yang yang memalsukan hadits itu telah menciptakan bid’ah yang melampaui batas, karena orang yang mengerjakan shalat (Raghaaib) itu dituntut untuk berpuasa pada keesokan harinya. Mungkin saja cuaca pada hari itu sangat panas, maka jika berpuasa tidak dapat makan hingga ia mengerjakan shalat Maghrib. Kemudian dalam waktu itu ia harus bertasbih dan berdzikir serta bersujud yang lama, sehingga hal itu menyiksanya”.
Kemudian ia melanjutkan :
وأني لأغار لرمضان ولصلاة التراويح كيف روجها بهذه بل هذه عند العوام أعظم وأحلى فإنه يحضرها من لا يحضر الجماعات
“Sesungguhnya aku sangat senang melakukan puasa Ramadlan dan shalat tarawih. Tapi mengapa orang-orang menganggap praktek bid’ah ini lebih baik ? Bahkan amalan (bid’ah) ini di sisi orang awam lebih besar dan lebih baik dimana orang-orang yang tidak menghadiri jama’ah (shalat tarawih) malah menghadiri shalat Raghaaib”.
Aku (Abu Syaammah) katakan : Barangkali sebab yang paling mendasar adalah apa yang disebutkan dalam hadits maudlu’ ini tentang besarnya pahala dan dihapuskannya dosa dengan sebab shalat. Oleh karena itu, orang-orang memperberat diri mereka (takalluf) dan malah mengabaikan apa-apa yang diwajibkan. Di samping itu, orang yang membuat/memalsukan hadits ini mempergunakan lafadh-lafadh yang secara dhahir menunjukkan kepalsuannya. Diantaranya adalah lafadh : yushallii bainal-‘isyaa’ wal-‘atamah, dimana maksudnya adalah bainal-maghribi wal-‘isyaa’. Kalimat ini sangat jauh dari lafadh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya telah shahih dari beliau tentang larangan untuk menyebut Maghrib dengan ‘Isyaa’, dan melarang menyebut ‘Isya’ dengan ‘Atamah. Hadits ini berderajat hasan, Allaahu a’lam.[4]
Telah berkata Al-Haafidh Abul-Khaththaab :
أما صلاة الرغائب فاتهم بوضعها على بن عبد الله ابن جهضم وضعها على رجال مجهولين لم يوجدوا في جميع الكتب رواها عنه الفقيه أبو القاسم عبد الرحمن بن ابراهيم الأصبهاني أبي عبد الله محمد بن اسحق ابن مندة
“Adapun shalat Ar-Raghaaib, maka orang yang dituduh memalsukannya adalah ‘Aliy bin ‘Abdillah bin Jahdlam yang disandarkan pada orang-orang yang majhuul (tidak dikenal) yang tidak ditemukan biografinya dalam berbagai kitab. Hadits itu diriwayatkan darinya oleh Al-Faqiih Abul-Qaasim ‘Abdurrahman bin Ibraahiim Al-Ashbahaaniy Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ishaaq bin Mandah”.
Beliau melanjutkan :
وكذلك عمل الحسين بن ابراهيم حديثا موضوعا على رجال مجهولين لا يعرفون والصقه بانس بن مالك قال قال رسول الله من صلى ليلة النصف من شعبان ورجب أربع عشر ركعة للحديث قال وهو حديث أطول من طويل جمع من الكذب والزور غير قليل
“Demikian pula yang dilakukan oleh Al-Husain bin Ibraahiim yang membuat hadits palsu yang kemudian disandarkan kepada orang-orang yang majhuul, tidak diketahui. Kemudian disandarkan kepada Anas bin Maalik, ia (Anas) berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang mengerjakan shalat di pertengahan bulan Sya’ban dan Rajab sebanyak 40 (empatpuluh) raka’at…” (Al-Hadiits). Hadits ini sangat panjang yang penuh dengan kebohongan dan kedustaan”.
Aku (Abu Syaammah) katakan : “Apa yang disebutkan oleh Al-Haafidh Abul-Khaththaab rahimahullahu ta’ala tentang (kepalsuan) hadits yang berisi perintah melaksanakan shalat Rajab dan Sya’ban, menjadi satu sebab Sulthaan Al-Kaamil Muhammad bin Abi Bakr rahimahullahu ta’ala membatalkan shalat ini di negerinya, Mesir. Ia adalah seorang penguasa yang berusaha keras untuk memelihara Sunnah dan mematikan bid’ah”.
………………..
[Selesai - Dibaca, diambil, dan diterjemahkan dari buku Al-Baa’its ‘alaa Inkaaril-Bida’ wal-Hawaadits oleh Abu Syaammah Al-Maqdisiy, hal. 41-43, tahqiq : ‘Utsmaan bin Ahmad ‘Anbar; Baarul-Hudaa, Cet. 1/1398 – Abul-Jauzaa’]


[1]      Beliau adalah Al-Imaam Syihaabuddin Abu Muhammad ‘Abdurrahman bin Isma’il bin Ibraahiim bin ‘Utsman, seorang ‘aalim yang menguasai beberapa cabang ilmu. Dilahirkan pada tahun 599 H. Beliau belajar Al-Qur’an darikecil dan menyempurnakan penguasaan ilmu qira’at kepada As-Sakhawiy, belajar Shahih Al-Bukhari dari Dawud bin Mulaa’ib dan Ahmad bin ‘Abdillah As-Salamiy, serta belajar Musnad Asy-Syafi’iy dari Muwaffiquddin Ibnu Qudamah Al-Maqdisiy dan kemudian beliau ulangi kembali di Iskandariyyah dari ‘Isa bin ‘Abdil-‘Aziiz Al-Muqri’.
Pada bagian alis kirinya terdapat tahi lalat yang cukup banyak, sehingga dengannya beliau dipanggil/dijuluki dengan Abu Syaammah (orang yang banyak tahi lalatnya).
Beliau wafat pada tanggal 19 Ramadlan 665 H.
[Lihat biografi beliau selengkapnya dalam Tadzkiratul-Huffadh oleh Adz-Dzahabiy, 4/1460-1462; Daarul-Ihyaa’ Al-‘Arabiy]. – Abu Al-Jauzaa’.
[2]      Hadits ini maudlu’ (palsu) sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul-Jauziy dan Al-Harawiy rahimahumallahu ta’ala – Abu Al-Jauzaa’.
[3]      Adz-Dzahabiy berkata : “Ia bukanlah orang yang tsiqah, bahkan ia dituduh (berdusta) yang mendatangkan berbagai malapetaka. Telah berkata Ibnu Khairuun : ‘Dikatakan : Sesungguhnya ia melakukan keduataan” [lihat Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 17/276].
[4]      Diriwayatkan dari ‘Abdullah Al-Muzanniy radliyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لا تغلبنكم الأعراب على اسم صلاتكم المغرب ! قال : وتقول الأعراب : هي العشاء.
“Janganlah kalian dipengaruhi oleh orang-orang Arab Baduwi dalam menyebut nama shalat kalian, yaitu Maghrib. Orang-orang Arab Baduwi menyebutnya ‘Isya’” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 563].
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لا تغلبنكم الأعراب على اسم صلاتكم. ألا إنها العشاء. وهم يعتمون بالإبل.
“Janganlah kalian dipengaruhi oleh orang-orang Arab Baduwi dalam penyebutan shalat kalian. Ketahuilah bahwa sebutannya adalah ‘Isya’ (bukan ‘atamah). Karena mereka mengisi waktu ‘atamah untuk memerah susu onta” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 644]. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar