Al-Imaam At-Tirmidziy rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ، حَدَّثَنَا الْمُقْرِئُ، عَنْ حَيْوَةَ بْنِ شُرَيْحٍ، عَنْ بَكْرِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ مِشْرَحِ بْنِ هَاعَانَ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: " لَوْ كَانَ بَعْدِي نَبِيٌّ لَكَانَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ "
Telah menceritakan kepada kami Salamah bin Syabiib : Telah menceritakan kepada kami Al-Muqri’, dari Haiwah bin Syuraih, dari Bakr bin ‘Amru, dari Misyrah bin Haa’aan, dari ‘Uqbah bin ‘Aamir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Seandainya setelahku ada nabi, niscaya ia adalah ‘Umar bin Al-Khaththaab” [As-Sunan, no. 3686].
Keterangan :
1. Salamah bin Syabiib An-Naisaabuuriy, Abu ‘Abdirrahmaan Al-Hajuriy Al-Masma’iy; seorang yang tsiqah (w. 247 H). Dipakai Muslim dalam Shahih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 400 no. 2507].
2. Al-Muqri’ namanya : ‘Abdullah bin Yaziid Al-Qurasyiy Al-‘Adawiy Al-Makkiy, Abu ‘Abdirrahmaan Al-Muqri’ Al-Qashiir; seorang yang tsiqah lagi mempunyai keutamaan (w. 213 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 558-559 no. 3739].
3. Haiwah bin Syuraih bin Shafwaan bin Maalik At-Tujiibiy, Abu Zur’ah Al-Mishriy; seorang yang tsiqah, tsabat, faqiih, lagi zaahid (w. 158/159 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 282 no. 1610].
4. Bakr bin ‘Amru Al-Ma’aafiriy Al-Mishriy; seorang yang shaduuq lagi ‘aabid (w. setelah 140 H pada masa pemerintahan Abu Ja’far). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 176 no. 753].
5. Misyrah bin Haa’aan Al-Ma’aafiriy, Abu Mush’ab Al-Mishriy; seorang yang dihukumi Ibnu Hajar maqbuul, yaitu jika ada mutaba’ah (namun jika tidak ada, maka lemah) (w. 128 H) [idem, hal. 944-945 no. 6724].
Saya (Abul-Jauzaa’) berkata :
Ahmad bin Hanbal berkata : “Ma’ruuf”. Ibnu Ma’iin berkata : “Tsiqah”. ‘Utsmaan bin Sa’iid Ad-Daarimiy berkata : “Shaduuq”. Al-‘Ijliy berkata : “Taabi’iy tsiqah”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-tsiqaat dan berkata : “Sering keliru dan menyelisihi”. Ia juga menyebutkannya dalam Al-Majruuhiin dan berkata : “Meriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Aamir hadits-hadits munkar yang tidak ada mutaba’ah-nya. Yang benar tentang perkaranya adalah meninggalkan riwayat-riwayatnya yang ia bersendirian, dan boleh dijadikan i’tibar jika berkesesuaian dengan perawi tsiqaat”. Ibnu ‘Adiy berkata : “Aku harap, tidak mengapa dengannya”. Adz-Dzahabiy berkata : “Shaduuq”. Di lain tempat ia berkata : “Tsiqah”.
Al-Albaaniy berkata : “Padanya terdapat pembicaraan, namun ia tidak turun dari tingkatan hasan”. Abu Ishaaq Al-Huwainiy berkata : “Shaduuq, terdapat sedikit pembicaraan dalam hapalannya”. Basyar ‘Awwaad dan Al-Arna’uth menyimpulkan : “Shaduuq hasanul-hadiits”.
[lihat : Taariikh Ibni Ma’iin lid-Daarimiy hal. 204 no. 755, Ma’rifatuts-Tsiqaat 2/279 no. 1728, Tahdziibul-Kamaal 28/7-8 no. 5974, Tahdziibut-Tahdziib 10/55 no. 295, Al-Kaasyif 2/265 no. 5456, Miizaanul-I’tidaal 4/117 no. 8549, Ash-Shahiihah 1/646, Natsnun-Nabaal hal. 1366 no. 3371, dan Tahriir Taqriibit-Tahdziib 3/380-381 no. 6679].
Kesimpulan : Misyrah seorang yang shaduuq. Ibnu Hibbaan telah menyendiri dalam penyebutan jarh tersebut.
6. ‘Uqbah bin ‘Aamir Al-Juhhaniy; salah seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam (w. 60 H di Mesir). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [At-Taqriib, hal. 684 no. 4675].
Sanad hadits ini hasan.
Diriwayatkan juga oleh Ahmad 4/154, Al-Fasawiy dalam Al-Ma’rifah 1/462 & 2/500, Abu Bakr Al-Qathii’iy dalam tambahannya atas Fadlaailush-Shahaabah no. 519, Al-Haakim 3/58, Ar-Ruuyaaniy dalam Al-Musnad 1/171 no. 214 & 1/174 no. 223, Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah no. 870 & 1006-1008, Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhal 1/71-72, Ad-Diinawariy dalam Al-Mujaalasah no. 217, Ibnu Syaahin dalam Syarh Madzaahibi Ahlis-Sunnah no. 141, Ibnu Sam’uun Al-Waa’idh dalam Al-Amaaliy no. 61, Ibnu ‘Abdil-Hakam dalam Futuuh Mishr hal. 193, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 17/298 no. 822, Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 2491, Al-Kalaabadziy dalam Bahrul-Fawaaid 1/282-283, no. 231, Ibnu ‘Asaakir dalam Al-Arba’iin no. 35, Al-Ashbahaaniy dalam Al-Hujjah fii Bayaanil-Mahajjah no. 460, Ibnul-Atsiir dalam Usdul-Ghaabah 3/330, Abu Nu’aim dalam Fadlaailul-Khulafaai Ar-Raasyidiin 1/89-90 no. 86, dan Al-Khathiib dalam Maudlihul-Auhaam 2/478; dari beberapa jalan, semuanya dari Abu ‘Abdirrahmaan Al-Muqri’, yang selanjutnya seperti hadits di atas.
Al-Muqri’ mempunyai mutaba’ah dari :
1. Wahbullah bin Raasyid Al-Mishriy;
Diriwayatkan oleh Al-Qathii’iy no. 694 : Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Numair An-Nahsyaliy Abu ‘Abdillah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Wahbullah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Haiwah bin Syuraih, dan seterusnya seperti hadits di atas. Riwayat ini sangat lemah, karena Al-Hasan - yaitu bin ‘Aliy bin Zakariyyaa bin Shaalih Al-Bashriy – seorang yang matruuk [Mishbaahul-Ariib, 1/343 no. 7126].
2. ‘Abdullah bin Waaqid.
Diriwayatkan oleh Ibnul-Jauziy dalam Al-Maudluu’aat 1/320 : Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Al-Hasan bin Mudlar Al-Halabiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Mush’ab bin Sa’d Abu Khaitsamah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Waaqid, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Haiwah bin Syuraih, dari Bakr bin ‘Amru, dari Misyrah bin Haa’aan, dari ‘Uqbah bin ‘Aamir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
لَوْ لَمْ أُبْعَثْ فِيكُمْ لَبُعِثَ عُمَرُ
“Seandainya tidak diutus kepada kalian (seorang Nabi), niscaya akan diutus ‘Umar”.
Hadits ini sangat lemah, karena ‘Abdullah bin Waaqid (Al-Harraaniy, Abu Qataadah) seorang yang matruuk [At-Taqriib, hal. 555 no. 3711].
Bakr bin ‘Amru mempunyai mutaba’ah dari Ibnu Lahii’ah dari dua jalan :
1. Yahyaa bin Katsiir An-Naahiy
Diriwayatkan oleh Al-Qathii’iy no. 498 dan Nashr bin ‘Abdil-‘Aziiz Al-Faarisiy dalam Majlis minal-Imlaa’ no. 26; dari jalan Ibraahiim bin ‘Abdillah Al-Bashriy Abu Muslim Al-Kajjiy , ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Katsiir An-Naahiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahii’ah, dari Misyrah bin Haa’aan, dari ‘Uqbah bin ‘Aamir secara marfu’.
Sanad hadits ini lemah, karena Ibnu Lahii’ah – lemah hapalan setelah kitab-kitabnya terbakar [At-Taqriib, hal. 538 no. 3587] – dan Yahyaa bin Katsiir – tidak diketemukan biografinya.
2. Risydiin bin Sa’d.
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 4/80-81 : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah bin Sa’iid Al-Ghuzziy : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abis-Sarriy : Telah menceritakan kepada kami Risydiin : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahii’ah, dari Ibnu Haa’aan, dari ‘Uqbah bin ‘Aamir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
لَوْ لَمْ أُبْعَثُ فِيكُمْ نَبِيًّا لَبُعِثَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ نَبِيًّا
“Seandainya tidak diutus seorang Nabi kepada kalian, niscaya akan diutus ‘Umar bin Al-Khaththaab sebagai Nabi”.
Ibnu ‘Adiy berkata : “Risydiin telah membalikkan matan hadits ini. Matan hadits ini yang benar adalah : ‘Seandainya setelahku ada nabi, niscaya ia adalah ‘Umar bin Al-Khaththaab’ [selesai].
Sanad hadits ini lemah karena Ibnu Lahii’ah dan Risydiin bin Sa’d [idem, hal. 326 no. 1953]. Muhammad bin ‘Abdillah bin Sa’iid, saya belum menemukan biografinya.
Misyrah mempunyai mutaba’ah dari Abu ‘Asyaanah; sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 17/310 no. 857 : Telah menceritakan kepada kami Abu Muslim Al-Kasysyiy : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Katsiir An-Naajiy : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahii’ah, dari Abu ‘Asyaanah, dari ‘Uqbah bin ‘Aamir secara marfu’.
Sanad hadits ini lemah, karena Ibnu Lahii’ah dan Yahyaa bin Katsiir (telah lewat penjelasannya).
Hadits ini mempunyai dua syaahid :
1. ‘Ishmah bin Maalik Al-Khathmiy; sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy 17/180 no. 475 : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Risydiin Al-Mishriy : Telah menceritakan kepada kami Khaalid bin ‘Abdis-Salaam Ash-Shadafiy : Telah menceritakan kepada kami Al-Fadhl bin Al-Mukhtaar, dari ‘Abdullah bin Mauhib, dari ‘Ishmah secara marfuu’.
Hadits ini lemah, karena kelemahan Ahmad bin Risydiin [Irsyaadul-Qaadliy, hal. 155-156 no. 172] dan Al-Fadhl bin Al-Mukhtaar [Abu Haatim berkata : “Majhuul, hadits-haditsnya munkar. Ia meriwayatkan hadits-hadits baathil (abaathil)” – Al-Jarh wat-Ta’diil, 7/69 no. 391].
2. Abu Sa’iid Al-Khudriy; sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath – Majma’ul-Bahrain 6/247-248 no. 3666 : Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Abi Thaahir bin As-Sarh : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Mun’im bin Basyiir Al-Anshaariy : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmaan bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari ‘Athaa’ bin Yasaar, dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah berkata Abu Sa’iid Al-Khudriy : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
لو كان الله باعثا رسولا من بعدي لبعث عمر بن الخطاب
“Seandainya Allah mengurus seorang Rasul setelahku, niscaya akan diutus ‘Umar bin Al-Khaththaab”.
Sanad hadits ini sangat lemah. ‘Abdul-Mun’iim bin Basyiir; ia telah dituduh Ibnu Ma’iin memalsukan hadits. Ibnu Hibbaan berkata : “Munkarul-hadiits” [lihat : Mishbaahul-Ariib, 2/290 no. 16592].
Walhasil, hadits ini hasan sebagaimana jalan riwayat yang disebutkan di awal.
Hadits ini dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah dalam Silsilah Ash-Shahiihah 1/646 no. 327; Al-Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. Thn. 1415 H].
Faedah Ringkas Hadits :
a. Hadits di atas menunjukkan keutamaan ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu di sisi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ia adalah shahabat yang paling utama setelah Abu Bakar radliyallaahu ‘anhumaa. Inilah yang diikrarkan oleh beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ الْمُخْتَارِ قَالَ خَالِدٌ الْحَذَّاءُ حَدَّثَنَا عَنْ أَبِي عُثْمَانَ قَالَ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَهُ عَلَى جَيْشِ ذَاتِ السُّلَاسِلِ فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ عَائِشَةُ فَقُلْتُ مِنْ الرِّجَالِ فَقَالَ أَبُوهَا قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَعَدَّ رِجَالًا
Telah menceritakan kepada kami Mua’llaa bin Asad : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin Al-Mukhtaar, ia berkata : Telah berkata Khaalid Al-Hadzdzaa’ dari Abu ‘Utsmaan, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ‘Amru bin Al-‘Aashradliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam mengutusnya beserta rombongan pasukan Dzatus-Sulaasil. Lalu aku ('Amru) bertanya kepada beliau : "Siapakah manusia yang paling engkau cintai?”. Beliau menjawab : "'Aisyah". Aku kembali bertanya : "Kalau dari kalangan laki-laki?". Beliau menjawab : "Bapaknya (yaitu Abu Bakr)". Aku kembali bertanya : "Kemudian siapa lagi?". Beliau menjawab : "'Umar bin Al-Khaththab". Selanjutnya beliau menyebutkan beberapa orang laki-laki" [Diriwayatkan Al-Bukhaariy no. 3662].
Dan apa yang dikatakan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam ini diikrarkan pula oleh para shahabat yang lain.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كُنَّا نُخَيِّرُ بَيْنَ النَّاسِ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنُخَيِّرُ أَبَا بَكْرٍ ثُمَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ ثُمَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Abdillah : Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan, dari Yahyaa bin Sa’iid, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata : “Kami memilih-milih orang terbaik di antara manusia pada jaman Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Dan kami pun memilih (yang terbaik tersebut) adalah Abu Bakr, kemudian 'Umar bin Al-Khaththaab, kemudian 'Utsmaan bin 'Affaan radliyallaahu 'anhum" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3655].
حدثنا أبو علي الحسن بن البزار حدثنا الهيثم بن خارجة ثنا شهاب بن خراش عن حجاج بن دينار عن أبي معشر عن إبراهيم عن علقمة قال سمعت عليا على المنبر فضرب بيده على منبر الكوفة يقول بلغني أن قوما يفضلوني على أبي بكر وعمر ولو كنت تقدمت في ذلك لعاقبت فيه ولكني أكره العقوبة قبل التقدمة من قال شيئا من هذا فهو مفتر عليه ما على المفتري أن خير الناس رسول الله صلى الله عليه وسلم وبعد رسول الله صلى الله عليه وسلم أبو بكر ثم عمر
Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aliy Al-Hasan bin Al-Bazzaar : Telah menceritakan kepada kami Al-Haitsam bin Khaarijah : Telah menceritakan kepada kami Syihaab bin Khiraasy, dari Hajjaaj bin Diinaar, dari Abu Mi’syar, dari Ibraahiim, dari ‘Alqamah, ia berkata : Aku mendengar ‘Aliy di atas mimbar, lalu ia memukul mimbar Kuufah dengan tangannya seraya berkata : Telah sampai kepadaku ada satu kaum yang mengutamakan diriku di atas Abu Bakr dan ‘Umar. Seandainya saja aku dapati hal itu sebelumnya, niscaya aku berikan/tetapkan hukuman padanya. Akan tetapi aku tidak suka ada satu hukuman sebelum permasalahan ada. Barangsiapa yang mengatakan sesuatu dari hal tersebut, maka ia telah dusta. Baginya diberikan hukuman sebagai seorang pendusta. Bahwasannya sebaik-baik manusia adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dan (sebaik-baik manusia) setelah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Bakr, kemudian ‘Umar…..” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah no. 993; hasan].
Bahkan,…. para shahabat diperintahkan untuk mengikuti dan meneladani ‘Umar – disamping Abu Bakr – radliyallaahu ‘anhumaa sepeninggal beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
حدثنا عبد الله قثنا محمد بن الصباح البزاز قثنا إسماعيل بن زكريا وهو الخلقاني عن سالم الأنعمي عن أبي العلاء قثنا عمرو بن هرم الأزدي عن ربعي بن حراش وعن أبي عبد الله أنهما سمعا حذيفة يقول قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إني لست أدري ما بقائي فيكم فاقتدوا بالذين من بعدي يعني أبا بكر وعمر
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammmad bin Ash-Shabbaah Al-Bazzaaz, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Zakariyya Al-Khulqaaniy, dari Saalim Al-An’umiy, dari Abul-‘Alaa’, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Harim Al-Azdiy, dari Rib’iy bin Khiraasy dan dari Abu ‘Abdillah, keduanya mendengar dari Hudzaifah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Aku tidak tahu sampai kapan aku hidup. Maka, teladanilah dua orang sepeninggalku nanti, yaitu : Abu Bakr dan ‘Umar” [Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 198; hasan].
b. Keutamaan dan kedudukan tinggi ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu di sisi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah karena kadar keimanan dan ilmunya.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ عُقَيْلٍ، عَنْ ابْنِ شِهَابٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو أُمَامَةَ بْنُ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ رَأَيْتُ النَّاسَ عُرِضُوا عَلَيَّ وَعَلَيْهِمْ قُمُصٌ فَمِنْهَا مَا يَبْلُغُ الثَّدْيَ وَمِنْهَا مَا يَبْلُغُ دُونَ ذَلِكَ وَعُرِضَ عَلَيَّ عُمَرُ وَعَلَيْهِ قَمِيصٌ اجْتَرَّهُ، قَالُوا: فَمَا أَوَّلْتَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: " الدِّينَ "
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Bukair : Telah menceritakan kepada kami Al-Laits, dari ‘Uqail, dari Ibnu Syihaab, ia berkata : telah mengkhabarkan kepadaku Abu Umaamah bin Sahl bin Hunaif, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : “Ketika tidur aku melihat dalam mimpi seluruh manusia diperlihatkan padaku dan masing-masing mereka mengenakan baju-baju. Ada yang mengenakan baju hingga ke dadanya, ada pula yang mengenakannya di bawah dada. Maka diperlihatkan kepadaku ‘Umar sementara ia mengenakan pakaian panjang yang diseret-seretnya”, Para shahabat bertanya, ” Apa takwil mimpi itu wahai Rasulullah ?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ”Agamanya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3691].
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُفَيْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي اللَّيْث، قَالَ: حَدَّثَنِي عُقَيْلٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ حَمْزَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، أَنَّ ابْنَ عُمَرَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ، أُتِيتُ بِقَدَحِ لَبَنٍ فَشَرِبْتُ حَتَّى إِنِّي لَأَرَى الرِّيَّ يَخْرُجُ فِي أَظْفَارِي، ثُمَّ أَعْطَيْتُ فَضْلِي عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ، قَالُوا: فَمَا أَوَّلْتَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: الْعِلْمَ "
Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin ‘Ufair, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Al-Laits, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ‘Uqail, dari Ibnu Syihaab, dari Hamzah bin ‘Abdillah bin ‘Umar : Bahwasannya Ibnu ‘Umar berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ketika aku tidur, aku bermimpi diberi segelas susu lalu aku meminumnya hingga aku melihat sesuatu yang indah keluar dari kuku-kukuku, kemudian aku berikan sisanya kepada shahabatku yang mulia, ‘Umar bin Al-Khaththaab”. Para shahabat bertanya : “Apa ta’wil mimpi tersebut wahai Rasulullah ?”. Beliau menjawab : “Ilmu” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 82].
Juga, karena besarnya kesungguhan ‘Umar dalam amal menegakkan agama Allah ta’ala :
حدثنا محمد بن بشار حدثنا عبد الوهاب بن عبد المجيد الثقفي حدثنا خالد الحذاء عن أبي قلابة عن أنس بن مالك قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أرحم أمتي بأمتي أبو بكر وأشدهم في أمر الله عمر......
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyaar : telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Wahhaab bin ‘Abdil-Majiid Ats-Tsaqafiy : Telah menceritakan kepada kami Khaalid Al-Hadzaa’, dari Abu Qilaabah, dari Anas bin Maalik, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Orang yang paling penyayang terhadap orang lain di kalangan umatku adalah Abu Bakr, yang paling tegas dalam menegakkan urusan Allah (syari’at-Nya) adalah ‘Umar……” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3791, dan ia berkata : “Hadits hasan shahih”].
c. Kenabian atau kerasulan bukanlah satu hal yang bisa diusahakan. Ia adalah anugrah Allah ta’ala yang diberikan kepada orang-orang mulia yang Ia kehendaki. Oleh karena itu, betapapun tingginya kedudukan ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu, ia tidak akan pernah menjadi Nabi ataupun Rasul.
Allah ta’ala berfirman :
أُولَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israel, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih” [QS. Maryam : 58].
وَكَذَلِكَ يَجْتَبِيكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَعَلَى آلِ يَعْقُوبَ كَمَا أَتَمَّهَا عَلَى أَبَوَيْكَ مِنْ قَبْلُ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ
“Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari takbir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Yakub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishaaq” [QS. Yuusuf : 6].
d. Risalah dan nubuwwah telah terputus dengan wafatnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah Nabi dan Rasul terakhir.
Allah ta’ala berfirman :
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi” [QS. Al-Ahzaab : 40].
Abul-Baqaa’ rahimahullah berkata :
وتسمية نبينا خاتم الأنبياء لأن الخاتم آخر القوم، قال الله تعالى مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
“Nabi kita dinamakan khaatamul-anbiyaa’ (penutup para nabi) karena kata al-khaatam adalah orang yang terakhir. Allah ta’ala berfirman : ‘Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi’ [Kulliyaat Abil-baqaa’].
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata :
قرأ عاصم وحده بفتح التاء، بمعنى أنهم به ختموا. وقرأ الجمهور بكسر التاء بمعنى أنه ختمهم، أي جاء آخرهم. وقيل: الخاتم والخاتم لغتان
“Hanya ’Aashim yang membaca dengan mem-fathah huruf ta’ (= khaatam), dengan makna : para nabi ditutup dengan kenabian beliau. Jumhur ulama membaca dengan meng-kasrah huruf ta’ (= khaatim), dengan makna : beliau datang untuk menutup mereka (para nabi). Dan dikatakan pula : al-khaatam dan al-khaatim adalah dua bahasa yang bermakna sama…” [tafsir Al-Qurthubiy, 14/196, Cet. 1, Mesir].
Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
فهذه الآية نص في أنه لا نبي بعده، وإذا كان لا نبي بعده فلا رسول بطريق الأولى والأحرى؛ .... وبذلك وردت الأحاديث المتواترة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم من حديث جماعة من الصحابة.
“Ayat ini menjelaskan bahwasannya tidak ada nabi setelah beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Tidak pula ada rasul setelahnya. ….. Dan terkait hal itu, telah ada hadits-hadits mutawatir dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh sekelompok shahabat” [Tafsir Ibni Katsiir, 3/493, Cet. 3, Mesir].
- Diambil dari buku Al-Qaadiyaaniyyah : Diraasaatun wa Tahliil oleh Dr. Ihsaan Ilahi Dhahiir, hal. 271-273, Cet. 16, Thn. 1404 H –
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدٍ الزَّعْفَرَانِيُّ، حَدَّثَنَا عَفَّانُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ يَعْنِي ابْنَ زيَادٍ، حَدَّثَنَا الْمُخْتَارُ بْنُ فُلْفُلٍ، حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ الرِّسَالَةَ وَالنُّبُوَّةَ قَدِ انْقَطَعَتْ، فَلَا رَسُولَ بَعْدِي وَلَا نَبِيَّ "
Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Muhammad Az-Za’faraaniy : Telah menceritakan kepada kami ‘Affaan bin Muslim : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Waahid – yaitu Ibnu Ziyaad - : Telah menceritakan kepada kami Al-Mukhtaar bin Fulful : Telah menceritakan kepada kami Anas bin Maalik, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salami : ”Sesungguhnya risalah dan nubuwwah telah terputus, sehingga tidak akan ada lagi rasul dan nabi setelahku….” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2272, dan ia berkata : “Hadits hasan shahih ghariib”].
Oleh karena, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kepada kita bahwa kelak (sepeninggal beliau) akan ada para pendusta yang mengaku-ngaku sebagai Nabi atau Rasul Allah.
حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ هَمَّامٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَقْتَتِلَ فِئَتَانِ فَيَكُونَ بَيْنَهُمَا مَقْتَلَةٌ عَظِيمَةٌ دَعْوَاهُمَا وَاحِدَةٌ، وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ قَرِيبًا مِنْ ثَلَاثِينَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ "
Telah menceritakan kepadaku ‘Abdullah bin Muhammad : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq : Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari Hammaam, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Hari kiamat tidaklah akan tegak hingga dua kelompok (besar) manusia saling berperang lalu terjadilah peperangan hebat antara keduanya, padahal dakwah mereka adalah satu. Hari kiamat tidaklah akan tegak hingga muncul para dajjaal pendusta yang jumlahnya sekitar 30 orang, kesemuanya mengatakan bahwa mereka itu utusan Allah (Rasulullah)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3609].
Barangsiapa yang mengaku-ngaku Nabi dan Rasul yang diutus (Allah ta’ala) setelah Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, wajib baginya diminta bertaubat kepada Allah ta’ala. Jika enggan, maka ia dibunuh karena telah kafir/murtad berdasarkan ijma’[1] kaum muslimin.
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ عِكْرِمَةَ، أَنَّ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، حَرَّقَ قَوْمًا فَبَلَغَ ابْنَ عَبَّاسٍ، فَقَالَ: لَوْ كُنْتُ أَنَا لَمْ أُحَرِّقْهُمْ لِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَا تُعَذِّبُوا بِعَذَابِ اللَّهِ، وَلَقَتَلْتُهُمْ "، كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillah : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Ayyuub, dari ‘Ikrimah : Bahwasannya ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu pernah membakar satu kaum. Sampailah berita itu kepada Ibnu ‘Abbas, lalu ia berkata : “Seandainya itu terjadi padaku, niscaya aku tidak akan membakar mereka, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Janganlah menyiksa dengan siksaan Allah’. Dan niscaya aku juga akan bunuh mereka sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Barangsiapa yang menukar agamanya, maka bunuhlah ia” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy no. 3017].
Demikianlah takhrij hadits dan beberapa faedah ringkas ini dituliskan. Semoga yang sedikit ini ada manfaatnya……
Wallaahu ta’ala a’lam.
[abul-jauzaa’ – ngaglik, Yogyakarta, 1432 H].
[1] Al-Allamah Ali Al-Qoriy - rahimahullah- berkata, "Pengakuan kenabian setelah Nabi kita -Shollallahu ‘alaihi wasallam- merupakan kekafiran menurut ijma’" [Lihat Syarh Al-Fiqh Al-Akbar (hal.244), cet. Darul Kutub Al-Ilmiyyah] – dinukil dari : http://almakassari.com/artikel-islam/aqidah/fatwa-ulama-zaman-tentang-kafirnya-orang-mengaku-nabi.html.
Sewaktu SMA,7 thn lalu..ana ikut pesantren kilat (bln romadhon),salah seorang pemateri menyampaikan (yg katanya) hadits qudsi yg ktnya seandainya ada nabi setelah ku,dialah syaikh abdul qodir al-jaelani
BalasHapusAlhamdulillah ana sekarang kenal dan berusaha sekuat tenaga mengikuti manhaj salaf..Minggu2 kemaren,ana smpt berbincang dgn seorang teman (sepertinya dia beraliran tasawuf),dia bercerita tntng karomah2 syeikh abdul qodir jaelani,dan ana tnykn tentang hadits qudsi diatas,dia membenarkan..tp tentu saja sy tdk prcy dgn hadits qudsi trsbt..bisakah ustadz menjelaskn kpd ana,tentang hadits qudsi yg dimaksud berikut takhrij dan perawinya?
Assalamualaikum,
BalasHapusUstaz mohon ditulis artikel perbezaan antara kenabian dan kerasulan disisi ahlu sunnah wal jamaah
Saya keliru
SHOHIH MUSLIM, KITAB JIHAD, BAB HUBAIBIYATI FIL HUDAIBIYATI
BalasHapusSahal bin Hunaif berkata, "Kami bersama Rasulullah di hari Hudaibiya. Jika Rasulullah memerintahkan kami berperang, kami akan berperang melawan Kaum Musyirkin, tetapi hari ini adalah hari perdamaian antara Rasulullah dengan Kaum Musyrikin.
Umar berdebat kepada Rasulullah dan Umar berkata, "Tidakkah kami benar dan mereka salah?"
Rasulullah berkata, "Ya"
Umar berkata, "Tidakkah kami akan masuk surga, jika kami wafat, dan tidakkah Kaum Musyirikan akan masuk neraka, jika mereka wafat?"
Rasulullah berkata, "YA"
Umar berkata, "Kenapa kita tidak menyerang Kaum Musyrikan, sebelum ALLAH menentukan taqdir kita?"
Rasulullah berkata, "Ya Umar ibn Khattab, saya adalah utusan Tuhan dan ALLAH tidak akan merugikan saya"
Umar ibn Khattab sangat marah kepada Rasulullah, sehngga Umar mengingalkan Rasulullah, sehingga Abu Bakr membujuk Umar supaya sabar.
KETERANGAN
Hadith yang mengatakan bahwa Umar ibn Khattab seharusnya nabi lain setelah Nabi Muhammad saw adalah teguran kepada Umar ibn Khattab yang dikatakan oleh Nabi Muhammad saw.
Nabi Muhammad saw wajib ditaati oleh Umar ibn Khattab, bukan Rasulullah mentaati Umar ibn Khattab.
Nabi Muhammad saw mengajarkan Islam dengan kasih sayang dan lemah lembut. Nabi Muhammad saw berbeda dengan para nabi sebelumnya, keras dan tegas adalah sifat sifat para nabi sebelumnya
Pemahaman Anda aneh dan lucu. Hadits di artikel, dilihat dari sisi manapun, baik implisit maupun eksplisit merupakan pujian, bukan teguran.
BalasHapusTentang masalah sikap 'Umar dalam perjanjian Hudaibiyyah,.... bahkan bukan hanya 'Umar yang saat itu belum bisa menerima keputusan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, tapi juga 'Aliy bin Abi Thaalib. Tahukan Anda,... bahkan 'Aliy pernah menolak perintah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk menuliskan kalimat : ‘Muhammad bin ‘Abdillah’ saat perjanjian Hudaibiyyah ?.
قَالَ لِعَلِيٍّ اكْتُبْ الشَّرْطَ بَيْنَنَا بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ هَذَا مَا قَاضَى عَلَيْهِ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ فَقَالَ لَهُ الْمُشْرِكُونَ لَوْ نَعْلَمُ أَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ تَابَعْنَاكَ وَلَكِنْ اكْتُبْ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ فَأَمَرَ عَلِيًّا أَنْ يَمْحَاهَا فَقَالَ عَلِيٌّ لَا وَاللَّهِ لَا أَمْحَاهَا
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata kepada 'Aliy : "Tulislah syarat antara kami dengan mereka : Bismillahirrahmanirrahim, ini adalah hasil keputusan yang ditetapkan oleh Muhammad Rasulullah". Maka orang-orang musyrik berkata kepada beliau : "Sekiranya kami mengetahui kalau engkau adalah Rasulullah, niscaya kami akan mengikutimu. Akan tetapi tulislah : 'Muhammad bin Abdillah". Lalu beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam memerintahkan 'Aliy agar menghapusnya (yaitu kalimat : Muhammad Rasulullah), namun 'Aliy berkata : "Demi Allah, aku tak akan menghapusnya".
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam wajib ditaati oleh 'Aliy, bukan Nabi wajib mentaati 'Aliy.
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah seorang yang bersikap lembut, dan juga dapat bersikap keras dan tegas jika melihat syari'at Allah dilanggar.