Saya mengharapkan para Pembaca semua, sebelum membaca artikel ini, membaca artikel situs Hakekat : http://hakekat.com/content/view/83/1/. Karenanya, tulisan ini sama sekali bukan bertujuan untuk mendiskreditkan shahabat besar ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Hanya saja, tulisan ini sekedar men-ta’kid apa yang telah tertulis di situs Hakekat.
Al-Imam Abu Daawud rahimahullah berkata :
حدثنا مسدد ثنا يحيى عن سفيان ثنا عطاء بن السائب عن أبي عبد الرحمن السلمي عن علي بن أبي طالب عليه السلام : أن رجلا من الأنصار دعاه وعبد الرحمن بن عوف فسقاهما قبل أن تحرم الخمر فأمهم علي في المغرب فقرأ قل يا أيها الكافرون فخلط فيها فنزلت لا تقربوا الصلاة وأنتم سكارى حتى تعلموا ما تقولون
Telah menceritakan kepada kami Musaddad : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari Sufyaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Athaa’ bin As-Saaib, dari Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib : Bahwasannya ada seorang laki-laki dari kalangan Anshaar memanggilnya (‘Aliy) dan ‘Abdurrahmaan bin ‘Auf, lalu memberi mereka minum khamr sebelum diharamkannya. Lalu ‘Aliy mengimami mereka shalat Maghrib dan membaca Qul yaa ayyuhal-kaafiruun, lalu ia pun salah dalam membacanya. Maka, turunlah ayat : ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan… (QS. An-Nisaa’ : 43)” [As-Sunan no. 3671].
Musaddad, ia adalah Ibnu Musarhad bin Musarbal bin Mustaurid Al-Asadiy, Abul-Hasan Al-Bashriy; seorang yang tsiqah lagi haafidh (w. 228 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 935 no. 6642].
Yahyaa, ia adalah Ibnu Sa’iid bin Faruukh Al-Qaththaan At-Tamiimiy; seorang yang tsiqah, mutqin, haafidh, imam, lagi qudwah (teladan) (120-198 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 1055-1056 no. 7607].
Sufyaan, ia adalah Ibnu Sa’iid bin Masruuq Ats-Tsauriy; seorang yang tsiqah, haafidh, lagi faqih (97-161 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 394 no. 2458].
‘Athaa’ bin As-Saaib bin Maalik Ats-Tsaqafiy Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq, namun bercampur hapalannya (ikhtilath) di akhir hayatnya (w. 136 H), sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam At-Taqriib (hal. 678 no. 4625). Dipakai Al-Bukhaariy dalam Shahih-nya. Namun yang benar ia seorang yang tsiqah. Para ulama melemahkannya dengan sebab ikhtilath-nya. Akan tetapi di sini, Sufyan Ats-Tsauriy mendengar riwayat dari ‘Athaa’ sebelum bercampur hapalannya. Oleh karenanya, riwayat ‘Athaa’ di sini adalah shahih [Tahdziibut-Tahdziib, 7/203-207 no. 386 dan Al-Mukhtalithiin oleh Al-‘Alaaiy hal. 82-84 no. 33].
Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy, namanya adalah ‘Abdullah bin Habiib bin Rubayyi’ah Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah lagi tsabat (w. 72/92/105 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 499 no. 3289].
‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu, salah seorang shabahat besar.
Hadits ini shahih. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud 2/416.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3026, ‘Abd bin Humaid no. 82, Al-Bazzaar dalam Al-Bahruz-Zakhaar no. 598, Ibnu Jariir dalam At-Tafsiir 5/95, dan Al-Haakim 2/307.
Jika Syi’ah mengklaim ‘Aliy adalah ma’shum, bagaimana mereka memandang perbuatannya meminum khamr ? Mungkin mereka akan menanggapi bahwa ‘Aliy minum khamr sebelum turun larangan dari Allah ta’ala.
Jika mereka merespon hal tersebut, sebenarnya itu bertentangan dengan ‘aqidah mereka sendiri. Walau bagaimanapun, khamr merupakan dzat/minuman yang tercela. Jika memang ‘Aliy ma’shum sejak ia dilahirkan, tentu ia tidak akan meminum khamr sebagaimana Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak minum khamr. Selain itu, bagaimana bisa ‘Aliy bin Abi Thaalib mengimami shalat dalam keadaan mabuk sehingga ia keliru membaca surat pendek Al-Kaafiruun ? Jelas ini bertentangan dengan doktrin kema’shuman yang direkayasa para pembesar Syi’ah.
Adapun Ahlus-Sunnah memandang, ‘Aliy bin Abi Thaalib adalah manusia biasa sebagaimana para shahabat besar yang lainnya. Di samping berbagai keutamaan yang dimilikinya, ia pun juga bisa melakukan kekeliruan sebagaimana shahabat lain melakukan kekeliruan. Dan mereka dimaafkan atas kekeliruannya itu, karena mereka (para shahabat) adalah kaum yang bersegera dalam taubat setelah melakukan kekeliruan.
Wallaahu ta’ala a’lam.
ALBANI…
BalasHapusMULUTNYA ASAL BUNYI…
HATINYA PENUH BENCI…
GARA-GARA ALBANI…
BERAGAMA JADI NGERI…
ISLAM JADINYA TAK BERBUDI…
ALBANI…
RAJANYA TAKFIRI…
MAUNYA MASUK SURGA SENDIRI…
ALBANI…
MUHADDITS KELAS TERI…
BANYAK SALAH NGGAK TELITI, TAPI TERUS DIPUJI WAHABI…
ALBANI…
FATWANYA NGAWUR TAK BERPERI…
ITULAH PAHLAWAN WAHABI…
Menarik juga isi puisi Anda, walau minim estetika seni - klau tidak boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Apapun itu, bagi saya, perkataan Anda semakin memberikan bukti bagi saya bahwa Al-Albaaniy adalah seorang ulama besar. Kalau memang bukan ulama besar, tidak mungkin tulisannya akan disorot banyak kalangan, mulai tingkatan ulama sampai tingkat 'ecek-ecek' seperti Anda.
BalasHapusKHOMEINI...
BalasHapusMULUTNYA ASAL BUNYI
HATINYA PENUH DENGKI
GARA-GARA KHOMEINI...
BERAGAMA JADI NGERI...(NGERI DI-MUT'AH)
ISLAM JADINYA TAK BERPERI
KHOMEINI...
RAJANYA PENDENGKI
TERUS-TERUSAN MENGKAFIRKAN PARA SAHABAT YANG BERBUDI
KHOMEINI...
ULAMA SUNGSANG
FATWANYA GA BISA DIPEGANG
KHOMEINI...
HOBINYA MUT'AH
HINGGA ORANG-ORANG MENJADI SUSAH
ITULAH ULAMA SYI'AH
:D
To : Anonim 4 November 2010 10.43
BalasHapusAssalaam 'alaykum...
semoga Allah menunjukan kepada saya dan anda, adab yang baik, serta manhaj yg lurus.
Saudaraku, jangan mempermalukan diri anda sendiri...jika anda tidak setuju dengan syaikh al-albani, kritik lah beliau dengan kritikan ilmiyah...sungguh kami, para "wahabi" tidaklah menganggap seorangpun ma'shum, kecuali Nabi Muhammad Shallallahu 'alayhi wa sallam.
Kami, para "wahabi"...tidaklah seperti sekelompok aliran sesat dan menyesatkan yg menganggap bahwa para imam mereka itu ma'shum.
Bahkan kitab "pendiri wahabi" yakni Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab pun, dijelaskan (di kritik) beberapa haditsnya yg lemah di blog ini.
"Teko itu hanya mengeluarkan apa yg ada didalamnya...jika yg ada adalah air susu, maka yg keluar dari mulut teko pun air susu.
Jika yg ada di dalamnya adalah air comberan, maka yg keluar dari mulut teko pun...air comberan."
To : Anonim 4 November 2010 11.16
Assalaam 'alaykum...tak perlulah kiranya kita bersikap seperti mereka...semoga kita bisa membela syaikh al albani dgn pembelaan yg elok.
وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلۡجَـٰهِلُونَ قَالُواْ سَلَـٰمً۬ا
(QS.Al Furqon : 63)
Assalamu'alaikum
BalasHapusana anonim yg 4 November 2010 11.16
Maafkan ana terutama pd akh Abul Jauzaa yg punya blog, antum benar akh ibnu, celaan tidaklah harus dibalas dengan celaan. Ana hanya emosi dengan mulut kotor spt yg dilontarkan anonim 4 November 2010 10.43. Semoga Allah Ta'ala memaafkan kesalahan dan kekhilafan ana.
Ada pembahasan yg cukup berimbang tentang hal ini. Benarkah Ali sholat sambil mabuk..?
BalasHapushttp://secondprince.wordpress.com/2010/11/05/apakah-ali-bin-abi-thalib-shalat-sambil-mabuk/
ust, tulisan antum ini disanggah oleh SP.
BalasHapuskesimpulan si rafidhah ini : hadis ini dhaif karena matannya mudhtharib dan kemungkinan berasal dari ikhtilath Atha’ bin As Saaib.
baarokallohu fiik
Adapun bagian selanjutnya, saya akan sedikit menyinggung tentang sanad dan matan hadits (secara ringkas), berikut kemungkinan pentarjihannya (dengan melihat qarinah-qarinahnya).
BalasHapusHadits ini mempunyai lima jalan :
JALAN SUFYAAN ATS-TSAURIY
1. Telah diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3671 : Telah menceritakan kepada kami Musaddad : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari Sufyaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Athaa’ bin As-Saaib, dari Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib : “…….(dengan menyebut ‘Aliy sebagai imam)…..”.
Dan dari jalannya Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa no. 1698 (penomoran sesuai yang ada dalam Maktabah Hadits islamspirit) dan Adl-Dliyaa’ dalam Al-Mukhtarah no. 567.
2. Telah diriwayatkan oleh Al-Haakim no. 3199 (dengan penomoran sesuai maktabah sahab) : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin ‘Aliy bin Duhaim Asy-Syaibaaniy : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Haazim Al-Ghiffaariy : Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim dan Qabiishah, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari ‘Athaa’ bin As-Saaib, dari Abu ‘Abdirrahmaan, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu : “……………(dengan menyebut seorang laki-laki tanpa disebutkan namanya sebagai imam)…..”.
3. Telah diriwayatkan oleh Al-Haakim no. 7220 : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Abdillah Muhamad bin Ya’quub Al-Hafidh : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Al-Hasan : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Al-Walid : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan. Dan telah menceritakan kepada kami Abu Zakariyyaa Yahyaa bin Muhamad Al-‘Anbariy : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Abdilah Al-Buusyanjiy : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal : Telah menceritakan kepada kami Wakii’ : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari ‘Athaa’ bin As-Saaib, dari Abu ‘Abdurrahman As-Sulamiy, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu : “……..(dengan menyebut ‘Abdurahman bin ‘Auf sebagai imam)…..”.
4. Telah diriwayatkan oleh Al-Haakim no. 7221 : Telah menceritakan kepada kami Abu Zakariyya Al-‘Anbariy : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Buusyanjiy : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurahmaan bin Mahdiy : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari ‘Athaa’ bin As-Saaib, dari Ibnu ‘Abdirrahmaan, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu : “……(dengan menyebutkan ‘Abdurrahmaan bin ‘Auf sebagai imam)….”.
Diriwayatkan pula oleh Adl-Dliyaa’ dalam Al-Mukhtarah no. 568 dari jalan Bundaar, dari ‘Abdurrahmaan bin Mahdiy.
Namun riwayat An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa 10/65 no. 11041, disebutkan yang mengimami adalah ‘Aliy. An-Nasaa’iy berkata : Dari ‘Amru bin ‘Aliy, dari ‘Abdurrahman bin Mahdiy, dari Sufyaan, dari ‘Athaa’ bin As-Saaib, dari ‘Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy, dari ‘Aliy : “…… (dengan menyebutkan ‘Aliy bin Abi Thaalib sebagai imam)….”.
‘Amru bin ‘Aliy adalah seorang yang tsiqah lagi haafidh.
Riwayat dari jalur ini terdapat perselisihan dengan poros Sufyaan Ats-Tsauriy. Yahyaa bin Sa’iid Al-Qaththaan, Abu Nu’aim, Qabiishah, ‘Abdullah bin Al-Walid, Wakii’, dan ‘Abdurrahmaan bin Mahdiy (yang kesemuanya para perawi shaduuq atau tsiqaat) meriwayatkan dengan lafadh berbeda-beda dari Sufyaan. Adapun dugaan perselisihan ini berasal dari ‘Athaa’ bin As-Saaib, maka ini tidak benar. Ia seorang yang tsiqah, karena Sufyaan meriwayatkan hadits darinya sebelum ikhtilathnya. Kecuali jika ‘Athaa’ ini seorang yang diragukan kedlabithannya, maka perselisihan ini patut diduga berasal darinya. Idlthiraab dari seorang tsiqah adalah sangat mungkin.
JALAN KHAALID BIN ‘ABDILLAH
BalasHapusTelah diriwayatkan oleh Al-Haakim no. 7222 : Telah menceritakan kepada kami Abu Zakariyya Al-‘Anbariy : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Buusyanjiy : Telah menceritakan kepada kami Musaddad bin Musarhad : Telah memberitakan Khaalid bin ‘Abdillah, dari ‘Athaa’ bin As-Saaib, dari Abu ‘Abdirrahmaan : “…. (dengan menyebutkan ‘Aliy bin Abi Thaalib sebagai imam)…..”.
Khaalid bin ‘Abdillah mendengar hadits dari ‘Athaa’ bin As-Saaib setelah ikhtilath-nya, sebagaimana dikatakan Ibnul-Qaththaan, Al-‘Uqailiy, dan ‘Ijliy (lihat Al-Mukhtalithiin oleh Al-‘Alaaiy hal. 82-84 no. 33).
Namun riwayatnya ini dapat digunakan sebagai i’tibar.
JALAN HAMMAAD
Telah diriwayatkan oleh Ath-Thabariy dalam Tafsir-nya (no. 9525) : Telah menceritakan kepada kami Al-Mutsannaa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaaj bin Al-Minhaal, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammaad, dari ‘Athaa’ bin As-Saaib, dari ‘Abdullah bin Habiib : “……(dengan menyebutkan ‘Aliy bin Abi Thaalib sebagai imam)…”.
Al-Mutsannaa, ada beberapa pembahasan tentangnya. Pendapat pertengahan yang saya ketahui bahwasannya ia seorang perawi maqbuul sebagaimana ada dalam bahasan : http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=196682 . Tentang Hammaad, maka ada dua syaikh Hajjaaj bin Minhaal yang bernama Hammaad, yaitu Ibnu Zaid dan Ibnu Salamah. Tentang Hammaad bin Zaid, maka penyimakan haditsnya dari ‘Athaa’ bin As-Saaib adalah shahih, karena ia mendengar sebelum ikhtilathnya. Adapun Hammaad bin Salamah, maka para ulama berbeda pendapat. Ibnul-Qaththaan dan kemudian diikuti oleh Al-‘Uqailiy berkata bahwa Hammaad bin Salamah mendengar hadits dari ‘Athaa’ bin As-Saaib setelah ikhtilathnya, karena menurutnya, ‘Athaa’ bin As-Saaib datang ke Bashrah di akhir umurnya – dan Hammaad bin Salamah termasuk penduduk Bashrah. Namun pendapat ini disanggah oleh Al-Haafidh Abu ‘Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Al-Mawwaaq bahwasannya ‘Athaa’ bin As-Saaib ini datang ke Bashrah dua kali. Dan Hammaad bin Salamah ini termasuk orang yang terdahulu penyimakan haditsnya dari ‘Athaa’. Oleh karena itu jumhur ulama berpendapat bahwa Hammaad bin Salamah mendengar hadits dari ‘Athaa’ bin As-Saaib sebelum ikhtilathnya. Di antara yang berpendapat seperti itu adalah : Ibnu Ma’iin, Abu Daawud, Ath-Thahawiy, dan Hamzah Al-Kinaaniy. Inilah pendapat yang benar [lihat : Al-Mukhtalithiin oleh Al-‘Alaaiy beserta ta’liq muhaqqiqnya, hal. 82-84 no. 33]. Menurut muhaqqiq Al-Mukhtarah, Hammaad di sini adalah Ibnu Salamah.
Penulis kitab Ash-Shahiih min Asbaabin-Nuzuul (‘Ishaam bin ‘Abdil-Muhsin Al-Humaidaan , hal. 123) menshahihkan riwayat ini. Seandainya riwayatnya ini lemah, maka tetap bisa digunakan sebagai i’tibar.
ABU JA’FAR AR-RAAZIY
BalasHapusTelah diriwayatkan oleh ‘Abdun bin Humaid dalam Al-Muntakhab no. 82 : Telah memberitakan kepada kami ‘Abdurrahmaan bin Sa’d, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami Abu Ja’far Ar-Raaziy, dari ‘Athaa’ bin As-Saaib, dari Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib : “…… (dengan menyebutkan ‘Aliy bin Abi Thaalib sebagai imam)…”.
Dan dari jalannya, At-Tirmidziy dalam As-Sunan no. 3026 dan Adl-Dliyaa’ dalam Al-Mukhtarah no. 566.
Akan tetapi riwayat di atas diselisihi oleh Ibnu Abi Haatim dalam Tafsir-nya (no. 5352) : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Ammaar : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmaan bin ‘Abdillah bin Sa’d Ad-Dasytakiy : Telah menceritakan kepada kami Abu Ja’far Ar-Raaziy, dari ‘Athaa’ bin As-Saaib, dari Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib, ia berkata : “…… (dengan menyebut seorang laki-laki tanpa disebutkan namanya sebagai imam)…..”.
Muhammad bin ‘Ammaar mempunyai mutaba’ah dari Ahmad bin Muhammad bin Sa’iid Al-Anmaathiy sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Al-Bahruz-Zakhaar no. 598. Akan tetapi, Ahmad bin Muhammad ini tidak diketahui biografinya sebagaimana penelitian muhaqqiq kitab.
Letak awal perselisihan riwayat ini kemungkinan besar ada pada Abu Ja’far Ar-Raaziy. Ia (Abu Ja’far Ar-Raaziy) seorang yang jujur, namun tidak tetap kedlabithannya. Lihat pembahasan rawi ini dalam artikel http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/09/qunut-shubuh.html (catatan kaki no. 26). Selain itu, tidak diketahui apakah periwayatan haditsnya dari ‘Athaa’ sebelum atau setelah ikhtilathnya.
’ALIY BIN ‘AASHIM.
Telah diriwayatkan oleh Tamaam dalam Al-Fawaaid no. 1592 : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Ma’aaliy bin Shaabir : Telah memberitakan Asy-Syariif bin An-Nusaib, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Imaam Abu Bakr Ahmad bin ‘Aliy bin Tsaabit Al-Khathiib secara ijazah : Telah menceritakan kepada kami Abul-Husain ‘Aliy bin Muhammad bin ‘Abdillah bin Basyraan : Telah memberitakan Abu ‘Aliy Ismaa’iil bin Muhammad Ash-Shaffaar : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Ja’far Az-Zibriqaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Aashim : Telah memberitakan ‘Athaa’ bin As-Saaib, dari Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy, ia berkata : “…… (dengan menyebutkan ‘Aliy bin Abi Thaalib sebagai imam)…”.
‘Aliy bin ‘Aashim seorang yang lemah, namun haditsnya bisa dijadikan i’tibar. Selain itu, penyimakan haditsnya dari ‘Athaa’ bin As-Saaib adalah setelah ikhtilathnya, sebagaimana dikatakan Al-‘Uqailiy. Abul-Ma’aaliy bin Shaabir, beberapa orang haafidh tsiqaat meriwayatkan darinya (As-Siyar, 21/93-94). Asy-Syariif bin An-Nusaib seorang yang tsiqah (idem, 19/358-361). Abu Bakr Ahmad bin ‘Aliy bin Tsaabit Al-Khathiib seorang yang tsiqah (idem, 18/270). ‘Aliy bin Muhammad bin ‘Abdillah bin Basyraan seorang yang shaduuq tsabt (idem, 17/311-313). Abu ‘Aliy Ismaa’iil bin Muhammad Ash-Shaffaar seorang yang tsiqah (idem, 15/440-441 no. 250). Yahyaa bin Ja’far Az-Zibriqaan, tidak mengapa dengannya sebagaimana dikatakan Ad-Daaruquthniy (Mishbahul-Ariid no. 29066).
PEMBAHASAN
BalasHapusDari beberapa jalan riayat di atas didapat satu faedah :
1. Jalan Sufyaan Ats-Tsaury, matannya idlthiraab tentang siapa yang menjadi imam. Dan perselisihan yang paling banyak adalah dari jalan Sufyaan ini.
2. Jalan Khaalid bin ‘Abdillah, sanadnya lemah namun bisa dijadikan i’tibar, yaitu dengan penyebutan ‘Aliy bin Abi Thaalib sebagai imam.
3. Jalan Hammaad, seandainya sanadnya dihukumi lemah, namun tetap bisa dijadikan i'tibar, yaitu dengan penyebutan ‘Aliy bin Abi Thaalib sebagai imam.
4. Jalan Abu Ja’far Ar-Raaziy, matannya idlthirab tentang siapa yang menjadi imam.
5. Jalan ‘Aliy bin ‘Aashim, sanadnya lemah namun bisa dijadikan i’tibar, yaitu dengan penyebutan ‘Aliy bin Abi Thaalib sebagai imam.
Satu hadits dikatakan idlthirab jika masing-masing jalan periwayatan sama kuat dan tidak bisa ditarjih. Akan tetapi di sini nampak satu arah qarinah pentarjihan, yaitu yang lafadh yang mahfudh adalah lafadh yang menyatakan bahwa ‘Aliy bin Abi Thaalib yang menjadi imam dan telah keliru dalam membaca ayat. Idlthirab pada jalan Sufyaan dan Abu Ja’far Ar-Raaziy ini mempunyai qarinah penguat dari jalan Khaalid, Hammaad, dan ‘Aliy bin ‘Aashim. Inilah yang shahih. Wallaahu a’lam.
Dan satu hal yang perlu dicatat di sini bahwa, dari semua riwayat yang disebutkan, semua perawi telah bersepakat bahwa ‘Aliy bin Abi Thaalib meminum khamr bersama shahabat lainnya. Tidak ada idlthirab dalam lafadh hadits ini.
Kalau misalnya orang Syi’ah berkelit menganggap minum khamr bagi ‘Aliy sebelum adanya pengharamannya tidak apa-apa, maka bagi saya adalah ‘masalah’. Tentu saja, ‘masalah’ ini saya pandang dari sisi doktrin kema’shuman Syi’ah. Khamr, bagaimanapun, merupakan minuman yang tercela. Jika tidak demikian, niscaya Allah tidak akan melarangnya. Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa khamr, walaupun ia mempunyai manfaat, namun mafsadatnya lebih besar daripada manfaatnya. Akankah imam ma’shum yang terjaga dari dosa besar, dosa kecil, kesalahan, ataupun lupa (menurut teologi Syi’ah) meminum khamr ?
Jazakallahu khairan..
BalasHapusDengan begini saya jadi semakin memahami metode si secondprince yang majhul itu..
metode pemahaman 'serba-boleh' yang diterapkannya dalam istidlal dan penghukuman hadits secara 'suka-suka' membuat kedok syi'ah nya kian terbuka walau dia coba mengingkari.. :)
Intinya si SP ini plin-plan juga orangnya, gaya-nya saja yg sok berpegang pada metode takhrij hadits, tetapi nyatanya dia mendahulukan prakonsepsi dan paham dia drpada metode. maklum saja dia kan sudah terdoktrin kalau Ali bin Abi Thalib adalah manusia ma'shum (kalau bahasa-nya dia sebagai pedoman umat) makanya ga boleh salah. jadi sebenarnya nafsunya yang berbicara tetapi dia kelihatannya ga sadar dan merasa benar sendiri. ngomongin orang fallacy padahal dia sendiri juga fallacy. ya mudah-mudahan ada cermin yg bisa membuat dirinya berkaca dan dia bisa menyadarinya.
BalasHapusJazakallahu khairan Ustad
2nd Prince lagi.... hehe.... Seorang Rafidhi yang tidak ingin mengakui bahwa dia adalah seoarng Rafidhi/Twelver... hehe...
BalasHapus=========================
"Ambil yang cocok dan buang yang tidak cocok"
-:Sebuah permainan yang di mainkan Rafidhoh, sehingga kaum muslimin di sibukkan oleh Syubhat yang dilontarkan mereka dalam mengutak-utak hadist ahlusunnah, berlandasan memang jika mereka melakukan demikian, karena Ilmu Rijaal mereka... "Semrawutnya bukan main" maka tak heran...
"Menyerang terlebih dahulu...sebelum terkoyak-koyak borok-borok kami (Rafidhoh) oleh mereka (Ahlussunnah)"
------
Jazakallahu Khoyron mas Abul Jauzaa.
Mungkin karena tidak ada bahan ilmu hadits yang memadai yang dapat dipelajari dari agama sendiri (Syi'ah).....
BalasHapusUntuk bahan bacaan penjelasan ulama Syi'ah tentang riwayat-riwayat hadits di kitab mereka, silakan baca :
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/12/syiah-dan-riwayat-hadits-dalam-kitab.html.
Assalamu'alaikum ustadz
BalasHapusKok link-nya yg antum kasih ga bisa dibuka, tulisannya laman tidak ditemukan.
Link yang mana ? yang di atas antum persis ? bisa tuh. coba antum sorot, lalu di copi paste pada tab baru (titik di akhir alamat setelah html jangan ikut ke-kopi).
BalasHapusOh iya, maaf sekali lagi maaf. Titiknya ikut ke-kopi makanya laman tdk ditemukan. Skrg udh bisa. Terima kasih.
BalasHapusmaaf,coba diteliti kembali. hadits muawiyah tsb berbeda secara sanad & matan, jadi tidak bisa dikatakan idtirab..
BalasHapussedangkan hadits Ali shlat sambil mabuk jelas idhtirab karena bersumber dari Athaa’ bin As Saaib,.. jadi kasusnya beda..
ya sudah saya teliti, bahkan berulang kali.
BalasHapusSama persis si tidak. namun garis merah bahasannya sama. syarat-syarat idlthirab pun ada, sebagaimana dikenal dalam ilmu hadits. ada titik pertemuan sanad di 'abdulah bin 'amru. peristiwa yang diceritakan adalah sama. hanya saja, ada perbedaan penyebutan antara satu jalan dengan yang lain.
jika tidak ada jalan pertarjihan yang bisa dilakukan, maka ini namanya idlthiraab. saya hanya mengikuti logika-logika jika kita mengambil satu jalan saja tanpa memusingkan jalan sanad yang lain. sekali lagi, tanpa memusingkn adanya pentarjihan.
dan dalam tulisan saya pun telah saya katakan bahwa dhahir hadits al-baladzuriy adalah shahih, namun ma'lul (ada cacat tersembunyi). silakan anda baca kembali tulisan saya....
sedangkan di sini, titik pertemuan sanad ada. yang idlthiraab, titik pertemuan sanadnya di sufyaan dan abu ja'far ar-raaziy yang masing-masing mnyebutkan objek orang yang berbeda. adapun hadits itu sendiri berporos pada 'atha' bin as-saaib. dan di jalan lain selain Sufyaan dan Abu Ja'far, tidak ada perbedaan lafadh yang semuanya menunjukkan objek yang sama (yaitu 'Aliy yang menjadi imam). Ini menunjukkan bahwa (dugaan) idlthiraab matan itu bukanlah berasal dari 'Athaa' bin As-Saaib.
coba anda baca kembali beberapa buku ilmu hadits yang membahas tentang hadits idlthiraab (terutama idlthiraab matan).
afwan ustadz link http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/12/syiah-dan-riwayat-hadits-dalam-kitab.html.
BalasHapustidak dapat di buka kalau pun dapat seperti ini.....
Laman tidak ditemukan
Maaf, laman yang sedang Anda cari dalam blog Abul-Jauzaa Blog - !! كن سلفياً على الجادة tidak ada.
Ke beranda blog
Beranda | Fitur | Tentang | Buzz | Bantuan | Bahasa | Pengembang | Gear
Persyaratan Layanan | Privasi | Kebijakan Konten | © 1999 – 2010 Google
syukron ustad ,barakALLAH hu fiik.
Kayaknya tanda titik [.] sehabis html ikut kekopi, jadi tidak konek.
BalasHapusSilakan diulang :
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/12/syiah-dan-riwayat-hadits-dalam-kitab.html
Mengenai jalan sufyan dan jalan Abu Ja’far Ar Raziy sudah disebutkan di atas.
BalasHapusMengenai jalan Khalid bin Abdullah dan jalan Aliy bin Aashim keduanya berporos pada kelemahan yang sama yaitu ikhtilatnya Athaa’ bin As Saaib karena keduanya meriwayatkan setelah Athaa’ mengalami ikhtilath.
Selain itu jalan keduanya diriwayatkan dengan sanad dari Athaa’ bin As Saib dari Abu Abdurrahman tanpa menyebutkan nama Ali.
Mengenai jalan Hammad maka itu pun menguatkan hujjah idhthirab karena ikhtilatnya Athaa’ karena jalan Hammad tersebut dalam sanadnya Athaa’ meriwayatkan dari Abu Abdurrahman tanpa menyebutkan nama Imam Ali.
Ketiga jalan sanad Aliy bin Aashim, Khalid bin Abdullah dan Hammad menyebutkan dengan matan kalau yang mengundang minum khamar adalah Abdurrahman bin ‘Auf.
Hal ini bertentangan dengan riwayat Sufyan kalau yang mengundang adalah seorang laki-laki dari kalangan anshar.
Intinya hadis-hadis yang dijadikan i’tibar menurut saudara abul-jauzaa’ itu tetap menunjukkan pertentangan pada sanad maupun pada matannya.
kelima jalan ini semuanya tetap berporos pada Athaa’ bin As Saaib.
Seharusnya dengan mengumpulkan semua sanad dan matan hadisnya dapat diketahui dengan jelas kalau hadis ini lemah karena ikhtilathnya Athaa’ bin As Saaib.
tidak ada penjelasan lain soal pertentangan baik dalam sanad dan matannya kecuali berasal dari ikhtilathnya Athaa’ bin As Saaib.
Saya rasa, saya tidak perlu menjawabnya, karena sudah saya tanggapi di atas (di bagian komentar). Kalau kita mau mentarjih, maka sudah kelihatan kok sebenarnya. Tapi berhubung niatnya mau melemahkan, ya akhirnya gak mau melihat kemungkinan tarjih yang sudah gampang terlihat.
BalasHapusAnda dapat cermati siapa sebenarnya yang menjadi imam. Itu saja kok. Gampang.