Ada imel yang masuk sebagai berikut :
Assalamu'alaikum
Ana mau tanya ttg derajat ke shahihan hadits berikut ini ustad.
حدثنا ابن عوف حدثنا محفوظ بن بحر الأنطاكي حدثنا موسى بن محمد الأنصاري الكوفي عن أبي معاوية عن الأعمش عن مجاهد عن ابن عباس رضي الله عنهما مرفوعا أنا مدينة الحكمة وعلي بابها
Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Auf yang berkata telah menceritakan kepada kami Mahfuzh bin Bahr Al Anthakiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Musa bin Muhammad Al Anshari Al Kufi dari Abi Muawiyah dari Al ‘Amasy dari Mujahid dari Ibnu Abbas RA secara marfu’[dari Rasulullah SAW] “Aku adalah kota hikmah dan Ali adalah pintunya”. [Min Hadits Khaitsamah bin Sulaiman 1/184 no 174]
Hadis ini shahih diriwayatkan oleh para perawi tsiqah. Khaitsamah bin Sulaiman adalah seorang Imam tsiqat Al Muhaddis dari Syam seperti yang dikatakan oleh Adz Dzahabi [As Siyar 15/412 no 230]
Tafadhol diberikan sedikit penjelasan utk kita ustad
Wassalam
Wa’alaikumus-salaam warahmatullaah
Sanad hadits yang antum tanyakan adalah tidak shahih lagi tidak bisa dipergunakan sebagai hujjah.
Adz-Dzahabiy membawakan riwayat Khatsamah bin Sulaiman tersebut sebagai berikut :
حدثنا ابن عوف ، حدّثنا مـحفوظ بن بَحْر ، ثنا: موسى بن محمد الأنصاري الكوفي ، عن أبي معاوية ، عن الأعمش ، عن مـجاهد ، عن ابن عبـاس ـ رضـي الله عنهما ـ ، مـرفوعاً: ( أنا مدينة الحكمة ، وعلي بابها ).
Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Auf : Telah menceritakan kepada kami Mahfuudh bin Bahr : Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin Muhammad Al-Anshaariy Al-Kuufiy, dari Abu Mu’aawiyyah, dari Al-A’masy, dari Mujaahid, dari Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa secara marfu’ : “Aku adalah kota hikmah, sedangkan ‘Aliy adalah pintunya” [lihat Miizaanul-I’tidaal 3/444 no. 7092].
Penyakit dalam sanad ini terletak pada :
1. Al-A’masy; ia adalah Sulaimaan bin Mihraan. Ia seorang yang tsiqah, namun masyhur dalam tadliis. Di sini ia membawakan dengan ‘an’anah.
Ibnu Hajar memasukkannya dalam thabaqah kedua. Namun dalam kitab An-Nukat (2/640), ia memasukkan Al-A’masy dalam thabaqah ketiga, dan inilah yang benar; sebab ia sering melakukan tadlis dengan menggugurkan perawi dla’if [lihat Miizaanul-I’tidaal, 2/224]. Ulama mutaqaddimiin tidak menerima tadlis-nya kecuali jika ia menjelaskan tashrih penyimakannya dari gurunya.
Ad-Daarimiy – setelah membawakan pencelaan Ibnu Ma’iin terhadap mudallis yang menggugurkan perawi dla’if di antara dua perawi tsiqah – berkata : “Al-A’masy sering melakukan hal itu” [Taariikh Ad-Daarimiy, hal. 243 no. 952].
Abul-Fath Al-Azdiy berkata : “Dan orang yang melakukan tadlis dari orang yang tidak tsiqah, maka tidak diterima haditsnya tersebut jika ia memursalkannya (yaitu dengan shighah riwayat : ‘an) hingga ia berkata : haddatsanii (telah menceritakan kepadaku) Fulaan, atau sami’tu (aku telah mendengar). …… Maka, kami tidak menerima tadlis Al-A’masy karena ia melewatkan (mengugurkan) para perawi yang tidak tsiqah” [Al-Kifaayah, hal. 362].
Adapun riwayat Al-A’masy dari Mujaahid, maka para ulama banyak memperbincangkannya.
Ya’quub bin Syaibah berkata : “Tidak benar hadits Al-A’masy dari Mujaahid kecuali sedikit di antaranya. Aku bertanya kepada ‘Aliy bin Al-Madiiniy : “Berapa banyak hadits yang didengar Al-A’masy dari Mujaahid ?”. Ibnul-Madiiniy berkata : “Tidak tsabit darinya kecuali hadits yang ia berkata : ‘sami’tu (aku telah mendengar)’; yang jumlahnya sekitar sepuluh. (Selebihnya), hadits-hadits Al-A’masy dari Mujaahid hanyalah berasal dari (perantaraan) Abu Yahyaa Al-Qattaat” [Tahdziibut-Tahdziib, 4/225]. Saya (Abul-Jauzaa’) berkata : Abu Yahyaa Al-Qattaat adalah perawi dla’iif. Ibnu Hajar berkata : “Layyinul-hadiits” [At-Taqriib – bersama At-Tahriir 4/295 no. 8444. Lihat pula Tahdziibul-Kamaal 34/401-403 no. 7699].
Telah berkata ‘Abdullah bin Ahmad dari ayahnya dalam hadits-hadits Al-A’masy, dari Mujaahid : Telah berkata Abu Bakr bin ‘Iyaasy darinya (Al-A’masy) : Telah menceritakan kepadaku Laits, dari Mujaahid” [Tahdziibut-Tahdziib, 4/225]. Laits ini adalah Ibnu Abi Sulaim bin Zunaim; seorang yang dla’iif [At-Taqriib – bersama At-Tahriir 3/204 no. 5685. Lihat pula Tahdziibul-Kamaal 24/279-288 no. 5017].
Ini adalah dua bukti Al-A’masy melakukan tadlis taswiyyah.
Abu Haatim berkata : “Al-A’masy sedikit penyimakan haditsnya dari Mujaahid. Dan kebanyakan yang ia riwayatkan dari Mujaahid adalah mudallas” [Al-‘Ilal, 2/210].
Yahya bin Ma’iin berkata : “Al-A’masy telah mendengar dari Mujaahid. Dan setiap yang ia riwayatkan darinya (Mujaahid), ia tidak mendengarnya. Hanya saja ia merupakan riwayat mursal lagi mudallas” [Riwaayat Ibnith-Thuhmaan no. 59]. Masih ada kritikan lain dari para huffadh atas riwayat Al-A'masy dari Mujaahid, seperti : Ibnul-Qaththaan [lihat Muqaddimah Al-Jarh wat-Ta'diil, hal 241].
Di sini nampaklah kekeliruan sebagian orang yang menerima secara mutlak tadlis Al-A’masy hanya karena melihat peletakan Al-A’masy oleh Ibnu Hajar dalam thabaqah kedua dalam kitab Thabaaqaatul-Mudallisiin.[1]
2. Abu Mu’aawiyyah telah rujuk dan meninggalkan hadits tersebut.
Ibnu Ma’iin pernah ditanya tentang hadits Abu Mu’aawiyyah, dari Al-A’masy, dari Mujaahid, dari Ibnu ‘Abbaas : ‘Aku adalah kota ilmu dan ‘Aliy adalah pintunya’; maka ia berkata : “Itu termasuk hadits Abu Mu’aawiyyah. Telah menceritakan kepadaku Ibnu Numair, ia berkata : Dulu Abu Mu’aawiyyah telah meriwayatkan hadits itu, namun kemudian ia meninggalkannya……” [Ma’rifatur-Rijaal, 1/79 no. 231].
Ini menunjukkan riwayat yang diterima Abu Mu’aawiyyah adalah lemah yang baru ia ketahui kemudian. Jika riwayat tersebut bukan riwayat lemah, lantas mengapa ia meninggalkan hadits tersebut ? [lihat ta’liq Al-Mu’allimiy Al-Yamaaniy pada Fawaaidul-Majmu’ah lisy-Syaukaaniy hal. 34].
Jika Abu Mu’aawiyyah – sebagai perawi hadits – melemahkan hadits yang ia riwayatkan, bagaimana dapat diterima jika selain dirinya berhujjah dengan haditsnya ?. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa Abu Mu'aawiyyah bersendirian dalam periwayatan hadits dari Al-A'masy bersamaan dengan keberadaan para huffadh yang merupakan ashhaab dari Al-A'masy : Yahyaa bin Sa'iid Al-Qaththaan, Ats-Tsauriy, Syu'bah, dan yang lainnya.
3. Mahfuudh bin Bahr; ia adalah Al-Anthaakiy. Ibnu ‘Adiy memasukkanya dalam Al-Kaamil fidl-Dlu’afaa’ (8/195 no. 1917) seraya menyebutkan bahwa Abu ‘Aruubah telah mendustakannya; kemudian ia (Ibnu ‘Adiy) berkata : “Ia mempunyai hadits-hadits yang ia sambungkan dimana perawi lain memursalkannya dan hadits-hadits yang ia marfu’-kan dimana perawi lain me-mauquf-kannya; terhadap orang-orang tsiqah”. ‘Aliy Al-Kassaaniy juga menukil perkataan Abu ‘Aruubah ini dalam Tanziihusy-Syarii’ah (1/99 no. 8). Ibnul-Jauziy memasukkanya dalam Adl-Dlu’afaa wal-Matruukiin (3/36 no. 2856). Adz-Dzahabiy juga memasukkanya Al-Mughniy fidl-Dlu’afaa’ (2/250 no. 5201) dan Diiwaan Adl-Dlu’afaa’ (hal. 338 no. 3556). Burhanuddiin Al-‘Ajmiy setelah menyebutkan hadits ini, ia berkata : “Termasuk pemalsuan dan kedustaan-kedustaannya” [Kasyful-Hatsiits no. 601]. Ibnu Hibbaan memberikan tautsiq dengan lafadh jazm : “Mustaqiimul-hadiits” [Ats-Tsiqaat, 9/204]. Ibnu Hajar berkata saat mengomentari perkataan Adz-Dzahabiy bahwa hadits di atas termasuk dari bencana yang dibuat oleh Mahfuudh : “Hadits ini telah diriwayatkan oleh perawi lain selain dirinya (Mahfuudh) dari Abu Mu’aawiyyah. Maka, hadits tersebut bukan termasuk bencana yang ditimbulkannya”. Kemudian Ibnu Hajar menyebutkan perkataan Ibnu ‘Adiy di atas [lihat : Liisaanul-Miizaan, 6/468-49 no. 6321].
Kesimpulan akan diri Mahfuudh bin Bahr adalah dla’iif, dan tidak benar tuduhan pendustaan yang dialamatkan kepadanya. Wallaahu a’lam.
Semoga jawaban ini ada manfaatnya.
[abu al-jauzaa’ – 1431].
[1] ‘An’anah dari Al-A’masy diterima dan dihukumi muttashil jika berasal dari Syu’bah darinya. Dasarnya adalah perkataan Syu’bah bahwa ia menerima tadlis dari tiga orang, yang diantaranya menyebutkan tadlis dari Al-A’masy [lihat : Al-Ma’rifah lil-Baihaqiy, 1/65].
Juga yang ia (Al-A’masy) riwayatkan dari Ibraahiim An-Nakha’iy, Abu Waail Syaqiiq bin Salamah, dan Abu Shaalih As-Sammaan. Ini merupakan pendapat jumhur ulama sebagaimana dikatakan oleh Adz-Dzahabiy [Al-Miizaan, 2/224].
Juga yang diriwayatkan oleh Hafsh bin Ghiyaats darinya (Al-A’masy) sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar [lihat Hadyus-Saariy, hal. 398].
Selengkapnya, silakan lihat penjelasan Dr. ‘Awwaad Al-Khalaf tentang riwayat-riwayat Al-A’masy dalam Shahih Al-Bukhaariy pada desertasinya yang berjudul Riwaayatul-Mudallisiin fii Shahiih Al-Bukhaariy, hal. 313-378.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar